Anda di halaman 1dari 13

PENDAHULUAN

Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dikeluhkan oleh pasien. Salah satu
keluhan tersebut adalah nyeri kepala sebelah atau yang dikenal sebagai migrain.
30-40 % penduduk USA pernah mengalami nyeri kepala hebat pada masa hidupnya,
dimana nyeri tegang otot dan migraine menduduki peringkat nomor satu.1
Migrain merupakan penyakit yang sering terjadi di masyarakat baik mulai dari
anak-anak sampai dewasa, akan tetapi jarang setelah umur 40 tahun. Diperkirakan 9%
dari laki-laki, 16% dari wanita, dan 3-4% dari anak-anak menderita migrain. Dua
perseratus dari kunjungan baru di unit rawat jalan penyakit saraf menderita nyeri
kepala migrain. 2
Migrain merupakan nyeri kepala primer. Nyeri kepala biasanya terasa berdenyut
di satu sisi kepala (unilateral) dengan intensitas sedang sampai berat dan bertambah
dengan aktivitas. Dapat disertai mual dan atau muntah atau fonofobia dan fotofobia
Banyaknya dan frekuensi serangan sangat beraneka-ragam, dari tiap hari sampai satu
serangan per minggu atau bulan.1
Nyeri kepala ini merupakan penyakit yang sering menyebabkan disabilitas, di
lain pihak sampai saat ini tampaknya belum ada pengobatan yang dapat
menyembuhkan migrain kecuali hanya usaha mengendalikan serangan nyeri kepala
ini. Diagnosis yang akurat, memberi penerangan mengenai penyakitnya, berusaha
menenangkan pasien serta memberi perhatian dan mengajak pasien bekerja sama
dalam mengenal gejala dini dan gejala migrain pada umumnya serta tindakan
penanggulangannya merupakan bagian dari penatalaksanaan migrain yang dapat
menurunkan angka morbiditas pasien.1

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Migrain adalah serangan nyeri kepala berulang, dengan karakteristik lokasi
unilateral, berdenyut dan frekuensi, lama serta hebatnya rasa nyeri yang beraneka
ragam.2,3,5 Blau mengusulkan definisi migrain sebagai berikut nyeri kepala yang
berulang-ulang dan berlangsung 2-72 jam dan bebas nyeri antara serangan nyeri
kepalanya harus berhubungan dengan gangguan visual atau gastrointestinal atau
keduanya.2
Klasifikasi Migrain
Klasifikasi migrain menurut International Headache Society (IHS):
1. Migrain tanpa aura (common migraine)

Nyeri kepala selama 4-72 jam tanpa terapi. Pada anak-anak kurang dari
15 tahun, nyeri kepala dapat berlangsung 2-48 jam.

Nyeri kepala minimal mempunyai dua karakteristik berikut ini:

Lokasi unilateral
Kuafitas berdenyut
Intensitas sedang sampai berat yang menghambat aktivitas sehari-hari.
Diperberat dengan naik tangga atau aktivitas fisik rutin.
Selama nyeri kepala, minimal satu dari gejala berikut muncul:
Mual dan atau muntah

Fotofobia dan fonofobia

Minimal terdapat satu dari berikut:

Riwayat dan pemeriksaan fisik tidak mengarah pada kelainan lain.

Riwayat dan pemeriksaan fisik mengarah pada kelainan lain, tapi telah
disingkirkan dengan pemeriksaan penunjang yang memadai (mis: MRI
atau CT Scan kepala)

2. Migrain dengan aura (classic migraine)


Terdiri dari empat fase yaitu: fase prodromal, fase aura, fase nyeri kepala dan fase
postdromal. Aura dengan minimal 2 serangan sebagai berikut.

