Borang Portofolio SH Tika

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 23

BORANG PORTOFOLIO

Nama peserta
: dr. Kartika
Nama wahana
: RS Marinir Cilandak
Topik
: Penurunan Kesadaran, Hipertensi Emergensi dan Stroke Hemoragik
Tanggal kunjungan : 1 April 2016
Nama pasien
: Ny. M, Pr, 63 th
No RM
: 33-63-74
Tanggal presentasi : 20 April 2016
Nama pendamping : dr. Shahnaz Fathia
Tempat presentasi : Ruang Bangdiklat RS Marinir Cilandak
Objektif presentasi
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Deskripsi : Pasien datang diantar oleh keluarganya dengan keluhan tidak sadarkan diri
saat ditemukan dikamar mandi sejak 3 jam SMRS. Menurut anak os, saat
pagi-pagi anak os mengantar sarapan ke kamar os, os tidak ada kemudian os
melihat ke kamar mandi, anak os melihat orangtuanya tidak sadarkan diri di
kamar mandi dengan posisi terduduk diatas wc jongkok. Malam sebelumnya
os mengeluh sulit BAB kemudian diberi potongan buah pepaya oleh
anaknya, tidak lama kemudian os tidur malam. Os memiliki riwayat
penyakit stroke 2 tahun lalu(januari 2014) dan pernah di rawat di RSMC.
Setelah stroke tersebut os mengalami kelemahan anggota gerak sebelah
kanan namun masih dapat bejalan sendiri menggunakan alat bantu jalan. Os
juga memiliki riwayat penyakit hipertensi yang tidak terkontrol. Menurut
anak os, os tidak memliki riwayat penyakit diabetes mellitus. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat dengan
kesadaran Coma, GCS 3 E1V1M1. TD: 230/140 mmHg, Nadi: 126x/menit
ireguler, isi cukup, RR: 24x/menit, Suhu: 36. Pupil isokor diameter
(2mm/2mm), RCL/RCTL (+/+). Pemeriksaan Neurologis didapatkan reflek
fisiologis (+/+), reflek patologis (-/-) nervus cranialis sulit dinilai. Pada
pemeriksaan EKG: ireguler, pemanjangan interval PR, tidak ada ST
Depresi/Elevasi. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Lekosit:
13.100/iu, GDS: 322 mg/dL.
Tujuan : melakukan diagnosis dan tatalaksana emergency kasus Penurunan kesadaran,
Hipertensi emergensi dan stroke hemoragik
Bahan bahasan
Tinjauan pustaka Riset
Kasus
Cara membahas
Presentasi & diskusi
Diskusi
1

Audit
Email Pos

Data utama untuk bahan diskusi


1. Diagnosis/ Gambaran klinis
Pasien perempuan 63 tahun datang ke UGD RSMC diantar oleh keluarga dengan
keluhan tidak sadarkan diri saat ditemukan dikamar mandi sejak 3 jam SMRS. Menurut
anak os, saat pagi-pagi anak os mengantar sarapan ke kamar os, os tidak ada kemudian
os melihat ke kamar mandi, anak os melihat orangtuanya tidak sadarkan diri di kamar
mandi dengan posisi terduduk diatas wc jongkok. Malam sebelumnya os mengeluh sulit
BAB kemudian diberi potongan buah pepaya oleh anaknya, tidak lama kemudian os
tidur malam. Keluhan lain seperti nyeri kepala, demam, mual, muntah menyemprot
disangkal. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat dengan
kesadaran Coma, GCS 3 E1V1M1. TD: 230/140 mmHg, Nadi: 126x/menit ireguler, isi
cukup, RR: 24x/menit, Suhu: 36. Pupil isokor diameter (2mm/2mm), RCL/RCTL (+/
+).Pada pemeriksaan neurologis didapatkan reflek fisiologis (+/+), reflek patologis (-/-)
nervus cranialis sulit dinilai. Pada pemeriksaan EKG: ireguler, pemanjangan interval
PR, tidak ada ST Depresi/Elevasi. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Lekosit:
13.100/iu, GDS: 322 mg/dL
2. Riwayat pengobatan
Pasien kontrol ke poli saraf 1 bulan sekali semenjak serangan stroke yang pertama,
kemudian sejak tahun 2015 os jarang kontrol. Os beberapa kali kontrol ke poli jantung
untuk hipertensinya dan mendapat obat valsartan 2x sehari tetapi tidak rutin diminum.
3. Riwayat kesehatan
Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit stroke (+) 2 tahun lalu dan dirawat (Januari 2014) dengan

hemiparesis dextra
Riwayat hipertensi (+) tidak terkontrol
Riwayat penyakit lain disangkal.
Riwayat alergi makanan dan alergi obat disangkal.

