Anda di halaman 1dari 13

TUGAS 1

MANAJEMEN INVESTIGASI TINDAK KRIMINAL


Dosen : Yudi Prayudi, S.Si., M.Kom

Disusun Oleh:
ZAENUDIN
(15917124)

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2016

1. Definisi dan Sejarah ilmu Forensik


a. Definisi ilmu Forensik
Forensik merupakan sebuah penerapan dari berbagai ilmu pengetahuan yang
digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penting dari sebuah system hukum, yang
dalam hal ini berkaitan dengan hukum pidana, penerapan bidang ilmu ini tidak terlepas dari
penggunaan metode-metode ilmiah, atau ilmu pengetahuan, aturan-aturan yang dibentuk dari
fakta-fakta dari suatu kejadian sebagai bentuk melakukan pengenalan terhadap bukti-bukti
fisik.
Menurut Dr Edmond Locard. Istilah Forensik berasal dari bahasa yunani yaitu
Forensis yang berarti debat atau perdebatan merupakan bidang ilmu pengetahuan yang
digunakan untuk membantu proses penegakan keadilan melalui proses penerapan ilmu
(sains).
Sedangkan menurut beberapa pendapat lain Forensik berasal dari bahasa latin yaitu
Forum

yang berarti tempat/lokasi untuk melakukan transaksi. Dalam perkembangan

selanjutnya semakin banyak bidang ilmu yang dilibatkan atau dimanfaatkan dalam
penyidikan suatu kasus kriminal untuk kepentingan hukum dan keadilan.
Dari beberapa pendapat yang telah dijelaskan diatas maka dapat didefinisikan bahwa
ilmu forensic adalah penerapan suatu bidang Ilmu pengetahuan dengan tujuan untuk
pengungkapan suatu kasus tertentu demi penetapan hukum dan pelaksanaan hukum dalam
sistem peradilan hukum pidana maupun hukum perdata.
Prinsip dasar ilmu forensik dipelopori oleh Dr Edmond Locard. Ia berspekulasi
bahwa setiap kontak yang Anda buat dengan orang lain, tempat, atau hasil objek dalam
pertukaran materi fisik. Ini dikenal sebagai Locar exchange principle . Ini pertukaran materi
fisik dapat digunakan untuk membuktikan tidak bersalah seseorang atau bersalah di
pengadilan hukum.
Dalam investigasi kriminal yang khas, kejahatan adegan penyelidik, kadang-kadang
dikenal sebagai Penyidik Crime Scene (CSI), akan mengumpulkan bukti fisik dari TKP,
korban dan/atau tersangka. Ilmuwan forensik kemudian memeriksa bahan yang dikumpulkan
untuk memberikan bukti ilmiah untuk membantu dalam penyelidikan polisi dan proses

pengadilan. Dengan demikian, mereka sering bekerja sangat erat dengan pihak kepolisian
dalam pengungkapan suatu kasus.

