Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
Alam perasaan seseorang dapat berubah-ubah sesuai situasi dan kondisi tertentu
yang dialaminya. Suasana alam perasaan seseorang mungkin normal, meninggi atau
bahkan terdepresi. Orang normal dapat mengalami berbagai macam suasana perasaan
dan memiliki ekspresi afektif yang sama luasnya; mereka mampu mengendalikan
suasana perasaan dan afeknya. Lain halnya dengan seseorang yang mengalami gangguan
pada alam perasaannya.
Gangguan bipolar (gangguan alam perasaan) atau Manic-Depressive Illness
(MDI) merupakan salah satu gangguan jiwa tersering yang berat dan persisten.
Gangguan bipolar ditandai oleh suatu periode depresi yang dalam dan lama, serta dapat
berubah menjadi suatu periode yang meningkat secara cepat dan/atau dapat
menimbulkan amarah yang dikenal sebagai mania. Gejala-gejala mania meliputi
kurangnya tidur, nada suara tinggi, peningkatan libido, perilaku yang cenderung kacau
tanpa mempertimbangkan konsekuensinya, dan gangguan pikiran berat yang
mungkin/tidak termasuk psikosis. Di antara kedua periode tersebut, penderita gangguan
bipolar memasuki periode yang baik dan dapat hidup secara produktif. Gangguan
bipolar merupakan suatu gangguan yang lama dan jangka panjang. Gangguan bipolar
mendasari satu spektrum kutub dari gangguan mood/suasana perasaan meliputi Bipolar I
(BP I), Bipolar II (BP II), Siklotimia (periode manic dan depresif yang bergantian/naikturun), dan depresi yang hebat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan
pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan,
dan proses berfikir. Disebut Bipolar karena penyakit kejiwaan ini didominasi adanya
fluktuasi periodik dua kutub, yakni kondisi manik (bergairah tinggi yang tidak
terkendali) dan depresi.
A. EPIDEMIOLOGI
Di dunia, tingkat prevalensi gangguan bipolar sebagai gangguan yang lama dan
menetap sebesar 0,3 1,5 %. Di Amerika Serikat, tingkat prevalensi ini dapat mencapai
1 1,6 %, dimana dua jenis gangguan bipolar ini berbeda pada populasi dewasa, yaitu
sekitar 0,8 % populasi mengalami BP I dan 0,5 % populasi mengalami BP II. Morbiditas
dan Mortalitas dari gangguan bipolar sangat signifikan. Banyaknya angka kehilangan
pekerjaan, kerugian yang ditimbulkan sebagai akibat dari gangguan tingkat produktivitas
yang disebabkan gangguan ini di Amerika serikat sepanjang periode awal tahun 1990an
diperkirakan sebesar 15,5 miliar dolar Amerika. Perkiraan lainnya, sekitar 25 50 %
individu dengan gangguan bipolar melakukan percobaan bunuh diri dan 11 % benarbenar tewas karena bunuh diri.
Gangguan pada lelaki dan perempuan sama, umumnya timbul diusia remaja atau
dewasa. Hal ini paling sering dimulai sewaktu seseorang baru menginjak dewasa. Tetapi
kasus-kasus gangguan bipolar telah didiagnosis pada remaja dan bahkan anak-anak.
B. ETIOPATOFISIOLOGI
Etiologi dari gangguan bipolar memang belum dapat diketahui secara pasti, dan
tidak ada penanda biologis (biological marker) yang objektif yang berhubungan secara
pasti dengan keadaan penyakit ini.
Dahulu virus sempat dianggap sebagai penyebab penyakit ini. Serangan virus
pada otak berlangsung pada masa janin dalam kandungan atau tahun pertama sesudah

kelahiran. Namun, gangguan bipolar bermanifestasi 15-20 tahun kemudian. Telatnya


manifestasi itu timbul karena diduga pada usia 15 tahun kelenjar timus dan pineal yang
memproduksi hormon yang mampu mencegah gangguan psikiatrik sudah berkurang
50%.
Penyebab gangguan Bipolar multifaktor. Mencakup aspek bio-psikososial.
Secara biologis dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan neurotransmitter di otak.
Secara psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa kana-kanak, stres yang
menyakitkan, stres kehidupan yang berat dan berkepanjangan, dan banyak lagi faktor
lainnya.
Didapatkan fakta bahwa gangguan alam perasaan (mood) tipe bipolar (adanya
episode manik dan depresi) memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya,
berdasar etiologi biologik. 50% pasien bipolar mimiliki satu orangtua dengan gangguan
alam perasaan/gangguan afektif, yang tersering unipolar (depresi saja). Jika seorang
orang tua mengidap gangguan bipolar maka 27% anaknya memiliki resiko mengidap
gangguan alam perasaan. Bila kedua orangtua mengidap gangguan bipolar maka 75%
anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan. Keturunan pertama dari
seseorang yang menderita gangguan bipolar berisiko menderita gangguan serupa sebesar
7 kali. Bahkan risiko pada anak kembar sangat tinggi terutama pada kembar monozigot
(40-80%), sedangkan kembar dizigot lebih rendah, yakni 10-20%.
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar
dengan kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari
kromosom tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang telah diselidiki
adalah 4p16, 12q23-q24, 18 sentromer, 18q22, 18q22-q23, dan 21q22. Yang menarik
dari studi kromosom ini, ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21) berisiko rendah
menderita gangguan bipolar.
Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar,
peneliti mulai menduga adanya hubungan neurotransmiter dengan gangguan bipolar.
Neurotransmiter tersebut adalah dopamine, serotonin, dan noradrenalin. Gen-gen yang
berhubungan dengan neurotransmiter tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang

mengkode monoamine oksidase A (MAOA), tirosin hidroksilase, catechol-Ometiltransferase (COMT), dan serotonin transporter (5HTT).7
Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan penyakit ini
yaitu gen yang mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF). BDNF adalah
neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis dan
perlindungan neuron otak. BDNF diduga ikut terlibat dalam mood. Gen yang mengatur
BDNF terletak pada kromosom 11p13. Terdapat 3 penelitian yang mencari tahu
hubungan antara BDNF dengan gangguan bipolar dan hasilnya positif. Kelainan pada
otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat perbedaan gambaran
otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui pencitraan magnetic
resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography (PET), didapatkan jumlah
substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks prefrontal subgenual. Tak
hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen Psychiatry 2003 pun menemukan volume
yang kecil pada amygdala dan hipokampus. Korteks prefrontal, amygdala dan
hipokampus merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan
afek).
Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak
penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang
membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila
jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar saraf tidak
berjalan lancar.
C. FAKTOR RISIKO
a. Ras
Tidak ada kelompok ras tertentu yang memiliki predileksi kecenderungan
terjadinya gangguan ini. Namun, berdasarkan sejarah kejadian yang ada, para
klinisi menyatakan bahwa kecenderungan tersering dari gangguan ini terjadi
pada populasi Afrika-Amerika.
b. Jenis Kelamin

