Anda di halaman 1dari 16

SUMMARY

Buku Educational Psychology:


Effective Teaching, Effective Learning
Third Edition
Chapter 8: THINKING SKILL AND PROBLEM SOLVING STRATEGIES
Stephen N. Elliot, Thomas R. Kratochwill, Joan Littlefield Cook,
John F. Travers
Oleh:
Ratih Setyowati/ 392448/ Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan
--------------------------------------------------------------------------------------------------BERPIKIR
Berpikir adalah satu dari bagian penting dalam segala aspek kehidupan seseorang
yang dapat digunakan dalam berbagai situasi dan kesempatan dalam upaya
memecahkan persoalan kehidupan. Oleh karena itu menjadi penting pula
seseorang untuk belajar tentang bagaimana berpikir, karena seseorang tidak serta
merta mampu berpikir kritis tanpa melalui proses belajar. Berpikir adalah sebuah
ketrampilan yang didapatkan melalui proses, bukan merupakan sifat yang
diwariskan orang tua kepada anaknya. Untuk itu perlu adanya upaya untuk
mengajarkan tentang bagaimana berpikir kritis kepada seseorang sedini mungkin.
Sebagaimana halnya seorang siswa dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari
pasti berpikir sebaik mungkin untuk mengatur waktu, seperti memutuskan untuk
sarapan pagi, memilih rute perjalanan untuk pergi ke sekolah, berkonsentrasi
dalam mengerjakan tugas di sekolah dan memilih siaran televisi yang berguna
setelah mengerjakan pekerjaan rumah (PR), mereka juga dituntut untuk berpikir,
membuat keputusan dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan seharihari.
Berpikir merupakan suatu kegiatan yang dianggap sulit oleh segelintir orang,
tetapi berpikir ini tidak akan terasa berat bagi orang yang memiliki kecerdasan
tinggi. Karena seseorang yang memiliki kecerdasan atau IQ yang tinggi akan
berpikir tentang ilmu pengetahuan dan mempelajarinya. Ann Brown (1990),

seorang psikolog, menyatakan bahwa berpikir adalah suatu proses tentang kapan
diketahui, apa yang diketahui, apa yang ingin diketahui dan kapan belajar tentang
ilmu pengetahuan.
Ketika seorang siswa ingin menguasai keahlian tersebut, maka ia harus sungguhsungguh belajar agar memiliki kecerdasan, meningkatkan kecerdasan berpikir dan
menyelesaikan permasalahan secara konkret serta meningkatkan prestasi di kelas.
Salah satu tugas mata pelajaran yang diberikan oleh guru dapat membantu siswa
untuk berpikir secara kritis dan strategi problem solving dapat membantu mereka
untuk melakukan apa yang seharusnya dikerjakan. Siswa tidak akan dapat
mengerjakan tugas dengan baik, apabila mereka tidak mengetahui maksud dari
pertanyaan yang diberikan, tanpa menguasai cara berpikir dan cara belajar.
Berpikir adalah suatu strategi yang digunakan dengan sungguh-sungguh untuk
mengerjakan suatu tugas secara kritis (Snow, Corno and Jackson, 1996). Salah
satu karakteristik siswa yang mempengaruhi hasil belajar adalah gaya kognitif.
Gaya kognitif merupakan salah satu variabel kondisi belajar yang menjadi salah
satu bahan pertimbangan dalam merancang suatu pembelajaran di sekolah.
Menurut Messic (1994), gaya kognitif merupakan kebiasaan bertindak yang relatif
tetap dalam diri seseorang dalam cara berpikir, mengingat, menerima dan
mengolah suatu informasi tentang obyek tertentu.
Gaya

kognitif dipandang sebagai cara

kebiasaan

mengolah

informasi.

Kemampuan mengacu pada isi kognisi yang menyatakan macam informasi apa
yang telah diproses, dengan langkah bagaimana serta dalam bentuk apa informasi
tersebut. Sedangkan gaya lebih mengacu pada proses kognisif yang menyatakan
bagaimana isi informasi tersebut diproses. Dengan demikian, gaya kognitif
merupakan suatu aktivitas yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang
terjadi dalam pembelajaran atau kehidupan sehari-hari, dengan cara cara berpikir,
mengingat, menerima dan mengolah suatu informasi tentang obyek tertentu.