4. Riwayat keluarga
Tidak diketahui riwayat penyakit dalam keluarga.
5. Riwayat sosial
Pasien sehari-hari tinggal dan diurus oleh anaknya yang terakhir. Suami os meninggal
dunia sejak 5 tahun yang lalu karena sakit hepatitis. Sebelum kejadian ini pasien masih
dapat berinteraksi dan berkomunikasi baik dengan keluarganya. Memiliki asuransi
kesehatan berupa Kartu BPJS.
Kepustakaan
1. Plum, F. Posner, JB. Saper, CB. Schiff, ND. (2007). Plum and Posners Diagnosis
of Stupor and Coma. Oxford University Press. New York. Hal. 5-9.
2

2. Greenberg, MS. (2001). Coma dalam Handbook of Neurosurgey. 5th ed. Thieme.
NY. Hal 119-123
3. Batubara, AS. (1992). Koma dalam Majalah Cermin Dunia Kedokteran. Ed 80. FK
USU. Hal 85-87.
4. Dewanto G, Suwono W.J, Riyanto B, Turana Y. 2009. Diagnosis dan Tatalaksana
Penyakit Saraf. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf di Indonesia (PERDOSSI).2011. Guideline
Stroke. Jakarta : PERDOSSI.
6. Ropper AH, Brown RH. 2005. Adams and Victors Principles of Neurology:
Cerebrovascular diseases. Ed.8. New York: The Mc-Graw-Hill Companies.
7. Soertidewi L, Tiksnadi A. Buku Saku Tentorium Neurologi. Jakarta: Departemen
Neurologi FKUI/RSCM.
Hasil pembelajaran
1. Mengetahui berbagai penyebab penurunan kesadaran
2. Memberikan penatalaksanaan pada kasus penurunan kesadaran
3. Memahami penyakit stroke secara keseluruhan
4. Mengenali manifestasi klinis yang timbul pada Stroke Hemoragik.
5. Mendiagnosis kasus Stroke baik Stroke Non Hemoragik maupun Stroke Hemoragik
6. Memberikan penatalaksanaan kasus Stroke Hemoragik

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO


Subjektif
Keluhan Utama :
Penurunan kesadaran sejak 3 jam SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang :
saat pagi-pagi anak os mengantar sarapan ke kamar os, os tidak ada kemudian os
melihat ke kamar mandi, anak os melihat orangtuanya tidak sadarkan diri di kamar
mandi dengan posisi terduduk diatas wc jongkok.
Malam sebelumnya os mengeluh sulit BAB
Keluhan lain seperti nyeri kepala, demam, mual, muntah menyemprot disangkal
Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit stroke (+) 2 tahun lalu dan dirawat

hemiparesis dextra
Riwayat hipertensi (+) tidak terkontrol
Riwayat penyakit lain disangkal.
Riwayat alergi makanan dan alergi obat disangkal.

(Januari 2014) dengan

Riwayat Pengobatan
Pasien kontrol ke poli saraf 1 bulan sekali semenjak serangan stroke yang pertama,
kemudian sejak tahun 2015 os jarang kontrol. Os beberapa kali kontrol ke poli jantung
untuk hipertensinya tetapi tidak rutin dan mendapat obat valsartan 2x sehari yang diminum
3

tidak rutin.
Riwayat Keluarga
Tidak diketahui riwayat penyakit dalam keluarga. Suami pasien meninggal dunia 3 tahun
yang lalu karena sakit jantung.
Riwayat Sosial
Pasien sehari-hari tinggal dan diurus oleh anaknya yang terakhir. Suami os meninggal
dunia sejak 5 tahun yang lalu karena sakit hepatitis. Sebelum kejadian ini pasien masih
dapat berinteraksi dan berkomunikasi baik dengan keluarganya. Memiliki asuransi
kesehatan berupa Kartu BPJS..
Objektif
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran

: GCS E1 M1 V1

Keadaan umum

: Tampak Sakit Berat

Tekanan darah

: 230/140 mmHg

Nadi

: 126 x/menit, ireguler isi cukup

Suhu

: 36oC

Pernapasan

: 24 x/menit

Mata

: Konjungtiva anemis -/- , Sklera ikterik -/-, pupil Isokor 2mm/2mm,


Refleks cahaya langsung/tidak langsung +/+

THT

: Tidak ada kelainan

Leher

: Pembesaran KGB (-)

Jantung

: Bunyi jantung 1 & 2 reguler, Gallop (-), Murmur (-)

Paru

: Nafas vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Abdomen

: Datar, distensi (-), supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal

Ekstremitas

: Akral hangat, CRT <2 detik, edema -/-

Status Neurologis

Tanda rangsang meningeal

Kaku kuduk

: (-)

Kernig

: (-)

Laseque

: (-)

Brudzinski I

: (-)
4

Brudzinski II

: (-)