Angka kejadian dari BP I, sama pada kedua jenis kelamin, namun rapidcycling bipolar disorder (gangguan bipolar dengan 4 atau lebih episode dalam
setahun) lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Insiden BP II lebih
tinggi pada wanita daripada pria.
c. Usia
Usia individu yang mengalami gangguan bipolar ini bervariasi cukup
besar. Rentang usia dari keduanya, BP I dan BP II adalah antara anak-anak
hingga 50 tahun, dengan perkiraan rata-rata usia 21 tahun. Kasus ini terbanyak
pada usia 15 19 tahun, dan rentang usia terbanyak kedua adalah pada usia 20
24 tahun. Sebagian penderita yang didiagnosa dengan depresi hebat berulang
mungkin saja juga mengalami gangguan bipolar dan baru berkembang
mengalami episode manic yang pertama saat usia mereka lebih dari 50 tahun.
Mereka mungkin memiliki riwayat keluarga yang juga menderita gangguan
bipolar. Sebagian besar penderita dengan onset manic pada usia lebih dari 50
tahun harus dilakukan penelusuran terhadap adanya gangguan neurologis seperti
penyakit serebrovaskular. Gangguan bipolar juga dipengaruhi oleh beberapa
faktor, meliputi genetik, biokimiawi, psikodinamik dan lingkungan.
d. Genetik
Gangguan bipolar, terutama BP I, memiliki komponen genetik utama.
Bukti yang mengindikasikan adanya peran dari faktor genetik dari gangguan
bipolar terdapat beberapa bentuk, antara lain :
Hubungan keluarga inti dengan orang yang menderita BP I diperkirakan 7
kali lebih sering mengalami BP I dibandingkan populasi umum. Perlu digarisbawahi, keturunan dari orang tua yang menderita gangguan bipolar memiliki
kemungkinan 50 % menderita gangguan psikiatrik lain.
Penelitian pada orang yang kembar menunjukkan hubungan 33 90 %
menderita BP I dari saudara kembar yang identik.

Penelitian pada keluarga adopsi, membuktikan bahwa lingkungan umum


bukanlah satu-satunya faktor yang membuat gangguan bipolar terjadi dalam
keluarga. Anak dengan hubungan biologis pada orang tua yang menderita BP I
atau gangguan depresif hebat memiliki resiko yang lebih tinggi dari
perkembangan gangguan afektif, bahkan meskipun mereka bertempat tinggal dan
dibesarkan oleh orang tua yang mengadopsi dan tidak menderita gangguan.
Cardno dan kawan-kawan di London menunjukkan bahwa skizofrenia,
skizoafektif, dan sindrom manic berbagi faktor resiko genetik dan genetik yang
bertanggung jawab terhadap gangguan skizoafektif seluruhnya secara umum juga
terdapat pada dua sindrom yang lain tadi. Penemuan ini menimbulkan dugaan
suatu genetik tersendiri bertanggungjawab pada psikosis berbagi dengan
gangguan mood dan skizofrenia. Tsuang dan kawan-kawan mengindikasikan
adanya kontribusi genetik pada MDI dengan gambaran psikotik, serta
menunjukkan adanya hubungan antara skizofrenia dan gangguan bipolar.
Studi tentang ekspresi gen juga menunjukkan orang dengan gangguan
bipolar, depresif berat, dan skizofrenia mengalami penurunan yang sama dalam
ekspresi dari gen hubungan oligodendrosit-myelin dan abnormalitas substansia
nigra pada bermacam daerah otak.
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar
dengan kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana
dari kromosom tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang
telah diselidiki adalah 4p16, 12q23-q24, 18 sentromer, 18q22, 18q22-q23, dan
21q22. Yang menarik dari studi kromosom ini, ternyata penderita sindrom Down
(trisomi 21) berisiko rendah menderita gangguan bipolar.
Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan penyakit
ini yaitu gen yang mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF).
BDNF adalah neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps,
neurogenesis dan perlindungan neuron otak. BDNF diduga ikut terlibat dalam

pengaturan mood. Gen yang mengatur BDNF terletak pada kromosom 11p13.
Terdapat 3 penelitian yang mencari tahu hubungan antara BDNF dengan
gangguan bipolar dan hasilnya positif.
e. Neurotransmiter
Neurotransmiter yang berpengaruh pada terjadinya gangguan bipolar
adalah dopamin, norepinefrin, serotonin, GABA, glutamat dan asetilkolin. Selain
itu, penelitian-penelitian juga menunjukksan adanya kelompok neurotransmiter
lain yang berperan penting pada timbulnya mania, yaitu golongan neuropeptida,
termasuk endorfin, somatostatin, vasopresin dan oksitosin. Diketahui bahwa
neurotransmiter-neurotransmiter ini, dalam beberapa cara, tidak seimbang
(unbalanced) pada otak individu mania dibanding otak individu normal.
-

Dopamine
Walaupun norepinephrine dan serotonin adalah amina biogenic paling

sering berhubungan dengan pathophysiology depresi, dopamine juga telah


berteori untuk berperan. Data menyatakan bahwa aktivitas dopamine mungkin
mengurangi depresi dan meningkat pada mania. Penemuan yang baru tentang
subtypes reseptor dopamine sensitive dan peningkatan pemahaman peraturan
presinaptik dan postsynaptic mempunyai fungsi dopamin telah diteliti lebih
lanjut hubungan antara dopamine dan gangguan mood.

Norepinephrine
Korelasi

yang

disarankan

oleh

penelitian

ilmu

dasar

antara

downregulation atau penurunan sensitivitas - reseptor yang sensitive terhadap


rangsangan adrenergic dan tanggapan

antidepressant klinis mungkin suatu

bagian yang paling menarik data tunggal yang menunjukkan suatu peran
langsung untuk sistem noradrenergic dalam depresi. Bukti lain telah mencakup
presynaptic 2-receptors dalam depresi, karena pengaktifan reseptor ini

mengakibatkan

pengurangan jumlah pelepasan norepinephrine. Reseptor

presynaptic 2- terletak pada

serotonergic neurons dan mengatur jumlah

pelepasan serotonin. Efektivitas klinis obat antidepressant dengan noradrenergik


mempengaruhi misalnya, venlafaxine ( Effexor) lebih mendukung suatu peran
untuk norepinephrine dalam

pathophysiology setidaknya beberapa gejala

depresi.
-

Serotonin
Neuron serotonergik berproyeksi dari nukleus rafe dorsalis batang otak ke

korteks serebri, hipotalamus, talamus, ganglia basalis, septum, dan hipokampus.


