BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial ekonomi (Kusnanto, 2004).
Sehat merupakan keadaan seimbang bio-psiko-sosio-spiritual yang dinamis yang
memungkinkan individu untuk menyesuaikan diri sehingga dapat berfungsi
secara optimal guna memenuhi kebutuhan dasar melalui aktivitas hidup seharihari sesuai dengan tingkat tumbuh kembangnya. Sehat sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum adalah hak dan tanggung jawab setiap individu yang harus
diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti dimaksud dalam
pembukaan UUD 1945, oleh karena itu harus dipertahankan dan ditingkatkan
melalui upaya promotif, preventif, dan rehabilitatif (Kusnanto, 2004).
Cedera kepala merupakan salah satu masalah kesehatan yang merupakan
penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan
sebagian besar terjadi kecelakaan lalu lintas, disamping penanganan di lokasi
kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan
awal dan di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan
prognosis selanjutnya (Mansjoer, A, dkk, 2000).
Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara
penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan
jalan raya. Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahun akibat cedera
kepala, dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan
perawatan di rumah sakit (Smeltzer & Bare, 2001).
Statistik Negara-negara yang sudah maju menunjukkan bahwa trauma
kepala mencakup 26% dari jumlah segala macam kecelakaan yang
mengakibatkan seseorang tidak bisa bekerja lebih dari satu hari sampai selama
jangka panjang. Kurang lebih 33% kecelakaan yang berakhir kematian
menyangkut trauma kepala. Diluar medan peperangan lebih dari 50% dari
trauma kepala terjadi karena kecelakaan lalu lintas, selebihnya dikarenakan
pukulan atau jatuh. Orang-orang yang mati karena kecelakaan, 40% sampai 50%
meninggal sebelum mereka sampai di rumah sakit, dari mereka yang
dimasukkan rumah sakit dalam keadaan masih hidup 40% meninggal dalam satu
hari dan 35% dalam satu minggu perawatan, jika kita meneliti sebab dari
kematian dan cacat yang menetap akibat trauma kepala, maka 50% ternyata
disebabkan oleh gangguan perdarahan sebagai yang terkait secara tidak
langsung pada trauma, komplikasi berupa perubahan tonus pembuluh darah
serebral, perubahan-perubahan yang menyangkut sistem kardiopulmonal yang
bisa menimbulkan gangguan pada tekanan darah, PO2 arterial atau
keseimbangan asam basa (Mardjono & Sidharta, 2004).
Menurut Narayan (1991) dalam Saanin (2007), diperkirakan lebih dari separuh
kematian karena cedera, cedera kepala berperan nyata atas autcome. Pada
pasien dengan cedera berganda, kepala adalah yang paling sering mengalami
cedera, dan pada kecelakaan lalu lintas yang fatal, otopsi memperlihatkan
bahwa cedera otak ditemukan pada 75% penderita untuk setiap kematian
terhadap dua kasus dengan cacat tetap biasanya sekunder terhadap cedera
kepala.
Cedera kepala biasanya terjadi pada dewasa muda antara 15-44 tahun,
pada umumnya rata-rata adalah usia sekitar 30 tahun dan laki-laki 2 kali lebih
sering mengalaminya (Kalsbeek, 1980) dalam Saanin (2007).
Sedangkan menurut Miller (1978) dalam Saanin (2007), memperkirakan
kecelakaan kendaraan bermotor adalah penyebab yang paling sering terjadinya
cedera kepala, diperkirakan sekitar 49% dari kasus, biasanya dengan derajat
cedera kepala yang lebih berat dan lebih sering mengenai usia 15-24 tahun.
Sedangkan jatuh lebih sering terjadi pada anak-anak serta biasanya dalam
derajat yang kurang berat. Pasien dengan kecelakaan kendaraan bermotor
biasanya disertai cedera berganda, dan lebih dari 50% penderita cedera berat
disertai oleh cedera sistematik berat.
Di Amerika Serikat, kejadian Head Injury (cedera kepala) setiap tahunnya
diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal
dunia sebelum tiba dirumah sakit. Sedangkan yang sampai rumah sakit, 80%
dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan (CKR), dan 10% termasuk dalam
cedera kepala sedang (CKS),dan 10% sisanya adalah digolongkan sebagai
cedera kepala berat (CKB). Insiden cedera kepala terutama terjadi pada
kelompok usia produktif antara 15-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas merupakan
penyebab 48%-53% dari insiden cedera kepala, 20%-28% lainnya karena jatuh,
dan 3%-9% disebabkan oleh tindakan kekerasan, kegiatan olah raga dan rekreasi
(Irwana, 2009).
Menurut Oman, KS, dkk (2008), prevalensi cedera kepala di Amerika Serikat ada
2 juta kasus yang terjadi setiap tahunnya, satu setengah juta merupakan cedera
ringan yang ditangani sebagai pasien rawat jalan, sedangkan 500.000 kasus
mengalami cedera kepala yang cukup parah dan memerlukan perawatan
dirumah sakit, jumlah tersebut memprediksikan besarnya kemungkinan
menghadapi pasien-pasien cedera kepala, cedera kepala merupakan penyebab
separuh dari seluruh kematian akibat kecelakaan kendaraan bermotor, orang
muda yang berusia 15-24 tahun, memiliki insiden cedera kepala yang paling
tertinggi, dan orang tua merupakan kelompok berikutnya yang mempunyai
angka insiden tertinggi, serta dengan bertambahnya populasi manula di Amerika
Serikat, insiden tersebut akan meningkat.