b. Sejarah Ilmu Forensik


Sejarah dari ilmu forensik, beberapa dokumentasi tentang ilmu forensik

sudah

ditemukan sejak ribuan tahun yang lalu. Dua ratus tahun sebelum masehi, Archimedes
menggunakan metode apung untuk menentukan sebuah mahkota yang terbuat dari emas
adalah benar terbuat dari emas murni (tanpa campuran) atau sudah bercampur dengan perak
dengan membandingkan terhadap emas padat. Catatan lain yang menggunakan obat-obatan
dan entomology untuk mengungkapkan kasus-kasus criminal ditemukan ada sebuah buku
berjudul Xi Yuan Lu, di Cina pada masa Dinasti Song (1248) oleh Song Ci. Cina juga
pertama kali menggunakan sidik jari sebagai salah satu otentikasi dokumen bisnis.
Perkembangan terus berlanjut, ilmu forensik mulai digunakan untuk mengungkapkan
kasus-kasus kriminal. Sir Francis Galton pada tahun 1892 mendirikan sistem pertama untuk
mengklasifikasikan sidik jari. Pada tahun 1896, Sir Edward Henry, mengembangkan system
berdasarkan arah, aliran, pola dan karakteristik lain yang terdapat pada sidik jari. Klasifikasi
The Henry menjadi standar untuk teknik penyelidikan sidik jari pada kriminal di seluruh
dunia.
Di tahun 1835, Henry Goddard menjadi orang pertama yang melakukan analisa
secara fisik untuk menghubungkan peluru dengan senjata si pembunuh. Perkembangan
penyelidikan terhadap peluru menjadi semakin tepat setelah Calvin Goddard membuat
mikroskop perbandingan untuk menafsirkan peluru keluar dari selonsong yang mana. Di
tahun 1970, tim ilmuwan dari Aerospace Corporation mengembangkan meotde untuk
mendekteksi residu bubuk mesiu dengan menggunakan mikroskop elektron.
James Marsh, di tahun 1836, mengembangkan tes kimia untuk mendeteksi arsenik,
yang digunakan pada percobaan pembunuhan. Pada tahun 1930, ilmuwan Karl Landsteiner
mengklasifikasikan darah manusia ke dalam berbagai kelompok. Penemuan ini membuka
jalan bagi penggunaan darah dalam investigasi kriminal. Pengembangan terus dilanjutkan, di
pertengahan 1900-an ditemukan cara untuk menganalisa air liur, air mani dan cairan tubuh
lainnya serta untuk membuat tes darah yang lebih akurat.

Edmond Locard, seorang profesor di University of Lyons, mendirikan laboratorium


kriminal polisi pertama di Perancis pada tahun 1910. Untuk kepeloporannya dalam
kriminologi forensik, Locard dikenal sebagai Sherlock Holmes Perancis. Sementara itu di
Los Angeles pada tahun 1924, Agustus Vollmer mendirikan laboratorium kriminal polisi
Amerika. Pada akhir abad ke-20, ilmuwan forensik memiliki banyak alat berteknologi tinggi
yang mereka miliki untuk menganalisis bukti dari reaksi berantai polimerase (PCR) untuk
analisis DNA, teknik sidik jari dengan kemampuan pencarian dengan komputer.
Ilmu Forensik sekarang tidak lagi hanya berhubungan dengan pembunuhan ataupun
bidang kedokteran. Saat ini, ilmu forensik semakin luas, di antaranya adalah:
Art Forensic
Computational Forensic
Digital Forensic
Forensic Accounting
Forensic Chemistry
Forensic DNA Analysis
Forensic Pathology
Forensic Video Analysis
Mobile Device Forensics
Blood Spatter Analysis
Forensic Investigation
Dan sebagainya.
Forensik (berasal dari bahasa Latin forensis yang berarti dari luar, dan serumpun
dengan kata forum yang berarti tempat umum) adalah bidang ilmu pengetahuan yang
digunakan untuk membantu proses penegakan keadilan melalui proses penerapan ilmu atau
sains.
Penggunaan prinsip dan prosedur ilmiah untuk memecahan masalah hukum dikenal
sebagai ilmu pengetahuan forensik. Istilah forensik dapat menggambarkan sejumlah
disiplin ilmiah, di antaranya kimia, toksikologi, psikiatri, patologi, biologi, dan teknik. Oleh
karena itu, sangatlah wajar untuk memikirkan ilmu pengetahuan forensik dalam kaitannya
dengan ilmu pengetahuan alam, fisika, dan ilmu sosial, pengelompokan besar cabang
pengetahuan terkumpul di mana kebenaran dan hukum diperiksa dan dicatat. Ketika ilmu

pengetahuan forensik digunakan untuk menyelesaikan masalah hukum, banyak subkelompok


