Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN EKSKURSI

LAPANGAN GEOTERMAL KAMOJANG

Oleh:
Extivonus Kiki Fransiskus
12012060

Makalah ini adalah makalah referat yang bertujuan untuk memenuhi tugas laporan ekskursi
mata kuliah
Eksplorasi dan Evaluasi Panasbumi TA4010

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus, karena berkat karuniaNya
penulis dapat menyelesaikan laporan ekskursi kuliah lapangan Kamojang. Laporan ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Eksplorasi dan Evaluasi Panasbumi TA4011. Selain itu
laporan ini disusun berdasarkan keingintahuan penulis akan topik mineral ubahan dan juga
berdasarkan minat serta ketertarikan penulis pada bidang geotermal.
Dalam penulisan makalah referat ini penulis banyak sekali menerima bantuan dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada :
1. Tuhan Yesus, atas limpahan kasih dan karunia-Nya,
2. Rekan-rekan seperjuangan Eksplorasi Evaluasi Panasbumi, Opik, Mas boy,
Irfan, Arij, dan Tyto.
3. Ir. Budi Sulistijo, MAppSc., Ph.D atas bantuannya dalam memberi pengetahuan
selama kuliah maupun di lapangan.
Penulis menyadari bahwa laporan ekskursi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu penulis mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sehingga
laporan ini bisa disempurnakan. Akhir kata, penulis berharap laporan ini dapat memberikan
sumbangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang geologi dan eksplorasi panasbumi.
Penulis
Bandung, 26 April 2015

Extivonus Kiki Fransiskus

DAFTAR ISI

Lembar Judul ......................................................................................................................


Kata Pengantar.................................................................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................................................. ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Beakang ....................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................. 2
1.3 Ruang Lingkup Kajian .......................................................................................... 2
1.4 Tujuan ................................................................................................................... 2
1.5 Metode Pengumpulan Data ................................................................................... 3
1.6 Sistematika Penulisan ........................................................................................... 3
BAB II. GEOLOGI REGIONAL
2.1 Fisiografi Daerah Penelitian.................................................................................. 4
2.2 Tatanan Tektonik Daerah Penelitian ..................................................................... 4
2.3 Tatanan Stratigrafi Daerah Penelitian ................................................................... 6
BAB III. LANDASAN TEORI
3.1 Sistem Panasbumi ................................................................................................. 9
3.2 Fluida Panasbumi .................................................................................................. 14
3.3 Manifestasi Panasbumi di Permukaan .................................................................. 15

ii

BAB IV. PEMBAHASAN


4.1 Analisis Berdasarkan Litologi ............................................................................... 19
4.2 Analisis Manifestasi Panasbumi` .......................................................................... 21
BAB V. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 31
Daftar Pustaka .................................................................................................................... 32

iii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sejalan dengan perkembangan zaman kebutuhan masyarakat akan energi akan


semakin meningkat. Taraf hidup yang meningkat diiringi dengan pertumbuhan penduduk
mengakibatkan setiap tahunnya

pemerintah menggelontorkan triliyunan APBN guna

subsidi energi. Hal ini tidak diimbangi dengan pemasukan negara baik dari sektor migas
dan pertambangan, terutama pada sektor migas sebagai komponen energi dominan
Indonesia.
Posisi geologi Indonesia inilah membuat Indonesia mendapat sebutan Ring of
Fire akibat letak gunung apinya yang membentang sepanjang jalur pegunungan Sirkum
Pasifik. Kondisi ini menjadi keuntungan tersendiri untuk Indonesia. Aktivitas magmatik
yang tinggi juga menghasilkan zona mineralisasi di beberapa wilayah. Selain itu potensi
sumber daya panas bumi yang besar dan didukung oleh kondisi iklim tropis yang memiliki
curah hujan tinggi, menjadikan potensi panas bumi Indonesia cukup tinggi untuk dilakukan
pengembangan.

Gambar 1.1 Peta sebaran gunung api di Indonesia (USGS, 2001)

Salah satu lapangan panasbumi potensial dan merupakan yang pertama di


Indonesia adalah lapangan Kamojang. Produksi uap yang dihasilkan oleh Pertamina
1

Geothermal Energy Kamojang sekitar 1100 ton/jam yang dimanfaatkan untuk


membangkitkan listrik sebesar 140 Mwe. Pemboran sumur panasbumi pada area Kamojang
pertama kali dilakukan pada tahun 1975 oleh pemerintah Selandia Baru, dan sampai saat
ini masih dimanfaatkan oleh PT.Pertamina Geothermal Energy Kamojang secara komersial
sebagai penghasil energi uap. Jumlah cadangan diperkirakan dapat dimanfaatkan selama 25
tahun sejak tahun 1975, namun hingga saat ini pada tahun 2015 energi panasbumi di area
Kamojang masih menyisakan sumber panas dan dapat dimanfaatkan sebagai penghasil
energi panasbumi
Potensi panas bumi Indonesia yang besar harus didukung oleh upaya eksplorasi
yang berkelanjutan. Dari upaya eksplorasi tersebut naninya dapat tercita lapangan-lapangan
panasbumi baru yang potensial dan ekonomis untuk dikembangkan. Salah satu metode
paling sederhana adalah dengan analisis geokimia dan pemetaan manifestasi panasbumi.
Analisis geokimia yang digunakan dapat berupa geokimia air, geokimia gas, maupun
geokimia soil. Analisis dan pemetaan manifestasi juga penting untuk mengetahui sebaran
manifestasi panas bumi dan informasi yang terkandung dalam manifestasi tersebut untuk
pencarian reservoir panas bumi.