Sedangkan data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu
rumah sakit di Jakarta yaitu Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, diperikan untuk
rawat inap, terdapat 60%-70% dengan cedera kepala ringan (CKR), 15%-20%
cedera kepala sedang (CKS), dan sekitar 10% dengan cedera kepala berat (CKB),
angka kematian tertinggi sekitar 35%-50% akibat cedera kepala berat (CKB), dan
untuk cedera kepala sedang (CKS) 5%-10%, sedangkan untuk cedera kepala
ringan tidak ada yang meninggal (Irwana, 2009).
Menurut data yang didapat dari Medical Record Rumah Sakit Umum Daerah dr.
H.Yuliddin Away Tapaktuan, jumlah penderita cedera kepala (Head Injury) yang
terhitung dari bulan Januari sampai bulan Desember 2009 mencapai 934 kasus
dari 1305 pasien (71,57%) yang di rawat di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah
Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan, sedangkan dari bulan Januari
sampai bulan Maret 2010 mencapai 100 kasus cedera kepala (Head Injury) dari
339 pasien (29,49%) yang di rawat di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah Sakit
Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan.
BATASAN PENULISAN
Batasan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini penulis membatasi ruang lingkup
tentang Asuhan Keperawatan Pada An. I, umur 14 tahun, jenis kelamin
Perempuan, Agama Islam, Alamat Gunong PuloKota Fajar, di Ruang Rawat Inap
Bedah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan, selama 3
(tiga) hari rawatan dimulai tanggal 06 Juli 2010 s/d 08 Juli 2010.
Adapun diagnosa yang muncul pada kasus Head Injury (cedera kepala) menurut
Doenges (1999), yaitu :
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran
darah oleh SOL (Hemoragik, Hematoma), edema serebral (respon lokal atau
umum pada cedera, perubahan metabolik, takar lajak obat / alkohol), penurunan
tekanan darah iskemik/hipoksia, (Hipovolemia, Disritmia jantung).
Resiko tinggi terhadap pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular (cedera pada pusat pernafasan otak), kerusakan kognitif,
obstruksi trakeobronkial.
Perubahan persepsi sensorik berhubungan dengan transmisi integrasi (trauma
atau defisit neurologis).
Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis konflik
psikologis.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif,
penurunan kekuatan/tahanan.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak,
prosedur invasif, penurunan kerja silia, statis cairan tubuh, kurang nutrisi, respon
inflamasi tertekan (penggunaan steroid), perubahan integritas sistem tertutup
(kebocoran CSS).
Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien
(penurunaan tingkat kesadaran), kelemahan otot yang diperlukan untuk
mengunyah, menelan, status hipermetabolik.
Nyeri berhubungan dengan agen pencedera biologis, adanya proses infeksi /
inflamasi, cedera, toksin dalam sirkulasi.
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis
situasional, ketidakpastian tentang hasil / harapan.
2.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah.
3.
C.
TUJUAN PENULISAN
1.
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan.
c.
Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien An. I dengan Head Injury
GCS 11 di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin
Away Tapaktuan.
d.
Menyusun rencana keperawatan pada pasien An. I dengan Head Injury GCS
11 di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away
Tapaktuan.
e.
Melaksanakan implementasi keperawatan pada pasien An. I dengan Head
Injury GCS 11 di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H.
Yuliddin Away Tapaktuan.
f.
Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien An. I dengan Head
Injury GCS 11 di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H.
Yuliddin Away Tapaktuan.
D.
METODE PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini
adalah metode deskriptif merupakan study kasus mengenai frekuensi dan
distribusi suatu penyakit pada manusia atau masyarakat. Menurut karakteristik
orang yang menderita (person), tempat kejadian (place) dan waktu terjadinya
(time) penyakit (Candra,B, 2008).
Sedangkan menurut Notoadmodjo, S (2005), metode deskriptif adalah metode
yang dilakukan dengan tujuan utama untuk gambaran atau deskriptif tentang
suatu keadaan secara objektif. Metode penelitian dekriptif digunakan untuk
memecahkan atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi
sekarang penelitian ini dilakukan dengan menempuh langkah-langkah
pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan / analisis data, membuat kesimpulan
dan laporan.
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan pada An. I dengan Head Injury
GCS 11 di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin
Away Tapaktuan adalah :
1.
Study Kepustakaan
Study Kasus
Wawancara
Observasi
Pemeriksaan fisik
Memeriksa keadaan fisik pasien dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi.
d.
Pemeriksaan penunjang
Study dokumentasi
SISTEMATIKA PENULISAN
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
BIODATA PENULIS
BAB II
KONSEP DASAR TEORITIS
A.
KONSEP DASAR
1.
Pengertian
Klasifikasi
1.
Ringan
1.
GCS 14-15
2.
3.
b.
Sedang
1.
GCS 9-13
2.
Kontusio
3.
4.
5.
Kejang.
c.
Berat
1.
GCS 3-8
2.
Koma
3.
4.
Sedangkan menurut Suriadi & Yuliani (2001), dalam Irwana (2009), klasifikasi
cedera kepala menurut SKG :
a.
Minor
1.
SKG 13-15
2.
3.
4.
5.
b.
Sedang
1.
SKG 9-12
2.
Kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari
24 jam.
3.
c.
Berat
1.
SKG 3-8
2.
3.
2.
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak
dan melukai durameter, saraf otak, jaringan otak dan terdapat tanda dan gejala
dari fraktur basis trauma kepala terbuka yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
b.