Proyeksi ke tempat-tempat ini mendasari keterlibatannya dalam gangguangangguan psikiatrik. Ada sekitar 14 reseptor serotonin, 5-HT1A dst yang terletak
di lokasi yang berbeda di susunan syaraf pusat.
Serotonin berfungsi sebagai pengatur tidur, selera makan, dan libido.
Sistem serotonin yang berproyeksi ke nukleus suprakiasma hipotalamus
berfungsi mengatur ritmik sirkadian (siklus tidur-bangun, temperatur tubuh, dan
fungsi axis HPA). Serotonin bersama-sama dengan norepinefrin dan dopamin
memfasilitasi gerak motorik yang terarah dan bertujuan. Serotonin menghambat
perilaku agresif pada mamalia dan reptilia.
Neurotransmiter serotonin terganggu pada depresi. Dari penelitian dengan
alat pencitraan otak terdapat penurunan jumlah reseptor pos-sinap 5-HT1A dan
5-HT2A pada pasien dengan depresi berat. Adanya gangguan serotonin dapat
menjadi tanda kerentanan terhadap kekambuhan depresi. Dari penelitian lain
dilaporkan bahwa respon serotonin menurun di daerah prefrontal dan
temporoparietal pada penderita depresi yang tidak mendapat pengobatan. Kadar
serotonin rendah pada penderita depresi yang agresif dan bunuh diri.
Triptofan merupakan prekursor serotonin. Triptofan juga menurun pada
pasien depresi. Penurunan kadar triptofan juga dapat menurunkan mood pada
pasien depresi yang remisi dan individu yang mempunyai riwayat keluarga
menderita depresi. Memori, atensi, dan fungsi eksekutif juga dipengaruhi oleh
kekurangan triptofan. Neurotisisme dikaitkan dengan gangguan mood, tapi tidak

melalui serotonin. Ia dikaitkan dengan fungsi kognitif yang terjadi sekunder


akibat berkurangnya triptofan. Hasil metabolisme serotonin adalah 5-HIAA
(hidroxyindolaceticacid). Terdapat penurunan 5-HIAA di cairan serebrospinal
pada penderita depresi. Penurunan ini sering terjadi pada penderita depresi
dengan usaha-usaha bunuh diri.
-

GABA
- asam Aminobutyric ( GABA) memiliki suatu efek yang bersifat

menghambat kenaikan monoamine, khususnya sistem mesocortical dan


mesolimbik. GABA diketahui menurun kadarnya dalam darah dan cairan spinal
pada pasien mania. Norepinefrin meningkat kadarnya pada celah sinaptik, tapi
dengan serotonin normal. Dopamin juga meningkat kadarnya pada celah
sinaptik, menimbulkan hiperaktivitas dan nsgresivitas mania, seperti juga pada
skizofrenia. Antidepresan trisiklik dan MAO inhibitor yang meningkatkan
epinefrin bisa merangsang timbulnya mania, dan antipsikotik yang mem-blok
reseptor dopamin yang menurunkan kadar dopamin bisa memperbaiki mania,
seperti juga pada skizofrenia.
-

Asam Amino Glutamate


Asam Amino glutamate dan glycine adalah excitatory yang utama dan

bersifat mencegah neurotransmitters didalam CNS. Glutamate dan glycine


berikatan kepada lokasi berhubungan dengan N-methyl-D-aspartate ( NMDA)
reseptor yang peka rangsangan, dan suatu kelebihan rangsangan glutamatergic
dapat menyebabkan efek neurotoxic. Suatu konsentrasi NMDA reseptor yang
peka rangsangan yang tinggi ada di hippocampus. Glutamate, dapat bekerja
bersama dengan hypercortisolemia untuk menengahi neurocognitive efek yang
mengganggu depresi berulang tekanan. Bukti menyatakan bahwa obat/racun dari
reseptor antagonis NMDA sensitive terhadap rangsangan efek antidepressant.
-

Acetilcolin

Acetylcholine ( ACh), Cholinergic neurons mempunyai hubungan


interaktif atau timbal balik dengan ketiga sistem monoamine. Agonist
Cholinergic dan obat mempunyai diferensial efek klinis depresi dan manik.
Agonists dapat menghasilkan kelesuan, anergia, dan keterlambatan psychomotor,
dapat memperburuk gejala depresi dan dapat mengurangi gejala manik.
Cholinergic agonists dapat mempengaruhi perubahan aktivitas hypothalamicpituitary tentang ginjal ( HPA) dan tidur. Beberapa pasien dengan gangguan
mood, seperti halnya mereka never-ill first-degree [famili; keluarga], mempunyai
suatu peningkatan seperti ciri di (dalam) kepekaan ke cholinergic agonists.
f. Psikodinamik
Banyak praktisi melihat dinamika MDI sebagai suatu hal yang
berhubungan melalui suatu jalur. Mereka melihat depresi sebagai manifestasi
dari suatu kehilangan, contohnya hilangnya pegertian terhadap diri dan adanya
perasaan harga diri rendah. Oleh karena itu, manik timbul sebagai mekanisme
defens dalam melawan rasa depresi (Melanie Klein)
g. Lingkungan
Pada beberapa kejadian, suatu siklus hidup mungkin berkaitan langsung dengan
stres eksternal atau tekanan eksternal yang dapat memperburuk berulangnya
gangguan pada beberapa kasus yang memang sudah memiliki predisposisi genetik
atau biokimiawi. . Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien gangguan
depresif berat dan gangguan bipolar I.
Kehamilan merupakan stres tertentu bagi wanita dengan riwayat MDI dan
meningkatkan kemungkinan psikosis postpartum. Contoh lain, oleh karena sifat
pekerjaan, beberapa orang memiliki periode permintaan yang tinggi diikuti
periode kebutuhan yang sedikit. Hal ini didapati pada seorang petani, dimana ia
akan sangat sibuk pada musim semi, panas, dan gugur, namun selama musim
dingin akan relatif inaktif kecuali membersihkan salju, sehingga ia akan tampak
manic pada hampir sepanjang tahun dan tenang selama musim dingin. Hal ini