2.1 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, muncul
persoalan yaitu,
1. Apakah karakteristik geokimia dari lapangan panas bumi Kamojang?
2. Bagaimana aplikasi geokimia dan pemetaan daerah manifestasi lapangan panas
bumi Kamojang?

3.1 Ruang Lingkup Kajian


Kajian yang akan dibahas untuk menjawab rumusan masalah pada makalah ini
melingkupi penjelasan mengenai geologi regional daerah Kamojang, prinsip kerja
geokimia fluida, prosedur pengukuran dan pengolahan data, dan karakteristik lapangan
panas bumi Kamojang.

4.1 Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan makalah ini antara lain :
1. Mengetahui karakteristik geokimia dari lapangan panas bumi Kamojang.
2

2. Memahami aplikasi geokimia dan pemetaan daerah manifestasi lapangan


panas bumi Kamojang?

5.1 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan untuk menyusun makalah ini adalah
metode studi literatur, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari berbagai sumber
tertulis. Selain itu penulis juga menggunakan data-data yang diperoleh melalui observasi
dan akuisisi data di lapangan.

6.1 Sistematika Penulisan


Penulisan makalah ini terbagi menjadi lima bab dengan pembahasan seperti berikut :
BAB I

Bab ini menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, ruang lingkup
kajian, tujuan, metode pengumpulan data, dan sistematika pembahasan.

BAB II

Bab ini memaparkan fisiografi daerah penelitian, tatanan tektonik daerah


penelitian, dan tatanan stratigrafi daerah penelitian

BAB II

Bab ini menjelaskantentang sistem panasbumi, fluida panasbumi, dan


manifestasi panasbumi di permukaan

BAB IV

Bab ini merupakan analisis dan pembahasan terhadap data- data dan hasil
penelitian.

BAB V

Bab ini berisi kesimpulan terhadap hasil penelitian.

BAB II
GEOLOGI REGIONAL

2.1 Fisiografi Daerah Penelitian


Lokasi daerah penelitian terletak pada daerah Lapangan Panasbumi Kamojang di Desa
Laksana dan sekitarnya yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Ibun,
Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Secara geografis, lapangan Kamojang terletak pada
posisi 1070 37,500 sampai 107 0 4800 BT dan 70 5,500 sampai 70 16,500 LS. Lapangan
panasbumi Kamojang berada dalam wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lapangan ini
berjarak 17 km Baratlaut Garut atau pm 42 km Tenggara Bandung, dan berada pada ketinggian
1640 - 1750 m diatas permukaan laut.

Gambar 2.1 Lokasi Ekskursi dan Penelitian (https://www.google.co.id/maps )

2.2 Tatanan Tektonik Daerah Penelitian


Berdasarkan zona fisiografi oleh Van Bemmelen, 1949 maka Jawa barat terbagi menjadi 4
fisiografi yaitu, Zona Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan
Selatan. Daerah penelitian masuk kedalam zona fisiografi Zona Bandung bagian selatan yang
dicirikan dengan adanya barisan gunungapi berumur Kuarter. Kamojang sendiri terletak pada
4

kelompok Garut (Garut section), dan merupakan bagian dari barisan gunungapi pemisah Garut dan
dataran tinggi Bandung.

Gambar 2.2 Peta fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949, op.cit Martodjojo, 2003)

Pola struktur pada yang terdapat di Pulau Jawa menurut Pulunggono dan Martodjojo tahun
1994, terdiri dari tiga pola kelurusan yaitu Pola Meratus, Pola Sunda, dan Pola Jawa. Daerah
penelitian berdasarkan polaumum yang terlihat memperlihatkan Pola Jawa yang memiliki pola
yang berarah relatif Barat-Timur yang berumur Oligosen Akhir-Miosen Awal.
Berdasarkan peta geologi Kamojang, serta tambahan peta Geologi Lembar Garut dan
Pameungpeuk, Jawa Barat oleh Alzwar dkk., 1992, sesar yang umum dijumpai pada daerah ini
adalah sesar normal dan sesar geser. Sesar normal utama merupakan bagian unsur pembentukan
depresi (Zona Bandung). Sesar yang berkembang saat Kuarter umumnya sebagai pengontrol
tumbuhnya gunungapi muda, terutama sistem yang berarah barat daya- timurlaut yang memotong
bagian tengah dari daerah penelitian dan ditempati jajaran gunungapi, antara Kendang-PangkalanGuntur-Mandalawangi.
Aktivitas tektonik pada daerah penelitian pada Zaman Tersier dipengaruhi oleh penujaman
Lempeng Samudra Hindia ke bawah Lempeng Asia. Penujaman ini terbentuk pada Oligosen
Akhir- Miosen Awal/Tengah dan menghasilkan kegiatan gunungapi yang tersusun atas andesit.
5