1.
Komosio
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Disorientasi sementara
g.
2.
Konkusio
a.
b.
c.
Perdarahan
Gejalanya :
a.
b.
c.
d.
3.
Hematoma epidural
a.
b.
c.
Gejalanya :
a.
b.
c.
d.
Koma
e.
f.
4.
Hematoma subdural
a.
b.
1.
Akut
a.
b.
c.
d.
2.
Subakut
a.
b.
c.
d.
Kesadaran menurun
3.
Kronis
a.
Ringan
b.
c.
Sakit kepala
d.
Lethargi
e.
f.
Disfagia
5.
Hematoma intrakranial
a.
b.
Sedangkan menurut Price, S & Wilson, LM (2005), tipe trauma kepala tertutup
yaitu terdiri dari :
1.
Hematoma epidural
Merupakan gejala sisa yang serius akibat cedera kepala dan menyebabkan
angka mortalitas 50%, hematoma epidural paling sering terjadi di daerah
parietotemporal akibat robekan arteri meningen media dan pada umumnya
berasal dari arteria.
Gejala dan tanda pada hematoma epidural yang tampak bervariasi yaitu :
a.
b.
2.
Hematoma subdural
Hematoma subdural berasal dari vena yang pada umumnya timbul akibat ruptur
vena yang terjadi dalam ruangan subdural.
Hematoma subdural dipilih menjadi berbagai tipe dengan gejala dan prognosis
yang berbeda yaitu :
a.
1.
Menimbulkan gejala neurologik yang penting dan serius dalam 24-48 jam
setelah cedera
2.
b.
1.
Defisit neurologik bermakna dalam waktu lebih dari 48 jam tetapi kurang
dari 2 minggu setelah cedera.
2.
3.
Ketidaksadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yang
bertahap.
4.
c.
1.
Awitan gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu, dan bahkan
beberapa tahun setelah cedera awal
2.
Merobek salah satu vena yang melewati ruang subdural sehingga terjadi
perdarahan lambat kedalam ruang subdural
3.
Terjadi kerusakan sel-sel darah dalam hematoma sehingga terbentuk
perbedaan tekanan osmotik yang menyebabkan tertariknya cairan kedalam
hematoma
4.
5.
Progresif dalam tingkat kesadaran termasuk apati, letargi, berkurangnya
perhatian
6.
Hemiparesis
Fraktur tengkorak
a.
b.
Terbuka dan tertutup basis dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinalis
(CSS)
2.
Lesi intrakranial
a.
b.
Difus
3.
Etiologi
Adapun etiologi dari cedera kepala menurut Suriadi & Yuliani (2001), yaitu :
a.
b.
Jatuh
c.
d.
e.
Menurut Sjamsuhidajat, R & Jong, WD (2004), etiologi dari trauma kepala terdiri
dari :
a.
Benda tajam
b.
Benda tumpul
c.
Peluru
d.
Olah raga
b.
Jatuh
c.
4.
Patofisiologi
Hypoksemia
Kelainan metabolisme
Konkusio serebri
Gangguan autoregulasi
Rangsangan simpatis
Stress
Tekanan vasikuler
Katekolamin
Sistemik dan TD
lambung
Sekresi asam
O2
Gangguam metabolisme
Asam laktat
Oedem otak
Tekanan pembuluh
mual, muntah
darah pulmonal
Gangguan perfusi
output
Oedem paru
Cardiac
jaringan serebral
Difusi O2 terhambat
Gangguan
perfusi
jaringan
5.
Manifestasi Klinis
Menurut Suriadi & Yuliani (2001), manifestasi klinis cedera kepala adalah :
a.
b.
Kebingungan
c.
d.
Pucat
e.
f.
Pusing kepala
g.
Terdapat hematoma
h.
Kecemasan
i.
j.
Bila fraktur kemungkinan adanya liquor yang keluar dari hidung dan
telinga (otorhoe ) bila fraktur tulang temporal.
Menurut Mufti (2009), manifestasi klinis dari cedera kepala yaitu :
a.
Sistem pernafasan
1.
Chyne stokes
2.
Hiperventilasi
3.
Apnea
4.
Edema paru
b.
Sistem kardiovaskuler
1.
a.
Disritmia
b.
Fibrilasi
c.
Takikardia
2.
3.
4.
c.
Sistem metabolisme
1.
2.
Stress fisiologis
d.
1.
2.
Perdarahan lambung
3.
Katekolamin meningkat
Menurut Smeltzer & Bare (2001), manifestasi klinis dari cedera kepala adalah :
1.
2.
Menimbulkan hemoragi dari hidung, faring, atau telinga dan darah terlihat
dibawah konjungtiva
3.
Memar otak
4.
5.
Fraktur dasar tengkorak biasanya di curigai ketika CSS keluar dari telinga
(ottorea) dan (rinorhoe) dari hidung
6.
Laserasi
7.
Kontusi otak
a.
Nyeri kepala
b.
Nausea
2.
a.
Gangguan memori
b.
3.
a.
Kecemasan
b.
Iritabilitas
4.
a.
b.
c.
d.
Nyeri kepala dapat muncul segera/bertahap sering dengan peningkatan
tekanan intrakranial
e.
f.
Perubahan perilaku kognitif dan fisik pada berbicara dan gerakan motorik
dapat timbul segera atau secara lambat
6.
Komplikasi
b.
Perdarahan
c.
Kejang
d.