Satu gejala aura mengindikasikan disfungsi CNS fokal (mis: vertigo, tinitus,
penurunan pendengaran, ataksia, gejala visual pada hemifield kedua mata, disartria,
diplopia, parestesia, paresis, penurunan kesadaran)
Gejala aura timbul bertahap selama lebih dari 4 menit atau dua atau lebih gejala
(Aura ialah gejala fokal neurologi yang komplek dan dapat timbul sebelum, pada
saat atau setelah serangan nyeri kepala)
Nyeri kepala
Sama dengan migrain tanpa aura
3. Migraine with prolonged aura
Memenuhi kriteria migrain dengan aura tetapi aura terjadi selama lebih dari 60
menit dan kurang dari 7 hari.
4. Basilar migraine (menggantikan basilar artery migraine)
Memenuhi kriteria migrain dengan aura dengan dua atau lebih gejala aura sebagai
berikut: vertigo, tinnitus, penurunan pendengaran, ataksia, gejala visual pada
hemifield kedua mata, disartria, diplopia, parestesia bilateral, paresis bilateralda
penurunan derajat kesadaran.
5. Migraine aura without headache (menggantikan migraine equivalent atau
achepalic migraine)
Memenuhi kriteria migrain dengan aura tetepi tanpa disertai nyeri kepala
6. Childhood periodic syndromes that may be precursor to or associated with
migraine
7. Benign paroxysmal vertigo of childhood
-

Episode disekuilibrium, cemas, seringkali nystagmus atau muntah


yang timbul secara sporadis dalam waktu singkat.

Pemeriksaan neurologis normal.

Pemeriksaan EEG normal

8. Migrainous infraction (menggantikan complicated migraine)


-

Telah memenuhi kriteria migraine dengan aura.

Serangan yang terjadi sama persis dengan serangan yang sebelumnya,


akan tetapi defisit neurologis tidak sembuh sempurna dalam 7 hari dan
atau pada pemeriksaan neuroimaging didapatkan infark iskemik di daerah
yang sesuai

Penyebab infark yang lain disingkirkan dengan pemeriksaan yang


memadai.

Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti faktor penyebab migraine, di duga
sebagai gangguan neurobiologis, perubahan sensitivitas sistim saraf dan sistem
trigeminal-vaskular, sehingga migraine termasuk dalam nyeri kepala primer.
Diketahui ada beberapa faktor pencetus timbulnya serangan migraine yaitu:
a. Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/ perubahan
hormonal.
b. Stress dan kecemasan.
c. Terlambat makan
d. Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buah-buahan.
e. Cahaya kilat atau berkelip.
f. Cuaca terutama pada cuaca tekanan rendah
g. Psikis baik pada peristiwa duka ataupun pada peristiwa bahagia
h. Banyak tidur atau kurang tidur
i. Penyakit kronik misal penyakit ginjal kronik
j. Faktor herediter
k. Faktor kepribadian
Patofisiologi
Dulu migrain oleh Wolff disangka sebagai kelainan pembuluh darah (teori
vaskular). Sekarang diperkirakan kelainan primer di otak. Sedangkan kelainan di
pembuluh darah sekunder. Ini didasarkan atas tiga percobaan binatang2:
Penekanan aktivitas sel neuron otak yang menjalar dan meluas (spreading
depression dari Leao)
1. Teori Depresi
Teori depresi yang meluas Leao (1944), dapat menerangkan tumbuhnya aura pada
migrain klasik. Leao pertama melakukan percobaan pada kelinci. Ia menemukan
bahwa depresi yang meluas timbul akibat reaksi terhadap macam rangsangan lokal
pada jaringan korteks otak. Depresi yang meluas ini adalah gelombang yang menjalar
akibat penekanan aktivitas sel neuron otak spontan. Perjalanan dan meluasnya
gelombang sama dengan yang terjadi waktu kita melempar batu ke dalam air.
Kecepatan perjalanannya diperkirakan 2-5 mm per menit dan didahului oleh fase