Saraf kranial
N.I
: tidak dilakukan pemeriksaan
N.II
: tidak dilakukan pemeriksaan
N. III-IV-VI
Kedudukan bola mata : di tengah, simetris
Ptosis
: -/Eks/en-oftalmus
: -/Diplopia
: sulit dievaluasi
Gerak bola mata
: sulit dievaluasi
Pupil
: bulat, isokor, 2mm/2mm
Refleks cahaya
Langsung
: +/+
Tidak langsung
: +/+
N. V
Motorik : sulit dievaluasi
Sensorik : sulit dievaluasi
N. VII
Raut wajah
: kesan simetris
Angkat alis
: tidak dilakukan pemeriksaan
Tutup mata rapat-rapat
: tidak dilakukan pemeriksaan
Kembungkan pipi
: tidak dilakukan pemeriksaan
Memperlihatkan gigi
: tidak dilakukan pemeriksaan
Mencucurkan bibir
: tidak dilakukan pemeriksaan
Rasa kecap 2/3 depan
: tidak dilakukan pemeriksaan
N. VIII
n. Vestibularis
Nystagmus
: sulit dievaluasi
Vertigo: sulit dievaluasi
Keseimbangan: sulit dievaluasi
n. Koklearis
Tinitus
: sulit dievaluasi
Gesekan jari : sulit dievaluasi
N. IX-X
Suara
Menelan
Batuk
Arkus faring

: sulit dievaluasi
: sulit dievaluasi
: sulit dievaluasi
: Istirahat
: sulit dievaluasi
Fonasi
: sulit dievaluasi
Refleks faring : sulit dievaluasi
N. XI
Menoleh (m. Sternokleidomastoideus)
: sulit dievaluasi
Mengangkat bahu (m. trapezius atas)
: sulit dievaluasi
N. XII
Disartria
: sulit dievaluasi
Posisi lidah : di dalam mulut
: sulit dievaluasi
saat menjulur
: sulit dievaluasi
Motorik
A. Kekuatan

keempat ekstremitas lemah


(Kesan tetraparese)
B. Refleks-refleks
Fisiologis

Biseps
: +2/+2
Triseps
: +2/+2
Patella
: +2/+2
Achilles
: +2/+2
Patologis
Babinski
: -/Chaddock
: -/Oppenheim
: -/Gordon
: -/Schaeffer
: -/Hoffman Tromner
: -/C. Klonus
Patella
:-/Achilles
:-/D. Tonus
Lengan
Istirahat
: normotonus/normotonus
Gerakan pasif : normotonus/normotonus
Tungkai
Istirahat
: normotonus/normotonus
Gerakan pasif : normotonus/normotonus
E. Trofik : normotrofik/normotrofik
F. Koordinasi fungsi serebelar : sulit dievaluasi
Sensibilitas : tidak dilakukan pemeriksaan
Sistem Otonom
Miksi
:+
Defekasi
:+
Sekresi keringat
:+
Fungsi Luhur
Afasia motorik
: sulit dievaluasi
Afasia sensorik
: sulit dievaluasi
Daya ingat, menghitung
: sulit dievaluasi
Apraksia
: sulit dievaluasi
Pemeriksaan Penunjang :
Darah Rutin : (1 April 2016)

Hb

: 14 g/dL

Ht

: 42 %

Leukosit

: 13.100 /uL

Trombosit

: 252.000 /uL

GDS : 322 mg/dL


EKG : irama ireguler, pemanjangan interval PR (kesan dilatasi jantung)
CT scan kepala tanpa kontras :
01.04.2016
6

Kesan :
Lesi hemoragik(hematom) akut regio thalamus dextra dengan perluasan hematom ke
interventrikel dan tanda-tanda hydrocephalus.
Assessment
1. Penurunan Kesadaran
2. Hipertensi Emergensi
3. Stroke Hemoragik
Atas dasar :
Anamnesis: Os diantar oleh keluarganya dengan penurunan kesadaran sejak 3
jam SMRS. Os ditemukan oleh keluarganya dikamar mandi tidak sadarkan diri dengan
posisi terduduk diatas closet. Os memiliki riwayat penyakit stroke 2 tahun yang lalu,
dan memiliki riwayat penyakit hipertensi yang tidak terkontrol.
Pemeriksaan Fisik :
GCS 3 E1M1V1
Tekanan darah

: 230/140 mmHg

Nadi

: 126 x/menit, ireguler isi cukup

Suhu

: 36oC

Pernapasan

: 24 x/menit

Pemeriksaan penunjang :
Leukosit : 13.100/ul
CT Scan Kepala tanpa kontras : Lesi hemoragik(hematom) akut regio thalamus
dextra dengan perluasan hematom ke interventrikel dan tanda-tanda
hydrocephalus.
Planning
1. Tatalaksana Awal :

Pemasangan guedel

Pemasangan O2 nasal kanul 3L/menit

Pemasangan monitor

Pemasangan NGT produksi hitam

Pemasangan Kateter urin

Amlodipin 10 mg SL

IVFD RL 20 tpm
7

Injeksi Asam Traneksamat 1 ampul

Injeksi vitamin K 1 ampul

Injeksi Citicolin 500 mg 1 ampul

Injeksi Ranitidin 50 mg 1 ampul

2. Rencana diagnosis awal :


Laboratorium : DR, GDS, EKG, CT Scan
3.