2.3 Tatanan Stratigrafi Daerah Penelitian


Daerah penelitian termasuk ke dalam area panasbumu Kamojang yang secara fisiografis
berada pada kelompok Garut seperti yang telah dijelaskan sebelumnya yang terdiri dari endapan
volkanik berumur Kuarter. Secara regional, tatanan stratigrafi daerah penelitian mengacu pada peta
geologi daerah Garut oleh Alzwar, dkk. Tahun 1992. Daerah yang menjadi tempat ekskursi berada
pada Satuan Gunungapi Kuarter Tua.
Satuan Gunungapi Kuarter Tua
Satuan ini terdiri dari produk gunungapi berumur Kuarter yang berasal dari beberapa
sumber erupsi, yaitu Gunung Waringin-Bedil-Malabar Tua (Qwb), Guntur-Pangkalan-Kendang
(Qko, Qgpk), Sangianjung (Qsu), Mandalawangi-Mandalagiri (Qmm), Malabar-Tilu (Qmt),
Kancana-Huyung-Tilu (Qkl, Qhl,Qtl), Kracak-Puncakgede (Qkp), dan beberapa produk sekunder
yang tak teruraikan berasal dari sumber erupsi gunungapi tua (Qopu). Produk gunungapi Kuarter
tua terdiri dari produk primer berupa lava andesit (andesit piroksen, andesit hornblende) sampai
basalt, breksi tuff (dengan fragmen batuapung), tuff (tuff Kristal halus-kasar dasitan), dan produk
sekunder berupa breksi lahar ( yang mengandung batu apung dan lava andesit sampai basalt).

Gambar 2.3 Korelasi satuan peta lembar Garut (Alzwar, dkk., 1992)

Keterangan

Daerah Penelitian

Gambar 2.3 Peta Geologi lembar Garut dan Pameumpuek


(Alzwar, dkk., 1992)

BAB III
LANDASAN TEORI

3.1 Sistem Panasbumi


Penelitian tentang panas bumi di Indonesia telah dimulai sejak 150 tahun lalu oleh Junghun
pada 1854, pada penelitiannya terutama pada daerah vulkanik aktif. Penelitian lebih lanjut
dilakukan oleh Badan Survey Geologi Belanda sekitar tahun 1900 meliputi daerah di Jawa,
Maluku, dan Sumatera. Penelitian berlanjut pasca kemerdekaan bangsa Indonesia yaitu pada tahun
1960 dengan memetakan daerah dengan manifestasi sepanjang Jawa dan Bali dan bagian Indonesia
lainnya. Total lapangan prospek panas bumi yang ditemukan mencapai 200 titik,
Hampir seluruh dari prospek panas bumi Indonesia berasosiasi dengan manifestasi
permukaan yang berasal dari vulkanik kuarter aktif. Seluruh gunung api kuarter muda dapat
berasosiasi dengan magma yang membeku atau intrusi, yang menjadi sumber panas dari vulkanik
aktif. Sistem panas bumi (hidotermal, ada hubungan dengan fluida) di Indonesia menurut
Hochstein, 2000 terbagi menjadi 6 tipe sistem, yaitu:

1. Vapor-Dominated System ( Sistem Panas Bumi Dominasi Uap)

Lapangan panas bumi yang memiliki sistem ini antara lain Kamojang dan Darajat. Reservoir
lapangan Kamojang mencakup area seluas 14 km2 dengan daerah resestivitas rendah seluas 21 km2.
Pemboran lapangan panas bumi ini pada tahun
1974 mencapai kedalaman 615 m, temperature
maksimal saat itu adalah 239C, tekanan
reservoir 35 bar, dengan kandungan uap berkisar
25 - 120 t/h. Lapangan Kamojang tertutupi oleh
lapisan tebal yang jenuh oleh uap terkondensasi
dan mengandung mineral lempung.
Prospek panas bumi dengan sistem
dominasi uap yang kedua adalah Darajat. Karakteristik panas bumi pada prospek ini memiliki
kemiripan dengan lapangan Kamojang. Lapangan Darajat memiliki cakupan daerah reservoir seluas
9

14 km2 dengan temperature berkisar antara 243 - 241 C dengan produksi uap kering rata-rata
sebesar 81 88 t/h. Intepretasi terkait sistem panad bumi di Darajat menunjukkan zona low-velocity
tersebut menunjukkan daerah alterasi propilitik dengan cakupan wilayah 22 km2. Total heat loss dari
semua manifestasi sekitar 100MW.

Struktur-struknya hampir sama dengan Kamojang namun

morfologi daerah Darajat lebih curam dengan akses lapangan yang sulit.

2.

Volcanic- Geothermal System

Lapangan panas bumi yang memiliki sistem ini


adalah lapangan Dieng-Sikidang. Prospek DiengSikidang tegolong cukup penuh resiko dengan
adanya sejarah erupsi freatik dari daerah tersebut.
Eksplorasi dilakukakan antara tahun 1970 hingga
1972 di kawasan gunung api kompleks Dieng yang
melibatkan USGS, VSI, dan ITB dengan sokongan
dana dari USAID. Dari hasil pemboran sumur
produksi yang dimulai tahun 1980-an pada areal 5
km2 dari kawah Sikidang, diketahui bahwa sumur merupakan dominasi-air pada bagian bawahnya,
dengan brine terlarut (TDS antara 5-10 g/kg), kandungan boron yang tinggi ( lebih dari 10% TDS),
dan perbedaan rasio Cl/B. Maksimum temperatur adalah 275- 325C pada kedalaman <1500 m dan
entalpi berkisar antara 1500-2600 kJ/kg, serta uap yang dihasilkan berkisar 0-90 t/h. Daerah Sikidang
merupakan volkanik geothermal system dengan fluida yang tidak homogen, berasal dari uap
magmatic plume.