Pasien dengan fraktur tengkorak, khususnya pada dasarnya tengkorak
beresiko terhadap bocornya cairan serebrospinal (CSS) dari hidung (rinorea) dan
dari telinga (otorea)
e.
7.
Pemeriksaan penunjang
a.
Serebral angiography
X-Ray
Kadar elektrolit
Scree toxicologi
b.
c.
Sinar X
d.
BAER (Brain Auditori Evoked Respons) : menentukan fungsi korteks dan
batang otak
e.
PET (Positron Emission Tomography) : menunjukkan perubahan
metabolisme pada otak
f.
g.
h.
Kadar antikonvulsan darah : mendeteksi tingkat terapi yang cukup efektif
untuk mengatasi kejang
8.
Penatalaksanaan
Dexamethason/kalmethason
Therapy hiperventilasi
Pemberian analgetika
d.
Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau
glukosa 40% atau gliserol 10%
e.
Antibiotika yang mengandung Barrier darah otak (penisilin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidazole
f.
Pada pasien trauma ringan bila mual muntah tidak dapat diberikan apapun
kecuali hanya cairan infus dekstrosa 5%, aminofusin, aminofel (18 jam pertama
dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
g.
Pembedahan
h.
Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak
cairan, dektosa 5% 8 jam pertama, ringer dekstrose 8 jam kedua dan dektrose
5% 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya apabila kesadaran rendah, makanan
diberikan melalui nasogastrictube (2500-3000TKTP)
i.
1.
a.
b.
c.
Pertahankan tulang servikal segaris dengan badan dengan memasang
kolar servikal
d.
e.
Jika cedera orofasial mengganggu jalan nafas maka pasien harus di
intubasi.
2.
Menilai pernafasan
a.
b.
c.
Jika pasien bernafas spontan, sedikit dan atasi cedera dada berat seperti
pneumothorak, pneumothorak tensif, hemopneuthorak
d.
Pasang oksimeter nadi jika tersedia dengan tujuan menjaga saturasi
oksigen minimum 95%
e.
Jika nafas pasien tidak terlindung bahkan terancam atau memperoleh
oksigen yang adekuat (PaO2 > 95 mmHg dan PaCO2 < 40 mmHg serta saturasi
O2 > 95%) atau muntah maka pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh
anestesi.
3.
Menilai sirkulasi
a.
b.
c.
dada
d.
e.
f.
Pasang jalur intravena yang besar, ambil darah vena untuk pemeriksaan
darah perifer lengkap, ureum, elektrolit, glukosa dan analisa gas darah arteri
(AGDA)
g.
4.
a.
Mula-mula diberikan diazepam 10 mg intravena perlahan-lahan dan dapat
diulangi sampai 3 kali bila masih kejang.
b.
Bila tidak berhasil dapat diberikan fenitoin 15 mg/kg BB diberikan intravena
secara perlahan-lahan dengan kecepatan tidak melebihi 50 mg/menit.
5.
a.
1.
2.
3.
4.
5.
b.
1.
2.
Konkusio
3.
4.
Muntah
5.
Tanda kemungkinan fraktur kranium (battle, mata rabun, hemotimpanum,
otorea, atau rinorea cairan CSS).
6.
Kejang
c.
1.
2.
3.
4.
b.
Pedoman penatalaksanaan
1.
Pada pasien dengan cedera kepala dan/leher, lakukan foto tulang belakang
servikal (proyeksi anterior posterior, lateral dan odontoid) kolar servikal baru
dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh tulang servikal C1-C7.
2.
Pada semua pasien cedera kepala sedang dan berat, lakukan prosedur
berikut :
a.
Pasang jalur intravena dengan larutan salin normal (NaCl 0,9%) atau
larutan ringer laktat : cairan isotonis lebih efektif menggantikan volume
intravaskuler dari pada cairan hipotonis,
dan larutan ini tidak menambah edema serebri.
b.
Lakukan pemeriksaan : hematokrit, periksa darah perifer lengkap,
trombosit, kimia darah (glukosa, ureum, dan kreatinin, masa protombin atau
masa tromboplastin parsial, skrining toksikologi dan kadar alkohol bila perlu.
3.
Pada pasien yang koma (skor GCS < 8) atau pasien dengan tanda-tanda
herniasi, lakukan tindakan berikut ini:
a.
b.
Hiperventilasi : intubasi dan berikan ventilasi mandatorik intermiten
dengan kecepatan 16-20 kali/menit dengan volume tidal 10-12 ml/kg, atur
tekanan CO2 sampai 28-32 mmHg, hipokapnea harus dihindari sebab dapat
menyebabkan vasokontriksi dan iskemia serebri.
c.
Berikan monitol 20% 1 gram/kg intravena dalam 20-30 menit. Dosis
ulangan dapat diberikan 4-6 jam kemudian yaitu sebesar dosis semula setiap
6 jam sampai maksimal 48 jam pertama
d.
e.
Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi operasi (hematoma epidural yang
besar, hematoma subdural, cedera kepala terbuka, dan fraktur impresi > 1
diploe)
9.
Prognosis
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam,
2001).
a.
Identitas Pasien
Identitas ini bertujuan untuk mengenal pasien dan mempermudah hubungan saling percaya antara perawat dan pasien, yang perlu ditanyakan yaitu :
nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, suku/bangsa, agama, status perkawinan,
tanggal masuk (Hidayat, 2006).
b.
Riwayat Kesehatan
Pemeriksaan Fisik
1.