Dalam penelitian yang terbaru, Harvey silver, Richard Strong dan Matthew Perini
(1997) mereka menemukan 4 tipe gaya belajar sebagai berikut:
-

Mastery style learner yaitu gaya belajar yang menyerap informasi secara
konkrit, lalu diproses secara bertahap dan mengambil nilai pembelajaran lewat
kejelasan dan nilai praktisnya.

Understanding style learner yaitu gaya belajar yang berfokus pada ide-ide
dan pemisahan-pemisahan dan belajar lewat suatu proses penelaahan dan
mempertanyakan.

Self-expressive style learner, yaitu gaya belajar yang lebih mengantungkan


pada perasaan dan emosi untuk membentuk hasil dan ide baru, serta mengambil
nilai hasil pembelajaran lewat kealamiahan (originalitas) mereka dan nilai
estetisnya.

Interpersonal style learner, yaitu gaya belajar yang bersifat sosial secara
alamiah, cenderung adil dan bijaksana, serta adanya kemampuan potensial dalam
membantu yang lain.
Berdasarkan empat gaya belajar di atas, akan memberikan kepada guru suatu nilai
praktis dalam mengenali gaya belajar siswa. Sehingga akan meningkatkan
kemampuan guru dalam kecocokannya terhadap kemampuan lebih siswa dengan
metode sang guru.
KETERAMPILAN- KETERAMPILAN BERPIKIR: SUATU ANALISIS
Berpikir Model Taxonomy Bloom
Pada tahun 1956, Benjamin Bloom menulis Taxonomy atas Tujuan Pendidikan:
Domain Kognitif, dan sejak saat itu deskripsi dari enam tingkat proses berpikir
yang dibuatnya dengan segera diadaptasi serta digunakan dalam berbagai macam
ragam konteks. Daftar atas proses kognitif yang dibuatnya, disusun dan diurutkan
dari yang paling sederhana, mengingat kembali pengetahuan yang telah dimiliki,
sampai dengan yang paling rumit, yaitu memutuskan nilai dan manfaat dari suatu
gagasan.

Taxonomy Bloom Tujuan Pendidikan (Tradisional)


Kecakapan

Definisi

Pengetahuan

Mengingat
informasi

Pemahaman

Pemahaman terhadap makna,


interpretasi dari sebuah
konsep

Penerapan

Analisis
Penggabungan
/penciptaan
kembali/
sintesa
Evaluasi

kembali

Penggunaan dari informasi


atau konsep dalam suatu
situasi yang baru
Memecah informasi atau
konsep ke dalam beberapa
bagian untuk menjadikannya
lebih mudah dipahami
Menggabungkan beberapa
gagasan secara bersama
untuk membentuk sesuatu
yang baru
Memutuskan
nilai
dan
manfaat

Kata Kunci
identifikasi, deskripsi, nama,
label,
pengenalan,
reproduksi,
menyertai,
mengikuti
ringkasan,
mengubah,
mempertahankan,
mengartikan,
interpretasi,
pemberian contoh
membangun,
membuat,
model, perkiraan, prediksi,
persiapan
membandingkan, memecah,
membedakan,
memilih,
memisahkan
kategorisasi,
rekonstruksi

generalisasi,

meninjau, kritik, menilai,


argumentasi, dukungan

Situasi dalam dunia pendidikan hari ini telah berubah jauh daripada taksonomi
yang dibangun oleh Bloom pada tahun 1956. Para pendidik telah mempelajari
banyak sekali hal-hal tentang bagaimana siswa belajar dan para guru mengajar,
serta mengenali bahwa guru dan belajar itu sendiri mencakup hal-hal lain yang
lebih daripada membangun pemikiran, seperti halnya keterlibatan perasaan serta
keyakinan dari siswa dan guru, sebagaimana juga lingkungan sosial dan budaya
yang ada di ruang kelas.
Beberapa psikolog kognitif telah berusaha membuat konsep dasar dari sebuah
taksonomi

dari

kecakapan

berpikir

lebih

relevan

dan

akurat.