rangsangan sel neuron otak yang berlangsung cepat. Jadi sama dengan perjalanan aura
pada migrain klasik.
Percobaan ini ditunjang oleh penemuan Oleson, Larsen dan Lauritzen (1981).
dengan pengukuran aliran darah otak regional pada penderita-penderita migrain
klasik. Pada waktu serangan migrain klasik, mereka menemukan penurunan aliran
darah pada bagian belakang otak yang meluas ke depan dengan kecepatan yang sama
seperti pada depresi yang meluas. Mereka mengambil kesimpulan bahwa penurunan
aliran darah otak regional yang meluas ke depan adalah akibat dari depresi yang
meluas.
Terdapat persamaan antara percobaan binatang oleh Leao dan migrain klinikal,
akan tetapi terdapat juga perbedaan yang penting, misalnya tak ada fase vasodilatasi
pada pengamatan pada manusia, dan aliran darah yang berkurang berlangsung terus
setelah gejala gejala aura. Meskipun demikian, eksperimen perubahan aliran darah
memberi kesan bahwa manifestasi migrain terletak primer di otak dan kelainan
vaskular adalah sekunder.
2. Sistem trigemino-vaskular
Pembuluh darah otak dipersarafi oleh serat-serat saraf yang mengandung
substansi P (SP), neurokinin-A (NKA) dan calcitonin-gene related peptid (CGRP).
Semua ini berasal dari ganglion nervus trigeminus sesisi SP, NKA. dan CGRP
menimbulkan pelebaran pembuluh darah arteri otak. Selain ltu, rangsangan oleh
serotonin (5hydroxytryptamine) pada ujung-ujung saraf perivaskular menyebabkan
rasa nyeri dan pelebaran pembuluh darah sesisi.
Seperti diketahui, waktu serangan migrain kadar serotonin dalam plasma
meningkat. Dulu kita mengira bahwa serotoninlah yang menyebabkan penyempitan
pembuluh darah pada fase aura. Pemikiran sekarang mengatakan bahwa serotonin
bekerja melalut sistem trigemino-vaskular yang menyebabkan rasa nyeri kepala dan
pelebaran pembuluh darah. Obat-obat anti-serotonin misalnva cyproheptadine
(Periactin) dan pizotifen (Sandomigran, Mosegor) bekerja pada sistem ini untuk
mencegah migrain.
3. lnti-inti syaraf di batang otak
Inti-inti saraf di batang otak misalnya di rafe dan lokus seruleus mempunyai
hubungan dengan reseptor-reseptor serotonin dan noradrenalin. Juga dengan

pembuluh darah otak yang letaknya lebih tinggi dan sumsum tulang daerah leher yang
letaknya lebih rendah. Rangsangan pada inti-inti ini menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah otak sesisi dan vasodilatasi pembuluh darah di luar otak. Selain itu
terdapat penekanan reseptor-reseptor nyeri yang letaknya lebih rendah di sumsum
tulang daerah leher. Teori ini menerangkan vasokonstriksi pembuluh darah di dalam
otak dan vasodilatasi pembuluh darah di luar otak, misalnya di pelipis yang melebar
dan berdenyut.
Faktor pencetus timbulnya migrain dapat dibagi dalam faktor ekstrinsik dan
faktor Intrinsik. Faktor ekstrinsik, misalnya ketegangan jiwa (stress), baik emosional
maupun fisik atau setelah istirahat dari ketegangan, makanan tertentu, misalnya buah
jeruk, pisang, coklat, keju, minuman yang mengandung alkohol, sosis yang ada bahan
pengawetnya. Lain-lain faktor pencetus seperti hawa terlalu panas, terik matahari,
lingkungan kerja yang tak menyenangkan, bau atau suara yang tak menyenangkan.
Faktor intrinsik, misalnya perubahan hormonal pada wanita yang nyeri kepalanya
berhubungan dengan hari tertentu siklus haid. Dikatakan bahwa migrain menstruasi
ini jarang terdapat, hanya didapatkan pada 3 dari 600-700 penderita. Pemberian pil
KB dan waktu menopause sering mempengaruhi serangan migrain.
Mual dan muntah mungkin disebabkan oleh kerja dopamin atau serotonin pada
pusat muntah di batang otak (chemoreseptor trigger zone/ CTZ). Sedangkan pacuan
pada hipotalamus akan menimbulkan fotofobia. Proyeksi/pacuan dari LC ke korteks
serebri dapat mengakibatkan oligemia kortikal dan mungkin menyebabkan penekanan
aliran darah, sehingga timbulah aura7.
Pencetus (trigger) migrain berasal dari:
a. Korteks serebri: sebagai respon terhadap emosi atau stress,
b. Talamus: sebagai respon terhadap stimulasi afferen yang
berlebihan: cahaya yang menyilaukan, suara bising, makanan,
c. Bau-bau yang tajam,
d. Hipotalamus sebagai respon terhadap 'jam internal" atau
perubahan "lingkungan" internal (perubahan hormonal),
e. Sirkulasi karotis interna atau karotis eksterna: sebagai respon
terhadap vasodilator, atau angiografi.