3. Vapor Layer System (Sistem Dominasi Uap Berlapis Dua Fasa)


Gunung Wayang dan Gunung Windu merupakan daerah panas bumi dengan sistem lapisan
uap (produknya dominasi uap). Bentuk Gunung Wayang dan Gunung Windu adalah lava dome kecil
yang tidak pernah mengalami erupsi. Aktivitas fumarole dengan alterasi asam ditemukan didekat
Gunung Wayang, sedangkan steam ground ditemukan di Gunung Windu. Seluruh manifestasi
tersebut berada pada luas area kurang dari 30 km2
.
10

Fase pertama eksplorasi ditemukan daerah


dengan resistivity rendah yaitu 25 km2. Pada tahun
1991

pengeboran

dengan

kedalaman

1600m

menghasilkan temperature 280C. Sumur tersebut


menembus lapisan atas setebal 900 m dengan 350 m
lapisan jenuh, uap mengalami kondensasi di bagian
bawah lapisan, di bagian bawahnya pada kedalaman
600 m berupa lapisan dominasi uap, akhirnya di dasar
sumur terdapat lapisan jenuh fluida (20 g/kg TDS)
sebagai reservoir. Pada prospek Wayang-Windu

lapisan dominasi uap berada ditengah-tengah (seperti sandwich) dengan bagian atas adalah
fluida tersaturasi dan bagian bawah adalah brine yang tersaturasi.

4.

Sistem Dominasi Uap Berlapis di daerah Vulkanik


Patuha merupakan prospek panas bumi yang
berasosiasi dengan (degassing) Gunung Patuha, dengan
gas-gas magmatik berubah menjadi asam dan panas
(Kawah Putih). Mata air panas yang asam dan netral
terjadi pada sisi Gunung Patuha bersamaan dengan
aktivitas fumarole kecil. Eksplorasi yang dilakukan
Pertamina pada 1982-1989 dengan kedalaman 100-200 m
sekitar fumarole, terlihat jenis fluida (Cl-SO4) dan pH
netral dari air bikarbonat. Daerah dengan resestivitas
rendah membentang 18 km2 melingkupi Kawah Putih.
Patuha memiliki sistem dominasi uap dua fasa pada reservoirnya (Lubis, 1986) yang ditusuk
oleh dua cerobong vulkanik yang mengandung fluida magmatik. Model sistem memiliki kesamaan
dengan sistem panas bumi volcanic (magmatic). Pengeboran pada tahun 1994 pada kedalaman 1350
m CBN-1 menghasilkan temperature dasar 235 C dengan produksi utama berupa uap.

11

5. Liquid Dominated System Associated with Tectonic


Silangkitang yang berada pada NE sesar
besar Sumatra memiliki manifestasi berupa air
klorida mendidih dan mengeluarkan alkalin.
Adanya fluida mendidih pada kedalaman
dangkal memicu terjadinya erupsi hidrotermal.
Hampir seluruh fumarole yang berasosiasi
dengan sesar besar Sumatera memiliki jenis
manifestasi

asam

dengan

temperature

diperkirakan 270C.

6.

Liquid Dominated Parent System below Mountainous Terrain


Prospek Lahendong pertama kali dieksplorasi
secara mendalam pada 1983 dengan kedalaman
pemboran 2200 disekitar manifestasi permukaan asam
dengan temperature 260C. Antara tahun 1983-1986
eksplorasi terus beranjut dengan lima sumur pemboran
yang menghasilkan temperature rata-rata 350C dengan
produksi 125 t/h fluida klorida. Selain itu jenis sistem
ini juga ditemukan di prospek Cisolok, Citaman, dan
Bratan Kaldera Bali

Keterangan :

Pembagian sistem panas bumi Indonesia yang lain dilakukan oleh Kasbani, Badan Geologi
Indonesia. Ia membagi sistem panas bumi Indonesia berdasarkan asosiasi lingkungan geologinya.
Model konseptual yang menjadi acuan pembentukan sistem panas bumi ini adalah jalur gunung
12

api (ring of fire) di Indonesia dan aktivitas tektonik Indonesia. Kasbani mengelompokkan sistem
panas bumi Indonesia menjadi 3 jenis, yaitu : vulkanik, vulkano tektonik, dan non vulkanik.

1. Sistem Panas Bumi Vulkanik


Sistem panas bumi vulkanik adalah sistem panas bumi yang memiliki asosiasi dengan
gunung api kuarter yang memanjang muai dari Sumatera, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara,
sebagian Maluku dan Sulawesi. Sistem panas bumi ini dicirikan memiliki reservoir sekitar 1.5
km dengan temperature (250-350C). Sistem vulkanik dapat dikelompokkan lagi menjadi
beberapa tipe, yaitu : sistem tubuh gunung api strato, sistem kaldera.

2.

Sistem Panas Bumi Vulkano- Tektonik


Sistem panas bumi ini adalah sistem yang berasosiasi antara struktur graben dan kerucut
vulkanik, umumnya ditemukan di jalur sesar besar Sumatera (Sesar Semangko)

3. Sistem Panas Bumi Non Vulkanik


Sistem panas bumi ini didefinisikan sebagai sistem panas bumi yang tidak berkaitan
langsung dengan vulkanisme dan berada di luar jalur vulkanik kuarter, Contoh adalah di daerah
lengan dan kaki Pulau Sulawesi.

Pengelompokan sistem panas bumi ini akan memberikan gambaran tentang estimasi dan
proyeksi cadangan panas bumi di Indonesia. Hal itu akan membantu menentukan prioritas dari
prospek yang akan kita bangun nantinya. Berikut adalah pembagian sistem panas bumi Indonesia
menurut Kasbani dan contoh keberadaan prospeknya di Indonesia.