Inspeksi
Palpasi
Suatu teknik yang menggunakan indera peraba. Tangan dan jari-jari adalah suatu
instrument yang sensitive dan digunakan untuk mengumpulkan tentang
temperatur, turgor, bentuk, kelembaban, vibrasi, dan ukuran (Nursalam, 2001).
3.
Perkusi
Auskultasi
Validasi Data
Validasi data merupakan upaya untuk memberikan justifikasi pada data yang
dikumpulkan dengan melakukan perbandingn data subjektif dan data objektif
yang didapatkan dari berbagai sumber dengan berdasarkan standar nilai normal,
untuk diketahui kemungkinan tambahan atau pengkajian ulang tentang data
yang ada (Hidayat, AA, 2004).
Menurut Nursalam (2001), data subjektif adalah data yang didapatkan dari klien
sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut
tidak dapat ditentukan oleh perawat secara independen tetapi melalui suatu
interaksi atau komunikasi, data subjektif sering didapatkan dari riwayat
keperawatan termasuk persepsi klien, dan ide tentang status kesehatannya.
Sedangkan data objektif adalah data yang dapat diobservasi dan di ukur,
informasi tersebut dapat diperoleh selama pemeriksaan fisik.
Dasar data pengkajian pasien cedera kepala (Head Injury) menurut Doenges
(1999), tergantung pada tipe, lokasi, dan keparahan cedera dan mungkin
dipersulit oleh cedera tambahan pada organ-organ vital.
a.
Aktivitas/istirahat
Gejala
Tanda
: Perubahan kesadaran, letargi, hemipareses, Quadreplegia,
ataksia cara berjalan tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (trauma)
ortopedi, kehi-langan tonus otot, otot spastik
b.
Sirkulasi
Gejala
: Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan
frekuensi jantung (Bradikardia), takikardia yang diselingi dengan bradikardia,
disritmia.
c.
Integritas Ego
Gejala
dramatis)
Tanda
dan impulsif.
d.
Eliminasi
Gejala
fungsi
e.
Makanan / Cairan
Gejala
Tanda
: Muntah (mungkin proyektif), gangguan menelan (batuk, air liur
keluar, disfagia).
f.
Neurosensori
Gejala
: Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada
ekstremitas, perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya,
diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotopobia,
gangguan pengecepan/penciuman.
Tanda
: Perubahan kesadaran sampai bisa koma, perubahan status
mental (orentasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah,
pengaruh emosi tingkah laku/memori). Perubahan pupil (respon terhadap cahaya
dan simetri), deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti, kehilangan
pengindraan, wajah tidak simetris, genggaman lemah, tidak seimbang, refleks
tendon dalam tidak ada dan lemah, apraksia, hemiparese, quadreplegia, postur
(dekortikasi, deserebrasi), kejang, sangat sensitive terhadap sentuhan dan
gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi
tubuh.
g.
Nyeri / Kenyamanan
Gejala
: Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang bebeda,
biasanya lama.
Tanda
: Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri
yang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih
h.
Pernafasan
Gejala
Keamanan
: Trauma baru / trauma karena kecelakaan
Tanda
: Fraktur / dislokasi, gangguan penglihatan, kulit, laserasi, abrasi,
perubahan warna, tanda battle di belakang telinga (tanda adanya trauma)
adanya aliran cairan (drainase) dari telinga/hidung (CSS), gangguan kognitif,
gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami
paralysis, demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh
j.
Interaksi sosial
Tanda
: afasia sensorik atau motorik, bicara tanpa arti, bicara berulangulang, disartria, anomia.
k.
Penyuluhan / pembelajaran
Gejala
Pertimbangan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
PERENCANAAN
2. Pantau dan catat status neu-rologis secara teratur dan ban-dingkan dengan
nilai standar (misalnya skala koma Glasgow).
5. Pantau TD, catat adanya hiper-tensi sistolik secara terus me-nerus dan
tekanan nadi yang semakin berat.
8. Tinggikan kepala pasien 14-45 derajat sesuai dengan indikasi / yang dapat
ditoleransi.
6. Perubahan pada ritme (pa-ling sering bradikardia), dan disritmia dapat timbul
yang mencerminkan adanya depresi/trauma pada batang otak pada pasien yang
tidak mempunyai kelainan jan-tung lainnya.
b.
Resiko tinggi terhadap pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
kerusakan neuromuskular (cedera pada pusat pernafasan otak), kerusakan
kognitif.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Tidak dapat diterapkan adanya tanda-tanda yang membuat diagnosa
aktual
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien akan :
Mempertahankan pola pernafasan normal / efektif, bebas sianosis, dengan GDA
dalam batas normal.
Intervensi
Rasional
1. Pantau frekuensi irama, ke-dalaman pernafasan, catat tidak ketidakteraturan
pernafasan.
2. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai indikasi.
3. Anjurkan pasien untuk me-lakukan nafas dalam yang efektif jika pasien
sadar.
4. Auskultasi suara nafas, perha-tikan daerah hipoventilasi dan adanya suarasuara tambahan ya-ng tidak normal (seperti krekels, ronchi, mengi).
7. Berikan oksigen
1. Perubahan dapat menanda-kan awitan komplikasi pul-monal (umumnya
mengi-kuti cedera otak) atau me-nandakan lokasi / luasnya keterlibatan otak,
pernafa-san lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi
mekanis.
2. Untuk memudahkan eks-pansi paru/ventilasi paru dan menurunkan adanya
ke-mungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas.