Terapi
Penatalaksaan migrain secara garis besar dibagi atas mengurangi faktor resiko,
terapi farmaka dengan memakai obat dan terapi nonfarmaka. Terapi farmaka dibagi
atas dua kelompok yaitu terapi abortif (terapi akut) dan terapi preventif (terapi
pencegahan), walau pada terapi nonfarmaka juga dapat bertujuan untuk abortif dan
pencegahan. Terapi abortif merupakan pengobatan pada saat serangan akut yang
bertujuan untuk meredakan serangan nyeri dan disabilitas pada saat itu dan
menghentikan progresivitas. Pada terapi preventif atau profilaksis migrain terutama
bertujuan untuk mengurangi frekwensi, durasi dan beratnya nyeri kepala.1,4
1. Mengurangi faktor risiko/pencetus

Stres dan kecemasan

Kurang atau telalu banyak tidur, perubahan jadwal seperti jetlag.

Hipoglikemia (terlambat makan)

Kelelahan

Perubahan hormonal seperti haid, obat hormonal

Kadar estrogen yang berfluktuasi dapat dilakukan dengan menghentikan pil KB


atau obat-obat pengganti estrogen

Diet

Menghindari makanan tertentu cukup membantu pada 25-30%


penderita migrain. Secara umum, makanan yang harus dihindari
adalah: MSG, beberapa minuman beralkohol (anggur merah, prot,
sherry, scotch, bourbon), keju (Colby, Roquefort, Brie, Gruyere,
cheddar, bleu, mozzarella, Parmesan, Boursault, Romano), coklat, dan
aspartame.

Diet dilakukan selama 1 bulan. Apabila setelah 1 bulan gejala tidak


membaik, berarti modifikasi diet tidak bermanfaat. Apabila makanan
menjadi pencetus gejala, maka jenis makanan tersebut harus
diidentifikasi dengan cara menambahkan satu jenis makanan sampai
gejala

muncul.

Sebaiknya

dibuat

diari

makanan

selama

mengidentifikasi makanan apa yang menjadi pencetus migrain, karena


beberapa jenis makanan dapat langsung menimbulkan gejala (anggur
merah, MSG), sementara makanan lain baru menimbulkan gejala
setelah 1 hari (coklat, keju).2

2. Terapi farmaka migrain


a. Terapi Abortif
Pada terapi abortif dapat diberikan analgesia nonspesifik yaitu analgesia yang
dapat diberikan pada kasus nyeri lain selain nyeri kepala, dan atau analgesia spesifik
yang hanya bekerja sebagai analgesia nyeri kepala. Secara umum dapat dikatakan
bahwa terapi memakai analgesia nonspesifik masih dapat menolong pada migrain
dengan intensitas nyeri ringan sampai sedang. Pada kasus sedang sampai berat atau
berespons buruk dengan OAINS pemberian analgesia spesifik lebih bermanfaat.
Domperidon atau metoklopramid sebagai antiemetik dapat diberikan saat
serangan nyeri kepala atau bahkan lebih awal yaitu pada saat fase prodromal. Fase
prodromal migrain dihubungkan dengan gangguan pada hipotalamus melalui
neurotransmiter dopamin dan serotonin. Pemberian antiemetik akan membantu
penyerapan lambung di samping meredakan gejala penyerta seperti mual dan muntah.
Kemungkinan timbulnya efek samping antiemetik seperti sedasi dan parkinsonism
pada orang tua patut diperhatikan.
b. Analgesik nonspesifik
Yang termasuk analgesia nonspesifik adalah asetaminofen (parasetamol), aspirin
dan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS). Pada umumnya pemberian analgesia
opioid dihindari. Beberapa obat OAINS yang telah diteliti diberikan pada migrain
antara lain adalah:
-

Diklofenak.

Ketorolak.

Ketoprofen.

Indometasin.

Ibuprofen.

Naproksen.

Golongan fenamat.

Ketorolak IM membantu pasien dengan mual atau muntah yang berat. Kombinasi
antara asetaminofen dengan aspirin atau OAINS serta penambahan kafein dikatakan
dapat menambah efek analgetik, dan dengan dosis masing-masing obat yang lebih
rendah diharapkan akan mengurangi efek samping obat. Mekanisme kerja OAINS

