seorang psikolog, menyatakan bahwa berpikir adalah suatu proses tentang kapan
diketahui, apa yang diketahui, apa yang ingin diketahui dan kapan belajar tentang
ilmu pengetahuan.
Ketika seorang siswa ingin menguasai keahlian tersebut, maka ia harus sungguhsungguh belajar agar memiliki kecerdasan, meningkatkan kecerdasan berpikir dan
menyelesaikan permasalahan secara konkret serta meningkatkan prestasi di kelas.
Salah satu tugas mata pelajaran yang diberikan oleh guru dapat membantu siswa
untuk berpikir secara kritis dan strategi problem solving dapat membantu mereka
untuk melakukan apa yang seharusnya dikerjakan. Siswa tidak akan dapat
mengerjakan tugas dengan baik, apabila mereka tidak mengetahui maksud dari
pertanyaan yang diberikan, tanpa menguasai cara berpikir dan cara belajar.
Berpikir adalah suatu strategi yang digunakan dengan sungguh-sungguh untuk
mengerjakan suatu tugas secara kritis (Snow, Corno and Jackson, 1996). Salah
satu karakteristik siswa yang mempengaruhi hasil belajar adalah gaya kognitif.
Gaya kognitif merupakan salah satu variabel kondisi belajar yang menjadi salah
satu bahan pertimbangan dalam merancang suatu pembelajaran di sekolah.
Menurut Messic (1994), gaya kognitif merupakan kebiasaan bertindak yang relatif
tetap dalam diri seseorang dalam cara berpikir, mengingat, menerima dan
mengolah suatu informasi tentang obyek tertentu.
Gaya
kebiasaan
mengolah
informasi.
Kemampuan mengacu pada isi kognisi yang menyatakan macam informasi apa
yang telah diproses, dengan langkah bagaimana serta dalam bentuk apa informasi
tersebut. Sedangkan gaya lebih mengacu pada proses kognisif yang menyatakan
bagaimana isi informasi tersebut diproses. Dengan demikian, gaya kognitif
merupakan suatu aktivitas yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang
terjadi dalam pembelajaran atau kehidupan sehari-hari, dengan cara cara berpikir,
mengingat, menerima dan mengolah suatu informasi tentang obyek tertentu.
Dalam penelitian yang terbaru, Harvey silver, Richard Strong dan Matthew Perini
(1997) mereka menemukan 4 tipe gaya belajar sebagai berikut:
-
Mastery style learner yaitu gaya belajar yang menyerap informasi secara
konkrit, lalu diproses secara bertahap dan mengambil nilai pembelajaran lewat
kejelasan dan nilai praktisnya.
Understanding style learner yaitu gaya belajar yang berfokus pada ide-ide
dan pemisahan-pemisahan dan belajar lewat suatu proses penelaahan dan
mempertanyakan.
Interpersonal style learner, yaitu gaya belajar yang bersifat sosial secara
alamiah, cenderung adil dan bijaksana, serta adanya kemampuan potensial dalam
membantu yang lain.
Berdasarkan empat gaya belajar di atas, akan memberikan kepada guru suatu nilai
praktis dalam mengenali gaya belajar siswa. Sehingga akan meningkatkan
kemampuan guru dalam kecocokannya terhadap kemampuan lebih siswa dengan
metode sang guru.
KETERAMPILAN- KETERAMPILAN BERPIKIR: SUATU ANALISIS
Berpikir Model Taxonomy Bloom
Pada tahun 1956, Benjamin Bloom menulis Taxonomy atas Tujuan Pendidikan:
Domain Kognitif, dan sejak saat itu deskripsi dari enam tingkat proses berpikir
yang dibuatnya dengan segera diadaptasi serta digunakan dalam berbagai macam
ragam konteks. Daftar atas proses kognitif yang dibuatnya, disusun dan diurutkan
dari yang paling sederhana, mengingat kembali pengetahuan yang telah dimiliki,
sampai dengan yang paling rumit, yaitu memutuskan nilai dan manfaat dari suatu
gagasan.