3. Mencegah dan menurun-kan atelektasis.
c.
Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan transmisi integrasi
(trauma atau defisit neurologis).
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Disorientasi terhadap waktu, tempat, orang, perubahan respon terhadap
rangsang, inkoordinasi motorik, perubahan dalam postur, ketidak mampuan
dalam memberitahu posisi bagian tubuh, perubahan pola komunikasi, distorsi
auditorius dan visual, konsentrasi buruk, perubahan proses pikir/berpikir kacau,
respon emosional berlebihan, perubahan dalam pola prilaku.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
Melakukan kembali/mempertahankan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi
persepsi, mengakui perubahan dalam kemampuan adanya keterlibatan residu,
mendemonstrasikan perubahan perilaku/gaya hidup untuk mengkompensasi /
defisit hasil.
Intervensi
Rasional
2. Kaji kesadaran sensorik seperti respon sentuhan, panas / dingin, benda tajam
/ tumpul, dan kesa-daran terhadap gerakan dan letak tubuh.
4. Bicara dengan suara yang lembut dan pelan, gunakan kalimat yang penek
dan sederhana, dan per-tahankan kontak mata.
d.
Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis, konflik
psikologis.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Defisit/perubahan memori jarak jauh, saat ini, yang baru terjadi, pengalihan
perhatian, perubahan lapang/konsentrasi perhatian, disorientasi terhadap waktu,
tempat, orang , lingkungan, kejadian, pemecahan masalah.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
Mempertahankan/melakukan kembali orientasi mental dan realitas biasanya,
mengenali perubahan berpikir/perilaku, berpartisipasi dalam aturan
terapeutik/penyerapan kognitif.
Intervensi
Rasional
1. Kaji tentang perhatian, kebing-ungan dan catat tingkat anisetas pasien.
e.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau
kognitif, penurunan kekuatan/tahanan.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Ketidakmampuan bergerak sesuai tujuan dalam lingkungan fisik, termasuk
mobilitas di tempat tidur, pemindahan, ambulasi, kerusakan koordinasi,
keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan otot/ kontrol otot.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
Melakukan kembali atau mempertahankan posisi fungsi optimal, dibuktikan tak
ada kontraktur, mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan
dilakukan kembali aktivitas, mempertahankan aktivitas, mempertahankan
integritas kulit, kandung kemih dan fungsi usus.
Intervensi
Rasional
1. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan
yang terjadi.
3. Ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara
waktu perubahan posisi tersebut.
7. Periksa daerah yang mengalami nyeri tekan, kemerahan, kulit ya-ng hangat,
otot yang tegang, dan sumbatan vena pada kaki.
1. Mengidentifikasi kemung-kinan kerusakan pada fung-sional dan
mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan.
2. Pasien mampu mandiri (ni-lai 0), atau memerlukan ba-ntuan/peralatan yang
mini-mal (nilai 1), memerlukan bantuan sedang/dengan pe-ngawasan/diajarkan
(nilai 2), memerlukan bantuan/ peralatan secara terus me-nerus dan alat khusus
(nilai 3), atau tergantung secara total pada pemberi asuhan (nilai 4).
3. Perubahan posisi yang ter-atur menyebabkan penye-baran terhadap berat
badan yang mengakibatkan sirku-lasi pada seluruh bagian tubuh.
4. Mempertahankan mobili-sasi dan fungsi sendi dan posisi normal ekstremitas
dan menurunkan terjadinya vena yang statis.
5. Proses penyembuhan yang lambat sering kali menyer-tai trauma kepala dan
pe-mulihan secara fisik meru-pakan bagian yang amat da-ri suatu program
pemulihan tersebut.
6. Sesaat setelah fase akut ce-dera kepala dan jika pasien tidak memiliki faktor
kon-traindikasi yang lain, pem-berian cairan memadai akan menurunkan resiko
terjadi-nya infeksi saluran kemih, dan berpengaruh cukup ba-ik terhadap
konsistensi fe-ces yang normal dan turgor kulit yang kembali normal.
f.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit
ruasak, prosedur invasif, penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh, kurang
nutrisi, respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid), perubahan integritas
sistem tertutup (kebocoran CSS).
Kemungkinan dibuktikan oleh :
(Tidak ada diterapkan : adanya tanda-tanda dan gejala-gejala yang membuat
diagnosa aktual).
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi, mencapai
penyembuhan luka tepat waktu bila ada.
Intervensi
Rasional
1. Berikan perawatan aseptik, pertahankan teknik cuci tangan yang baik.
2. Observasi daerah kulit yang me-ngalami kerusakan, (seperti luka, garis
jahitan), daerah yang terpa-sang alat invasi (terpasang infuse dan sebagainya)
catat karakteri-stik dari draenase dan adanya inflamasi.
3. Pantau suhu tubuh secara teratur.
g.
Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien
(penurunaan tingkat kesadaran), kelemahan otot yang diperlukan untuk
mengunyah, menelan, status hipermetabolik.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
(Tidak ada diterapkan : adanya tanda-tanda dan gejala-gejala yang membuat
diagnosa aktual).
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
Mendemonstrasikan pemeliharaan/kemajuan peningkatan berat badan sesuai
tujuan, tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi, dengan nilai laboratorium
dalam rentang normal.
Intervensi
Rasional
1. Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk, dan mengatasi
sekresi.
2. Fungsi saluran pencernaan biasanya tetap baik pada kasus trauma kepala,
jadi bising usus membantu da-lam menentukan respon un-tuk makan dan
berkemba-ngnya komplikasi, seperti paralitik ileus.
3. Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi.
4. Menurunkan resiko terjadi-nya aspirasi.
h.
Nyeri berhubungan dengan agen pencedera biologis, adanya proses
infeksi/inflamasi, cedera, toksin dalam sirkulasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Melaporkan sakit kepala, fotopobia, nyeri otot, sakit punggung, perilaku ditraksis,
menangis, gelisah memilih posisi yang khas, tegangan muskular, wajah
menahan nyeri, pucat, perubahan tanda-tanda vital.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
5.Berikan latihan rentang gerak ak-tif/pasif secara tepat dan masase otot daerah
leher / bahu.
i.
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis
situasional, ketiadakpastian tentang hasil/harapan.
3. Karena hal tersebut tidak mungkin diperkirankan ha-silnya, hal tersebut lebih
bermanfaat untuk memba-ntu seseorang untuk meng-atakan perasaannya
tentang apa yang sedang terjadi sebagai akibat dari pem-berian keyakinan yang
ku-rang tepat/salah.
4. Membantu mengarahkan- perhatian terhadap vitalitas sendiri untuk
meningkatkan kemampuan koping sese-orang.
5. Memfasilitasi komunikasi, memungkinkan keluarga- untuk menjadai bagian
in-tegral dari rehabilitasi dan memberikan rasa kontrol.
6. Memberikan bantuan deng-an masalah yang mungkin meningkat sebagai
akibat dari gangguan fungsi peran.
j.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang pemajanan, tidak mengenal informasi/ sumbersumber, kurang mengingat/keterbatasan kognitif.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Meminta informasi, pernyataan salah konsepsi, ketidakakuratan mengikuti
instruksi.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
Berpartisipasi dalam proses belajar, mengungkapkan pemahaman tentang
kondisi, aturan pengobatan, potensi komplikasi, memulai perubahan gaya hidup
baru, keterlibatan dalam program rehabilitasi, melakukan prosedur yang
diperlukan dengan benar.
Intervensi
Rasional
1. Evaluasi kemampuan dan kesia-pan untuk belajar dari pasien juga
keluarganya.
4. Berikan instruksi dalam bentuk tulisan dan jadwal mengenai akti-vitas, obatobatan dan faktor pen-ting lainnya.
5.
IMPLEMENTASI
EVALUASI
intervensi yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang
diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Nama Mahasiswa
: Rafsan Jali
Ruangan
: Bedah
A.
PENGKAJIAN
1.
Biodata
a.
Identitas pasien
Nama
: An. I
Jenis kelamin
: Perempuan
Umur
: 14 Tahun
Status Perkawinan
: Belum kawin
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: Siswi
Alamat
Tanggal masuk
: 06 Juli 2010
No. Register
: 027343
Ruang/Kamar
: Bedah/RBW
Tanggal pengkajian/
Hari rawatan
Diagnosa medis
b.
Penanggung jawab
Nama
: Tn. I
: Ayah kandung
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
2.
Keluhan Utama
1.
Pasien mengatakan penyebab gejala atau penyakit adalah akibat kecelakaan lalu
lintas.
2.
1.
Pasien mengatakan gejala yang dirasakan adalah nyeri tusuk didaerah kepala.
2.
1.
2.
Skala
10
Keterangan :
0
: Tidak nyeri
1-3
: Ringan
4-6
: Sedang
7-9
: Berat
10
e.
: Sangat berat
Timing
Frekwensi
Durasi
a.
Alasan masuk/dirawat.
Pernah dirawat
Riwayat alergi
Status imunisasi
Ibu pasien mengatakan status imunisasinya tidak lengkap tapi ibu pasien tidak
tahu status imunisasi apa yang tidak lengkap.
4.
a.
Penyebab meninggal
Tidak ada.
d.
Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Tinggal serumah
: Perempuan
: Pasien
5.
Riwayat Psikososial
a.
Konsep diri
1.
Body image
dideritanya.
2.
Ideal diri
: Pasien menginginkan cepat sembuh dan bisa
beraktivitas seperti biasa .
3.
Harga diri
4.
Peran diri
5.
Personal identity
siswi.
d.
Keadaan emosional
f.
Pemeriksaan Fisik
a.
Tekanan darah
: 110/70 mmhg
Pernafasan
: 24 x/i
Nadi
: 80 x/i
Suhu
: 36,80C
Berat badan
: 38 Kg
Tinggi badan
: 140cm
b.
Keadaan umum
1.
Kesan umum
: Sedang
2.
Wajah
: Ekspresi datar
3.
Bentuk badan
: Sedang
c.
1.
Bentuk kepala
: Simetris
Keadaan ubun-ubun
Luka / peradangan
bagian oksipitalis.
: Kurang bersih
Kelainan
Penyebaran rambut
: Merata
Warna
: Hitam
Kebersihan
: Kurang bersih
2.
Mata
Inspeksi
Bentuk bola mata
Kelopak
: Sferis (Bulat)
: Tidak ada peradangan
Konjungtiva
: Anemis
Sklera
Kornea
Iris
Pupil kiri
Pupil kanan
Lensa
: Normal
Visus
Kelainan
Inspeksi
Ingus
: Tidak ada
Perdarahan
: Tidak ada
Penyumbatan
: Tidak ada
Palpasi
Septum nasal
: Midline
Sinus
4.
Inspeksi
Daun telinga
: Simetris
Membran timpani
: Tidak dikaji
Kebersihan
: Bersih
Kelainan / peradangan
Uji pendengaran
5.