Dalam

mengembangkan taksonomi tentang tujuan pendidikan yang dibuatnya, Marzano


(2000) menunjukkan sebuah kritik dari taksonomi yang dibuat oleh Bloom.
Struktur taxonomi Bloom, yang disusun dan diurutkan dari tingkat pemanfaatan
pengetahuan yang paling sederhana sampai kepada tingkat yang paling sulit dalam

evaluasi, tidak didasari oleh penelitian. Taksonomi yang disusun secara berjenjang
membuat setiap kecakapan yang lebih tinggi tersusun dari berbagai kecakapan
pada tingkat jenjang sebelumnya; pemahaman (comprehension) membutuhkan
pengetahuan (knowledge); penerapan (application) membutuhkan pemahaman
dan pengetahuan, dan seterusnya. Menurut Marzano, proses kognitif sejatinya
tidaklah sesederhana sebagaimana dijelaskan oleh taksonomi dari Bloom.
Penggagas awal dari proses berpikir enam tahap tersebut berasumsi bahwa
pekerjaan-pekerjaan rumit dapat dianggap membutuhkan hanya satu dari
rangkaian proses tersebut, lebih dari yang lain. Sebuah tugas sebelumnya hanya
dianggap sebagai sebuah tugas analisis atau evaluasi. Hal ini terbukti keliru
sewaktu penggunaan taksonomi Bloom tidak dapat menjawab kesulitan yang
dialami para pendidik sewaktu menyusun klasifikasi atas kegiatan belajar yang
menantang. Anderson (2000) berpendapat bahwa hampir semua aktivitas belajar
yang rumit membutuhkan penggunaan dari beberapa kecakapan kognitif yang
berbeda.
Sebagaimana model teoretik lainnya, taksonomi yang dibuat oleh Bloom memiliki
kelebihan dan kekurangan. Kekuatan terbesarnya adalah taksonomi tersebut
mengangkat topik yang sangat penting mengenai proses berpikir dan
menempatkan sebuah struktur di seputar topik tersebut yang bermanfaat bagi para
praktisi. Banyak guru yang memiliki pertanyaan seputar belajar dan mengajar
terangsang untuk menghubungkannya dengan berbagai tingkat dari taksonomi
yang dibuat oleh Bloom, dan dapat dipastikan menjadikan guru-guru tersebut
bekerja lebih baik, khususnya dalam mendorong terwujudnya kemampuan
berpikir dengan tingkat keteraturan yang lebih tinggi (Berpikir Tingkat Tinggi),
terutama jika dibandingkan dengan para guru lainnya yang tidak memiliki alat
bantu apapun. Pada sisi lain, siapapun yang pernah bekerja dengan sekelompok
pendidik untuk membuat klasifikasi atas sekelompok pertanyaan dan aktivitas
belajar mengajar sesuai dengan taksonomi tersebut membuktikan bahwa hanya
ada sedikit kesepakatan tentang apa yang selama ini dianggap sebuah istilah yang

