MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Interaksi Makhluk Hidup
Yang dibina oleh Ibu Novida Pratiwi S.Si., M.Sc
Oleh,
INDAH AULIA RACHMAWATI DEWI
140351603480
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadiran Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya, makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Adapun judul
makalah ini Ekosistem Pegunungan, yang mana bertujuan untuk memenuhi tugas
matakuliah Interaksi Makhluk Hidup di Universitas Negeri Malang.
Penulis berterimakasih kepada semua pihak yang sudah membantu dalam
penyusunan makalah ini dan menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna,
sehingga penulis memohon maaf atas kekeliruan dan kekurangan di segala aspek
dalam makalah ini. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta
orang lain yang membaca dan menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah untuk
kedepannya sebagai tambahan dari referensi yang telah ada.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ekosistem merupakan hubungan timbal balik antara komponen biotik
(komponen yang hidup) dan komponen abiotik (komponen yang tidak hidup) di alam.
Hubungan antar komponen tersebut membentuk suatu sistem, yang menrupakan satu
kesatuan dan tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, gangguan pada satu komponen
akan mempengaruhi keseluruhan komponen tersebut.Ekosistem dapat dibedakan
menjadi ekosistem alami dan ekosistem buatan.
Salah satu contoh ekosistem alami adalah pegunungan. Gunung merupakan
bentang alam berupa daratan yang menjulang, memiliki sifat abiotik dan biotik yang
spesifik. Sedangkan pegunungan merupakan suatu jalur memanjang yang
berhubungan antara puncak yang satu dengan puncak lainnya.
Banyak ahli ekologi tidak memasukkan pegunungan sebagai suatu ekosistem,
hal ini disebabkan pegunungan yang ditemukan tidak cocok dengan definisi karena
karakteristik iklim dan kehidupan tanaman dan hewan yang begitu beragam
berdasarkan ketinggiannya
Rumusan Masalah
1) Bagaimana zona pembagian daerah pegunungan?
2) Apa saja komponen ekosistem pegunungan?
3) Bagaimana interaksi antar komponen ekosistem pegunungan?
BAB II
EKOSISTEM PEGUNUNGAN
Gunung merupakan bentang alam berupa daratan yang menjulang, memiliki
sifat abiotik dan biotik yang spesifik. Gunung-gunung di Indonesia sebagian besar
terbentuk dari hasil aktivitas vulkanik. Ketinggian gunungnya mulai dari 500 m
hingga 4000 m di atas permukaan laut. Sedangkan pegunungan merupakan suatu jalur
memanjang yang berhubungan antara puncak yang satu dengan puncak lainnya
(Syamsuri, 2014: 57).
Oleh karena lingkungan berubah dengan ketinggian di daerah-daerah
pegunungan, biota juga berubah menurut ketinggian. Lereng gunung mengandung
berbagai zona biotik dalam daerah yang lebih sempit. Zona-zona ini berulang pada
ketinggian yang sama pada tiap-tiap gunung atau meliputi daerah yang luas. Kita
dapat menganggap zona-zona ini sebagai bioma yang tidak bersambungan dan
dihubungkan dengan bioma di daerah sekitarnya. Oleh karena itu, daerah pegunungan
lebih baik dianggap sebagai perkecualian pola-pola bioma (Syamsuri, 2014: 60).
Banyak ahli ekologi tidak memasukkan pegunungan sebagai suatu ekosistem,
hal ini disebabkan pegunungan yang ditemukan tidak cocok dengan definisi karena
karakteristik iklim dan kehidupan tanaman dan hewan yang begitu beragam
berdasarkan ketinggiannya. Komponen abiotik seperti suhu dan curah hujan berubah
seiring dengan bertambahnya ketinggian. Variasi ini menyebabkan banyak komunitas
yang terdapat di pegunungan (Biggs, 2008: 72).