menjadi spesialisasi yang dikenal sebagai farmakologi forensik, psikologi forensik, dan lainlain. Sebenarnya, tiap subspesialisasi ini dapat digunakan dalam pemecahan masalah hukum.
Scientific Method and Law (Hukum dan Metode Ilmiah) Untuk menentukan sejarah
permulaan ilmu pengetahuan forensik, seseorang harus mempertimbangkan evolusi proses
hukum di Eropa, terutama Inggris. Penentuan bersalah atau tidak bersalahnya suatu tindak
kejahatan dimulai dari peradilan primitif melalui cobaan berat, proses inquisitorial, dan pada
akhirnya ajaran dasar yurisprudensi modern, yaitu praduga tak bersalah berdasarkan hukum
Anglo-Saxon dan praduga bersalah berdasarkan Napoleon Code. Metode ilmiah atau
penyelidikan rasional menjadi bagian dari proses peradilan pada abad ke-19, dan ilmu
pengetahuan forensik berkembang dengan cepat pada abad ke-20. Kemajuan teknologi terus
mendorong pertumbuhan ilmu pengetahuan forensik.

Sejarah forensik berevolusi dari tahun ke-tahun di antaranya:


1. Francis Galton (1822-1911) : sidik jari
2. Leone Lattes (1887-1954) : Golongan darah (A,B,AB & O)
3. Calvin Goddard (1891-1955) : senjata dan peluru (Balistik)
4. Albert Osborn (1858-1946) : Document examination
5. Hans Gross (1847-1915) : menerapkan ilmiah dalam investigasi criminal
6. FBI (1932) : Lab. forensik.

c. Definisi Forensika Digital / Digital Forensics


Ada beberapa definisi menurut para ahli yang bisa dijadikan acuan tentang apa
sebenarnya Digital Forensik. Sebagaimana dikemukakan oleh Marcella: Digital Forensics
adalah

aktivitas

yang

berhubungan

dengan

pemeliharaan,

identifikasi,

pengambilan/penyaringan, dan dokumentasi bukti digital dalam kejahatan komputer. Istilah


ini relatif baru dalam bidang komputer dan teknologi, tapi telah muncul diluar term teknologi
(berhubungan dengan investigasi bukti intelijen dalam penegakan hukum) sejak pertengahan
tahun 1980-an.

Menurut Casey

Digital Forensics adalah karakteristik bukti yang mempunyai

kesesuaian dalam mendukung pembuktian fakta dan mengungkap kejadian berdasarkan bukti
statistik yang meyakinkan.
Menurut Judd Robin yang juga seorang ahli komputer forensik dalam Abdullah
(2007) juga menyatakan bahwa komputer forensik merupakan penerapan secara sederhana
dari penyelidikan komputer dan teknik analisisnya untuk menentukan bukti-bukti hukum
yang mungkin.
Menurut Budhisantoso Digital Forensics adalah kombinasi disiplin ilmu hukum dan
pengetahuan komputer dalam mengumpulkan dan menganalisa data dari sistem komputer,
jaringan, komunikasi nirkabel, dan perangkat penyimpanan sehingga dapat dibawa sebagai
barang bukti di dalam penegakan hukum.
Menurut Ruby Alamsyah Digital Forensics adalah ilmu yang menganalisa barang
bukti digital sehingga dapat dipertanggungjawabkan di pengadilan. Barang bukti digital
merupakan hasil ekstrak dari barang bukti elektronik seperti Personal Komputer,
mobilephone, notebook, server, alat teknologi apapun yang mempunyai media penyimpanan
dan bisa dianalisa.
Menurut Scientific Working Group on Digital Evidence: Informasi yang disimpan
atau dikirimkan dalam bentuk digital
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Digital Forensics adalah penggunaan
teknik analisis dan investigasi untuk mengidentifikasi, mengumpulkan, memeriksa dan
menyimpan bukti/informasi yang secara magnetis tersimpan/disandikan pada komputer atau
media penyimpanan digital sebagai alat bukti dalam mengungkap kasus kejahatan yang dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum.

d. Sejarah Digital Forensik


Barang bukti yang berasal dari komputer telah muncul dalam persidangan hampir 30
tahun. Awalnya, hakim menerima bukti tersebut tanpa melakukan pembedaan dengan bentuk
bukti lainnya. Seiring dengan kemajuan teknologi komputer, perlakuan serupa dengan bukti
tradisional akhirnya menjadi bermasalah. Bukti-bukti komputer mulai masuk kedalam
dokumen resmi hukum lewat US Federal Rules of Evidence pada tahun 1976. Selanjutnya

dengan berbagai perkembangan yang terjadi muncul beberapa dokumen hukum lainnya,
antara lain adalah:

The Electronic Communications Privacy Act 1986, berkaitan dengan penyadapan


peralatan elektronik.

