Anda di halaman 1dari 59

askep head injury

BAB I
PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan dibidang kesehatan yang didasari


oleh ilmu dan kiat keperawatan yang ditujukan kepada individu, keluarga
guyuban dan masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat, sejak lahir sampai
meninggal. Pelayanan berupa bantuan diberikan karena kelemahan fisik,
keterbatasan pengetahuan, dan kurang kemauan menuju kepada kemampuan
hidup mandiri memenuhi kebutuhan fisik sehari-hari (Lokakarya keperawatan
(1983) dalam Effendy, 1998).
Keperawatan di Indonesia saat ini masih dalam suatu proses profesionalisasi,
yaitu terjadinya suatu perubahan dan perkembangan karakteristik sesuai
tuntunan secara global dan lokal/otonomi. Untuk mewujudkannya maka perawat
Indonesia harus mampu memberikan asuhan keperawatan secara professional
kepada klien dan berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan bangsa dan
Negara Indonesia tercinta, sehingga manusia / masyarakat (masyarakat umum
dan masyarakat professional) mengenal dan mengakui eksistensi profesi
keperawatan (Nursalam, 2001).
Proses keperawatan adalah suatu metode dimana suatu konsep diterapkan
dalam praktek keperawatan. Hal ini biasa disebut sebagai suatu pendekatan
Problem-Solving yang memerlukan ilmu, teknik dan keterampilan interpersonal
dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien/keluarga (Nursalam, 2001).
Tujuan proses keperawatan secara umum adalah untuk membuat suatu kerangka
konsep berdasarkan kebutuhan individu dari klien, keluarga dan masyarakat
dapat terpenuhi. Proses keperawatan juga ditujukan untuk memenuhi tujuan
asuhan keperawatan yaitu untuk mempertahankan keadaan kesehatan pasien
yang optimal, dan jika pernyataan tersebut berubah, untuk membuat suatu
jumlah dan kualitas tindakan keperawatan terhadap kondisinya guna kembali ke
keadaan yang normal (Nursalam, 2001).
Konsep keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang bersifat
professional dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia (biologis, psikologis,
sosial, dan spiritual) yang dapat ditujukan pada individu, keluarga atau
masyarakat dalam rentang sehat sakit (Hidayat, AA, 2004).
Asuhan keperawatan merupakan faktor penting dalam survival pasien dan dalam
aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitatif, dan preventif perawatan kesehatan.
Untuk sampai pada hal ini, profesi keperawatan telah meng-identifikasi proses
pemecahan masalah yang menggabungkan elemen yang paling di inginkan dari
seni keperawatan dengan elemen yang paling relevan dari sistem teori, dengan
menggunakan metode ilmiah (Shore (1988) dalam Doenges, 1999).
Kesehatan adalah kondisi dinamis manusia dalam rentang sehat sakit yang
merupakan hasil interaksi dengan lingkungan. Undang-undang NO. 23 tahun
1992 tentang kesehatan membuat bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera

dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial ekonomi (Kusnanto, 2004).
Sehat merupakan keadaan seimbang bio-psiko-sosio-spiritual yang dinamis yang
memungkinkan individu untuk menyesuaikan diri sehingga dapat berfungsi
secara optimal guna memenuhi kebutuhan dasar melalui aktivitas hidup seharihari sesuai dengan tingkat tumbuh kembangnya. Sehat sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum adalah hak dan tanggung jawab setiap individu yang harus
diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti dimaksud dalam
pembukaan UUD 1945, oleh karena itu harus dipertahankan dan ditingkatkan
melalui upaya promotif, preventif, dan rehabilitatif (Kusnanto, 2004).
Cedera kepala merupakan salah satu masalah kesehatan yang merupakan
penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan
sebagian besar terjadi kecelakaan lalu lintas, disamping penanganan di lokasi
kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan
awal dan di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan
prognosis selanjutnya (Mansjoer, A, dkk, 2000).
Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara
penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan
jalan raya. Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahun akibat cedera
kepala, dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan
perawatan di rumah sakit (Smeltzer & Bare, 2001).
Statistik Negara-negara yang sudah maju menunjukkan bahwa trauma
kepala mencakup 26% dari jumlah segala macam kecelakaan yang
mengakibatkan seseorang tidak bisa bekerja lebih dari satu hari sampai selama
jangka panjang. Kurang lebih 33% kecelakaan yang berakhir kematian
menyangkut trauma kepala. Diluar medan peperangan lebih dari 50% dari
trauma kepala terjadi karena kecelakaan lalu lintas, selebihnya dikarenakan
pukulan atau jatuh. Orang-orang yang mati karena kecelakaan, 40% sampai 50%
meninggal sebelum mereka sampai di rumah sakit, dari mereka yang
dimasukkan rumah sakit dalam keadaan masih hidup 40% meninggal dalam satu
hari dan 35% dalam satu minggu perawatan, jika kita meneliti sebab dari
kematian dan cacat yang menetap akibat trauma kepala, maka 50% ternyata
disebabkan oleh gangguan perdarahan sebagai yang terkait secara tidak
langsung pada trauma, komplikasi berupa perubahan tonus pembuluh darah
serebral, perubahan-perubahan yang menyangkut sistem kardiopulmonal yang
bisa menimbulkan gangguan pada tekanan darah, PO2 arterial atau
keseimbangan asam basa (Mardjono & Sidharta, 2004).
Menurut Narayan (1991) dalam Saanin (2007), diperkirakan lebih dari separuh
kematian karena cedera, cedera kepala berperan nyata atas autcome. Pada
pasien dengan cedera berganda, kepala adalah yang paling sering mengalami
cedera, dan pada kecelakaan lalu lintas yang fatal, otopsi memperlihatkan
bahwa cedera otak ditemukan pada 75% penderita untuk setiap kematian
terhadap dua kasus dengan cacat tetap biasanya sekunder terhadap cedera
kepala.
Cedera kepala biasanya terjadi pada dewasa muda antara 15-44 tahun,