2) Kelembaban Nisbi
Presentase kejenuhan suatu massa udara akan bertambah dengan
menurunnya suhu. Oleh karena itu, titik embun pada ketinggian yang berbeda
tergantung kepada laju perubahan penurunan suhu dan kandungan uap air di
dalam udara semula. Hutan-hutan yang terdapat pada ketinggian yang tinggi
memiliki kelembaban nisbi yang sangat tinggi, terlebih di malah hari di mana
suhu menurun. Dengan demikian, titik embun sering dilewati sehingga air
mengembun di atas daun-daun, Tetapi pada masa-masa kering pada ketinggian
di atas lapisa awan, kelembaban nisbi dapat menjadi lebih rendah dari pada
siang hari. PPeningkatan kejenuhan air menyebabkan suhu jadi rendah. Hutan
yang terletak di tempat-tempat tinggi memiliki kelembaban yang relatiftinggi
di saat malam hari dan sering tmenjadi embun. Tingkan kelembabannya mulai
dari angka 86%-96% (Syamsuri, 2014: 61).
3) Awan
Pada bulan-bulan kering dimana uap air dalam udara kurang,
umumnya terbent suatu gelang awan sekeliling gunung dan hal ini biasanya
terjadi pada ketinggian kira-kira 2.000 m. Pada bulan-bulan yang paling
basah, lereng dan puncak gunung diselubungi awan sampai berhari-hari. Awan
terjadi dari embun yang bergerak naik ke atmosfer, ditangkap oleh debu dan
partikel-partikel mikro lainnya. Selama berbulan-bulan basah, lereng-lereng
gunung dan bukit diselimuti oleh awan. Sebaliknya, di bulan-bulan keting,
lereng-lereng relatif bersih dari penutupan awan (Syamsuri. 2014: 61).
4) Curah Hujan
Curah hujan di atas lereng gunung sampai ketinggian 2.000 m
umumnya lebih banyak daripada di dataran rendah di sekitarnya. Di dalam
lapisan awan yang menutupi lereng gunung, pengukuran curah hujan tidak
begitu
berguna
secara
ekologik,
karena
tumbuhan
akan
langsung
menggunakan tetes-tetes air yang terdapat di dalam udara. Air hujan yang
terjadi di gunung relatif sering dan curah hujan lebih tinggi dibandingkan di
wilayah bentang alam lain. Di puncak gunung lebih sering terjadi hujan
dibandingkan di lereng-lereng gunung (Syamsuri, 2014: 61).
Relief gunung menyebabkan alur angin bergerak menuju ke atas,
menyebabkan curah hujan yang tinggi pada bagian yang lebuh tinggi,
sedangkan pada bagian lereng menjadi lebih hangat dan relatif kurang lembab,
mengurangi curah hujan dan menyebabkan iklim lebih kering (Smith, 2014).
Udara bergerak dari laut dan bertemu dengan gunung, lalu bergerak ke
atas mendingin pada ketinggian yang tinggi dan turun dengan jumlah yang
banyak sebagai hujan. Pada bagian lereng, ada sedikit curah hujan. Sebagai
hasilnya, terdapat gurun (Campbell, 2008: 1158).
5) Embun Beku
Pemantulan panas dari bumi terjadi baik di siang hari maupun di
malam hari, tetapi pada malam hari tidak diimbngi penyinaran dari matahari.
Dengan menjadi dinginnya permukaan tumbuh-tumbuhan, tanah, batu, dan
lapisan udara tipis di sekelilingnya turut menjadi dingin. Udara dingin lebih
berat daripada udara panas, dan jika tidak ada angin yang mengalirkan udara
dingin ini maka udara dingin semakin dingin. Karena kehilangan panas bumi
terhalang oleh debu, kabut, dan awan, suhu terendah akan tercapai pada
malam hari yang cerah dan kering. Pendinginan maksimum terjadi pada
permukaan yang tidak menghantarkan panas seperti ranting atau rumput mati
DAFTAR PUSTAKA
Biggs, A., et, all. 2008. Glencoe Science, Biology. New York: Glencoe/Mc. Graw
Hill.
Campbel, N. A., et. All. 2008. Biology eight edition. San Fransisco: Pearson
Benjamins Cummings
Smith,
J.
M.
B.
2014.
Mountain
Ecosystems.
(Online).