menunjukkan lingkungan juga dapat berpengaruh terhadap keadaan psikiatri


seseorang.
D. GAMBARAN KLINIS
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar
dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Perbedaannya adalah pada
gangguan bipolar I memiliki episode manik sedangkan pada gangguan bipolar II
mempunyai episode hipomanik. Beberapa ahli menambahkan adanya bipolar III dan
bipolar IV namun sementara ini yang 2 terakhir belum dijelaskan.
Gangguan bipolar I dibagi lagi menjadi beberapa bagian menurut perjalanan
longitudinal gangguannya. Namun hal yang pokok adalah paling tidak terdapat 1
episode manik di sana. Walaupun hanya terdapat 1 episode manik tanpa episode depresi
lengkap maka tetap dikatakan gangguan bipolar I. Adapun episode-episode yang lain
dapat berupa episode depresi lengkap maupun episode campuran, dan episode tersebut
bisa mendahului ataupun didahului oleh episode manik.
Gangguan bipolar II mempunyai ciri adanya episode hipomanik. Gangguan
bipolar II dibagi menjadi 2 yaitu tipe hipomanik, bila sebelumnya didahului oleh episode
depresi mayor dan disebut tipe depresi bila sebelum episode depresi tersebut didahului
oleh episode hipomanik.
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ)
III, gangguan ini bersifat episode berulang yang menunjukkan suasana perasaan pasien
dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri
dari peninggian suasana perasaan serta peningkatan energi dan aktivitas (mania atau
hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan suasana perasaan serta pengurangan
energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah terdapat penyembuhan sempurna antar
episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2
minggu sampai 4-5 bulan, sedangkan depresi cenderung berlangsung lebih lama.
Episode pertama bisa timbul pada setiap usia dari masa kanak-kanak sampai tua.
Kebanyakan kasus terjadi pada dewasa muda berusia 20-30 tahun. Semakin dini

seseorang menderita bipolar maka risiko penyakit akan lebih berat, kronik bahkan
refrakter.
Episode manik dibagi menjadi 3 menurut derajat keparahannya yaitu hipomanik,
manik tanpa gejala psikotik, dan manik dengan gejala psikotik. Hipomanik dapat
diidentikkan dengan seorang perempuan yang sedang dalam masa ovulasi (estrus) atau
seorang laki-laki yang dimabuk cinta. Perasaan senang, sangat bersemangat untuk
beraktivitas, dan dorongan seksual yang meningkat adalah beberapa contoh gejala
hipomanik. Derajat hipomanik lebih ringan daripada manik karena gejala- gejala
tersebut tidak mengakibatkan disfungsi sosial.
Pada manik, gejala-gejalanya sudah cukup berat hingga mengacaukan hampir
seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial. Harga diri membumbung tinggi dan terlalu
optimis. Perasaan mudah tersinggung dan curiga lebih banyak daripada elasi. Tanda
manik lainnya dapat berupa hiperaktifitas motorik berupa kerja yang tak kenal lelah
melebihi batas wajar dan cenderung non-produktif, euphoria hingga logorrhea (banyak
berbicara, dari yang isi bicara wajar hingga menceracau dengan 'word salad'), dan
biasanya disertai dengan waham kebesaran, waham kebesaran ini bisa sistematik dalam
artian berperilaku sesuai wahamnya, atau tidak sistematik, berperilaku tidak sesuai
dengan wahamnya. Bila gejala tersebut sudah berkembang menjadi waham maka
diagnosis mania dengan gejala psikotik perlu ditegakkan.
E. DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar
dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Gangguan bipolar I atau tipe klasik
ditandai dengan adanya 2 episode yaitu manik dan depresi, sedangkan gangguan bipolar
II ditandai dengan hipomanik dan depresi. PPDGJ III membaginya dalam klasifikasi
yang berbeda yaitu menurut episode kini yang dialami penderita.
F31 Gangguan Afektif Bipolar
Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode)
dimana Afek pasien dan tinggkat aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu terdiri
dari peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas (mania atau hipomania),

dan pada watu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan ativitas
(depresi).
o Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode.
Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan langsung antara 2 minggu
sampai 4-5 buan, episode depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata
seitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali ada orang usia anjut.
Kedua macam episode itu seringkai terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh
stres atau trauma mental lain (adanya stres tidak esensial untuk penegakkan
diagnosis. Termasuk : gangguan atau psikosis manik-depresif tidak termasuk :
gangguan bipolar, episode manik tunggal (F 30).
Tabel 1. Pembagian Gangguan Afektif Bipolar Berdasarkan PPDGJ III (F31)
F31.0
F31.1
F31.2
F31.3
F31.4
F31.5
F31.6
F31.7
F31.8
F31.9

Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik


Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik
Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik
Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau sedang
Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik
Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala psikotik
Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran
Gangguan afektif bipolar, kini dalam remisi
Gangguan afektif bipolar lainnya
Gangguan afektif bipolar yang tidak tergolongkan

F31 Gangguan Afektif Bipolar


Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (yaitu sekurang-kurangnya dua)
yang menunjukkan suasana perasaan (mood) pasien dan tingkat aktivitasnya jelas
terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian suasana
perasaan (mood) serta peningkatan enersi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan
pada waktu lain berupa penurunan suasana perasaan (mood) serta pengurangan enersi
dan aktivitas depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna
antar episode, dan insidensi pada kedua jenis kelamin kurang lebih sama dibanding
dengan gangguan suasana perasaan (mood) lainnya. Dalam perbandingan, jarang
ditemukan pasien yang menderita hanya episode mania yang berulang-ulang, dan karena
pasien-pasien tersebut menyerupai (dalam riwayat keluarga, kepribadian pramorbid, usia

onset, dan prognosis jangka panjang) pasien yang mempunyai juga episode depresi
sekali-sekali, maka pasien itu digolongkan sebagai bipolar.
F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini hipomanik
Pedoman diagnostik
a.

Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania (F30.0)

b.

dan,
Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.

F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik tanpa Gejala Psikotik
Pedoman diagnostik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala
psikotik (F30.1) dan,
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan Gejala Psikotik
Pedoman diagnostik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala
psikotik (F30.2) dan,
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, episode kini Depresif Ringan atau Sedang
Pedoman diagnostik
Untuk mendiagnosis pasti :
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
ringan (F32.0) ataupun sedang (F32.1), dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya gejala somatic
dalam episode depresif yang sedang berlangsung.

F31.30 Tanpa gejala somatik


F31.31 Dengan gejala somatic

F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat tanpa Gejala
Psikotik
Pedoman diagnostic
Untuk mendiagnosis pasti :
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
tanpa gejala psikotik (F32.2), dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala
Psikotik
Pedoman diagnostik
Untuk mendiagnosis pasti :
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
dengan gejala psikotik (F32.3), dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
Jika dikehendaki, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak
serasi dengan afeknya.
F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran
Pedoman diagnostic
a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanikdan
depresif

yangtercampur

atau

bergantian

dengan

cepat

(gejala

mania/hipomania dan depresi sama-sama mencolok selama masa terbesar


dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung sekurangkurangnya 2 minggu) dan

b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau


campuran di masa lampau.
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, Kini dalam Remisi
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa bulan
terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik, manik atau campuran di masa lampau dan ditambah sekurang-kurangnya
satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif atau campuran).
F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT
F.