Rencana Terapi
Konsul DPJP (Sp.S)

NRM 5 L/menit

IVFD RL 20 tpm

Injeksi perdipin 0,5mg/kgBB/jam (Target TD: 160/100 mmHg)

Injeksi Transamin 3x500 mg

Injeksi vitamin K 3x1 ampul

Injeksi ranitidine 2x1 ampul

Injeksi Lasix 2x1 ampul

Injeksi citicolin 2x500mg

Elevasi kepala 30

Pro ICU

4. Rencana Edukasi
Penjelasan mengenai penyakit dan rencana terapi yang akan diberikan dalam hal ini pasien
mengalami komplikasi dari hipertensi emergensi yaitu stroke dan keadaan bahwa telah
terjadi serangan stroke yang berulang.
5. Rencana Konsultasi

Konsul Sp.S
Konsul Sp.BS
Konsul Sp.JP
Konsul Sp.PD

TINJAUAN PUSTAKA
PENURUNAN KESADARAN
I. Definisi
Kesadaran adalah suatu keadaan dimana seseorang sadar penuh atas dirinya sendiri
dan lingkungan sekitarnya. Komponen yang dapat dinilai dari suatu keadaan sadar yaitu
kualitas kesadaran itu sendiri dan isinya. Isi kesadaran menggambarkan keseluruhan dari
fungsi cortex serebri, termasuk fungsi kognitif dan sikap dalam merespon suatu
rangsangan. Pasien dengan gangguan isi kesadaran biasanya tampak sadar penuh, namun
tidak dapat merespon dengan baik beberapa rangsangan-rangsangan, seperti membedakan
warna, raut wajah, mengenali bahasa atau simbol, sehingga sering kali dikatakan bahwa
penderita tampak bingung. Penurunan kesadaran atau koma menjadi petunjuk kegagalan
fungsi integritas otak

dan sebagai final common pathway dari gagal organ seperti

kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak dengan akibat
kematian. Jadi, bila terjadi penurunan kesadaran maka terjadi disregulasi dan disfungsi
otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi tubuh. Dalam beberapa kasus,
kesadaran tidak hanya mengalami penurunan, namun dapat terganggu baik secara akut
maupun secara kronik/progresif.
II.1 Menentukan penurunan kesadaran secara kualitatif
Kompos mentis berarti kesadaran normal, menyadari seluruh asupan panca indera
(aware atau awas) dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan dari luar
maupun dari dalam (arousal atau waspada), atau dalam keadaaan awas dan waspada.
Somnolen atau drowsiness atau clouding of consciousness, berarti mengantuk, mata
tampak cenderung menutup, masih dapat dibangunkan dengan perintah, masih dapat

menjawab pertanyaan walaupun sedikit bingung, tampak gelisah dan orientasi terhadap
sekitarnya menurun.
Stupor atau sopor lebih rendah daripada somnolen. Mata tertutup dengan rangsang
nyeri atau suara keras baru membuka mata atau bersuara satu-dua kata. Motorik hanya
berupa gerakan mengelak terhadap rangsang nyeri.
Semikoma atau soporokoma, merupakan tahap pertengahan antara spoor dan koma,
mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat mengerang tanpa
arti, motorik hanya berupa gerakan primitif.
Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah. Dengan rangsang
apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka mata, bicara, maupun reaksi
motorik.
II.2 Menentukan penurunan kesadaran secara kuantitatif
Secara kuantitatif, kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan Glasgow Coma Scale
(GCS) yang meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan/ Mata (E), Pemeriksaan Motorik
(M) dan Verbal (V). Pemeriksaan ini mempunyai nilai terendah 3 dan nilai tertinggi
15.
Pemeriksaan derajat kesadaran GCS untuk penglihatan/ mata:
E1 tidak membuka mata dengan rangsang nyeri
E2 membuka mata dengan rangsang nyeri
E3 membuka mata dengan rangsang suara
E4 membuka mata spontan
Motorik:
M1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri
M2 reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri
M3 reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri
M4 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran
M5 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran
M6 reaksi motorik sesuai perintah
Verbal:
V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none)
V2 respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds)
V3 respon kata dengan rangsang nyeri (words)
V4 bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat (confused)
V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated)
10

Jika nilai GCS 14-13 menandakan somnolen, 12-9 sopor, dan kurang dari 8
menandakan koma.
III. Klasifikasi Penurunan Kesadaran
Gangguan kesadaran dibagi 3, yaitu gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan
fokal/ lateralisasi dan tanpa disertai kaku kuduk; gangguan kesadaran tanpa disertai
kelainan fokal/ lateralisasi disertai dengan kaku kuduk; dan gangguan kesadaran disertai
dengan kelainan fokal.
III.1

Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal dan kaku kuduk


1.
2.
3.
4.
5.
6.