pada umumnya rata-rata adalah usia sekitar 30 tahun dan laki-laki 2 kali lebih
sering mengalaminya (Kalsbeek, 1980) dalam Saanin (2007).
Sedangkan menurut Miller (1978) dalam Saanin (2007), memperkirakan
kecelakaan kendaraan bermotor adalah penyebab yang paling sering terjadinya
cedera kepala, diperkirakan sekitar 49% dari kasus, biasanya dengan derajat
cedera kepala yang lebih berat dan lebih sering mengenai usia 15-24 tahun.
Sedangkan jatuh lebih sering terjadi pada anak-anak serta biasanya dalam
derajat yang kurang berat. Pasien dengan kecelakaan kendaraan bermotor
biasanya disertai cedera berganda, dan lebih dari 50% penderita cedera berat
disertai oleh cedera sistematik berat.
Di Amerika Serikat, kejadian Head Injury (cedera kepala) setiap tahunnya
diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal
dunia sebelum tiba dirumah sakit. Sedangkan yang sampai rumah sakit, 80%
dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan (CKR), dan 10% termasuk dalam
cedera kepala sedang (CKS),dan 10% sisanya adalah digolongkan sebagai
cedera kepala berat (CKB). Insiden cedera kepala terutama terjadi pada
kelompok usia produktif antara 15-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas merupakan
penyebab 48%-53% dari insiden cedera kepala, 20%-28% lainnya karena jatuh,
dan 3%-9% disebabkan oleh tindakan kekerasan, kegiatan olah raga dan rekreasi
(Irwana, 2009).
Menurut Oman, KS, dkk (2008), prevalensi cedera kepala di Amerika Serikat ada
2 juta kasus yang terjadi setiap tahunnya, satu setengah juta merupakan cedera
ringan yang ditangani sebagai pasien rawat jalan, sedangkan 500.000 kasus
mengalami cedera kepala yang cukup parah dan memerlukan perawatan
dirumah sakit, jumlah tersebut memprediksikan besarnya kemungkinan
menghadapi pasien-pasien cedera kepala, cedera kepala merupakan penyebab
separuh dari seluruh kematian akibat kecelakaan kendaraan bermotor, orang
muda yang berusia 15-24 tahun, memiliki insiden cedera kepala yang paling
tertinggi, dan orang tua merupakan kelompok berikutnya yang mempunyai
angka insiden tertinggi, serta dengan bertambahnya populasi manula di Amerika
Serikat, insiden tersebut akan meningkat.
Sedangkan data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu
rumah sakit di Jakarta yaitu Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, diperikan untuk
rawat inap, terdapat 60%-70% dengan cedera kepala ringan (CKR), 15%-20%
cedera kepala sedang (CKS), dan sekitar 10% dengan cedera kepala berat (CKB),
angka kematian tertinggi sekitar 35%-50% akibat cedera kepala berat (CKB), dan
untuk cedera kepala sedang (CKS) 5%-10%, sedangkan untuk cedera kepala
ringan tidak ada yang meninggal (Irwana, 2009).
Menurut data yang didapat dari Medical Record Rumah Sakit Umum Daerah dr.
H.Yuliddin Away Tapaktuan, jumlah penderita cedera kepala (Head Injury) yang
terhitung dari bulan Januari sampai bulan Desember 2009 mencapai 934 kasus
dari 1305 pasien (71,57%) yang di rawat di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah
Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan, sedangkan dari bulan Januari
sampai bulan Maret 2010 mencapai 100 kasus cedera kepala (Head Injury) dari
339 pasien (29,49%) yang di rawat di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah Sakit
Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan.

Cedera kepala merupakan salah satu masalah kesehatan yang merupakan


penyebab kematian dan kecacatan pada usia produktif dan juga sebagian besar
karena terjadi kecelakaan lalu lintas, yang membutuhkan pertolongan dan
perawatan yang serius. Maka berdasarkan insiden di atas maka penulis tertarik
untuk melaksanakan study kasus dalam bentuk penyusunan Karya Tulis Ilmiah
dengan judul Asuhan Keperawatan Pada An.I Dengan Head Injury GCS 11 di
Ruang Rawat Inap Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah dr. H.Yuliddin Away
Tapaktuan".
B.

BATASAN PENULISAN

Batasan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini penulis membatasi ruang lingkup
tentang Asuhan Keperawatan Pada An. I, umur 14 tahun, jenis kelamin
Perempuan, Agama Islam, Alamat Gunong PuloKota Fajar, di Ruang Rawat Inap
Bedah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan, selama 3
(tiga) hari rawatan dimulai tanggal 06 Juli 2010 s/d 08 Juli 2010.
Adapun diagnosa yang muncul pada kasus Head Injury (cedera kepala) menurut
Doenges (1999), yaitu :
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran
darah oleh SOL (Hemoragik, Hematoma), edema serebral (respon lokal atau
umum pada cedera, perubahan metabolik, takar lajak obat / alkohol), penurunan
tekanan darah iskemik/hipoksia, (Hipovolemia, Disritmia jantung).
Resiko tinggi terhadap pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular (cedera pada pusat pernafasan otak), kerusakan kognitif,
obstruksi trakeobronkial.
Perubahan persepsi sensorik berhubungan dengan transmisi integrasi (trauma
atau defisit neurologis).
Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis konflik
psikologis.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif,
penurunan kekuatan/tahanan.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak,
prosedur invasif, penurunan kerja silia, statis cairan tubuh, kurang nutrisi, respon
inflamasi tertekan (penggunaan steroid), perubahan integritas sistem tertutup
(kebocoran CSS).
Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien
(penurunaan tingkat kesadaran), kelemahan otot yang diperlukan untuk
mengunyah, menelan, status hipermetabolik.
Nyeri berhubungan dengan agen pencedera biologis, adanya proses infeksi /
inflamasi, cedera, toksin dalam sirkulasi.
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis
situasional, ketidakpastian tentang hasil / harapan.

Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan


dengan kurang pemajanan, tidak mengenal informasi / sumber-sumber, kurang
mengingat / keterbatasan kognitif.
Sesuai dari hasil pengkajian langsung pada An. I pada tanggal 06 Juli 2010
sampai dengan 08 Juli 2010 maka penulis menegakkan 3 (tiga) diagnosa
keperawatan yang muncul sesuai dengan kasus di lapangan pada An. I yaitu :
1.

Nyeri berhubungan dengan cedera kepala.

2.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah.
3.

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.

C.

TUJUAN PENULISAN

1.

Tujuan Umum

Agar penulis mendapatkan wawasan dan menambah pengetahuan dan


keterampilan serta pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan
pada pasien An. I dengan Head Injury GCS 11 Di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah
Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan.
2.

Tujuan Khusus

Setelah melakukan proses keperawatan penulis mampu :


a.
Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien An. I dengan Head Injury
GCS 11 di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin
Away Tapaktuan.
b.

Menganalisa data pasien An. I dengan Head Injury GCS 11 di Ruang

Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan.
c.
Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien An. I dengan Head Injury
GCS 11 di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin
Away Tapaktuan.
d.
Menyusun rencana keperawatan pada pasien An. I dengan Head Injury GCS
11 di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away
Tapaktuan.
e.
Melaksanakan implementasi keperawatan pada pasien An. I dengan Head
Injury GCS 11 di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H.
Yuliddin Away Tapaktuan.
f.
Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien An. I dengan Head
Injury GCS 11 di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H.
Yuliddin Away Tapaktuan.
D.

METODE PENULISAN

Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini
adalah metode deskriptif merupakan study kasus mengenai frekuensi dan
distribusi suatu penyakit pada manusia atau masyarakat. Menurut karakteristik

orang yang menderita (person), tempat kejadian (place) dan waktu terjadinya
(time) penyakit (Candra,B, 2008).
Sedangkan menurut Notoadmodjo, S (2005), metode deskriptif adalah metode
yang dilakukan dengan tujuan utama untuk gambaran atau deskriptif tentang
suatu keadaan secara objektif. Metode penelitian dekriptif digunakan untuk
memecahkan atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi
sekarang penelitian ini dilakukan dengan menempuh langkah-langkah
pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan / analisis data, membuat kesimpulan
dan laporan.
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan pada An. I dengan Head Injury
GCS 11 di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin
Away Tapaktuan adalah :
1.

Study Kepustakaan

Dilakukan sebagai bahan referensi untuk mempelajari dan mendapatkan


gambaran teoritis mengenai Head Injury dengan cara penerapan asuhan
keperawatan.
2.

Study Kasus

Melakukan perawatan langsung terhadap kasus untuk mengetahui suatu


masalah secara nyata yang penulis laksanakan di Rumah Sakit di Ruang Rawat
Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan selama 3
(tiga) hari rawatan terhitung mulai tangggal 06 Juli 2010 sampai dengan 08 Juli
2010 dengan teknik pendekatan berupa :
a.