cukup jelas, seperti pemaknaan sesungguhnya dari analysis, atau evaluasi. Di


samping itu, begitu banyak kegiatan yang bermanfaat, seperti masalah atau proyek
yang bersifat otentik, tidak dapat dipetakan ke dalam taksonomi, dan pada
akhirnya mengurangi potensinya sebagai sebuah kesempatan belajar.
Pada tahun 1999, Lorin Anderson bersama dengan beberapa rekan kerjanya
menerbitkan sebuah versi terbaru dari taksonomi Bloom yang mempertimbangkan
jangkauan yang lebih luas dari berbagai faktor yang berdampak pada kegiatan
belajar dan mengajar. Taksonomi yang diperbaharui ini berusaha memperbaiki
beberapa kekeliruan yang ada pada taksonomi yang asli. Tidak seperti versi 1956,
taksonomi yang baru membedakan antara tahu tentang sesuatu (knowing what),
isi dari pemikirannya itu sendiri, dan tahu tentang bagaimana melakukannya
(knowing how), sebagaimana prosedur yang digunakan dalam menyelesaikan
masalah.
Dimensi pengetahuan adalah tahu tentang sesuatu, yang memiliki empat
kategori, yaitu: faktual, konseptual, prosedural dan metakognitif. Pengetahuan
yang bersifat faktual mencakup bagian-bagian terkecil yang terpisah-pisah dari
informasi, sebagaimana definisi kosakata dan pengetahuan tentang hal-hal khusus
yang terinci. Pengetahuan yang bersifat konseptual terdiri dari berbagai sistem
informasi, seperti bermacam-macam klasifikasi dan kategori. Pengetahuan yang
bersifat prosedural termasuk algoritma, heuristics atau aturan baku, teknik dan
metode, sebagaimana pengetahuan tentang kapan harus menggunakan berbagai
prosedur tersebut.
Pengetahuan yang bersifat metakognitif mengacu kepada pengetahuan atas
proses-proses berpikir dan informasi tentang bagaimana memanipulasi prosesproses tersebut secara efektif. Dimensi Proses Kognitif atas perbaikan taksonomi
yang dibuat oleh Bloom tersebut, sebagaimana versi aslinya, memilik enam
kecakapan, yaitu dari yang paling sederhana sampai dengan yang paling rumit: (a)

Mengingat, (b) Memahami, (c) Menerapkan, (d) Menganalisis, (e) Mengevaluasi,


dan (f) Menciptakan.
Proses mengingat (remembering) terdiri atas pengenalan kembali dan memanggil
ulang (recall) informasi yang sesuai dari ingatan jangka panjang. Proses
memahami (understanding) adalah kemampuan untuk mengartikan dan memaknai
dari bahan pendidikan, seperti bahan bacaan dan penjelasan guru. Kecakapan
turunan (subskill) dari proses ini mencakup mengartikan dan memaknai sendiri,
mencontohkan, membuat klasifikasi, meringkas, menyimpulkan, membandingkan,
dan menjelaskan.
Proses ketiga, yaitu menerapkan (applying), mengacu kepada penggunaan sebuah
prosedur yang telah dipelajari baik dalam situasi yang telah dikenal maupun pada
situasi yang baru. Proses berikutnya adalah menganalisis (analyzing), terdiri dari
memecah pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil dan memikirkan bagaimana
bagian-bagian tersebut berhubungan dengan struktur keseluruhan seutuhnya. Para
siswa menganalisis dengan membedakan, mengorganisasikan, dan memberikan
atribut yang bersesuaian. Evaluasi, yang merupakan puncak dari taksonomi yang
asli, adalah proses kelima dari enam proses di dalam versi yang diperbaiki.
Evaluasi tersebut mencakup pemeriksaan (checking) dan pengritisian (critiquing).
Menciptakan, sebuah proses yang tidak termasuk dalam taksonomi yang lebih
dulu, adalah komponen tertinggi dari versi yang baru ini. Kecakapan ini
melibatkan usaha untuk meletakkan berbagai hal secara bersama untuk
menghasilkan suatu pengetahuan baru. Agar berhasil menghasilkan sesuatu yang
baru, para pelajar membangkitkan, merencanakan dan menghasilkan.
Sesuai dengan taksonomi ini, setiap tingkat dari pengetahuan dapat berhubungan
dengan setiap tingkat dari proses kognitif, sehingga seorang siswa dapat
mengingat pengetahuan yang bersifat faktual atau prosedural, memahami
pengetahuan yang bersifat konseptual atau metakognitif, atau menganalisis
pengetahuan metakognitif atau faktual. Sebagaimana ditegaskan oleh Anderson