III.2

Gangguan iskemik
Gangguan metabolik
Intoksikasi
Infeksi sistemis
Hipertermia
Epilepsi

Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal tapi disertai kaku kuduk
1. Perdarahan subarakhnoid
2. Radang selaput otak (meningitis)
3. Radang selaput otak dan jaringan otak (meningoencefalitis)

III.3 Gangguan kesadaran dengan kelainan fokal


1.
2.
3.
4.
IV.

Tumor otak
Perdarahan otak
Infark otak
Abses otak

Patofisiologi Penurunan Kesadaran


Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh

misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan ARAS di
batang otak, terhadap formasio

retikularis

di thalamus, hipotalamus, maupun

mesensefalon.
Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan derajat
(kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas, awareness,
alertness) kesadaran. Adanya lesi yang dapat mengganggu interaksi ARAS dengan korteks
serebri, apakah lesi supratentorial, subtentorial, infratentorial, dan metabolik akan
mengakibatkan menurunnya kesadaran.

11

Gambar 1. Patofisiologi penurunan kesadaran


Sebelum membahas lebih lanjut bagaimana terjadinya penurunan kesadaran, ada
baiknya mengetahui RAS yang mempengaruhi kesadaran itu sendiri. RAS (reticular
activating system) adalah merupakan suatu sistem yang mengatur beberapa fungsi penting
seperti, tidur dan bangun, perhatian/fokus, kelakuan seseorang, pernapasan dan detak
jantung. Sistem ini berada pada batang otak, dibagia menjadi ascending (yang menerima
impuls/rangsangan) dan descending (yang memberi respon terhadap impuls/rangsangan
yang diberikan). Area yang mengatur ARAS (ascending) adalah formation reticularis,
mesencephalon, thalamic intralaminar nucleus, dorsal hipotalamus, dan tegmentum. Pada
DRAS (descending), impuls diteruskan ke saraf-saraf perifer yang berakhir pada motor end
plate dan cerebellum. Neurotransmitter yang berperan dalam jalur RAS adalah kolinergik
dan adrenergik, kadang GABA juga berperan dalam rangsangan nyeri yang diberikan
untuk menilai kesadaran seseorang.

12

Lesi Supratentorial
Pada lesi supratentorial, gangguan kesadaran akan terjadi baik oleh kerusakan
langsung pada jaringan otak atau akibat penggeseran dan kompresi pada ARAS
karena proses tersebut maupun oleh gangguan vaskularisasi dan edema yang
diakibatkannya. Proses ini menjalar secara radial dari lokasi lesi kemudian ke arah
rostro kaudal sepanjang batang otak.
Lesi infratentorial
Pada lesi infratentorial, gangguan kesadaran dapat terjadi kerusakan ARAS baik
oleh proses intrinsik pada batang otak maupun oleh proses ekstrinsik.
Gangguan difus (gangguan metabolik)
Pada penyakit metabolik, gangguan neurologik umumnya bilateral dan hampir
selalu simetrik. Selain itu gejala neurologiknya tidak dapat dilokalisir pada suatu
susunan anatomic tertentu pada susunan saraf pusat.
Kekurangan 02
Otak yang normal memerlukan 3.3 cc 0 2 /100 gr otak/menit yang disebut Cerebral
Metabolic Rate for Oxygen (CMR 02). CMR 02 ini pada berbagai kondisi normal
tidak banyak berubah. Hanya pada kejang-kejang CMR 02 meningkat dan jika
timbul gangguan fungsi otak, CMR 02 menurun. Pada CMR 02 kurang dari 2.5

13

cc/100 gram otak/menit akan mulai terjadi gangguan mental dan umumnya bila
kurang dari 2 cc 02/100 gram otak/menit terjadi koma.
Glukosa
Energi otak hanya diperoleh dari glukosa. Tiap 100 gram otak memerlukan 5.5 mgr
glukosa/menit. Menurut Hinwich pada hipoglikemi, gangguan pertama terjadi pada
serebrum dan kemudian progresif ke batang otak yang letaknya lebih kaudal.
Menurut Arduini hipoglikemi menyebabkan depresi selektif pada susunan saraf
pusat yang dimulai pada formasio reti-kularis dan kemudian menjalar ke bagianbagian lain.Pada hipoglikemi, penurunan atau gangguan kesadaran merupakan
gejala dini.