The Computer Security Act 1987 (Public Law 100-235), berkaitan dengan keamanan
system komputer pemerintahan.

Economic Espionage Act 1996, berhubungan dengan pencurian rahasia dagang.


Pembuktian dalam dunia maya memiliki karakteristik tersendiri. Hal ini dikarenakan sifat
alami dari teknologi komputer memungkinkan pelaku kejahatan untuk menyembunyikan
jejaknya. Karena itulah salah satu upaya untuk mengungkap kejahatan komputer adalah
lewat pengujian sistem dengan peran sebagai seorang detektif dan bukannya sebagai
seorang user. Kejahatan computer (cybercrime) tidak mengenal batas geografis, aktivitas
ini bisa dilakukan dari jarak dekat, ataupun dari jarak ribuan kilometer dengan hasil yang
serupa. Penjahat biasanya selangkah lebih maju dari penegak hukum, dalam melindungi
diri dan menghancurkan barang bukti.

Untuk itu tugas ahli digital forensik untuk menegakkan hukum dengan mengamankan
barang bukti, rekonstruksi kejahatan, dan menjamin jika bukti yang dikumpulkan itu akan
berguna di persidangan. Bagaimanapun, digital forensik banyak dibutuhkan dalam berbagai
keperluan, bukan hanya pada kasus-kasus kriminal yang melibatkan hukum. Secara umum
kebutuhan digital forensik dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Keperluan investigasi tindak kriminal dan perkara pelanggaran hukum.

Rekonstruksi duduk perkara insiden keamanan komputer.

Upaya-upaya pemulihan kerusakan sistem.

Troubleshooting yang melibatkan hardware maupun software.

Keperluan untuk memahami sistem ataupun berbagai perangkat digital dengan lebih baik.

2. Prinsip Locard Exchange dan kaitan nya dengan Digital Forensics


a.

Prinsip Locard Exchange


Dalam ilmu forensik, kita tidak akan lepas dari bagaimana cara menyelidiki dan

mengungkap sebuah kasus. Untuk itu ada semacam prinsip dasar dalam dunia forensik yang

sering digunakan sebagai pedoman yaitu Locards Exchange Pronciple guna mendapatkan
bukti forensik.
Dr. Edmond Locard (13 Desember 18774 Mei 1966) merupakan pelopor dalam ilmu
forensik dan kminologi juga dikenal sebagai Sherlock Holmes Perancis. Locard adalah orang
yang memformulasikan prinsip ini. Formulanya bahwa pada ilmu forensik dikenal Every
contact leaves a trace yang jika di bahasakan indonesia berarti setiap ada kontak dari dua
benda maka akan meninggalkan jejak. Locard berspekulasi bahwa setiap kali kita melakukan
kontak dengan orang lain, tempat, atau hal yang dapat menghasilkan kontak fisik pasti akan
meninggalkan jejak. Setiap kejahatan yang dilakukan dapat diidentifikasi karena meninggalkan
segala macam bukti-bukti yang dapat berupa DNA, sidik jari, jejak kaki, jatuhnya rambut, selsel kulit, darah, cairah tubuh, potongan kain dan lain sebagainya yang dapat dianalisa oleh ahli
forensic.
Artinya setiap kejadian yang dilakukan pastinya akan meninggalkan jejak yang dapat
dijadikan sebagai alat bukti terhadap dirinya. Alat bukti tersebut tidak akan pernah salah
karena merupakan bukti yang nyata walaupun terkadang bukti yang ditinggalkan tidak kasat
mata. Alat bukti juga tidak bisa dipalsukan. Untuk itu perlu ketelitian ahli forensik dalam
menganalisa dan memproses bukti yang ditemukan agar tidak terjadi kesalahan.
Paul L. Kirk, penulis buku Crime Investigation: Physical Evidence and The Police
Laboratory, mendeskripsikan Locards Exchagne Principle sebagai berikut:
Wherever he steps, whatever he touches, whatever he leaves, even unconsciously, will
serve as a silent witness against him. Not only his fingerprints or his footprints, but his hair,
the fibers from his clothes, the glass he breaks, the tool mark he leaves, the paint he scratches,
the blood or semen he deposits or collects. All of these and more, bear mute witness against
him. This is evidence that does not forget. It is not confused by the excitement of the moment. It
is not absent because human witnesses are. It is factual evidence. Physical evidence cannot be
wrong, it cannot perjure itself, it cannot be wholly absent. Only human failure to find it, study
and understand it, can diminish its value.
Yang artinya :
Ke manapun dia melangkah, apapun yang dia sentuh, apapun yang dia tinggalkan,
walaupun tanpa dia sadari, akan menjadi saksi bisu terhadapnya. Tidak hanya sidik jarinya
atau jejak kakinya, tetapi rambutnya, serat pakaiannya, kaca yang dia pecahkan, jejak alat
yang dia tinggalkan, cat yang dia gores, darah atau sperma yang dia simpan atau dia
kumpulkan. Semua ini dan lebih, menjadi saksi bisu terhadapnya. Ini adalah bukti yang tidak
akan lupa. Hal ini tidak dibingungkan dengan kesenangan sesaat. Tidak juga tiada hanya
karena ada saksi mata. Ini adalah bukti yang nyata. Bukti fisik tidak bisa salah, tidak juga