Definisi
Pengetahuan
Mengingat
informasi
Pemahaman
Penerapan
Analisis
Penggabungan
/penciptaan
kembali/
sintesa
Evaluasi
kembali
Kata Kunci
identifikasi, deskripsi, nama,
label,
pengenalan,
reproduksi,
menyertai,
mengikuti
ringkasan,
mengubah,
mempertahankan,
mengartikan,
interpretasi,
pemberian contoh
membangun,
membuat,
model, perkiraan, prediksi,
persiapan
membandingkan, memecah,
membedakan,
memilih,
memisahkan
kategorisasi,
rekonstruksi
generalisasi,
Situasi dalam dunia pendidikan hari ini telah berubah jauh daripada taksonomi
yang dibangun oleh Bloom pada tahun 1956. Para pendidik telah mempelajari
banyak sekali hal-hal tentang bagaimana siswa belajar dan para guru mengajar,
serta mengenali bahwa guru dan belajar itu sendiri mencakup hal-hal lain yang
lebih daripada membangun pemikiran, seperti halnya keterlibatan perasaan serta
keyakinan dari siswa dan guru, sebagaimana juga lingkungan sosial dan budaya
yang ada di ruang kelas.
Beberapa psikolog kognitif telah berusaha membuat konsep dasar dari sebuah
taksonomi
dari
kecakapan
berpikir
lebih
relevan
dan
akurat.
Dalam
evaluasi, tidak didasari oleh penelitian. Taksonomi yang disusun secara berjenjang
membuat setiap kecakapan yang lebih tinggi tersusun dari berbagai kecakapan
pada tingkat jenjang sebelumnya; pemahaman (comprehension) membutuhkan
pengetahuan (knowledge); penerapan (application) membutuhkan pemahaman
dan pengetahuan, dan seterusnya. Menurut Marzano, proses kognitif sejatinya
tidaklah sesederhana sebagaimana dijelaskan oleh taksonomi dari Bloom.
Penggagas awal dari proses berpikir enam tahap tersebut berasumsi bahwa
pekerjaan-pekerjaan rumit dapat dianggap membutuhkan hanya satu dari
rangkaian proses tersebut, lebih dari yang lain. Sebuah tugas sebelumnya hanya
dianggap sebagai sebuah tugas analisis atau evaluasi. Hal ini terbukti keliru
sewaktu penggunaan taksonomi Bloom tidak dapat menjawab kesulitan yang
dialami para pendidik sewaktu menyusun klasifikasi atas kegiatan belajar yang
menantang. Anderson (2000) berpendapat bahwa hampir semua aktivitas belajar
yang rumit membutuhkan penggunaan dari beberapa kecakapan kognitif yang
berbeda.
Sebagaimana model teoretik lainnya, taksonomi yang dibuat oleh Bloom memiliki
kelebihan dan kekurangan. Kekuatan terbesarnya adalah taksonomi tersebut
mengangkat topik yang sangat penting mengenai proses berpikir dan
menempatkan sebuah struktur di seputar topik tersebut yang bermanfaat bagi para
praktisi. Banyak guru yang memiliki pertanyaan seputar belajar dan mengajar
terangsang untuk menghubungkannya dengan berbagai tingkat dari taksonomi
yang dibuat oleh Bloom, dan dapat dipastikan menjadikan guru-guru tersebut
bekerja lebih baik, khususnya dalam mendorong terwujudnya kemampuan
berpikir dengan tingkat keteraturan yang lebih tinggi (Berpikir Tingkat Tinggi),
terutama jika dibandingkan dengan para guru lainnya yang tidak memiliki alat
bantu apapun. Pada sisi lain, siapapun yang pernah bekerja dengan sekelompok
pendidik untuk membuat klasifikasi atas sekelompok pertanyaan dan aktivitas
belajar mengajar sesuai dengan taksonomi tersebut membuktikan bahwa hanya
ada sedikit kesepakatan tentang apa yang selama ini dianggap sebuah istilah yang
Contohnya
dapat
memberikan
masukan,
pertanyaan
juga
kecerdasan untuk sekolah (PIFS). Program PIFS adalah suatu hasil pertumbuhan
dari kombinasi model kecerdasan segitiga Sternberg dan model kecerdasan jamak
(multiple intelegence) Gardner.