Wawancara

Komunikasi secara langsung dengan pasien atau keluarga pasien untuk


mendapatkan data kesehatan pasien dan riwayat penyakitnya.
b.

Observasi

Mengamati dan memantau secara langsung status perkembangan pasien


dengan tujuan untuk mendapatkan kebenaran data yang diperoleh dari pasien.
c.

Pemeriksaan fisik

Memeriksa keadaan fisik pasien dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi.
d.

Pemeriksaan penunjang

Meliputi pemeriksaan laboratorium dan rontgen.


e.

Study dokumentasi

Mempelajari status kesehatan dahulu dan sekarang serta mencatat catatan


medis.
E.

SISTEMATIKA PENULISAN

Guna memudahkan pembaca memahami tentang apa yang terkandung didalam


Karya Tulis Ilmiah ini, penulis mencantumkan sistematika penulisan antara lain :
BAB I
: Pendahuluan yang berisikan : latar belakang, batasan penulisan,
tujuan penulisan (tujuan umum dan tujuan khusus), metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
BAB II
: Landasan Teoritis yang berisikan : konsep dasar teori medis yang
terdiri dari pengertian, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
komplikasi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, dan prognosis. Konsep
dasar asuhan keperawatan yang tediri dari pengkajian , validasi data, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
BAB III
: Tinjauan kasus yang berisikan : tinjauan kasus yang terdiri dari
pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, rencana asuhan keperawatan,
dan catatan perkembangan.
BAB IV
: Pembahasan yang berisikan : pengkajian, diagnosa kepe-rawatan,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
BAB V

: Penutup berisikan tentang kesimpulan dan saran

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
BIODATA PENULIS

BAB II
KONSEP DASAR TEORITIS
A.

KONSEP DASAR

1.

Pengertian

Cedera kepala adalah adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau


penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan
(accelerasi - decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan percepatan,
serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai
akibat perputaran pada tindakan pencegahan (Mufti, 2009).
Menurut Irwana (2009), cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang
terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung yang kemudian dapat
berakibat kepala gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial,
bersifat temporer atau permanen.
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun
tidak langsung pada kepala (Suriadi & Yuliani, 2001).
Cedera kepala merupakan suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat
kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik
dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Brain Injury
Assosiation Of Amerika, dalam Irwana (2009).
2.

Klasifikasi

1.

Klasifikasi berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG)

Mansjoer, A, dkk (2000), mengklasifikasikan cedera kepala berdasar-kan nilai


skala glasgow (SKG).
a.

Ringan

1.

GCS 14-15

2.

Tidak ada kehilangan kesadaran

3.

Nyeri kepala dan pusing

b.

Sedang

1.

GCS 9-13

2.

Kontusio

3.

Amnesia pasca trauma atau muntah

4.

Battle, mata rabun, hemotimpanum, otorea, rinhorea CSS

5.

Kejang.

c.

Berat

1.

GCS 3-8

2.

Koma

3.

Fraktur depresi kranium

4.

Penurunan derajat kesadaran

Sedangkan menurut Suriadi & Yuliani (2001), dalam Irwana (2009), klasifikasi
cedera kepala menurut SKG :
a.

Minor

1.

SKG 13-15

2.

Kehilangan kesadaran / amnesia tetapi kurang dari 30 menit

3.

Tidak ada kontusio tengkorak

4.

Tidak ada fraktur serebral

5.

Tidak ada hematoma

b.

Sedang

1.

SKG 9-12

2.
Kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari
24 jam.
3.

Dapat mengalami fraktur tengkorak

c.

Berat

1.

SKG 3-8

2.

Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 24 jam

3.

Juga meliputi konkusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

2.

Klasifikasi berdasarkan morfologi

Mufti (2009), membagi klasifikasi cedera kepala menurut morfologinya terdiri


dari :
a.

Trauma kepala terbuka

Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak
dan melukai durameter, saraf otak, jaringan otak dan terdapat tanda dan gejala
dari fraktur basis trauma kepala terbuka yaitu :
1.

Battle sign (warna biru dibelakang telinga di atas os mastoid)

2.

Hemotimpanum (perdahan didaerah gendang telinga)

3.

Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung)

4.

Rinhorrhoe (liquor keluar dari hidung)

5.

Othorrhoe (liquor keluar dari telinga)

b.

Trauma kepala tertutup

1.

Komosio

a.

Cedera kepala ringan

b.

Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali

c.

Hilang kesadaran sementara, kurang dari 10-20 menit

d.

Tanpa kerusakan otak permanen

e.

Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah

f.

Disorientasi sementara

g.

Tidak ada gejala sisa

2.

Konkusio

a.

Ada memar otak

b.

Perdarahan kecil lokal/difusi

c.

Perdarahan

Gejalanya :
a.

Gangguan kesadaran lebih lama

b.

Kelainan neurologis positif, reflek patologik positif, lumpuh, konvulsiv

c.

Gejala TIK meningkat

d.

Amnesia lebih nyata

3.

Hematoma epidural

a.

Pedarahan antara tulang-tulang tengkorak dan durameter

b.

Lokasi tersering temporal dan frontale

c.

Pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus

Gejalanya :
a.

Adanya desak ruang

b.

Penurunan kesadaran ringan saat kejadian

c.

Penurunan kesadaran hebat

d.

Koma

e.

Nyeri kepala hebat

f.

Reflek patologik positif

4.

Hematoma subdural

a.

Perdarahan antara durameter dan arachnoid

b.

Biasanya pecah vena, akut, subakut, dan kronis

1.

Akut

a.

Gejala 24-48 jam

b.

Sering berhubungan dengan cedera otak dan medula oblongata

c.

Tekanan intrakranial meningkat

d.

Sakit kepala, mengantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat

2.

Subakut

a.

Berkembang 7-10 hari

b.

Konkusio agak lambat

c.

Adanya gejala TIK meningkat

d.

Kesadaran menurun

3.

Kronis

a.

Ringan

b.

Perdarahan kecil terkumpul dan meluas

c.

Sakit kepala

d.

Lethargi

e.

Kacau mental, kejang

f.

Disfagia

5.

Hematoma intrakranial

a.

Perdarahan intraserebral 25 cc atau lebih

b.

Selalu diikuti oleh konkusio

Sedangkan menurut Price, S & Wilson, LM (2005), tipe trauma kepala tertutup
yaitu terdiri dari :
1.

Hematoma epidural

Merupakan gejala sisa yang serius akibat cedera kepala dan menyebabkan
angka mortalitas 50%, hematoma epidural paling sering terjadi di daerah
parietotemporal akibat robekan arteri meningen media dan pada umumnya
berasal dari arteria.
Gejala dan tanda pada hematoma epidural yang tampak bervariasi yaitu :
a.

Periode tidak sadar dalam waktu pendek

b.

Peningkatan tekanan intrakranial

2.

Hematoma subdural

Hematoma subdural berasal dari vena yang pada umumnya timbul akibat ruptur
vena yang terjadi dalam ruangan subdural.
Hematoma subdural dipilih menjadi berbagai tipe dengan gejala dan prognosis
yang berbeda yaitu :
a.