13

3.2 Fluida Panasbumi


Geokimia air panasbumi memiliki komposisi yang beragam dan komposisi tersebut
mencerminkan kondisi geologi dan system panasbumi pada daerah tersebut. Analisis geokimia
perlu dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan jenis dari daerah panasbumi tersebut, sehingga
dapat mendukung tahap eksplorasi yang akan dilakukan.
Jenis-jenis fluida hidrotermal dapat diketahui dari sampling geokimia air dan di
klasifikasikan berdasarkan komposisi anion. Beberapa jenis fluida panasbumi antara lain:

1. Air Klorida
Air klori da merupakan fluida yang
paling dominan pada kebanyakan lapangan
panasbumi. Air klorida bersifat netral atau
dapat pula sedikit asam atau sedikit basa. Pada
manifestasi

permukaan

dicirikan

oleh

kenampakannya yang jernih sering berasosiasi


dengan endapan sinter silika. Air klorida di
dekat permukaan sering mengandung CO2. H2S dan sulfat yang signifikan, sedangkan
di dalam reservoir perbandingan atau rasio Cl/SO4 tinggi.

2. Air Sulfat
Air sulfat memiliki kandungan klorida
yang rendah, kandungan sulfat tinggi, Al dan
Fe cukup tinggi (hasil pelarutan batuan). Air
sulfat

umumnya

terdapat

pada

sistem

panasbumi di daerah vulkanik, dengan uap air


berkondensasi ke air tanah. Kandungan sulfat
yang tinggi berasal dari oksidasi H2S pada zona vados. Karena terbentuk pada zona
vados maka air asam sulfat hanya dapat memberikan sangat sedikit informasi tentang
bagian dalam sistem panasbumi. Ciri fisik fluida jenis ini biasanya berwarna keruh
akibat pelarutan-pelarutan batuan samping oleh fluida yang reaktif, sering berasosiasi
dengan kolam lumpur dan collapse creater.
14

3. Air Bikarbonat
Fluida jenis ini dicirikan dengan kandungan
Cl yang rendah, kandungan sulfat juga rendah dan
bikarbonat (HCO3) sebagai anion utamanya. Pada
sistem yang berasosiasi dengan batuan vulkanik
biasanya air bikarbonat terbentuk pada bagian yang
dangkal di tepi lapangan oleh konden sasi uap di
bawah muka airtanah. Pada sistem yang berasosiasi dengan batuan sedimen
pembentukan fluida jenis ini dikontrol oleh keberadaan batugamping. Air bikarbonat
cenderung sedikit asam bisa juga netral atau sedikit basa.

4. Air Meteorik
Airtanah biasanya mengandung Ca, Mg, Na, K, SO4, HCO3 dan Cl selain itu
terdapat pula Fe, SiO2 dan Al. Selain itu airtanah juga biasanya mengandung gas
terlarut berupa O2 dan N2. Air sungai mempunyai anion utama HCO3 dan kation utama
adalah Ca sedangkan air hujan mempunyai anion utama Cl dan kation utama Na

3.3 Manifestasi Panasbumi di Permukaan


1. Hot Steaming Ground (Tanah Beruap)
Batuan di dalam dapur magma atau
aliran hidrotermal menyebabkan suatu sistem
konduksi panas yang menjadi penyebab adanya
tanah panas, tanah panas ini biasanya ditandai
dengan hadirnya suatu mineral lempung hasil
hidrotermal dan adanya daerah yang gundul
diantara daerah yang di tumbuhi tanaman yang
lebat. Uap panas naik ke sekitar permukaan tetapi tidak benar-benar habis. Uap panas yang
keluar dari bawah tanah ini dapat menjadi indikasi bahwa keadaan bawah permukaan
daerah tersebut sangat panas dan terdapat akifer sumber air tanah yang dapat dimanfaatkan
dalam eksplorasi energi panas bumi.
15

2. Hot Springs (Mata Air Panas)


Batuan dalam dapur magma masih panas sampai ribuan tahun, air tanah yang turun
dan bersentuhan dengan batuan panas, maka terpanaskan dan cenderung naik
ke permukaan melalui rekahan-rekahan pada batuan yang membentuk sumber mata air
panas. Mata air panas merupakan salah satu petunjuk adanya sumber daya panasbumi di
bawah permukaan.

Bentuk dari mata air panas yang berada di permukaan juga memiliki berbagai
macam jenis. Mata air panas yang muncul di kawasan gunungapi sering mengalami
pemanasan oleh magma, yang menyembur ke permukaan bumi karena adanya tekanan uap
di bawah permukaan, yang sering kita sebut sebagai Geyser.

Sifat kimia air dari mata air panas seringkali digunakan untuk mengetahui jenis
reservoir di bawah permukaan. Pemanfaatan mata air panas sangat bervariasi. Selain dalam
ekplorasi energi sumberdaya panasbumi, mata air panas juga dapat dimanfaatkan secara
16

langsung oleh manusia. Salah satu contohnya yaitu dengan adanya pemanfaatan mata air
panas sebagai sumber air pemandian air panas sebagai bagian dari pemanfaatan dari segi
pariwisata. Uap air yang dihasilkan dari mata air panas juga dapat dimanfaatkan sebagai
penggerak mesin turbin pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Dari segi kesehatan, uap
air dari mata air panas juga sering dimanfaatkan sebagai spa.