PENATALAKSANAAN

1. Penentuan Kegawatdaruratan Penderita


Pengobatan dari gangguan bipolar secara langsung terkait pada fase dari
episodenya, seperti depresi atau manic, dan derajat keparahan fase tersebut. Contoh,
seseorang dengan depresi yang ekstrim dan menunjukkan perilaku bunuh diri
memerlukan/mengindikasikan pengobatan rawat inap. Sebaliknya, seseorang dengan
depresi moderat yang masih dapat bekerja, diobati sebagai pasien rawat jalan.
a) Pengobatan pasien rawat inap : indikasi seseorang dengan gangguan bipolar untuk
dirawat inap adalah sebagai berikut :
-

Berbahaya untuk diri sendiri : Pasien yang terutama dengan episode depresif,
dapat terlihat dengan resiko yang signifikan untuk bunuh diri. Percobaan bunuh
diri yang serius dan ideasi spesifik dengan rencana menghilangkan bukti,
memerlukan observasi yang ketat dan perlindungan pencegahan. Namun, bahaya
bagi penderita bisa datang dari aspek lain dari penyakit, contohnya seorang
penderita depresi yang tidak cukup makan beresiko kematian, sejalan dengan itu,

penderita dengan manic yang ekstrim yang tidak mau tidur atau makan mungkin
mengalami kelelahan yang hebat.
-

Berbahaya bagi orang lain : Penderita gangguan bipolar dapat mengancam


nyawa ornag lain, contohnya seorang penderita yang mengalami depresi yang
berat meyakini bahwa dunia itu sangat suram/gelap, sehingga ia berencana untuk
membunuh anaknya untuk membebaskan mereka dari kesengsaraan dunia.

Ketidakmampuan total dari fungsi : Adakalanya depresi yang dialami terlalu


dalam, sehingga orang tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali,
meninggalkan orang seperti ini sendirian sanagt berbahaya dan tidak
menyembuhkannya.

Tidak dapat diarahkan sama sekali : Hal ini benar-benar terjadi selama episode
manic. Dalam situasi ini, perilaku penderita sangat di luar batas, mereka
menghancurkan karir dan berbahaya bagi orang di sekitarnya.

Kondisi medis yang harus dimonitor : Contohnya penderita gangguan jiwa yang
disertai gangguan jantung harus berada di lingkungan medi, dimana obat
psikotropik dapat dimonitor dan diobservasi.

b) Rawat inap parsial atau program perawatan sehari


-

Secara umum, penderita ini memiliki gejala yang berat namun memiliki tingkat
pengendalian dan lingkungan hidup yang stabil. Contohnya, penderita dengan
depresi berat yang berpikir akan bunuh diri tapi tidak berencana untuk
melakukannya dan dapat memiliki tingkat motivasi yang tinggi bila diberi
banyak dukungan interpersonal, terutama sepanjang hari dan dengan bantuan dan
keterlibatan dari keluarga. Keluarga harus selalu berada di rumah setiap
malamdan harus peduli terhadap penderita. Rawat inap parsial juga
menjembatani untuk bisa segera kembali bekerja. Kembali secara langsung ke
pekerjaan seringkali sulit bagi penderita dengan gejala yang berat, dan rawat inap
parsial memberi dukungan dan hubungan interpersonal.

c) Pengobatan rawat jalan : Pengobatan rawat jalan memiliki 4 tujuan utama.

Pertama, lihat stresornya dan cari cara untuk menanganinya. Stres ini bisa berasal
dari keluarga atau pekerjaan, namun bila terakumulasi, mereka mendorong
penderita menjadi manic atau depresi. Hal ini merupakan bagian dari psikoterapi.

Kedua, memonitor dan mendukung pengobatan. Pengobatan membuat perubahan


yang luar biasa. Kuncinya adalah mendapatkan keuntungan dan mencegah efek
samping. Penderita memiliki rasa yang bertentangan dengan pengobatan mereka.
Mereka mengetahui bahwa obat membantu dan mencegah mereka untuk dirawat
inap, namun mereka juga menyangkal memerlukannya. Oleh karena itu, harus
dibantu untuk mengarahkan perasaan mereka dan membantu mereka untuk mau
melanjutkan pengobatan.

Ketiga, membangun dan memelihara sekumpulan orang yang peduli. Hal ini
merupakan satu dari banyak alasan bagi para praktisi setuju dengan ambivalensi
penderita tentang pengobatan. Seiring perjalanan waktu, kekuatan sekumpulan
orang yang peduli membantu mempertahnkan gejala penderita dalam keadaan
minimum dan membantu penderita tinggal dan diterima di masyarakat.

Keempat, aspek yang melibatkan edukasi. Klinisi harus membantu edukasi bagi
penderita dan keluarga tentang penyakit bipolar. Mereka harus sadar dan
waspada terhadap bahaya penyalahgunaan zat, situasi yang mungkin memicu
kekambuhan, dan peran pengobatan yang penting. Dukungan kelompok bagi
penderita dan keluarga memiliki arti penting yang sangat luar biasa.

Keadaan kesehatan tubuh penderita gangguan bipolar juga harus diperhatikan


oleh para praktisi, termasuk keadaan kardiovaskular, diabetes, masalah endokrin,
infeksi, komplikasi sistem urinari, dan gangguan keseimbangan elektrolit.

2. Terapi
a) Terapi Farmakologi
Fluoxetin (prozac) telah digunakan dengan suatu keberhasilan pada remaja
dengan gangguan depresif barat. Karena beberapa anak dan remaja yang menderita
depresif akan mengalami gangguan bipolar, klinisi harus mencatat gejala hipomanik
yang mungkin terjadi selama pemakaian fluoxetin dan anti depresan lain. Pada kasus

tersebut medikasi harus dihentikan untuk menentukan apakah episode hipomanik


selanjutnya menghilang. Tetapi, respon hipomanik terhadap antidepresan tidak selalu
meramalkan bahwa gangguan bipolar telah terjadi.8 Gangguan bipolar pada masa
anak-anak dan remaja adalah diobati dengan lithium (Eskalith) dengan hasil yang
baik. Tetapi, anak-anak yang memiliki gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas) dan
selanjutnya mengalami gangguan bipolar pada awal masa remaja adalah lebih kecil
kemungkinannya untuk berespon baik terhadap lithium dibandingkan mereka yang
tanpa gangguan perilaku.

Pasien dengan gangguan bipolar membutuhkan dorongan untuk mencari dan


mempertahankan pengobatan dan tindak lanjutnya dengan segala keterbatasannya
lithium merupakan pengobatan untuk gangguan bipolar yang telah lama digunakan
meskipun banyak obat-obat generasi baru yang ditemukan, namun efektifitas
pencegahan bunuh diri masih belum jelas.
Garam Lithium (carbonate) merupakan antidepresan yang dianjurkan untuk
gangguan depresi bipolar (terdapatnya episode depresi dan mania) dan penderita
gangguan depresi. Lithium tidak bersifat sedative, depresan ataupun eforian, inilah
yang membedakannya dari antidepresan lain.