Hematoma subdural akut

1.
Menimbulkan gejala neurologik yang penting dan serius dalam 24-48 jam
setelah cedera
2.

Trauma otak berat serta mempunyai mortalitas yang tinggi

b.

Hematoma subdural subakut

1.
Defisit neurologik bermakna dalam waktu lebih dari 48 jam tetapi kurang
dari 2 minggu setelah cedera.
2.

Perdarahan vena pada ruang subdural

3.
Ketidaksadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yang
bertahap.
4.

Tingkat kesadaran menurun dalam secara bertahap dalam beberapa jam.

c.

Hematoma subdural kronik

1.
Awitan gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu, dan bahkan
beberapa tahun setelah cedera awal
2.
Merobek salah satu vena yang melewati ruang subdural sehingga terjadi
perdarahan lambat kedalam ruang subdural
3.
Terjadi kerusakan sel-sel darah dalam hematoma sehingga terbentuk
perbedaan tekanan osmotik yang menyebabkan tertariknya cairan kedalam
hematoma
4.

Penderita mengeluh sakit kepala

5.
Progresif dalam tingkat kesadaran termasuk apati, letargi, berkurangnya
perhatian
6.

Hemiparesis

Sedangkan menurut Mansjoer (2000), klasifikasi cedera kepala berdasarkan


morfologi terdiri dari yaitu :
1.

Fraktur tengkorak

a.

Kranium : linear/stelatum : depresi/non depresi

b.
Terbuka dan tertutup basis dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinalis
(CSS)
2.

Lesi intrakranial

a.

Fokal : epidural, subdural, intra serebral

b.

Difus

3.

Etiologi

: konkusio ringan, konkusio klasik, cedera aksonal difus

Adapun etiologi dari cedera kepala menurut Suriadi & Yuliani (2001), yaitu :
a.

Kecelakaan kenderaan bermotor atau sepeda dan mobil

b.

Jatuh

c.

Kecelakaan saat olahraga

d.

Anak dengan ketergantungan

e.

Cedera akibat kekerasan

Menurut Sjamsuhidajat, R & Jong, WD (2004), etiologi dari trauma kepala terdiri
dari :
a.

Benda tajam

b.

Benda tumpul

c.

Peluru

d.

Kecelakaan lalu lintas

Sedangkan menurut Purwoko, S (2006), etiologi dari cedera kepala yaitu :


a.

Olah raga

b.

Jatuh

c.

Kecelakaan kenderaan bermotor.

4.

Patofisiologi

Menurut Mufti (2009), patofisiologi Head Injury adalah sebagai berikut :


Cedera kepala

TIK : oedem, hematoma


Respon biologi

Hypoksemia
Kelainan metabolisme

Cedera otak primer

Cedera otak skunder

Konkusio serebri

Kerusakan sel otak

Gangguan autoregulasi

Rangsangan simpatis

Stress

Aliran darah keotak

Tekanan vasikuler

Katekolamin

Sistemik dan TD
lambung

Sekresi asam

O2
Gangguam metabolisme

Asam laktat

Oedem otak

Tekanan pembuluh

mual, muntah

darah pulmonal

Tekanan hidrostatik Asupan nutrisi kurang

Kebocoran cairan kapiler

Gangguan perfusi
output

Oedem paru

Cardiac

jaringan serebral

Difusi O2 terhambat

Gangguan

perfusi
jaringan

Gangguan pola nafas


Hipoksemia,
Hiperkapnea

5.

Manifestasi Klinis

Menurut Suriadi & Yuliani (2001), manifestasi klinis cedera kepala adalah :
a.

Hilang kesadaran kurang (apatis) dari 30 menit atau lebih

b.

Kebingungan

c.

Iritabel (perubahan fungsi)

d.

Pucat

e.

Mual dan muntah

f.

Pusing kepala

g.

Terdapat hematoma

h.

Kecemasan

i.

Sukar untuk dibangunkan

j.
Bila fraktur kemungkinan adanya liquor yang keluar dari hidung dan
telinga (otorhoe ) bila fraktur tulang temporal.
Menurut Mufti (2009), manifestasi klinis dari cedera kepala yaitu :
a.

Sistem pernafasan

1.

Chyne stokes

2.

Hiperventilasi

3.

Apnea

4.

Edema paru

b.

Sistem kardiovaskuler

1.

Perubahan saraf otonom pada pada fungsi ventrikel

a.

Disritmia

b.

Fibrilasi

c.

Takikardia

2.

Terjadi kontraktilitas ventrikel

3.

Curah jantung menurun

4.

Meningkatkan tahanan ventrikel kiri

c.

Sistem metabolisme

1.

Cenderung terjadi retensi Na, air, dan hilangnya sejumlah nitrogen

2.

Stress fisiologis

d.

Sistem gastrointestinal (GI)

1.

Peningkatan asam lambung

2.

Perdarahan lambung

3.

Katekolamin meningkat

Menurut Smeltzer & Bare (2001), manifestasi klinis dari cedera kepala adalah :
1.

Nyeri yang menetap atau setempat, biasanya menunjukkan adanya fraktur

2.
Menimbulkan hemoragi dari hidung, faring, atau telinga dan darah terlihat
dibawah konjungtiva
3.

Memar otak

4.

Battle diatas mastoid

5.
Fraktur dasar tengkorak biasanya di curigai ketika CSS keluar dari telinga
(ottorea) dan (rinorhoe) dari hidung
6.

Laserasi

7.

Kontusi otak

Sedangkan menurut Hoffman (1996), dalam Widyaningrum (2008), manifestasi


klinis dari cedera kepala adalah :
1.

Tanda dan gejala fisik :

a.

Nyeri kepala

b.

Nausea

2.

Tanda dan gejala kognitif

a.

Gangguan memori

b.

Gangguan perhatian dan berfikir kompleks

3.

Tanda dan gejala emosional/kepribadian

a.

Kecemasan

b.

Iritabilitas

4.

Gambaran klinis secara umum :

a.

Pada kokusio segera terjadi kehilangan kesadaran

b.

Pola pernafasan secara progresif menjadi abnormal

c.

Respon pupil mungkin lenyap

d.
Nyeri kepala dapat muncul segera/bertahap sering dengan peningkatan
tekanan intrakranial
e.

Dapat timbul mual muntah akibat peningkatan TIK

f.
Perubahan perilaku kognitif dan fisik pada berbicara dan gerakan motorik
dapat timbul segera atau secara lambat

6.

Komplikasi

Menurut Engram, B (1998), komplikasi dari cedera kepala adalah :


a.

Meningkatnya tekanan intrakranial (TIK)

b.

Perdarahan

c.

Kejang

d.
Pasien dengan fraktur tengkorak, khususnya pada dasarnya tengkorak
beresiko terhadap bocornya cairan serebrospinal (CSS) dari hidung (rinorea) dan
dari telinga (otorea)

e.

Bocor CSS kemungkinan terjadi meningitis

7.

Pemeriksaan penunjang

a.

CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)

Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikel dan perubahan


jaringan otak
b.

MRI (magnetig resonan imagin)

Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif


c.

Serebral angiography

Menunjukkan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak


sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma .
d.

X-Ray

Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis


(perdarahan/edema), fragmen tulang
e.

CSF, lumbal fungsi

Jika diduga perdarahan sub arachnoid


f.

Kadar elektrolit

Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan


intrakranial (TIK)
g.