Gangguan sirkulasi darah


Untuk mencukupi keperluan 02 dan glukosa, aliran darah ke otak memegang
peranan penting. Bila aliran darah ke otak berkurang, 0 2 dan glukosa darah juga
akan berkurang
Toksin
Gangguan kesadaran dapat terjadi oleh toksin yang berasal dari penyakit metabolic
dalam tubuh sendiri atau toksin yang berasal dari luar/akibat infeksi
Gangguan metabolik toksik
Fungsi dan metabolisme otak sangat bergantung pada tercukupinya penyediaan
oksigen. Adanya penurunan aliran darah otak (ADO), akan menyebabkan
terjadinya kompensasi dengan menaikkan ekstraksi oksigen (O2) dari aliran darah.
Apabila ADO turun lebih rendah lagi, maka akan terjadi penurunan konsumsi
oksigen secara proporsional.
Glukosa merupakan satu-satunya substrat yang digunakan otak dan
teroksidasi menjadi karbondioksida (CO2) dan air. Untuk memelihara integritas
neuronal, diperlukan penyediaan ATP yang konstan untuk menjaga keseimbangan
elektrolit.
O2 dan glukosa memegang peranan penting dalam memelihara keutuhan
kesadaran. Namun, penyediaan O2 dan glukosa tidak terganggu, kesadaran individu
14

dapat terganggu oleh adanya gangguan asam basa darah, elektrolit, osmolalitas,
ataupun defisiensi vitamin.

Tabel 1. Penyebab Metabolik atau Toksik pada Kasus Penurunan Kesadaran


No

Penyebab metabolik atau Keterangan

sistemik
Elektrolit imbalans

Hipo- atau hipernatremia, hiperkalsemia, gagal ginjal

Endokrin
Vaskular
Toksik
Nutrisi
Gangguan metabolik
Gagal organ

dan gagal hati.


Hipoglikemia, ketoasidosis diabetic
Ensefalopati hipertensif
Overdosis obat, gas karbonmonoksida (CO)
Defisiensi vitamin B12
Asidosis laktat
Uremia, hipoksemia, ensefalopati hepatic

2
3
4
5
6
7

Gangguan Struktur Intrakranial


Penurunan kesadaran akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formasio
retikularis di daerah mesensefalon dan diensefalon (pusat penggalak kesadaran)
disebut koma diensefalik. Secara anatomik, koma diensefalik dibagi menjadi dua
bagian utama, ialah koma akibat lesi supratentorial dan lesi infratentorial.
1. Koma supratentorial
1) Lesi mengakibatkan kerusakan difus kedua hemisfer serebri, sedangkan
batang otak tetap normal.
2) Lesi struktural supratentorial (hemisfer).
Adanya massa yang mengambil tempat di dalam kranium (hemisfer serebri)
beserta edema sekitarnya misalnya tumor otak, abses dan hematom
mengakibatkan dorongan dan pergeseran struktur di sekitarnya, terjadilah
herniasi girus singuli, herniasi transtentorial sentral dan herniasi unkus.
a. Herniasi girus singuli
Herniasi girus singuli di bawah falx serebri ke arah kontralateral
menyebabkan tekanan pada pembuluh darah serta jaringan otak,
mengakibatkan iskemi dan edema.
b. Herniasi transtentorial/sentral
Herniasi transtentorial atau sentral adalah hasil akhir dari proses desak
ruang rostrokaudal dari kedua hemisfer serebri dan nukli basalis; secara
berurutan menekan disensefalon, mesensefalon, pons dan medulla
oblongata melalui celah tentorium.
15

c. Herniasi unkus
Herniasi unkus terjadi bila lesi menempati sisi lateral fossa kranii media
atau lobus temporalis; lobus temporalis mendesak unkus dan girus
hipokampus ke arah garis tengah dan ke atas tepi bebas tentorium yang
akhirnya menekan mesensefalon.
2. Koma infratentorial
Ada dua macam lesi infratentorial yang menyebabkan koma.
1) Proses di dalam batang otak sendiri yang merusak ARAS atau/ serta
merusak pembuluh darah yang mendarahinya dengan akibat iskemi,
perdarahan dan nekrosis. Misalnya pada stroke, tumor, cedera kepala dan
sebagainya.
2) Proses di luar batang otak yang menekan ARAS
a. Langsung menekan pons
b. Herniasi ke atas dari serebelum dan mesensefalon melalui celah
tentorium dan menekan tegmentum mesensefalon.
c. Herniasi ke bawah dari serebelum melalui foramen magnum dan
menekan medulla oblongata.
Dapat disebabkan oleh tumor serebelum, perdarahan serebelum dan
sebagainya.
Ditemukan lateralisasi (pupil anisokor, hemiparesis) pada kelainan
struktural yang menyebabkan penurunan kesadaran dan dapat dibantu dengan
pemeriksaan

penunjang

(CT-Scan)

untuk

menentukan

lokasi

terjadinya

lesi/kerusakan.
Tabel 2. Penyebab Struktural pada Kasus Penurunan Kesadaran
No
1
2
3
4
5
6