10
11
dengan kata lain apakah masalah itu mengatakan kepada mereka untuk menambah
atau menguraikan masalah untuk mendapatkan fakta-fakta yang pasti, atau untuk
mengambil langkah-langkah yang pasti.
Menurut Sternberg (1999), suatu penyelesaian masalah yang lebih jelas, secara
relatif menghabiskan banyak waktu ke depan, menemukan gambaran yang harus
dilakukan dan waktu yang kurang dalam mengerjakannya, yaitu pemecahan
masalah yang kurang jelas, menghabiskan waktu yang kurang secara relatif dan
menemukan apa yang harus dilakukan dan secara relatif terdapat waktu lebih
untuk melakukannya. Karena mereka belum dapat mendefinisikan masalah
tersebut. Setelah siswa telah menyadari kehadiran suatu masalah dan
mendefinisikan dimensi dasar dari masalah, selanjutnya siswa mengikuti langkah
kedua dari Dupe.
Memahami Akar Masalah
Memahami akar masalah adalah suatu proses yang dapat dinyatakan mengenai
definisi dan menggambarkannya, sebuah asumsi yang memiliki beberapa dampak
yang penting. Sebagaimana diketahui, sebelum mendefinsikan suatu masalah,
maka harus mengetahui pengetahuan yang mencukupi untuk mengenali masalah
yang diberikan. Untuk menggambarkannya, seorang siswa harus memiliki
keterampilan menyelesaikan masalah yang memadai. Jika siswa kurang memiliki
strategi penyelesaian masalah, maka mereka tidak mungkin dapat menyelesaikan
masalah yang lain, yang merupakan salah satu alasan mengapa terdapat
penekanan bagi siswa di sekolah untuk menyelesaikan suatu masalah.
Gambaran mengenai memahami akar masalah ada dua kategori, yaitu:
-
12
Perencanaan Solusi
Ketika seorang menghadapi suatu masalah, maka solusi yang ditempuh yang
meliputi dua aspek kritis, yaitu:
-
Adapun hal-hal yang diperlukan untuk perencanaan solusi menurut Hayes (1989),
yaitu:
-
Evaluasi Solusi
Ada dua aspek evaluasi yang saling berhubungan, yaitu:
-
13
Siswa Kreatif
Kreativitas pada intinya merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan
sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk
cirri-ciri aptitude maupun non aptitude, baik dalam karya baru maupun kombinasi
dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa
yang telah ada sebelumnya.
Gardner dengan Teori Multi Kecerdasan mengatakan bahwa, IQ tidak boleh
dianggap sebagai gambaran mutlak, suatu entitas tunggal yang tetap yang bisa
diukur dengan tes menggunakan pensil dan kertas. Ungkapan yang tepat adalah
bukan seberapa cerdas Anda, tetapi bagaimana Anda menjadi cerdas. (2002).
Setiap
orang
memiliki
beberapa
tipe
kecerdasan.
Gardner
14
Salah satu kekuatan strategi dalam pemecahan masalah adalah mengatur memori.
Semua strategi memori, tidak akan efektif. Strategi yang tepat sangat tergantung
kepada tingkatan materi dan kondisi informasi yang harus diingat.
Semakin lebih pengalaman siswa yang siswa miliki dengan materi yang
ditransfer, maka semakin sukses proses pentranferan tersebut.
Yakinlah bahwa bahan ajar yang diberikan telah disusun dengan baik
15
16