Scree toxicologi

Untuk meneteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran


h.

AGDA (analisa gas darah arteri)

Mendeteksi ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi) jika terjadi


peningkatan tekanan intrakranial (Mufti, 2009).
Sedangkan menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang pada cedera
kepala yaitu terdiri dari :
a.

Scan CT (Compuretied Tenografi Scaning)

b.

MRI (Magnetig Resonan Imagin)

c.

Sinar X

d.
BAER (Brain Auditori Evoked Respons) : menentukan fungsi korteks dan
batang otak
e.
PET (Positron Emission Tomography) : menunjukkan perubahan
metabolisme pada otak
f.

Fungsi lumbal, CSS

g.

GDA (gas darah arteri)

h.
Kadar antikonvulsan darah : mendeteksi tingkat terapi yang cukup efektif
untuk mengatasi kejang

8.

Penatalaksanaan

Menurut Abdale (2007), penatalaksanaan pada cedera kepala dapat diberikan :


a.

Dexamethason/kalmethason

Sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat


ringannya trauma.
b.

Therapy hiperventilasi

Untuk mengurangi vasodilatasi


c.

Pemberian analgetika

d.
Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau
glukosa 40% atau gliserol 10%
e.
Antibiotika yang mengandung Barrier darah otak (penisilin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidazole
f.
Pada pasien trauma ringan bila mual muntah tidak dapat diberikan apapun
kecuali hanya cairan infus dekstrosa 5%, aminofusin, aminofel (18 jam pertama
dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
g.

Pembedahan

h.
Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak
cairan, dektosa 5% 8 jam pertama, ringer dekstrose 8 jam kedua dan dektrose
5% 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya apabila kesadaran rendah, makanan
diberikan melalui nasogastrictube (2500-3000TKTP)
i.

Pemberian protein tergantung nilai urea nitrogen

Menurut Mansjoer, A, dkk (2000), penatalaksanaan yang akan dilakukan pada


kasus cedera kepala (Head Injury) adalah :
a.

Pedoman resusitasi dan penilaian awal

1.

Menilai jalan nafas

a.

Bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan

b.

Lepaskan gigi palsu

c.
Pertahankan tulang servikal segaris dengan badan dengan memasang
kolar servikal
d.

Pasang guedel bila dapat ditolerir

e.
Jika cedera orofasial mengganggu jalan nafas maka pasien harus di
intubasi.
2.

Menilai pernafasan

a.

Tentukan pasien bernafas atau tidak

b.

Jika tidak, berikan oksigen melalui masker

c.
Jika pasien bernafas spontan, sedikit dan atasi cedera dada berat seperti
pneumothorak, pneumothorak tensif, hemopneuthorak
d.
Pasang oksimeter nadi jika tersedia dengan tujuan menjaga saturasi
oksigen minimum 95%
e.
Jika nafas pasien tidak terlindung bahkan terancam atau memperoleh
oksigen yang adekuat (PaO2 > 95 mmHg dan PaCO2 < 40 mmHg serta saturasi
O2 > 95%) atau muntah maka pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh
anestesi.
3.

Menilai sirkulasi

a.

Otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi

b.

Hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya

c.

Perhatikan secara khusus adanya cedera intra abdomen atau

dada
d.

Ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan darah

e.

Pasang alat pemantau dan EKG bila tersedia

f.
Pasang jalur intravena yang besar, ambil darah vena untuk pemeriksaan
darah perifer lengkap, ureum, elektrolit, glukosa dan analisa gas darah arteri
(AGDA)
g.
4.

Berikan larutan koloid


Obat kejang

a.
Mula-mula diberikan diazepam 10 mg intravena perlahan-lahan dan dapat
diulangi sampai 3 kali bila masih kejang.
b.
Bila tidak berhasil dapat diberikan fenitoin 15 mg/kg BB diberikan intravena
secara perlahan-lahan dengan kecepatan tidak melebihi 50 mg/menit.
5.

Menilai tingkat keparahan

a.

Cedera kepala ringan (kelompok resiko rendah)

1.

Skor skala koma glasgow 15 (sadar penuh, atentif, dan orientatif)

2.

Tidak ada kehilangan kesadaran

3.

Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang

4.

Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing

5.

Pasien dapat menderita abrasi, laserasi dan hematoma kulit kepala

b.

Cedera kepala sedang (kelompok resiko sedang)

1.

Skor skala koma glasgow 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)

2.

Konkusio

3.

Amnesia pasca trauma

4.

Muntah

5.
Tanda kemungkinan fraktur kranium (battle, mata rabun, hemotimpanum,
otorea, atau rinorea cairan CSS).
6.

Kejang

c.

Cedera kepala berat (kelompok resiko berat)

1.

Skor skala koma glasgow 3-8 (koma)

2.

Penurunan derajat kesadaran secara progresif

3.

Tanda neurologis fokal

4.

Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium

b.

Pedoman penatalaksanaan

1.
Pada pasien dengan cedera kepala dan/leher, lakukan foto tulang belakang
servikal (proyeksi anterior posterior, lateral dan odontoid) kolar servikal baru
dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh tulang servikal C1-C7.
2.
Pada semua pasien cedera kepala sedang dan berat, lakukan prosedur
berikut :
a.
Pasang jalur intravena dengan larutan salin normal (NaCl 0,9%) atau
larutan ringer laktat : cairan isotonis lebih efektif menggantikan volume
intravaskuler dari pada cairan hipotonis,
dan larutan ini tidak menambah edema serebri.
b.
Lakukan pemeriksaan : hematokrit, periksa darah perifer lengkap,
trombosit, kimia darah (glukosa, ureum, dan kreatinin, masa protombin atau
masa tromboplastin parsial, skrining toksikologi dan kadar alkohol bila perlu.
3.
Pada pasien yang koma (skor GCS < 8) atau pasien dengan tanda-tanda
herniasi, lakukan tindakan berikut ini:
a.

Elevasi kepala 30o

b.
Hiperventilasi : intubasi dan berikan ventilasi mandatorik intermiten
dengan kecepatan 16-20 kali/menit dengan volume tidal 10-12 ml/kg, atur
tekanan CO2 sampai 28-32 mmHg, hipokapnea harus dihindari sebab dapat
menyebabkan vasokontriksi dan iskemia serebri.
c.
Berikan monitol 20% 1 gram/kg intravena dalam 20-30 menit. Dosis
ulangan dapat diberikan 4-6 jam kemudian yaitu sebesar dosis semula setiap
6 jam sampai maksimal 48 jam pertama
d.

Pasang kateter foley

e.
Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi operasi (hematoma epidural yang
besar, hematoma subdural, cedera kepala terbuka, dan fraktur impresi > 1
diploe)

9.

Prognosis

Prognosis setelah cedera kepala sering mendapat perhatian besar, terutama


pada pasien dengan cedera berat, skor GCS waktu masuk rumah sakit memiliki
nilai prognostik yang besar : skor pasien 3-4 memiliki kemungkinan meninggal
85% atau tetap dalam kondisi vegetatif. Sedangkan pada pasien dengan GCS 12
atau lebih kemungkinan meninggal atau vegetatif hanya 5-10 %.
Sindrom pasca konkusio berhubungan dengan sindrom kronis nyeri kepala,
keletihan, pusing, ketidakmampuan berkonsentrasi, iritabilitas, dan perubahan
kepribadian yang berkembang pada banyak pasien setelah cedera kepala, sering
kali bertumpang tindih dengan gejala depresi (Mansjoer, A, dkk, 2000).
B.