Penyebab struktural
Vaskular
Infeksi
Neoplasma
Trauma
Herniasi
Peningkatan

Keterangan
Perdarahan subarakhnoid, infark batang kortikal
bilateral
Abses, ensefalitis, meningitis
Primer atau metastasis
Hematoma, edema, kontusi hemoragik
Herniasi sentral, herniasi unkus, herniasi singuli
tekanan Proses desak ruang

intrakranial
IV. Diagnosis banding penurunan kesadaran karena metabolik dan struktural
Menentukan kelainan neurologi perlu untuk evaluasi dan manajemen
penderita berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pada penderita dengan penurunan kesadaran, dapat ditentukan apakah akibat
16

kelainan struktur, toksik atau metabolik. Pada koma akibat gangguan struktur
mempengaruhi fungsi ARAS langsung atau tidak langsung. ARAS merupakan
kumpulan neuron polisinaptik yang terletak pada pusat medulla, pons dan
mesensefalon, sedangkan penurunan kesadaran karena kelainan metabolik terjadi
karena memengaruhi energi neuronal atau terputusnya aktivitas membran neuronal
atau multifaktor. Diagnosis banding dapat ditentukan melalui pemeriksaan
pernafasan, pergerakan spontan, evaluasi saraf kranial dan respons motorik
terhadap stimuli.
- Pola pernafasan
- Pergerakan spontan
- Pemeriksaan saraf kranial
- Repons motorik terhadap stimuli
V.

Tatalaksana Penurunan Kesadaran


Prinsip pengobatan kesadaran dilakukan dengan cepat, tepat dan akurat,
pengobatan dilakukan bersamaan dalam saat pemeriksaan. Pengobatan meliputi dua
komponen utama yaitu umum dan khusus.
Umum
Mempertahankan airway, breathing dan circulation.
Tidurkan pasien dengan posisi lateral dekubitus dengan leher sedikit
ekstensi bila tidak ada kontraindikasi seperti fraktur servikal dan tekanan

intrakranial yang meningkat.


Posisi trendelenburg baik

sekali

untuk

mengeluarkan

cairan

trakeobronkhial, pastikan jalan nafas lapang, keluarkan gigi palsu jika ada,

lakukan suction di daerah nasofaring jika diduga ada cairan.


Lakukan imobilisasi jika diduga ada trauma servikal, pasang infus sesuai

dengan kebutuhan bersamaan dengan sampel darah.


Pasang monitoring jantung jika tersedia bersamaan dengan melakukan

elektrokardiogram (EKG).
Pasang nasogastric tube, keluarkan isi cairan lambung untuk mencegah
aspirasi, lakukan bilas lambung jika diduga ada intoksikasi. Berikan tiamin
100 mg iv, berikan destrosan 100 mg/kgbb. Jika dicurigai adanya overdosis
opium/ morfin, berikan nalokson 0,01 mg/kgbb setiap 5-10 menit sampai
kesadaran pulih (maksimal 2 mg).

Khusus
- Pada herniasi
Pasang ventilator lakukan hiperventilasi dengan target PCO 2: 25- 30
mmHg.
17

Berikan manitol 20% dengan dosis 1-2 gr/ kgbb atau 100 gr iv. Selama
10-20 menit kemudian dilanjutkan 0,25-0,5 gr/kgbb atau 25 gr setiap 6
jam.
Edema serebri karena tumor atau abses dapat diberikan deksametason 10
mg iv lanjutkan 4-6 mg setiap 6 jam.
Jika pada CT scan kepala ditemukan adanya CT yang operabel seperti
epidural hematom, konsul bedah saraf untuk operasi dekompresi.
- Pengobatan khusus tanpa herniasi
Ulang pemeriksaan neurologi yang lebih teliti.
Jika pada CT scan tak ditemukan kelainan, lanjutkan dengan
pemeriksaan pungsi lumbal (LP). Jika LP positif adanya infeksi berikan
antibiotik yang sesuai. Jika LP positif adanya perdarahan terapi sesuai
dengan pengobatan perdarahan subarakhnoid.
STROKE HEMORAGIK
I.

Definsi

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2008).

Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah
sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara
lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya
kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria Artiani, 2009).

Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat
aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan
kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu jenis
stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga darah
tidak dapat mengalir secara semestinya yang menyebabkan otak mengalami
hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan.