memalsukan dirinya sendiri, tidak akan sepenuhnya tiada. Yang ada hanya manusia yang
gagal menemukannya, pelajari dan pahami (bahwa jika gagal menemukannya), dapat
menghilangkan nilainya.
b.

Kaitan Locards Exchange Pronciple dengan Forensika Digital


Dari penjelasan diatas bahwa Prinsip Locard Exchange tersebut adalah every contact

leaves a trace. Yang mana prinsip ini dapat diterapkan dalam kejahatan konvensional. Pelaku
kejahatan akan datang ke tempat kejadian perkara dengan membawa sesuatu dan akan
meninggalkan lokasi dengan sesuatu pula. Namun dalam dunia cyber, pelaku kejahatan
dimungkinkan untuk bersentuhan fisik dengan lokasi kejadian, tapi juga dimungkinkan tidak
bersentuhan fisik dengan lokasi kejadian. ini tentunya akan membawa aspek baru dalam
menganalisis tempat kejadian perkara (TKP). Lalu bagaimana jika kejahatan tersebut
menggunakan perangkat IT yang canggih seperti pada saat sekarang yang mana pelaku dapat
melakukan kejahatan tanpa kontak fisik?
PCR Forensic dalam glosarium tentang Locard Exchange menjelaskan bahwa In the
digital world, this translates into that when two computers come in "contact" with each other
over a network, they exchange something with each other. This "something" may show up in
log files, the registry, in memory or other places on the systems. Yang artinya Dalam dunia
digital, kontak dapat terjadi ketika dua komputer melakukan kontak satu sama lain di dalam
sebuah jaringan, mereka (komputer) akan melakukan pertukaran sesuatu. Sesuatu yang
dimaksud tersebut dapat berupa log, registri, di dalam memori, atau tempat lain di dalam
sistem".
Menurut Ken Zatyko dan Dr. John Bay Prinsip Locard Exchange ini, dapat diterapkan
dalam kasus cybercrimes dengan media jaringan komputer, karena walaupun tidak bersentuhan
secara fisik, tapi masih ada jejak yang tertinggal dan terjadi kontak secara virtual. Namun
berdasarkan teori lengkap Locard Exchange tersebut, ternyata sebenarnya prinsip tersebut
sedikit kurang pas diterapkan karena intinya, pelaku tidaklah bersentuhan secara fisik dengan
tempat kejadian perkara.
Sehingga prinsip Locard Exchange dikembangkan menjadi Cyber-Exchange
Principle yang tetap menggunakan pondasi prinsip Locard Exchange. Prinsip CyberExchange yang mereka kembangkan yaitu :
Artifacts of electronic activity in conventional digital computers are detectable
through forensic examination, although such examination might require access to computer
and network resources beyond the bounds of the crime scene itself. Electronic contact does
not leave a physical trace because a human or thing does not come in contact with the scene. It