ASUHAN KEPERAWATAN

1.

Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam,
2001).
a.

Identitas Pasien

Identitas ini bertujuan untuk mengenal pasien dan mempermudah hubungan saling percaya antara perawat dan pasien, yang perlu ditanyakan yaitu :
nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, suku/bangsa, agama, status perkawinan,
tanggal masuk (Hidayat, 2006).
b.

Riwayat Kesehatan

Riwayat kesehatan merupakan sumber data subjektif tentang status kesehatan


pasien yang memberikan gambaran tentang masalah kesehatan aktual maupun
potensial. Riwayat kesehatan merupakan penuntun pengkajian fisik yang
berkaitan dengan informasi tentang keadaan fisiologis, psikologis, budaya, dan
psikososial, ini juga berkaitan dengan status kesehatan pasien, dan faktor-faktor
seperti gaya hidup, hubungan/pola dalam keluarga, dan pengaruh budaya
(Priharjo, R, 2006).
c.

Pemeriksaan Fisik

1.

Inspeksi

Merupakan proses observasi dengan menggunakan mata. Inspeksi dilakukan


untuk mendeteksi tanda-tanda fisik yang berhubungan dengan status fisik. Mulai
melakukan inspeksi pada saat pertama kali bertemu dengan klien, amati secara
cermat mengenai tingkah laku dan keadaan tubuh pasien. Amatilah hal-hal yang
umum kemudian hal-hal yang khusus. Pengetahuan dan pengalaman sangat
diperlukan dalam melakukan inspeksi (Priharjo, R, 2006).
2.

Palpasi

Suatu teknik yang menggunakan indera peraba. Tangan dan jari-jari adalah suatu
instrument yang sensitive dan digunakan untuk mengumpulkan tentang
temperatur, turgor, bentuk, kelembaban, vibrasi, dan ukuran (Nursalam, 2001).

3.

Perkusi

Suatu pemeriksaan dengan jalan mengetuk untuk membandingkan kiri kanan


pada setiap daerah permukaan tubuh dengan tujuan menghasilkan suara.
Perkuasi bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk dan konsintensi
jaringan. Perawat menggunakan kedua tangannya sebagai alat untuk
menghasilkan suara (Nursalam, 2001).
Selama perkusi perawat menggunakan tepukan yang cepat dan tajam dengan
jari atau tangan pada permukaan tubuh (biasanya dada atau abdomen) untuk
menghasilkan suara, mendapatkan (mendeteksi) nyeri tekan, atau untuk
mengkaji refleks, melakukan perkusi untuk mendapatkan suara bertujuan untuk
membantu menentukan apakah organ tersebut padat atau berisi cairan dan/atau
gas (Morton, PG, 2003).
4.

Auskultasi

Merupakan metode pengkajian yang menggunakan Stetoskop untuk


memperjelas pendengaran. Perawat menggunakan stetoskop untuk
mendengarkan bunyi jantung, paru-paru, bising usus, serta untuk mengukur tekanan darah dan denyut nadi (Priharjo, R, 2006).
2.

Validasi Data

Validasi data merupakan upaya untuk memberikan justifikasi pada data yang
dikumpulkan dengan melakukan perbandingn data subjektif dan data objektif
yang didapatkan dari berbagai sumber dengan berdasarkan standar nilai normal,
untuk diketahui kemungkinan tambahan atau pengkajian ulang tentang data
yang ada (Hidayat, AA, 2004).
Menurut Nursalam (2001), data subjektif adalah data yang didapatkan dari klien
sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut
tidak dapat ditentukan oleh perawat secara independen tetapi melalui suatu
interaksi atau komunikasi, data subjektif sering didapatkan dari riwayat
keperawatan termasuk persepsi klien, dan ide tentang status kesehatannya.
Sedangkan data objektif adalah data yang dapat diobservasi dan di ukur,
informasi tersebut dapat diperoleh selama pemeriksaan fisik.
Dasar data pengkajian pasien cedera kepala (Head Injury) menurut Doenges
(1999), tergantung pada tipe, lokasi, dan keparahan cedera dan mungkin
dipersulit oleh cedera tambahan pada organ-organ vital.
a.

Aktivitas/istirahat

Gejala

: Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.

Tanda
: Perubahan kesadaran, letargi, hemipareses, Quadreplegia,
ataksia cara berjalan tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (trauma)
ortopedi, kehi-langan tonus otot, otot spastik
b.

Sirkulasi

Gejala
: Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan
frekuensi jantung (Bradikardia), takikardia yang diselingi dengan bradikardia,
disritmia.

c.

Integritas Ego

Gejala
dramatis)

: Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau

Tanda
dan impulsif.

: Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi,

d.

Eliminasi

Gejala
fungsi
e.

: Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan

Makanan / Cairan

Gejala

: Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera.

Tanda
: Muntah (mungkin proyektif), gangguan menelan (batuk, air liur
keluar, disfagia).
f.

Neurosensori

Gejala
: Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada
ekstremitas, perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya,
diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotopobia,
gangguan pengecepan/penciuman.
Tanda
: Perubahan kesadaran sampai bisa koma, perubahan status
mental (orentasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah,
pengaruh emosi tingkah laku/memori). Perubahan pupil (respon terhadap cahaya
dan simetri), deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti, kehilangan
pengindraan, wajah tidak simetris, genggaman lemah, tidak seimbang, refleks
tendon dalam tidak ada dan lemah, apraksia, hemiparese, quadreplegia, postur
(dekortikasi, deserebrasi), kejang, sangat sensitive terhadap sentuhan dan
gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi
tubuh.
g.

Nyeri / Kenyamanan

Gejala
: Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang bebeda,
biasanya lama.
Tanda
: Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri
yang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih
h.

Pernafasan

Gejala

: Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hi-

perventilasi) nafas berbunyi stridor, tersedak, ronchi, mengi


positif, (kemungkinan karena aspirasi).
i.
Gejala

Keamanan
: Trauma baru / trauma karena kecelakaan

Tanda
: Fraktur / dislokasi, gangguan penglihatan, kulit, laserasi, abrasi,
perubahan warna, tanda battle di belakang telinga (tanda adanya trauma)
adanya aliran cairan (drainase) dari telinga/hidung (CSS), gangguan kognitif,
gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami
paralysis, demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh
j.

Interaksi sosial

Tanda
: afasia sensorik atau motorik, bicara tanpa arti, bicara berulangulang, disartria, anomia.
k.