3. Fumalora
Fumarole adalah lubang asap
tempat keluarnya (dry steam) atau uap
panas yang dihasilkan oleh gunung api
dengan kecepatan tinggi. Umumnya
terletak di sekitar gunung api atau
terobosan melalui rekahan-rekahan.
Tingginya kecepatan dari fumarole
sendiri seringkali menimbulkan suara bising. Tingginya tekanan sangat berpengaruh pada
bentuk manifestasi ini dari bellshape v-shape (dari tekanan rendah - tinggi) serta
tingginya gas ini. Fumarole memiliki kandungan gas yang beraneka ragam. Apabila uap
tersebut mengandung gas H2S maka manifestasi permukaan tersebut disebut solfatar,
sedangkan fumarole yang memancarkan uap dengan kandungan asam boric tinggi
umumnya disebut soffioni.

4. Batuan Alterasi
Alterasi hidrothermal ialah sebuah
proses yang terjadi akibat adanya reaksi
antara

batuan

panasbumi.

asal

Batuan

dengan
hasil

fluida
alterasi

hidrotermal ini sangat bergantung pada


beberapa faktor, tetapi yang utama adalah
temperatur, tekanan, jenis batuan asal,
komposisi fluida (hususnya pH) dan lamanya reaksi (Browne, 1984).

17

Alterasi dapat menghasilkan mineral bijih beserta mineral penyerta (gangue


mineral). Namun, tidak semua batuan yang mengalami alterasi hidrotermal dapat
mengalami mineralisasi bijih. Tipe alterasi tertentu biasanya akan menunjukan suatu zona
kumpulan mineral tertentu akibat ubahan oleh larutan hidrotermal yang melewati batuan
sampingnya (Guilbert dan Park, 1986, Evans, 1993).
Sekumpulan mineral ubahan tersebut terbentuk bersamaan pada kondisi
keseimbangan yang sama (aqulibrium assemblage). Mineral-mineral baru yang terbentuk,
diendapkan

mengisi

rekahan-rekahan

halus

atau

dengan

proses

penggantian

(replacement). Mineral-mineral baru ini dikenal sebagai mineral sekunder (Anonim,


1996).

5. Mud Pools (Kolam Lumpur)


Mud pools merupakan
bagian dari mata air panas asam
atau fumarole dengan air yang
terbatas. Mud pools terbentuk
ketika uap dan gas muncul
dibawah kolam air hujan. Gasgas tersebut bereaksi dengan batu
untuk memproduksi tanah liat,
yang membuat campuran lumpur
di kolam. Ini biasanya membentuk genangan lumpur yang mendidih. Asam dan
mikroorganisme mengurai sekeliling batu menjadi lempung dan lumpur. Lumpur pada
mudpot membentuk sifat yang kental dan sering mendidih, maka dari itu sering
disemprotkan dari mudpot tersebut. Lalu membentuk semacam gunung lumpur mini, bisa
mencapai ketinggian 3-5 meter. Meskipun mudpots sering disebut "gunung lumpur".
gunung lumpur yang sebenarnya sangat berbeda di alam. Lumpur mudpot yang umumnya
putih warna keabu-abuan, tapi kadang-kadang diwarnai dengan kemerahan atau bintikbintik merah muda dari senyawa besi. Bentuk Mudpots dalam geotermal area dengan
temperatur tinggi, dimana air dengan suplai pendek. Sedikit air yang naik ke permukaan di
tempat dimana tanah kaya akan debu vulkanik, clay (lempung) dan partikel halus lainnya.
Ketebalan dari lumpur biasanya berubah sepanjang musiman tabel air.
18

BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Berdasarkan Litologi


Satuan batuan yang dimiliki pada daerah penlitian merupakan Satuan Gunungapi Kuarter
Tua yang terdiri dari produk gunungapi berumur Kuarter yang berasal dari beberapa sumber
erupsi. Litologi pada daerah penelitian di dominasi oleh material piroklastik seperti tuff dan lapilli
yang terubah dengan kuat. Sekuen dari singkapan menunjukan bahwa terjadi beberapa kali erupsi
yang terjadi pada daerah Kamojang, ditandai dengan adanya paleosoil dan adanya seri endapan
baru yang menumpuk pada endapan yang lebih awal. Hal ini menunjukkan bahwa daerah
penelitian merupakan daerah vulkanik aktif.

Kenampakan Paleosoil
hasil pelapukan
material piroklastik

Paleosoil

Material piroklastik
yang telah terubah
menjadi mineral
lempung

19

Pada daerah penelitian juga nampak beberapa singkapan batuan yang telah terubah dengan
kuat. Ubahan nampak didominasi oleh mineral lempung dan terdapat beberapa mineral yang
mengisi rekahan pada ubahan. Karakteristik ubahan yang nampak dipermukaan ini
diintepretasikan sebagai zona ubahan Argilik (?) dengan dominasi mineral lempung yang berwarna
putih. Intensitas dari ubahan yang kuat menandakan aktivitas hidrotermal pada bawah permukaan
yang cukup intensif dan dapat dijadikan salah satu indikasi potensi panasbumi. Litologi penyusun
daerah Kamojang ini dapat diamati dari STOP 4.