dan rekan-rekan kerjanya, Belajar dengan sepenuh arti memberikan siswa


pengetahuan dan berbagai proses kognitif yang mereka butuhkan agar mampu
menyelesaikan masalah dengan baik.
Berpikir Model Costa
Arthur Costa menjelaskan bahwa berpikir adalah sesuatu yang kerja keras dengan
petunjuk yang tepat, proses berpikir manusia dapat menjadi lebih luas
penerapannya, lebih meningkat secara spontan, lebih terfokus secara tepat, lebih
kompleks dan rumit, lebih abstrak secara metafora dan secara wawasan lebih
berbeda. Dengan demikian, Costa mengambil pegangan yang kuat dalam
hal direct interaction (perintah langsung) dari keterampilan berpikir.
Menurut Costa, ada empat tingkatan keterampilan berpikir yang berguna dalam
mengajar, membuat kurikulum dan pengembangan bahan ajar, yaitu:
-

Tingkatan berpikir yang berlainan, yaitu melibatkan keterampilan individu

sebagai prasyarat untuk berpikir secara lebih kompleks.


Strategi dalam berfikir, yaitu melibatkan suatu kombinasi dari individual

dan keahlian yang berlainan dalam merumuskan strategi-strategi.


Berfikir kreatif, yang memerlukan penggunaan strategi untuk menghasilkan

pola berfikir yang baru dan solusi yang inovatif.


Semangat kognitif, yang memerlukan para siswa untuk menampakkan suatu
keinginan, penempatan, kecondongan, dan komitmen untuk berfikir.

Selain empat tingkatan keterampilan berpikir di atas, Costa menambahkan empat


kategori tingkah laku dalam mengajar, yaitu:
-

Bertanya, yaitu suatu proses berpikir, dimana siswa mengajukan pertanyaan


kepada guru berdasarkan pertanyaan dan pernyataan guru. Bentukk-bentuk
-pertanyaan dapat mengaktifkan setiap bagian dari model fungsi intelektual
Costa.

Contohnya

dapat

memberikan

masukan,

pertanyaan

juga

membutuhkan siswa untuk menjelaskan, mendefinisikan dan mengamati


suatu alat yang efektif. Untuk membantu siswa memproses data, pertanyaan
yang digunakan siswa untuk meneliti suatu hubungan, sintesa, analisa,
perbandingan dan perbedaan adalah tepat.

Struktur, yaitu merujuk kepada bagaimana guru mengontrol ruangan kelas.


Penyusunan ruang kelas untuk meningkatkan keterampilan kemampuan
berpikir siswa butuh kepada tujuan yang jelas dan dapat mereka mengerti.
Costa menyatakan bahwa susunan seperti itu berasal dari tiga tujuan belajar,
yaitu kejelasan petunjuk, penyusunan energy dan waktu serta secara berhati-

hati mengorganisir interaksi dengan siswa.


Respon, yaitu suatu usaha dalam menciptakan suatu iklim yang konduktif
untuk mengembangkan keterampilan berpikir siswa. Costa berfokus kepada
dasar guru yang alami. Respon guru, yang sangat mempengaruhi tingkah
laku siswa, terbagi kepada dua kategori yaitu respon tertutup dan respon
terbuka. Respon tertutup termasuk ke dalam berpikir secara kritis dan
pujian. Respon kritis adalah lebih banyak membantu usaha siswa untuk
mendapatkan keterampilan berpikir, akan tetapi pujian harus digunakan
secara bijaksana, jika tidak maka tidak akan efektif. Respon terbuka yaitu
respon yang bersifat diam, menerima, menjelaskan dan menfasilitasi. Hal ini
dapat dilihat dari sikap guru dalam memberi waktu kepada siswa untuk
menjawab pertanyaan, tidak menghakimi, mengindikasi secara jelas ketika

siswa tidak mengerti pertanyaan dan menyediakan umpan balik.


Model, yaitu suatu sikap menghindari pendirian yang tidak tetap antara yang
dikatakan dan yang diperbuat. Siswa sangat cerdas dan akan secara cepat
mengetahui setiap pendirian yang tidak tetap yang tidak sesuai.