Penyuluhan / pembelajaran

Gejala
Pertimbangan

: Penggunaan alkohol / obat lain


: DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 12 hari

Rencana pemulangan : Membutuhkan bantuan pada perawatan diri, ambulasi,


transportasi, menyiapkan makan, belanja, perawatan, pengobatan, tugas-tugas
rumah tangga, perubahan tata ruang atau penempatan fasilitas lainnya di
rumah.
3.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan adalah struktur dan proses, struktur diagnosa


keperawatan komponennya tergantung pada tipenya, aktual, resiko,
kemungkinan, sehat atau sindrom (Carpenito, LJ,1998).
Diagnosa keperawatan menurut Gordon (1976), dalam Nursalam, (2001), yaitu
masalah kesehatan aktual dan potensial dimana berdasarkan pendidikan dan
pengalaman, dia mampu dan mempunyai kewenangan untuk memberikan
tindakan keperawatan.
Menurut Doenges (1999), diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien
cedera kepala adalah :
a.
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian
aliran darah oleh SOL (Hemoragic, Hematoma), edema serebral (respon lokal
atau umum pada cedera, perubahan metabolik, takar lajak obat/alkohol),
penurunan tekanan darah iskemik/hipoksia, (Hipovolemia, Disritmia jantung).
b.
Resiko tinggi terhadap pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
kerusakan neuromuskular (cedera pada pusat pernafasan otak), kerusa-kan
kognitif, obstruksi trakeobronkial.
c.
Perubahan persepsi sensorik berhubungan dengan transmisi integrasi
(trauma atau defisit neurologis).
d.
Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis konflik
psikologis.
e.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau
kognitif, penurunan kekuatan/tahanan.
f.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit
rusak, prosedur invasif, penurunan kerja silia, stastis cairan tubuh, kurang nutrisi,

respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid), perubahan integritas sistem


tertutup (kebocoran CSS).
g.
Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien
(penurunaan tingkat kesadaran), kelemahan otot yang diperlukan untuk
mengunyah, menelan, status hipermetabolik.
h.
Nyeri berhubungan dengan agen pencedera biologis, adanya proses
infeksi/inflamasi, cedera, toksin dalam sirkulasi.
i.
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis
situasional, ketidakpastian tentang hasil/harapan.
j.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang pemajanan, tidak mengenal informasi /sumbersumber, kurang mengingat/keterbatasan kognitif.
4.

PERENCANAAN

Perencanaan keperawatan merupakan aktivitas berorientasi tujuan dan


sistematik dimana rancangan intervensi keperawatan dituangkan dalam
rencana keperawatan (Basford, & Slevin, 2006).
Menurut Doenges (1999), perencanaan keperawatan yang di lakukan pada
pasien cedera kepala (Head Injury) adalah :
a.
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian
aliran darah oleh SOL (Hemoragik, Hematoma), edema serebral (respon lokal
atau umum pada cedera, perubahan metabolik, takar lajak obat / alkohol),
penurunan tekanan darah iskemik/hipoksia, (Hipovolemia, Disritmia jantung).
Kemungkinan dibuktikan

Perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori, respon motorik/sensorik,


gelisah, perubahan tanda vital.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognitif dan
fungsi motorik/sensorik, mendemonstrasikan tanda vital stabil dan tak ada
tanda-tanda peningkatan TIK (tekanan intrakranial).
Intervensi
Rasional
1. Tentukan faktor-faktor yang ber-hubungan dengan keadaan ter-tentu atau
yang menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensi
peningkatan TIK.

2. Pantau dan catat status neu-rologis secara teratur dan ban-dingkan dengan
nilai standar (misalnya skala koma Glasgow).

3. Evaluasi kemampuan membuka mata seperti spontan (sadar penuh),


membuka jika di beri rangsangan nyeri, atau tetap tertutup koma.
4. Kaji respon verbal, catat apakah pasien sadar, orientasi terhadap orang,
tempat dan waktu baik atau malah bingung.

5. Pantau TD, catat adanya hiper-tensi sistolik secara terus me-nerus dan
tekanan nadi yang semakin berat.

6. Frekuensi jantung, catat ada-nya bradikardia, takikardia, atau bentuk


disritmia lainnya.

7. Pantau pernafasan, meliputi iramanya, seperti adanya periode apnea setelah


hiperventilasi yang disebut pernafasan Cheyne-stokes.

8. Tinggikan kepala pasien 14-45 derajat sesuai dengan indikasi / yang dapat
ditoleransi.

9. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.


1. Menentukan pilihan inter-vensi, penurunan tanda /gejala neurologis atau kegagalan dalam pemilihan-nya setelah serangan awal mungkin menunjukan bahwa pasien itu perlu di-pindahkan keperawatan in-tensif untuk memantau tekanan TIK dan atau pem-bedahan.
2. Mengkaji adanya kecen-derungan pada tingkat ke-sadaran dan potensial
peni-ngkatan TIK dan berman-faat dalam menentukan lo-kasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
3. Menentukan tingkat kesa-daran

4. Mengukur kesesuaian da-lam berbicara dan menu-njukan tingkat kesadaran.


Jika kerusakan yang terjadi sangat kecil pada korteks serebral, pasien akan mungkin bereaksi dengan baik terhadap rangsangan verbal yang diberikan tetapi
juga memperlihatkan seperti ngantuk berat atau tidak kooperatif.
5. Normalnya, autoregulasi - mempertahankan aliran da-rah otak yang konstan
pada saaat ada fluktasi tekanan darah sistemik. Kehilangan autoregulasi dapat
meng-ikuti kerusakan vaskularasi serebral lokal atau me-nyebar (menyeluruh).

6. Perubahan pada ritme (pa-ling sering bradikardia), dan disritmia dapat timbul
yang mencerminkan adanya depresi/trauma pada batang otak pada pasien yang
tidak mempunyai kelainan jan-tung lainnya.

7. Nafas yang tidak teratur dapat menunjukkan lokasi adanya gangguan


serebral/ peningkatan TIK dan me-merlukan intervensi yang lebih lanjut
termasuk ke-mungkinan nafas buatan.

8. Meningkatkan aliran balik vena dari kepala, sehingga akan mengurangi


kongesti atau edema atau resiko terjadinya peningkatan TIK.
9. Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat mening-katkan vasodilatasi dan
vo-lume daerah serebral yang meningkatkan TIK.

b.
Resiko tinggi terhadap pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
kerusakan neuromuskular (cedera pada pusat pernafasan otak), kerusakan
kognitif.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Tidak dapat diterapkan adanya tanda-tanda yang membuat diagnosa
aktual
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien akan :
Mempertahankan pola pernafasan normal / efektif, bebas sianosis, dengan GDA
dalam batas normal.
Intervensi
Rasional
1. Pantau frekuensi irama, ke-dalaman pernafasan, catat tidak ketidakteraturan
pernafasan.

2. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai indikasi.

3. Anjurkan pasien untuk me-lakukan nafas dalam yang efektif jika pasien
sadar.
4. Auskultasi suara nafas, perha-tikan daerah hipoventilasi dan adanya suarasuara tambahan ya-ng tidak normal (seperti krekels, ronchi, mengi).

5. Pantau dari penggunaan obat-obatan depresan pernafasan, se-perti sedatif.


6. Pantau atau gambarkan AGDA, tekanan oksimetri.

7. Berikan oksigen
1. Perubahan dapat menanda-kan awitan komplikasi pul-monal (umumnya
mengi-kuti cedera otak) atau me-nandakan lokasi / luasnya keterlibatan otak,
pernafa-san lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi
mekanis.
2. Untuk memudahkan eks-pansi paru/ventilasi paru dan menurunkan adanya
ke-mungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas.
3. Mencegah dan menurun-kan atelektasis.