Material piroklastik
yang telah terubah

Ubahan kuat pada batuan sekitar


pada daerah pengamatan,
nampak oksida besi (?) mengisi
fracture pada gambar

20

4.2 Analisis Manifestasi Panasbumi


Manifestasi yang diamati pada daerah penelitian terletak pada wilayah wisata dari kawah
Kamojang. Pengambilan dilakukan untuk melihat parameter-parameter yang dibutuhkan seperti
temperatur, kecepatan uap, TDS, EC, pH, dll.

a. Steaming Ground
Tanah panas yang ada pada daerah penelitian dicirikan dengan adanya anomali
dibandingkan dengan wilayah disekitarnya. Tanahnya tandus, tidak ada tanaman yang
tumbuh dan apabila diamati dari citra satelit nampak gundul tanpa vegetasi. Luas daerah
yang diamati kurang lebih 8x15m serta terdapat tanah yang telah mengalami ubahan
disekitarnya. Pengukuran temperatur tanah untuk melihat perbedaan kontras antara suhu
udara permukaan dengan suhu tanah hangat (warming ground)
STOP 4 menuju 5

T udara
(C)

809579

9209783

21.9

T steaming
ground
alterasi (C)

39.1

Elevasi
(m)

Radioaktif
(cps)

1672

243

Warm Ground yang


terlihat pada
gambar. Sekitar
tidak nampak
ditumbuhi vegetasi

21

Pengukuran temperature
dari tanah hangat

b. Pengamatan pada Lokasi 3


Daerah ini terletak pada bagian depan dari kawasan wisata sebelum menuju sumur
dangkal Belanda. Pengamatan yang dilakukan pada bagian ini adalah mengamati
manifestasi berupa sungai yang bertemperatur hangat. Pada bagian basal/dasar sungai
memiliki warna kemerahan yang diintepretasikan sebagai oksida besi akibat pengaruh dari
aktivitas hidrotermal. Bau belerang juga tercium namun tidak menyengat dengan lebar
sungai berkisar 1-1.5m.

Endapan oksida besi


(?) yang berwarna
kemerahan yang
menandakan adanya
pelarutan kuat oleh
pengaruh larutan
hidrotermal

Pengamatan pada sungai menghasilkan temperature sungai yaitu 63.8C, Electric


Conductivity (EC) 300 s /cm, pH 3-3.4, dan TDS 150 mg/l. Dari data yang didapatkan
dapat terlihat bahwa pelarutan yang terjadi akibat fluida yang mengalir pada sungai cukup
22

tinggi. Hal ini dapat terlihat dati TDS yang tinggi serta adanya endapan oksida besi pada
dasar sungai.
STOP 3
x

T sungai
(C)

809481

9209767

63.8

T
T
pH air
EC air
steaming steaming
panas T air (C)
sungai
ground 1 ground 2
letupan
(s / cm)
(C)
(C)
3 dan 3.4
2
80.8
92.8
56.7
300
pH
sungai

TDS air
sungai
(mg/l)
150

Pada titik ini juga diamati adanya keluaran gas yang tertutupi oleh air meteorik. Hal
ini dapat terlihat dari tidak adanya pertambahan dari air yang nampak meletup-letup, yang
berarti fenomena tersebut diakibatkan adanya tekanan dari dalam yang memiliki perbedaan
dari luar sehingga gas mendesak keluar namun tertutupi oleh air meteorik, sehingga
menghasilkan kenampakan letupan-letupan air. Dari hasil pengukuran didapatkan
temperature air akibat keluaran gas sebesar 80.8C, temperature tanah sekitarnya cukup
tinggi yaitu 92.8C, dan pengukuran pH dengan kertas lakmus berada pada kisaran 2.

Kolam lumpur yang


mengeluarkan
letupan letupan air

23

Pengukuran temperature
dari kolam lumpur

c. Sumur Dangkal Belanda


Sumur dangkal Belanda ini memiliki kolom semburan uap 20m membumbung
tinggi keatas dengan bentu V. Dari bentuk semburan dapat diperkirakan sumur memiliki
tekanan yang tinggi dan menghasilkan kecepatan uap yang tinggi.

Bentuk Vshape dari


sumur dangkal Belanda,
mencirikan tekanan
bawah permukaan yang
tinggi

d. Pengamatan Lokasi sebelah utara dari Sumur dangkal Belanda


Pada lokasi ini dapat terlihat bentukan gua yang membentuk rongga dan tepat
dibawahnya terdapat aktivitas manifestasi. Lubang tersebut merupakan akibat dari ubahan
yang kuat dari manifestasi dan melapukkan batuan diatasnya dan timbul longsor akibat
24

hilangnya kekuatan batuan. Demonstrasi pemanggilan uap juga disimulasikan untuk


membuktikan bahwa gas mengalir dari tekanan yang bertekanan tinggi ke tempat yang
bertekanan rendah. Selain itu pada daerah ini juga dilakukan pengukuran terhadap
kecepatan uap manfestasi dan suhunya. Dari hasil pengukuran didapatkan hasil
pengukuran sebagai berikut
STOP 5
x

T udara
(C)

809659

9209826

21.5

T steaming
ground (C)

57.3

V uap
(m/s)

T uap
(C)

0.4

42

Elevasi Radioakti
(m)
f (cps)
1675

111

Lubang colaps akibat


adanya alterasi yang
mengakibatkan kekuatan
batuan berkurang

Pengukuran suhu dan


kecepatan dari fumarol

25

e. Geyser dan Uap panas


Pada lokasi ini akan dilakukan pengamatan terhadap geyser dan uap panas yang
muncul. Geyser adalah salah satu menifestasi panas bumi berupa keluarnya air panas secara
periodik. Semburan air panas yang diamati memiliki panjang semburan 1m dari lubang
keluaran. Pada geyser dilakukan pengukuran pH dan juga temperatur dari semburan
maupun tanah sekitar.
STOP 6

T udara
(C)

809732

9209902

21.5

pH
sungai
6.4

pH
Geyser

T steaming
ground (C)

57

Elevasi
(m)

EC(s /
cm)

TDS
(mg/l)

V a ir
m e nga lir
pa da
pa nc ura n
de nga n
m e ngguna k
a n t im ba
( L/ s )

1679

170

80

0.5

V dengan
Vnoch (L/s)
7.6 x (10^-2)

Pengukuran debit dari


pancuran air panas

Dari nilai pengukuran EC dan TDS dapat terlihat bahwa lokasi ini membawa
kelarutan ion-ion yang cukup tinggi. Terlihat dari adanya endapan oksida besi pada dasar
sungai. pH dari geyser mati maupun sungai didapatkan pH yang relatif netral.