Mekanis aksi lithium mengendalikan alam perasaan belum diketahui, diduga


akibat efeknya sebagai membrana biologi. Sifat khas ion lithium dengan ukuran
yang amat kecil tersebar melalui membrana biologik, berbeda dari ion Na dan K. Ion
lithium menggantikan ion Na mendukung aksi potensial tunggal di sel saraf dan
melestarikan membrana potensial itu. Masih belum jelas betul makna interaksi antara
lithium (dengan konsentrasi 1 mEq per liter) dan transportasi monovalent atau
divalent kation oleh sel saraf.2 Aksi lithium disusunan saraf pusat dispekulasikan
merobah distribusi ion didalamsel susunan saraf pusat, perhatian terpusat pada efek
konsentrasi ionnya yang rendah dalam metabolisme biogenik amin yang berperanan
utama dalam patofisiologi gangguan alam perasaan.
Sudah lebih dari 50 tahun lithium digunakan sebagai terapi gangguan bipolar.
Keefektivitasannya telah terbukti dalam mengobati 60-80% pasien. Pamornya
semakin berkibar karena dapat menekan ongkos perawatan dan angka kematian
akibat bunuh diri.
Tapi bukan berarti lithium tanpa cela. Terdapat orang-orang yang kurang
memberi respon terhadap lithium di antaranya penderita dengan riwayat cedera
kepala, mania derajat berat (dengan gejala psikotik), dan yang disertai dengan
komorbid. Bila penggunaanya dihentikan tiba-tiba, penderita cepat mengalami
relaps. Selain itu, indeks terapinya sempit dan perlu monitor ketat kadar lithium
dalam darah. Gangguan ginjal menjadi kontraindikasi penggunaan lithium karena
akan menghambat proses eliminasi sehingga menghasilkan kadar toksik. Di samping
itu, pernah juga dilaporkan lithium dapat merusak ginjal bila digunakan dalam
jangka lama. Karena keterbatasan itulah, penggunaan lithium mulai ditinggalkan.2
Antipsikotik mulai digunakan sebagai antimanik sejak tahun 1950.
Antipsikotik lebih baik daripada lithium pada penderita bipolar dengan agitasi
psikomotor. Perhatian ekstra harus dilakukan bila hendak merencanakan pemberian
antipsikotik jangka panjang terutama generasi pertama (golongan tipikal) sebab
dapat menimbulkan beberapa efek samping seperti ekstrapiramidal, neuroleptic
malignant syndrome, dan tardive dyskinesia.
Valproat menjadi pilihan ketika penderita bipolar tidak memberi respon
terhadap lithium. Bahkan valproat mulai menggeser dominasi lithium sebagai

regimen lini pertama. Salah satu kelebihan valproat adalah memberikan respon yang
baik pada kelompok rapid cycler. Penderita bipolar digolongkan rapid cycler bila
dalam 1 tahun mengalami 4 atau lebih episode manik atau depresi. Efek terapeutik
tercapai pada kadar optimal dalam darah yaitu 60-90 mg/L. Efek samping dapat
timbul ketika kadar melebihi 125 mg/L, di antaranya mual, berat badan meningkat,
gangguan fungsi hati, tremor, sedasi, dan rambut rontok. Dosis akselerasi valproat
yang dianjurkan adalah loading dose 30 mg/kg pada 2 hari pertama dilanjutkan
dengan 20 mg/kg pada 7 hari selanjutnya. Pencarian obat alternatif terus diupayakan.
Salah satunya adalah lamotrigine.
Lamotrigine merupakan antikonvulsan yang digunakan untuk mengobati
epilepsi. Beberapa studi acak, buta ganda telah menyimpulkan, lamotrigine efektif
sebagai terapi akut pada gangguan bipolar episode kini depresi dan kelompok rapid
cycler. Sayangnya, lamotrigine kurang baik pada episode manik.

1) Litium
Indikasi:
Episode mania akut, depresi, mencegah bunuh diri, dan bermanfaat sebagai terapi
rumatan GB.
Dosis:

Respons litium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan dengan menitrasi dosis
hingga mencapai dosis terapeutik yang berkisar antara 1,0-1,4 mEq/L. Perbaikan
terjadi dalam 7-14 hari.Dosis awal yaitu 20 mg/kg/hari. Dosis untuk mengatasi
keadaan akut lebih tinggi bila dibandingkan dengan untuk terapi rumatan. Untuk
terapi rumatan, dosis berkisar antara 0,4-0,8 mEql/L. Dosis kecil dari 0,4 mEq/L,
tidak efektif sebagai terapi rumatan. Sebaliknya, gejala toksisitas litium dapat
terjadi bila dosis 1,5 mEq/L.
2. Valproat.
Valproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi mayor
akut, terapi rumatan

GB, mania sekunder, GB yang tidak berespons

dengan litium, siklus cepat, GB pada anak dan remaja, serta GB pada lanjut
usia. Asam valproat meningkatkan aksi GABA dengan cara meningkatkan
pelepasan, mengurangi reuptake atau memperlambat metabolismenya.
Lokasi tepat bekerja sehingga meningkatkan GABA belum diketahui
dengan pasti. Sebagai mood stabilizer, valproat lebih bersifat maniaminded atau treat and stabilize from above.
Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat dalam
serum berkisar antara 45 -125 ug/mL. Untuk GB II dan siklotimia
diperlukan divalproat dengan konsentrasi plasma 50 ug/mL. Dosis awal
untuk mania dimulai dengan 15-20 mg/kg/hari atau 250 500 mg/hari dan
dinaikkan setiap 3 hari hingga mencapai konsentrasi serum 45- 125 ug/mL.
Efek samping, misalnya sedasi, peningkatan nafsu makan, dan penurunan
leukosit serta trombosit dapat terjadi bila konsentrasi serum 100 ug/mL.
Untuk terapi rumatan, konsentrasi valproat dalam plasma yang dianjurkan
adalah antara 75-100 ug/mL.
3. Lamotrigin
Efektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik akut
maupun rumatan. Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus cepat. Lamotrigin
bertindak secara efektif penstabil mood, menurut penelitian 2007 lamotrigin

dapat mengobati depresi bipolar tanpa memicu mania, hypomania. Dosis 50200 mg/hari. Lamotrigin bekerja dengan memblok alpha subunit dari voltage
sensitive sodium channels. Lamotrigin juga diperkirakan menghambat
pelepasan excitatory neurotransmitter glutamate, terutama bila berlebihan
seperti pada bipolar depresi. Lamotrigin disetujui sebagai penyetabil mood
untuk mencegah relaps mania dan depresi.
4. Carbamazepin
Carbamazepine bekerja dengan mengikat alpha subunit voltage sensitive
sodium channels (VSSCs) dan mungkin juga bekerja pada kalsium dan potasium
lainnya. Dengan mengikat voltage sensitive channels, carbamazepin akan
mengikatkan inhibitory actions dari gamma-aminobutyric acid (GABA). Dosis
400-600 mg/h, 2-3 x/h.