Program-Program Keterampilan Berpikir


Latihan Kecerdasan untuk Program Sekolah
Latihan Kecerdasan untuk Program Sekolah adalah suatu program di mana siswa
harus belajar untuk menggunakan latihan kecerdasan mereka di sekolah, karena di
situ merupakan tempat mengahbisakan waktu terbanyak dalam hidupnya. Tetapi
menurut Stenberg, dkk, banyak guru tidak memberikan harapan masa depan yang
jelas atau pengetahuan yang tidak diucapkan, yang penting untuk kesuksesan, baik
di dalam maupun di luar ssekolah (Sternberg, Okagaki dan Jackson, 1990). Sejak
tahun 1987, Sternberg, dkk, telah melakukan tim penelitian Hpward Gargner
untuk menemabangkan sebuah teori berbasis kurikulum, yang disebut latihan

kecerdasan untuk sekolah (PIFS). Program PIFS adalah suatu hasil pertumbuhan
dari kombinasi model kecerdasan segitiga Sternberg dan model kecerdasan jamak
(multiple intelegence) Gardner.

Program Berpikir CoRT


Program berpikir CoRT adalah suatu program yang menitikberatkan kepada
makna dari mendapatkan keterampilan berpikir yang diperoleh dan meningkatkan
kemampuan problem solving. Program ini harus mudah dan praktis. Suatu
program yang sukses harus dapat diajarkan kepada para instruktur (para guru) dan
dapat dimengerti oleh para siswa. Bahan ajar yang mahal dan media pembelajaran
yang khusus tidak diperlukan. Seharusnya guru bisa mengaplikasikan kepada
tingkatan umur siswa yang luas, karena proses berpikir adalah suatu hal yang
mendasar. Dengan demikian, program ini harus berdasarkan pengetahuan yang
independen.
PROBLEM SOLVING
Pengertian Masalah (Problem)
Masalah (problem) adalah suatu kendala atau persoalan yang harus dipecahkan
dan merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan suatu yang diharapkan
dengan baik, agar tercapai tujuan dengan hasil yang maksimal. Masalah
merupakan sesuatu hal yang menyimpang dari suatu yang diharapkan dan
merupakan suatu keadaan yang tidak seimbang antara harapan/keinginan dengan
kenyataan yang ada.
Peningkatan Keterampilan Problem Solving
Peningkatan keterampilan problem solving dapat dilakukan dengan cara berikut:
-

Mulailah dengan soal yang sederhana, menarik dan proporsional

Berhati-hatilah terhadap soal yang tidak tepat

10

Mintalah siswa untuk mengemukakan kembali masalah dengan kata-kata


sendiri

Pergunakanlah soal dengan jawaban atau cara penyelesaian yang tidak


tunggal

Berilah kesempatan kepada siswa dengan membantu seperlunya saja

Pergunakanlah model diskusi

Pertimbangkan bantuan alat peraga

Pergunakan kegiatan di luar jam pelajaran

Berilah penekanan pada proses, bukan pada hasil

Setelah menyelesaikan masalah, mintalah siswa untuk merefleksi


MODEL DUPE

Menemukan Akar Masalah


Siswa sering dibingungkan ketika menghadapi suatu masalah, mereka tidak
memiliki ide untuk memulai, karena mereka tidak mampu untuk mengidentifikasi
akar masalah. Siswa memiliki sesuatu perasaan tidak jelas bahwa mereka tidak
boleh melakukan sesuatu. Di kelas, biasanya siswa diberitahuan tentang suatu
masalah atau membaca suatu masalah, akan tetapi meskipun masalah-masalah ini
diberikan solusi yang nyata, karena akar masalah masih melingkupi mereka.
Permasalahan ini memiliki suatu tantangan kepada para siswa, karena susah untuk
membuat suatu penjelasan yang masuk akal secara umum.
Sebelum siswa menemukan akar dari suatu masalah, akan tetapi mereka telah
menyadari adanya suatu masalah, maka siswa harus menghadapi masalah tersebut.
Pada intinya, ketika segala sesuatu tidak berjalan dengan sebagaimana mestinya,
maka sudah pasti itu merupakan suatu masalah. Kadang-kadang siswa mengetahui
suatu masalah, tetapi tidak mengetahui cara menyelesaikannya, maka guru harus
mengajarkan kepada mereka untuk melihat masalah itu sendiri secara hati-hati.
Apakah dalam masalah itu ada petunjuk bagi mereka untuk melakukan sesuatu hal
yang berguna untuk mereka kerjakan. Apakah ada fakta-fakta yang diberikan atau