Inspeksi
Bibir
: Bengkak
Gusi
: Bengkak
Gigi
Lidah
Tonsil
Membran mukosa
6.
: Kering
Leher
Posisi trakhea
: Medial.
Pembesaran thyroid
d.
Pemeriksaan thoraks
1.
Pemeriksaan dada
Inspeksi
Bentuk
: Simetris
Retraksi
: Tidak ditemukan
Kulit
: Lembab
Payudara
: Simetris
Fraktur
: Tidak ada
Lain-lain
: Tidak ada
2.
Paru-paru
Inspeksi
Kiri : Simetris
Kanan : Simetris
Palapasi
Kiri : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi
Kiri : Resonan
Kanan : Resonan
Auskultasi
Kiri : Vesikuler
3.
Kanan : Vesikuler
Jantung
Inspeksi
: Normal
Palpasi
Perkusi
: Redup
Auskultasi
: Reguler
e.
Abdomen
Inspeksi
Bentuk
: Simetris
Retraksi
: Ada
Simetris
: Simetris
Kultur permukaan
: Datar
Penonjolan
Auskultasi
Bising usus
: 10x/menit
Lain-lain
Perkusi
: Timpani
Palpasi
Hepar
Ginjal
Limpa
Kandung kemih
f.
Inspeksi
: Tidak dikaji
Palpasi
: Tidak dikaji
g.
Alat kelamin
Inspeksi
: Tidak dikaji
Palpasi
: Tidak dikaji
h.
Muskuloskeletal
1)
Tulang
Inspeksi
Susunan tulang
: Normal
Deformitas
: Tidak ada
Pembengkakan
: Tidak ada
Palpasi
Edema
Nyeri tekan
2)
Persendian
Inspeksi
Kaku
: Terdapat
Rentang gerak
: Terbatas
Palpasi
Nyeri tekan
Bengkak
: Tidak ada
Krepitasi
: Tidak ada
3)
Otot
Inspeksi
Ukuran
: Normal
Kontraktur
: Tidak ada
Kontraksi
: Ada
Kekuatan Otot
: Tangan kanan : 5
Tangan kanan : 5
Kaki kanan
Kaki kanan
h.
Neurologi
1.
Kesadaran
: Somnolen
2.
Tingkat kesadaran
: GCS 11 (E : 3
:4
:4
V: 4
M: 4)
3.
Pergerakan
4.
Sensasi
5.
7.
a.
Pola nutrisi
Sebelum perawatan
Dalam perawatan
Frekwensi makan : 3x sehari
Jenis makanan
: MB
: M1
Pola eliminasi
Sebelum perawatan
Dalam perawatan
Frekwensi BAB : 2x sehari
Warna
: Kuning kecoklatan
Kelainan
: Tidak ada
: Kuning, jernih
:-
Kelainan
:-
:-
Sebelum perawatan
Dalam perawatan
Waktu tidur
: Jam 21.30
s/d 06.00
Wib
Durasi
: 8 jam
Waktu tidur
Durasi
: 5 jam
Kebiasaan pengantar
tidur
: Tidak ada
Masalah tidur
: Sering terbangun
.
d.
Personal hygiene
Sebelum perawatan
Dalam perawatan
Frekwensi mandi : 2x sehari
Gosok gigi
: 3x sehari
: Tidak ada
e.
Pola aktivitas
Sebelum perawatan
Dalam perawatan
Pasien adalah seorang pelajar dan sering membantu orangtua di rumah
Pasien tidak bisa beraktivitas, aktivitas pasien dibantu oleh perawat dan keluarga
8.
A.
Hasil Lab
9.
Pengobatan / Therapy
Nama obat
Dosis/cara
Fungsi
Cefotaxime
Citicolin
Ranitidine
Ketorolac
IVFD RL 500 cc
1amp/12 jam IV
1amp/8 jam IV
1amp/8 jam IV
1amp/8 jam IV
20 gtt/i IV
Antibiotik
Vasodilator
Menetralkan asam lam-bung (anti emetik)
Anti nyeri
Cairan tubuh
B.
ANALISA DATA
No
Data
Etiologi
Masalah
1
Data subjektif :
1. Pasien mengatakan nyeri di seluruh bagian kepala
2. Pasien mengatakan kepala terasa pusing
Data objektif :
1. Wajah pasien meringis
2. Pasien gelisah
3. Tanda-tanda vital :
TD : 110/70 mmHg
RR : 24x/i
Puls : 80x/i
Temp : 36,80C
4. Luka lecet dibagian frontal 1,5 cm dan memar dibagian oksipital
5. Bibir bengkak dan patah 2 gigi seri
6. skala nyeri 8 (berat)
Cedera kepala
Gangguan autoregulasi
O2 menurun
Oedema otak
Nyeri
Nyeri
2
Data subjektif :
1. Pasien mengatakan mual dan muntah
2. Pasien mengatakan susah menelan
Data objektif :
1. Pasien tidak mau memakan diit yang disediakan
2. Pasien susah menelan
3. Pasien muntah 3 x
Cedera kepala
Katekolamin
Sekresi asam lambung
Mual muntah
Data objektif :
1. Pasien terbaring ditempat tidur
2. Keterbatasan rentang gerak
3. Kekuatan otot
Tangan kanan : 5
Tangan kiri
:5
Kaki kanan
Kaki kiri
:4
:4
4.
5.
KLL
C.
DIAGNOSA KEPERWATAN