may leave only digital evidence and therefore extensive examination of evidence beyond the
primary physical crime scene (location where a law was violated) should occur. This
examination typically involves bits and bytes of information.
Maksud dari prinsip Cyber-Exchange tersebut adalah, bahwa kontak yang terjadi
dengan perangkat elektronik tidak menimbulkan jejak secara fisik karena manusia tidak
datang secara langsung dan tidak melakukan kontak secara fisik dengan tempat kejadian
perkara. Tapi bukti-bukti digital yang ada dapat dijadikan barang bukti dan pemeriksaan
harus dilakukan secara luas, tidak hanya terpaku pada tempat kejadian perkara yang utama,
namun dimungkinkan adanya tempat kejadian perkara yang lainnya sehingga kontak yang
terjadi pada kejahatan komputer dapat berupa kontak secara virtual.
Contoh kasus berupa pencurian uang secara online dengan cara membobol satu akun
bank korban dan kemudian mentransfer uangnya secara elektronik ke akun yang lain dan
terjadilah transaksi ilegal. Tidak ada jejak manusia dalam kasus ini (sepert jejak sepatu di
lantai, dll). Tapi hanya ada data berupa bit-bit dalam jaringan komputer. Dapat seperti log
transaksi, password yang berubah, log transfer uang, dan sebagainya. Ini merupakan contoh
bukti tidak langsung yang harus dianalisis. Bukti ini dapat bersifat sementara, volatile, semi
permanen, atau permanen. Ketika kejadian ini berlangsung, tidak ada jejak fisik yang
ditinggalkan si pelaku tersebut. Bahkan dengan luasnya internet sekarang, si pelaku dapat
melancarkan aksinya dari jarak ribuan mil. Sehingga penyidik juga harus memerika perangkat
seperti router, switch, server, Internet Exchange Points, dan traffic management dari ISP untuk
mencari lokasi si pelaku.
Faktanya pada zaman sekarang mencari dan menganalisa bukti digital tidaklah mudah.
Namun, bukti digital tersebut akan selalu ada. Jejak barang bukti tersebut dapat ditemukan di
komputer, server, switch, router, telpon seluler, dan lain sebagainya. Berdasarkan fakta-fakta
dan contoh kasus yang ada tadi, maka hipotesis Ken dan Dr. Zoen Bay yang dipaparkan diawal
tadi ternyata benar bahwa prinsip Locard Exchange tersebut bisa diterapkan dalam dunia
forensika digital.
Kesimpulan yang dapat kita ambil berdasarkan artikel yang ditulis oleh Ken dan Dr.
Zoen Bay ini adalah bahwa sebenarnya prinsip Locard Exchange tersebut masih dapat
diterapkan dalam dunia forensik digital. Adapun pengembangan yang dilakukan dengan
prinsip Cyber-Exchange juga sebenarnya hanya pengembangan dimana pada prinsip Locard
Exchange, kontak yang terjadi dan yang bersentuhan itu secara fisik, maka pada prinsip Cyber-

Exchange dikembangkan bahwa kontak yang terjadi dapat secara virtual dimana pelaku
kejahatan dapat melancarkan aksinya dari jarak yang sangat jauh sekalipun.