11

dengan kata lain apakah masalah itu mengatakan kepada mereka untuk menambah
atau menguraikan masalah untuk mendapatkan fakta-fakta yang pasti, atau untuk
mengambil langkah-langkah yang pasti.
Menurut Sternberg (1999), suatu penyelesaian masalah yang lebih jelas, secara
relatif menghabiskan banyak waktu ke depan, menemukan gambaran yang harus
dilakukan dan waktu yang kurang dalam mengerjakannya, yaitu pemecahan
masalah yang kurang jelas, menghabiskan waktu yang kurang secara relatif dan
menemukan apa yang harus dilakukan dan secara relatif terdapat waktu lebih
untuk melakukannya. Karena mereka belum dapat mendefinisikan masalah
tersebut. Setelah siswa telah menyadari kehadiran suatu masalah dan
mendefinisikan dimensi dasar dari masalah, selanjutnya siswa mengikuti langkah
kedua dari Dupe.
Memahami Akar Masalah
Memahami akar masalah adalah suatu proses yang dapat dinyatakan mengenai
definisi dan menggambarkannya, sebuah asumsi yang memiliki beberapa dampak
yang penting. Sebagaimana diketahui, sebelum mendefinsikan suatu masalah,
maka harus mengetahui pengetahuan yang mencukupi untuk mengenali masalah
yang diberikan. Untuk menggambarkannya, seorang siswa harus memiliki
keterampilan menyelesaikan masalah yang memadai. Jika siswa kurang memiliki
strategi penyelesaian masalah, maka mereka tidak mungkin dapat menyelesaikan
masalah yang lain, yang merupakan salah satu alasan mengapa terdapat
penekanan bagi siswa di sekolah untuk menyelesaikan suatu masalah.
Gambaran mengenai memahami akar masalah ada dua kategori, yaitu:
-

Gambaran ekternal, yaitu suatu metode penyelesaian masalah dengan cara


menggunakan simbol-simbol atau tipe-tipe penggambaran yang dapat
diobservasi.

Gambaran internal, yaitu suatu metode penyelesaian masalah dengan cara


model mental.

12

Perencanaan Solusi
Ketika seorang menghadapi suatu masalah, maka solusi yang ditempuh yang
meliputi dua aspek kritis, yaitu:
-

Siswa harus mengenali konsep inti yang dibutuhkan sebagai solusi.


Apabila masalah tersebut membutuhkan fakta-fakta aritmatika dasar, maka
siswa harus mampu untuk melakukan penambahan atau pembagian yang
dibutuhkan. Jika siswa kurang memiliki kemampuan dasar dalam suatu
bidang, maka permasalahan tersebut tidak dapat terselesaikan.

Siswa harus menerapkan strategi-strategi tersebut yang sesuai untuk


penyelesaian masalah, seperti bekerja sampingan jika tujuan dan pernyataan
yang diberikan adalah jelas. Analisis terakhir yang digunakan adalah strategi
umum lainnya yang membantu solusi, ketika tujuan yang ingin dicapai jelas.
Akan tetapi untuk mencapai hal tersebut membutuhkan rencana lainnya.

Adapun hal-hal yang diperlukan untuk perencanaan solusi menurut Hayes (1989),
yaitu:
-

Strategi penyusunan adalah suatu proses meneliti tentang hubungan dalam


bahan ajar dan ini merupakan suatu metode untuk menemukan suatu
susunan.

Strategi konteks adalah strategi penelitian untuk menemukan hubungan


antara bahan ajar yang lama dan bahan ajar yang baru diketahui.

Strategi cepat adalah suatu strategi yang melengkapi suatu contoh

Strategi kode jamak adalah suatu strategi yang menggambarkan informasi


lebih dari satu cara.