pada umumnya terutama menghambat enzim siklooksigenase sehingga sintesa


prostaglandin dihambat.1
Pasien diminta meminum obatnya begitu serangan migrain terasa. Dosis obat
harus adekuat baik secara obat tunggal atau kombinasi. Apabila satu OAINS tidak
efektif dapat dicoba OAINS yang lain. Efek samping pemberian OAINS perlu
dipahami untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Pada wanita hamil hindari
pemberian OAINS setelah minggu ke 32 kehamilan. Pada migrain anak dapat
diberikan asetaminofen atau ibuprofen.
c. Analgesik spesifik
Yang termasuk analgesik spesifik yang sering digunakan adalah ergotamin,
dihidroergotamin (DHE) dan golongan triptan yang merupakan agonis selektif
reseptor serotonin pada 5-HT1, terutama mengaktivasi reseptor 5HT I B / 1 D. Di
samping itu ergotamin dan DHE juga berikatan dengan reseptor 5-HT2, 1dan 2nonadrenergik dan dopamin.1
Analgesik spesifik dapat diberikan pada migrain dengan nyeri sedang sampai
berat. Pertimbangan harga kadang menjadi penghambat dipakainya analgesia spesifik
ini, walaupun golongan ini merupakan pilihan sebagai antimigrain. Ergot lebih murah
dibanding golongan triptan tetapi efek sampingnya lebih besar. Penyebab lain yang
menjadi penghambat adalah preparat ini di Indonesia hanya tersedia dalam bentuk
oral dan dari golongan triptan hanya ada sumatriptan. Ergotamin dan DHE diberikan
pada migrain sedang sampai berat apabila analgesia nonspesifik kurang terlihat
hasilnya atau memberi efek samping.
Dosis dan cara pemberian ergotamin dan DHE harus diperhatikan. Kombinasi
ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah absorpsi ergotamin selain
sebagai analgesik pula. Hindari pada kehamilan, hipertensi tidak terkendali, penyakit
serebrovaskuler, kardiovaskuler dan penyakit pembuluh perifer (hati-hati pada pasien
> 40 tahun) serta gagal ginjal, gagal hati dan sepsis. Efek samping yang mungkin
timbul antara lain mual, dizziness, parestesia, kramp abdominal. Ergotamin biasanya
diberikan pada episode serangan tunggal. Dosis dibatasi tidak melebihi 10
mg/minggu.1
Sumatriptan dapat meredakan nyeri, mual, fotofobia dan fonofobia sehingga
memperbaiki disabilitas pasien. Diberikan pada migrain berat atau pasien yang tidak
memberikan respon dengan analgesia nonspesifik dengan atau tanpa kombinasi. Dosis

awal sumatriptan adalah 50 mg dengan dosis maksimal dalam 24 jam 200 mg. Kontra
indikasi antara lain adalah pasien, yang berisiko penyakit jantung koroner, penyakit
serebrovaskuler, hipertensi yang tidak terkontrol, migrain tipe basiler. Efek samping
berupa dizziness, heaviness, mengantuk, nyeri dada non kardial, disforia.
Golongan triptan generasi kedua (zolmitriptan, eletriptan, naratriptan, rizatriptan)
yang tidak ada di Indonesia sebenarnya mempunyai respons yang lebih baik,
rekurensi nyeri kepala yang lebih rendah dan lebih dapat ditoleransi.
Nama obat dan cara pemberian untuk penderita migrain:
-

Sumatriptan 6 mg SC

Rizatriptan 10 mg oral

Eletriptan 80 mg oral

Zolmitriptan 5 mg oral

Eletriptan 40 mg oral

Sumatriptan 20 mg intranasal

Sumatriptan 100mg oral

Rizatriptan 2,5 mg oral

Zolmitriptan 2,5 mg oral

Sumatriptan 50 mg oral

Naratriptan 2,5 mg oral

Eletriptan 20 mg oral .

d. Terapi preventif
Terapi preventif harus selalu diminum tanpa melihat adanya serangan atau tidak.
Pengobatan dapat diberikan dalam jangka waktu episodik, jangka pendek (subakut)
atau jangka panjang (kronis). Terapi episodik diberikan apabila faktor pencetus nyeri
kepala dikenal dengan baik sehingga dapat diberikan analgesia sebelumnya. Terapi
preventif jangka pendek berguna apabila pasien akan terkena faktor risiko yang telah
dikenal dalam jangka waktu tertentu seperti pada migrain menstrual. Terapi preventif
kronis akan diberikan dalam beberapa bulan bahkan tahun tergantung respons pasien.
Biasanya diambil patokan minimal dua sampai tiga bulan.Indikasi dari terapi
preventif adalah:

Penyakit kambuh beberapa kali dalam sebulan

Penyakit berlangsung terus menerus selama beberapa minggu atau


bulan

Penyakit sangat mengganggu kuafitas/gaya hidup penderita.