3. Frye Standard dan Daubert Standard


Dalam sebuah kasus persidangan dipengadilan pasti akan membutuhkan bukti ilmiah. Ada
dua standar yang digunakan untuk menentukan penerimaan barang bukti ilmiah, adalah frye
Standard dan daubert Standard.
a. Frye Standard
Frye Standard berasal dari Frye v. Amerika Serikat, 293 F. 1013 (DC Cir. 1923). Frye
Standard merupakan sebuah standar yang digunakan oleh pengadilan dengan menentukan
apakah metode, prosedur, teknik, atau prinsip yang menjadi masalah sudah diterima secara
umum oleh sejumlah komunitas ilmiah yang relevan di bidang tersebut. Dalam pembuktian
yang menggunakan metode Frye Standard, suatu bukti ilmiah dapat diakui di mata hukum
apabila terdapat kesaksian dari seorang ahli di bidang yang terkait, dimana ahli di bidang
terkait tersebut menjelaskan serta mendukung metode, prosedur, teknik, atau prinsip yang
mendasari bukti tersebut.
b. Daubert Standard
Pada tanggal 28 Juni 1993 Pengadilan federal amerika menerbitkan peraturan Daubert
v. Merrell Dow Pharmaceuticals, 509 U.S. 579, 113 S.Ct. 2786, 125 L.Ed. 2d 469, (U.S. Jun
28, 1993) (NO. 92-102). Yang mana peraturan ini akan menggantikan Frye daubert. Hal ini
dikarenakan adanya banyak kritik . Mahkamah agung AS merubah Standard penerimaan dari
saksi ahli menjadi barang bukti yang sah dan relevan.
Daubert Criteria adalah suatu standar yang digunakan oleh hakim pengadilan dalam
membuat penilaian awal apakah keterangan ilmiah dari seorang ahli didasarkan pada
metodologi atau pertimbangan yang valid secara ilmiah dan dapat diaplikasikan secara tepat
pada fakta-fakta yang dipermasalahkan (Cornell University Law School, 1992).
Kriteria Daubert Standard untuk menentukan nilai dari suatu bukti ilmiah meliputi halhal berikut ini:
1. whether the expert's theory and underlying methodology can be, or has, been tested:
Apakah teori dan metodologi yang digunakan ahli itu dapat atau sudah pernah diuji.

2. whether the technique or theory has been subjected to peer review and publication:
Apakah teknik atau teori yang digunakan ahli itu sudah pernah diajukan dalam review
peer groupnya atau sudah dipublikasikan.
3. whether the technique or theory has a "known or potential rate of error": Apakah teknik
atau teori yang digunakan ahli tersebut mempunyai tingkat kesalahan yang sudah
diketahui.
4. whether the technique or theory has been generally accepted in the scientific community:
Apakah teknik dan teori yang digunakan sudah diterima oleh komunitas ilmiah.

Perbedaan antara frye standard dan daubert standard, pada frye standard hanya
mendengarkan kesaksian dari saksi ahli saja dan hakim langsung menerima sedangkan pada
daubert standard selain dari mendengarkan masukan dari saksi ahli juga mendengarkan masukan
dari juri dan hakim sebagai pengambil keputusan yang akan menerima atau menolak kesaksian
dari saksi ahli tersebut.

REFRENSI

Marcella, Albert J., and Robert S. Greenfiled, Cyber Forensics a field manual for collecting,
examining, and preserving evidence of computer crimes, by CRC Press LLC, United States
of America
Eoghan Casey, Digital Evidence and Computer Crime, 2nd ed., hal. 20
Budi Rahardjo, Hukum dan Dunia Cyber, PT. Indosic, Jakarta, 2003
Locards

Exchange

Principle

Forensic

Handbook

Forensic

Handbook.

http://www.forensichandbook.com/locards-exchange-principle/. (diakses18-April-2016).
Ken Zatyko, & Dr. John Bay. (2011). The Digital Forensics Cyber Exchange Principle. from
http://www.forensicmag.com/articles/2011/12/digital-forensics-cyber-exchange-principle
(diakses 18-April-2016).
https://www.academia.edu/9864924/Sejarah_forensik_dan_digital_forensik (diakses 18 April
2016).
https://www.academia.edu/10367949/Sejarah_Forensik_dan_Forensika_Digital

(diakses

18

April 2016).
Crime investigation: physical evidence and the police laboratory. New York, 1953. (diakses 18
April 2016).
Cornell

University

Law

School.

1992.

Daubert

http://www.law.cornell.edu/wex/daubert_standard (diakses 18 April 2016).

Standard.

Anda mungkin juga menyukai