Evaluasi Solusi
Ada dua aspek evaluasi yang saling berhubungan, yaitu:
-

Keperluan untuk berhenti saat ini dan mengevaluasi rencana sebelum


siswa bertindak.

13

Membiarkan siswa untuk memutuskan jika telah menemukan suatu solusi


atau telah puas dengan solusi yang telah dicapai.

Siswa Kreatif
Kreativitas pada intinya merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan
sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk
cirri-ciri aptitude maupun non aptitude, baik dalam karya baru maupun kombinasi
dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa
yang telah ada sebelumnya.
Gardner dengan Teori Multi Kecerdasan mengatakan bahwa, IQ tidak boleh
dianggap sebagai gambaran mutlak, suatu entitas tunggal yang tetap yang bisa
diukur dengan tes menggunakan pensil dan kertas. Ungkapan yang tepat adalah
bukan seberapa cerdas Anda, tetapi bagaimana Anda menjadi cerdas. (2002).
Setiap

orang

memiliki

beberapa

tipe

kecerdasan.

Gardner

mendifinisikan kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan masalah atau


menciptakan suatu produk yang bernilai dalam satu latar belakang budaya atau
lebih. Dengan kata lain kecerdasan dapat bervariasi menurut konteknya. Gardner
menawarkan tujuh ciri siswa kreatif, sebagai berikut:
-

Menciptakan strategi yang dibutuhkan untuk memecahkan permasalahan


yang penting

Menciptakan suasana tenang ketika siswa memperoleh kesulitan secara


gigih

Menciptakan perasaan peka terhadap permasahan

Menciptakan sejumlah ide yang lebih lancer daripada yang sebelumnya

Menciptakan suatu keinginan yang baru dan berguna

Menciptakan penampilan yang sesuai dengan kemampuan

Menciptakan bagian yang teratur.

Aturan Memori (Role of Memory)

14

Salah satu kekuatan strategi dalam pemecahan masalah adalah mengatur memori.
Semua strategi memori, tidak akan efektif. Strategi yang tepat sangat tergantung
kepada tingkatan materi dan kondisi informasi yang harus diingat.

STRATEGI DAN KETERAMPILAN PENTRANFERAN


Pengaruh-Pengaruh terhadap Pentranferan
Guru harus waspada terhadap dampak bahwa kemiripan dapat saja terjadi pada
saat pentranferan. Elemen penting lainnya dalam proses pentranferan yaitu tingkat
keaslian belajar. Lebih banyak latihan, lebih besar kesamaan dengan materi yang
asli dan yang dihasilkan lebih oleh pentranferan yang positif, misalnya jika siswa
lebih akrab secara keseluruhan dengan proses pembelajaran. Selanjutnya, variabel
personal siswa, seperti kepandaian, motivasi dan pengalaman masa lalu adalah hal
penting dan sulit untuk mengontrol pengaruh dari pentranferan. Pengetahuan
pribadi siswa akan membantu untuk meyakinkan pentranferan, karena guru dapat
mengetahui sesuatu tentang keberadaan pelajaran masa lalu mereka. Guru akan
menghubungkan beberapa dari aspek pengalaman siswa terhadap bahan materi
yang baru, oleh karenanya dapat memfasilitasi pentranferan.
Pengajaran bagi Pentranferan
Agar terjadi pentranferan, siswa harus melihat bagian-bagian yang sama dalam
situasi dan juga harus memiliki sebuah pegangan bahan ajar yang asli.
Adapun ide-ide yang dapat membantu siswa untuk menghargai nilai pentranferan
yaitu:
-

Semakin lebih pengalaman siswa yang siswa miliki dengan materi yang
ditransfer, maka semakin sukses proses pentranferan tersebut.

Yakinlah bahwa bahan ajar yang diberikan telah disusun dengan baik

Gunakan pengaturan yang lebih baik jika memungkinkan

15

Menekankan pada kesamaan antara pekerjaan dalam kelas dan situasi


pentranferan.

Mengkhususkan hal yang penting dalam tugas

Mencoba untuk mengerti siswa merasa kemungkinan oleh pentranferan

16

Anda mungkin juga menyukai