Pengukuran debit
menggunakan Vnoch

26

f. Kolam Lumpur Panas


Kolam lumpur terlihat menghampar luas. Selain itu terdapat kenampakan bercak
dari semburan lumpur yang meletup. Diintepretasikan limpur merupakan hasil pelarutan
batuan oleh larutan yang memiliki pH rendah (asam) dan mengendapkan material hasil
pencucian dan pelarutan begitu terdapat celah atau fracture yang terbentuk.

Kolam lumpur yang


nampak meletup

g. Pengukuran pada sungai yang bertemu dengan air panas (Lokasi 8)


Pengamatan ini dilakukan ketika memasuki kawasan kawah Cibuliran dan
menemukan aliran sungai yang bertemu dengan sumber air panas. Dilakukan pengukuran
di aliran air sungai untuk mengetahui kandungan unsur terlarut, pH, dan temperatur
sebelum adanya pengaruh dari air manifestasi
27

Pengukuran EC, pH, TDS ,


dan debit dari sungai

Selain itu didapatkan hasil pengukuran dari air hujan yang telah ditampung sebelumnya.
Dari data pengukuran didapatkan pH untuk air hujan adalah relatif asam yaitu 4.5 namun tidak
diikuti oleh ion terlarut yang melimpah (jumlah pengukuran EC dan TDS kecil). Hai ini dapat
mengindikasikan bahwa air meteoric dapat terpengaruh oleh aktivitas hidrotermal sehingga
memiliki pH cenderung asam.

Hujan
pH hujan
EC(s / cm) TDS (mg/l)
4.5
10
0

28

Titik pengamatan data ekskursi yang didapatkan dari citra Google Earth

29

Travers data ekskursi yang didapatkan dari citra Google Earth

30

BAB IV
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Analisis litologi yang didapatkan dari singkapan menunjukan bahwa terjadi beberapa kali
erupsi yang terjadi pada daerah Kamojang, ditandai dengan adanya paleosoil dan adanya seri
endapan baru yang menumpuk pada endapan yang lebih awal. Hal ini menunjukkan bahwa dahulu
daerah penelitian merupakan daerah vulkanik aktif. Pada daerah penelitian juga nampak beberapa
singkapan batuan yang telah terubah dengan kuat, dicirikan dominasi mineral lempung yang
berwarna putih dan oksida besi.
Pada lokasi 3 pengukuran menghasilkan temperature sungai yaitu 63.8C, Electric
Conductivity (EC) 300 s /cm, pH 3-3.4, dan TDS 150 mg/l. Dari data tersebut yang didapatkan
bahwa pelarutan yang terjadi akibat fluida yang mengalir pada sungai cukup tinggi, terlihat serta
adanya endapan oksida besi pada dasar sungai. pH asam pada lokasi pengamatan bisa saja
diakibatkan karena adanya air kondensat dari bawah permukaan karena sangat kecil kemungkinan
pengaruh dari air magmatic.
Pengukuran dari air hujan lokal yang telah ditampung sebelumnya didapatkan pengukuran
didapatkan pH untuk air hujan adalah relatif asam yaitu 4.5 namun tidak diikuti oleh ion terlarut
yang melimpah (jumlah pengukuran EC dan TDS kecil. Hal ini menandakan bahwa air meteorik
terpengaruh oleh aktivitas hidrotermal sehingga pH cenderung asam.
Berdasarkan analisis beberapa parameter manifestasi permukaan daerah Kamojang
merupakan daerah prospek untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut. Dilihat dari temperature
permukaan yang cukup tinggi dan pH yang variatif, penyelidikan lebih lanjut dengan berbagai
metode geologi, geokimia, maupun geokimia sangat diperlukan.

31

DAFTAR PUSTAKA
Hochstein, Manfred dan Sayogi. 2008. History of geothermal exploration in Indonesia from
1970 to 2000. Auckland, New Zealand. Elsevier

Hutami, Rizki T. dkk. Studi Pendahuluan Daerah Prospek Panasbumi Berdasarkan Data Manifestasi
Panasbumi, Geokimia Dan Isotop Fluida Panasbumi Komplek Gunung Telomoyo, Kabupaten
Semarang, Jawa Tengah.

Loockwood, John dan Hazlett Richard. 2010. Volcanoes Global Perspective. Oxford, UK.
Willey-Blackwell inc.

Sulisttijo, Budi. 2014. Guidance Book for Kamojang Geothermal Field Trip, Exploration and
Geothermal Resources Evaluation. Bandung

Sumintadiredja, Prihadi. 2005. Vulkanologi dan Geotermal. Bandung. Penerbit ITB

Sumber web:
www.academia.edu
www.digilib.itb.ac.id
www.scribd.com

32

Anda mungkin juga menyukai