Adanya kontra indikasi atau efek samping yang tidak dapat ditoleransi
terhadap terapi abortif.

Kecenderungan pemakaian obat yang berlebih pada terapi abortif.

Terapi profilaksis lini pertama: calcium channel blocker (verapamil),


antidepresan trisiklik (nortriptyline), dan beta blocker (propanolol)

Terapi

profilaksis

lini

kedua:

methysergide,

asam

valproat,

asetazolamid.
-

Mekanisme kerja obat-obat tersebut tidak seluruhnya dimengerti.


Diduga obat tersebut menghambat pelepasan neuropeptida ke dalam
pembuluh darah dural melalui efek antagonis pada reseptor 5-HT2. Satu
jenis obat profilaksis tidak lebih efektif daripada obat yang lain. oleh
karena itu, bila tidak ada kontraindikasi, verapamil lebih sering
digunakan pada awal terapi karena efek sampingnya paling minimal
dibandingkan yang lain.

Apabila dizziness tidak dapat dikontrol dengan satu obat, gunakan


jenis obat yang lain. Bila dizziness sudah terkontrol, obat diberikan
terus menerus selama minimal 1 tahun (kecuali methysergide yang
memerlukan interval bebas obat selama 3-4 minggu pada bulan ke-6
terapi). Obat dapat diberikan ulang pada tahun berikutnya apabila
dizziness muncul lagi setelah terapi dihentikan. Berikut ini nama obat
dan dosis pemberian:

Propranolol 40-240 mg/hari

Nadolol 20-160 mg/ hari

Metoprolol 50-100 mg/ hari

Timolol 20-60 mg/ hari

Atenolol 50-100 mg/ hari

Amitriptilin 10-200 mg/ hari

Nortriptilin 10-150 mg/ hari

Fluoksetin 10-80 mg/ hari

Mirtazapin 15-45 mg/ hari

Valproat 500-1500 mg/ hari

Topiramat 50-200 mg/ hari

Gabapentin 900-3600 mg/ hari

Verapamil 80-640 mg/hari

Flunarizin 5-1 0 mg/hari

Nimodipin 30-60 mg qid

3. Terapi nonfarmaka
Walaupun terapi farmaka merupakan terapi utama migrain, terapi nonfarmaka
tidak bisa dilupakan. Pada kehamilan terapi nonfarmaka bahkan diutamakan. Terapi
nonfarmaka dimulai dengan edukasi dan menenangkan pasien (reassurance). Pada
saat serangan pasien dianjurkan untuk menghindari stimulasi sensoris berlebihan. Bila
memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang dengan dikompres dingin.
Menghindari faktor pencetus mungkin merupakan terapi pencegahan yang murah.
Intervensi terapi perilaku (behaviour) sangat berperan dalam mengatasi nyeri
kepala yang meliputi terapi cognitive-behaviour, terapi relaksasi serta terapi
biofeedback dengan memakai alat elektromiografi atau memakai suhu kulit atau
pulsasi arteri temporalis. Olahraga terarah yang teratur dan meningkat secara bertahap
umumnya sangat membantu. Beberapa penulis mengusulkan terapi alternatif lain
seperti meditasi, hipnosis, akupunktur dan fitofarmaka. Pada migrain menstrual dapat
dianjurkan mengurangi garam dan retensi cairan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sadeli H. A. 2006. Penatalaksanaan Terkini Nyeri Kepala
Migrain. Dalam Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah
Nasional II Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Airlangga University Press. Surabaya.
2. Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua.
Gajahmada University Press. Yogyakarta.
3. Dahlem

M.,

Podoll

K.

2007.

Migraine

Headache.

http://www.migraine-aura.com/content/e27892/index_en.html.

4. Arrynugrah,

MB.,

Migrain,

available

at:

http://bimaarry.blogspot.com/ 2009/01/bimaarry.blogspot.com.
5. Anonimous, Askep Migrain/ Sakit Kepala Sebelah, available
at:

http://askep-kesehatan.blogspot.com/2009/07/askep-

migrainsakit-kepala-sebelah.html.
6. Sahai, SS., Pathophysiology and Treatment of Migraine and
Related

Headache,

available

at:

http://emedicine.medscape.com/neurology# headache.
7. Wibowo S., Gofir A. 2001. Farmakologi dalam Neurologi.
Salemba Medika. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai