Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN
Jaundice atau ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan
lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh.1 Pada orang dewasa, ikterus akan
tampak apabila serum

bilirubin > 2 mg/dL, sedangkan pada neonatus baru

tampak apabila serum bilirubin > 5 mg/dL.2


Kata jaundice berasal dari bahasa Perancis jaune yang berarti kuning.
Jaundice atau ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan
lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh
konsentrasi bilirubin yang meningkat (hiperbilirubinemia) dalam sirkulasi darah.
Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin heme, biasanya sebagai
akibat metabolisme sel darah merah.1
Dari jumlah kelahiran bayi, rata-rata 60% bayi cukup bulan mengalami
ikterus dan 85% terjadi pada bayi lahir kurang bulan. Kebanyakan ikterus yang
terjadi pada bayi baru lahir adalah ikterus fisiologis dengan gejala klinis mulai
terlihat pada hari ke 3 dengan puncak tertinggi pada hari ke 5 dampai ke 7
kelahiran, lalu menghilang pada hari ke 14. Ikterus yang terjadi lebih dari 14 hari
disebut ikterus berkepanjangan atau prolonged jaundice. Prolonged jaundice
sering dihubungkan dengan milk jaundice atau karena pemberian ASI pada anak
dan perlu dicurigai penyakit patologis seperti kelainan darah, atresia biliary,
penyakit infeksi dan lain sebagainya.3
Pada prolonged jaundice, kondisi bilirubin yang berlebih dan lama, serta
tak terkontrol dan kurang penanganan yang baik dapat menimbulkan komplikasi
yang berat seperti bilirubin ensefalopati dan kernikterus akibat efek toksik
bilirubin pada sistem saraf pusat. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus
berkepanjangan harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat
dihindarkan.1
Menurut Tazami, dkk (2013), di RSUD Raden Mattaher, kejadian ikterus
neonatorum di bagian perinatologi sejak Agustus 2012 sampai Januari 2013
sebanyak 100 kasus. Faktor risiko yang merupakan penyebab tersering ikterus

neonatorum di wilayah Asia dan Asia Tenggara antara lain, inkompatibilitas ABO,
defisiensi enzim G6PD, BBLR, sepsis neonatorum, dan prematuritas.3
Saat ini angka kelahiran bayi di Indonesia diperkirakan mencapai 4,6 juta
jiwa per tahun, dengan angka kematian bayi sebesar 48/1000 kelahiran hidup
dengan ikterus neonatorum merupakan salah satu penyebabnya sebesar 6,6%.3
Salah satu bahaya hiperbilirubinemia adalah kern icterus. Kern icterus atau
ensefalopati bilirubin adalah sindrom neurologis yang disebabkan oleh deposisi
bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin tidak langsung atau bilirubin indirek) di
basal ganglia dan nuclei batang otak. Pada bayi sehat yang menyusu kern icterus
terjadi saat kadar bilirubin >30 mg/dL dengan rentang antara 21-50 mg/dL. Onset
umumnya pada minggu pertama kelahiran tapi dapat tertunda hingga umur 2-3
minggu.4 Sehingga penting bagi dokter umum sebagai lini pertama dalam
pelayanan kesehatan untuk dapat mendiagnosis dan menatalaksana sedini
mungkin. Sebagai bahan belajar dan diskusi, maka dibuatlah refrat ini.

Anda mungkin juga menyukai