II.

Etiologi
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi
18

1. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.


2. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah mengerasnya
pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh
darah. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan
3. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
4. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk
abnormal, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah
arteri langsung masuk vena, menyebabkan mudah pecah dan menimbulkan
perdarahan otak.
5. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.
Faktor Resiko
Faktor- faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Non modifiable risk factors :

Usia
Jenis Kelamin
Keturunan / genetik
Etnis / ras

Modifiable risk factors

Behavioral risk factors


-

Merokok
Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol, low

fruit diet.
Alkoholik
Obat obatan: narkoba (kokain), antikoagulansia, antiplatelet, obat
kontrasepsi.

Physiological risk factors


-

Penyakit hipertensi
Penyakit jantung
Diabetes mellitus
Infeksi
Gangguan ginjal
Kegemukan (obesitas)
Polisitemia, viskositas darah meninggi dan penyakit perdarahan

darah
Kelainan anatomi pembuluh darah - dan lain-lain.
19

III.

Patofisiologi

1. Perdarahan intra cerebral


Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang
terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena
herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis
mengakibatkan

perubahan

struktur

dinding

permbuluh

darah

berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.


2. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling
sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM
dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak,
ataupun didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan
keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK
yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala
hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak
lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan
subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat
mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali
terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan
20

dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena


interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan
serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini
dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak
dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang
dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak
punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar
akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa
sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena
akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 %
akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha
memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob,yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah otak.
IV.

Manifestasi Klinik
a. Gejala Perdarahan Intraserebral (PIS)
Gejala yang sering djumpai pada perdarahan intraserebral adalah: nyeri
kepala berat, mual, muntah dan adanya darah di rongga subarakhnoid pada
pemeriksaan pungsi lumbal merupakan gejala penyerta yang khas. Serangan sering
kali di siang hari, waktu beraktivitas dan saat emosi/marah. Kesadaran biasanya
menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara
1/2-2 jam, dan 12% terjadi setelah 3 jam).
b. Gejala Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Pada penderita PSA dijumpai gejala: nyeri kepala yang hebat, nyeri di leher
dan punggung, mual, muntah, fotofobia. Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan
dengan pemeriksaan kaku kuduk, Lasegue dan Kernig untuk mengetahui kondisi
rangsangan selaput otak, jika terasa nyeri maka telah terjadi gangguan pada fungsi
saraf. Pada gangguan fungsi saraf otonom terjadi demam setelah 24 jam. Bila berat,
maka terjadi ulkus pepticum karena pemberian obat antimuntah disertai
peningkatan kadar gula darah, glukosuria, albuminuria, dan perubahan pada EKG.

V.

Komplikasi
21

Stroke hemoragik dapat menyebabkan:


1. Infark Serebri
2. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif
3. Fistula caroticocavernosum
4. Epistaksis
5. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal
VI.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain:


1. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan otak, sekitar
daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa diselematkan, tindakan awal
difokuskan untuk menyelematkan sebanyak mungkin area iskemik dengan memberikan
O2, glukosa dan aliran darah yang adekuat dengan mengontrol / memperbaiki disritmia
(irama dan frekuensi) serta tekanan darah.
2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan,
pemberian dexamethason.
3. Pengobatan
a.

Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan pada fase


akut.

b.

Obat

anti

trombotik:

Pemberian

ini

diharapkan

mencegah

peristiwa

trombolitik/emobolik.
c.

Diuretika : untuk menurunkan edema serebral

4. Penatalaksanaan Pembedahan
Dilakukan dalam keadaan darurat untuk penanganan tekanan tinggi intra kranial,
mengeluarkan hematoma dan penanganan hidrosefalus akut, juga untuk mencegah
perdarahan ulang dan meminimalkan terjadinya vasospasme.

Untuk hidrosefalus akut dapat dilakukan pemasangan Ventriperitoneal shunt.


Hidrosefalus akut dapat diterapi dengan steroid, manitol atau pungsi lumbal
berulang

AVM Tindakan pembedahan berupa en block resection atau obliterasi dengan


cara ligasi pembuluh darah atau embolisasi melalui kateter intra arterial lokal.
22

Kala resiko perdarahan sekunder lebih kecil pada AVM dibandingkan aneurisma,
maka tindakan pembedahan dilakukan secara elektif setelah episode perdarahan.

Aneurisma Terapi pembedahan definitif terdiri dari clipping atau wrapping


aneurisma. Pada pasien dengan kesadaran penuh atau hanya penurunan
kesadaran ringan, tindakan pembedahan memperlihatkan hasil yang baik.
Sebaliknya pada pasien yang stupor atau koma tidak diperoleh keuntungan dari
tindakan tersebut.

23

Anda mungkin juga menyukai