Antipsikotika Atipik
1) Risperidon
Dosis:
Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk sediaan yaitu tablet dan cairan.
Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari dan besoknya dapat dinaikkan hingga
mencapai dosis 4 mg/hari. Sebagian besar pasien membutuhkan 4-6 mg/hari. Risperidon
injeksi jangka panjang (RIJP) dapat pula digunakan untuk terapi rumatan GB. Dosis yang
dianjurkan untuk orang dewasa atau orang tua adalah 25 mg setiap dua minggu. Bila tidak
berespons dengan 25 mg, dosis dapat dinaikkan menjadi 37,5 mg - 50 mg per dua minggu.
Indikasi:
Risperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula untuk terapi rumatan
2) Olanzapin
Indikasi:
Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode akut mania dan campuran.
Selain itu, olanzapin juga efektif untuk terapi rumatan GB.
Dosis:

Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari.


3)

Quetiapin.
Dosis:
Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800 mg/hari. Tersedia dalam bentuk
tablet IR (immediate release) dengan dosis 25 mg, 100 mg, 200 mg, dan 300 mg, dengan
pemberian dua kali per hari. Selain itu, juga tersedia quetiapin-XR dengan dosis 300 mg,
satu kali per hari.
Indikasi:
Quetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi, campuran, siklus cepat, baik
dalam keadaan akut maupun rumatan.

4)

Aripiprazol
Dosis:
Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30 mg. Kisaran dosis efektifnya
per hari yaitu antara 10-30 mg. Dosis awal yang direkomendasikan yaitu antara 10 - 15 mg
dan diberikan sekali sehari. Apabila ada rasa mual, insomnia, dan akatisia, dianjurkan untuk
menurunkan dosis. Beberapa klinikus mengatakan bahwa dosis awal 5 mg dapat
meningkatkan tolerabilitas.
Indikasi:
Aripiprazol efektif pada GB, episode mania dan episode campuran akut. Ia juga efektif
untuk terapi rumatan GB. Aripiprazol juga efektif sebagai terapi tambahan pada GB I,
episode depresi.
Antidepresan
Antidepresan efektif untuk mengobati GB, episode depresi. Penggunaannya harus
dalam jangka pendek. Penggunaan jangka panjang berpotensi meginduksi hipomania atau
mania. Untuk menghindari terjadinya hipomania dan mania, antidepresan hendaklah
dikombinasi dengan stabilisator mood atau dengan antipsikotika atipik
Intervensi Psikososial
Intervensi psikososial meliputi berbagai pendekatan misalnya, cognitive behavioral
therapy (CBT), terapi keluarga, terapi interpersonal, terapi kelompok, psikoedukasi, dan
berbagai bentuk terapi psikologi atau psikososial lainnya. Intervensi psiksosial sangat perlu
untuk mempertahankan keadaan remisi.

Tabel FDA-Approved Bipolar Treatment Regimens


Nama Generik
Nama Dagang Manic Mixed Maintenance Depresi
Valproate
Depakote
X
Carbamazepine extended release Equestro
X
X
Lamotrigine
Lamictal
X
Lithium
X
X
Aripiprazole
Abilify
X
X
X
Ziprasidone
Geodon
X
X
Risperidone
Risperdal
X
X
Quetiapine
Seroquel
X
X
Chlorpromazine
Thorazine
X
Olanzapine
Zyprexa
X
X
X
Olanzapine/fluoxetine Combination Symbyax
X
Tabel dikutip dari Medscape.
Farmakoterapi
No

Nama Obat

Nama Dagang

Sediaan

Dosis

1.

Lithium carbonat

Frimania

Tab 200-300-400-500mg

250-500 mg

2.

Holaperidol

Haloperidol

Tab 0,5-1,5-5 mg

4,5-15mmg/h

Haldol

Tab 0,5-25 mg

5 mg (im) setiap 2

Serenace

Tab 0,5- 1,5-5 mg

jam, max 100mg/h

Liq 2 mg/ml
3.

Cabamazepine

Tegretol

Amp 5 mg/cc
Tab 200 mg

400-600 mg/h

4.

Valproic Acid

Bamgetol
Depakene

Caplet 200 mg
Syr.200 mg/5 ml

2-3 x/h
3x250 mg

5.

Divalproex

Depakote

Tab 250 mg

3x250 mg/h

b) Terapi Non Farmakologi


Konsultasi
Suatu konsultasi dengan seorang psikiater atau psikofarmakologis selalu sesuai bila
penderita tidak menunjukkan respon terhadap terapi konvensional dan medikasi.
Sedikit data yang menguatkan keunggulan salah satu pendekatan psikoterapi
dibandingkan yang lain dalam terapi gangguan mood masa anak-anak dan remaja.
Tetapi, terapi keluarga adalah diperlukan untuk mengajarkan keluarga tentang gangguan
mood serius yang dapat terjadi pada anak-anak saat terjadinya stres keluarga yang berat.
Pendekatan psikoterapetik bagi anak terdepresi adalah pendekatan kognitif dan
pendekatan yang lebih terarah dan lebih terstruktur dibandingkan yang biasanya
digunakan pada orang dewasa. Karena fungsi psikososial anak yang terdepresi mungkin
tetap terganggu untuk periode yang lama, walaupun setelah episode depresif telah
menghilang, intervensi keterampilan sosial jangka panjang adalah diperlukan. Pada
beberapa program terapi, modeling dan permainan peran dapat membantu menegakkan
keterampilan memecahkan masalah yang baik. Psikoterapi adalah pilihan utama dalam
pengobatan depresi.
Diet
Terkecuali pada penderita dengan monoamine oxidase inhibitors (MAOIs), tidak
ada diet khusus yang dianjurkan. Penderita dianjurkan untuk tidak merubah asupan
garam, karena peningkatan asupan garam membuat kadar litium serum menurun dan
menurunkan efikasinya, sedangkan mengurangi asupan garam dapat meningkatkan
kadar litium serum dan menyebabkan toksisitas.
Aktivitas
Penderita

dengan

fase

depresi

harus

didukung

untuk

melakukan

olahraga/aktivitas fisik. Jadwal aktivitas fisik yang reguler harus dibuat. Baik aktivitas

fisik dan jadwal yang reguler meupakan kunci untuk bertahan dari penyakit ini. Namun,
bila aktivitas fisik ini berlebihan dengan peningkatan perspirasi dapat meningkatkan
kadar litium serum dan menyebabkan toksisitas litium.
Edukasi Penderita
Pengobatan penderita gangguan bipolar melibatkan edukasi penderita awal dan
lanjutan. Tujuan edukasi harus diarahkan tidak hanya langsung pada penderita, namun
juga melalui keluarga dan sistem disekitarnya. Lagipula, fakta menunjukkan
peningkatan dari tujuan edukasi ini, tidak hanya meningkatkan ketahanan dan
pengetahuan mereka tentang penyakit, namun juga kualitas hidupnya.
-

Pertama, penjelasan biologis tentang penyakit harus jelas dan benar. Hal ini
mengurangi perasaan bersalah dan mempromosikan pengobatan yang adekuat.

Kedua, memberi informasi tentang bagaimana cara memonitor penyakit terkait


apresiasi tanda awal, pemunculan kembali, dan gejala. Pengenalan terhadap
adanya perubahan memudahkan langkah-langkah pencegahan yang baik.

Kelompok pengobatan yang adekuat tinggal suatu bagian yang penting dari
perawatan dan edukasi.

Edukasi juga harus memperhatikan bahaya dari stresor. Membantu identifikasi


individu dan bekerja dengan stresor yang ada menyediakan aspek kritis penderita
dan kewaspadaan keluarga.

Akhirnya, informasikan kepada penderita tentang kekambuhan dalam konteks


gangguan.

Cerita-cerita tentang individu membantu penderita dan keluarga, terutama cerita


tentang individu dengan MDI dapat membantu penderita untuk berusaha
menghadapi tantangan dari perspektif lain.

F. PENCEGAHAN
Prevensi merupakan kunci dari terapi jangka panjang dari gangguan
bipolar. Hal ini mencakup beberapa hal sebagai berikut :

Pertama, medikasi seperti litium bertindak sebagai mood stabilizers.

Kedua, psikoedukasi dimulai dari penderita dan keluarga penderita. Keduanya


harus memahami dan mengetahui pentingnya pengobatan adekuat dan tandatanda awal dari manic dan depresi, ini merupakan hal yang penting.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi dari gangguan ini antara lain bunuh diri, pembunuhan, dan adiksi.
H. PROGNOSIS
Pada kasus mengarah ke buruk
Prognosis Buruk
Akut
Onset terjadi pada usia muda
Riwayat kerja yang buruk
Penyalahgunaan alcohol
Gambaran psikotik
Gambaran depresif diantara episode

Prognosis Baik
Fase manic (dalam durasi pendek)
Onset terjadi pada usia yang lanjut
Pemikiran untuk bunuh diri yang rendah
Gambaran psikotik yang rendah
Masalah kesehatan (organik) yang rendah.

manic dan depresi


Adanya bukti keadaan depresif
Jenis kelamin laki-laki.

Penderita dengan BP I lebih buruk daripada penderita depresi berat. Dalam 2


tahun pertama setelah episode awal, 40 50 % penderita mengalami serangan manic
lain. Hanya 50 60 % penderita BP I dapat dikontrol dengan litium terhadap gejalanya.
Pada 7 % penderita, gejala tidak kembali/mengalami penyembuhan, 45 % penderita
mengalami episode berulang, dan 40 % mengalami gangguan yang menetap. Seringkali
perputaran episode depresif dan manic berhubungan dengan usia.
Faktor-faktor yang membuat prognosis menjadi lebih buruk antara lain :

Riwayat kerja yang buruk

Penyalahgunaan alkohol

Gambaran psikotik

Gambaran depresif diantara episode manic dan depresi

Adanya bukti keadaan depresif

Jenis kelamin laki-laki.

Indikator prognosis yang baik adalah sebagai berikut :


-

Fase manic (dalam durasi pendek)

Onset terjadi pada usia yang lanjut

Pemikiran untuk bunuh diri yang rendah

Gambaran psikotik yang rendah

Masalah kesehatan (organik) yang rendah.

BAB III

KESIMPULAN
Gangguan alam perasaan adalah suatu kondisi klinis yang ditandai oleh hilangnya
kendali perasaan akibat pengalaman subjektif yang berhubungan dengan penderitaan
berat. Gangguan bipolar adalah gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan
perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir. Faktor risiko
gangguan bipolar multifaktor dan menncakup : ras, usia, jenis kelamin, genetik,
neurotransmiter, psikodinamik, lingkungan.
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar
dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Gangguan bipolar I atau tipe klasik
ditandai dengan adanya 2 episode yaitu manik dan depresi, sedangkan gangguan bipolar
II ditandai dengan hipomanik dan depresi. PPDGJ III membaginya dalam klasifikasi
yang berbeda yaitu menurut episode kini yang dialami penderita.
Walaupun banyak penelitian telah berusaha untuk menemukan perbedaan yang
dapat dipercaya antara episode depresif gangguan bipolar dan episode gangguan
depresif, perbedaan tersebut sulit ditemukan. Di dalam situasi klinis, hanya riwayat
penyakit pasien, riwayat keluarga, dan perjalanan penyakit di masa mendatang dapat
membantu membedakan kedua kondisi tersebut.
Pengobatan dari gangguan bipolar secara langsung terkait pada fase dari
episodenya, seperti depresi atau manik, dan derajat keparahan fase tersebut. Pengobatan
yang tepat tergantung pada stadium gangguan bipolar yang dialami penderita. Pilihan
obat tergantung pada gejala yang tampak, seperti gejala psikotik, agitasi, agresi, dan
gangguan tidur. Antipsikosis atipikal semakin sering digunakan untuk episode manik
akut dan sebagai mood stabilizer. Antidepresan dan ECT juga dapat digunakan untuk
episode

depresi

akut

(contoh,

depresi

berat).

Selanjutnya,

terapi

pemeliharaan/maintenance dan pencegahan juga harus diberikan. Prognosis pada


penderita dengan gangguan bipolar I lebih buruk daripada penderita dengan depresi
berat.
DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W.A Newman. Kamus Kedokteran Dorland edisi kedua puluh sembilan.
Jakarta: EGC. 2002.
Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri
Klinis Jilid Dua. Jakarta. Binarupa Aksara. 2010.
Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri
Klinis Jilid Satu. Jakarta. Binarupa Aksara. 2010
Depkes RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta. Departemen Kesehatan. 1993.
David A. Tomb, Buku Saku Psikiatri, Edisi 6, , Jakarta : EGC, 2003.
Maslim R, Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Ganggguan Waham, dalam Buku Saku
Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III, Jakarta, 2003

Anda mungkin juga menyukai