4. Untuk mengidentifikasi adanya masalah seperti ate-lektasis, kongesti, atau


ob-struksi jalan nafas yang membahayakan oksigen se-rebral dan/atau
menandakan terjadinya infeksi paru (um-umnya komplikasi dari ce-dera kepala).
5. Dapat meningkatkan ga-ngguan/komplikasi pernafa-san.
6. Menentukan kecukupan pe-rnafasan, keseimbangan as-am basa dan
kebutuhan ak-an terapi.
7. Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan me-mbantu dalam
pencegahan hipoksia

c.
Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan transmisi integrasi
(trauma atau defisit neurologis).
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Disorientasi terhadap waktu, tempat, orang, perubahan respon terhadap
rangsang, inkoordinasi motorik, perubahan dalam postur, ketidak mampuan
dalam memberitahu posisi bagian tubuh, perubahan pola komunikasi, distorsi
auditorius dan visual, konsentrasi buruk, perubahan proses pikir/berpikir kacau,
respon emosional berlebihan, perubahan dalam pola prilaku.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
Melakukan kembali/mempertahankan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi
persepsi, mengakui perubahan dalam kemampuan adanya keterlibatan residu,
mendemonstrasikan perubahan perilaku/gaya hidup untuk mengkompensasi /
defisit hasil.

Intervensi
Rasional

1. Evaluasi/pantau secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara,


alam perasaan / afektif, sensorik, dan proses pikir.

2. Kaji kesadaran sensorik seperti respon sentuhan, panas / dingin, benda tajam
/ tumpul, dan kesa-daran terhadap gerakan dan letak tubuh.

3. Observasi respon prilkau seperti rasa bermusuhan, menangis, afektif yang


tidak sesuai, agitasi, halusinasi.

4. Bicara dengan suara yang lembut dan pelan, gunakan kalimat yang penek
dan sederhana, dan per-tahankan kontak mata.

5. Berikan stimulasi yang berman-faat verbal (berbincang-bincang dengan


pasien), penciuman (ter-hadap kopi dan minyak tertentu), taktil (memegang
tangan pasien dan sentuhan).
6. Berikan lingkungan terstruktur termasuk terapi, aktivitas.

7. Buat jadwal istirahat yang ade-kuat/periode tidur tanpa ada ga-ngguan.

8. Gunakan penerangan siang/ma-lam hari.


1. Fungsi serebral bagian atas biasanya terpengaruh lebih dahulu oleh adanya
gang-guan sirkulasi, oksigenasi, kerusakan dapat terjadi saat trauma awal atau
kadang-kadang berkembang sete-lahnya akibat dari pembe-ngkakan atau
perdarahan.
2. Informasi penting untuk ke-amanan pasien, semua sis-tem sensorik dapat
terpe-ngaruh dengan adanya per-ubahan yang melibatkan pe-ningkatan atau
penurunan sensitivitas atau kehilangan sensasi/kemampuan untuk menerima
berespons secara sesuai pada suatu stimulasi.
3. Respon individu mungkin berubah-rubah namun umu-mnya seperti emosi
yang labil, frustasi, apatis, dan muncul tingkah laku im-pulsif selama proses penyembuhan dari trauma ke-pala.
4. Pasien mungkin meng-ala-mi keterbatasan perhatian/ pemahaman selama
fase akut dan penyembuhan dan tindakan ini dapat mem-bantu pasien untuk
memun-culkan komunikasi.
5. Pilihan masukan sensorik secara cermat bermanfaat untuk menstimulasi
pasien koma dengan baik selama melatih kembali fungsi kog-nitifnya
6. Meningkatkan konsistensi dan keyakinan yang dapat menurunkan ansietas
yang berhubungan dengan keti-daktahuan pasien tersebut.
7. Menguragi kelelahan, me-ncegah kejenuhan, membe-rikan kesempatan
untuk ti-dur.
8. Memberikan perasaan nor-mal tentang pola peruba-han waktu dan pola
tidur/ bangun.

d.
Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis, konflik
psikologis.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Defisit/perubahan memori jarak jauh, saat ini, yang baru terjadi, pengalihan
perhatian, perubahan lapang/konsentrasi perhatian, disorientasi terhadap waktu,
tempat, orang , lingkungan, kejadian, pemecahan masalah.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
Mempertahankan/melakukan kembali orientasi mental dan realitas biasanya,
mengenali perubahan berpikir/perilaku, berpartisipasi dalam aturan
terapeutik/penyerapan kognitif.
Intervensi
Rasional
1. Kaji tentang perhatian, kebing-ungan dan catat tingkat anisetas pasien.

2. Pertahankan bantuan yang kon-sisten oleh staf atau keberadaan sebanyak


mungkin.
3. Usahakan untuk menghadirkan realitas secara konsisten dan jelas. Hindari
pikiran-pikiran yang tidak masuk akal.

4. Jelaskan pentingnya pemeriksa-an neurologist secara berulang dan teratur.

5. Dengarkan dengan penuh per-hatian semua hal yang diungka-pan pasien.

6. Anjurkan pada orang yang ter-dekat untuk memberikan berita baru/keadaan


keluarga dan seba-gainya.

7. Rujuk pada kelompok-kelompok penyokong seperti asosiasi cedera kepala.


1. Rentang perhatian/kemam-puan untuk berkonsentrasi mungkin memendek
secara tajam yang menyebabkan dan merupakan potensi ter-hadap terjadinya
ansietas yang mempengaruhi proses pikir pasien.
2. Memberikan pasien pera-saan yang stabil dan ma-mpu mengontrol situasi.
3. Pasien mungkin tidak me-nyadari adanya trauma se-cara total (amnesia)
atau dari perluasan trauma dan karena pada kenyataan ter-hadap terjadinya
cedera pa-da dirinya.
4. Pemahaman bahwa peng-kajian dilakukan secara ter-atur untuk
mencegah/mem-batasi komplikasi yang mungkin terjadi.
5. Perhatian dan dukungan ya-ng diberikan pada individu akan meningkatkan
harga diri dan mendorong kesi-nambungan usaha tersebut.
6. Meningkatkan terpelihara-nya kontak dengan keadaan yang biasa terjadi
yang akan meningkatkan orien-tasi realitas dan berpikir normal.
7. Bantuan tambahan mung-kin bermanfaat dalam me-nyokong upaya-upaya
pe-mulihan.

e.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau
kognitif, penurunan kekuatan/tahanan.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Ketidakmampuan bergerak sesuai tujuan dalam lingkungan fisik, termasuk
mobilitas di tempat tidur, pemindahan, ambulasi, kerusakan koordinasi,
keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan otot/ kontrol otot.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
Melakukan kembali atau mempertahankan posisi fungsi optimal, dibuktikan tak
ada kontraktur, mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan
dilakukan kembali aktivitas, mempertahankan aktivitas, mempertahankan
integritas kulit, kandung kemih dan fungsi usus.
Intervensi
Rasional
1. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan
yang terjadi.

2. Kaji derajat immobilisasi pasien dengan menggunkan skala keter-gantungan


(0-4).

3. Ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara
waktu perubahan posisi tersebut.

4. Berikan dan bantu untuk mela-kukan latihan rentang gerak.

5. Instruksikan/bantu pasien dengan program latihan dan penggunaan alat


mobilisasi.

6. Berikan cairan dalam batas-batas normal yang dapat ditoleransi oleh


neurologis dan jantung.

7. Periksa daerah yang mengalami nyeri tekan, kemerahan, kulit ya-ng hangat,
otot yang tegang, dan sumbatan vena pada kaki.
1. Mengidentifikasi kemung-kinan kerusakan pada fung-sional dan
mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan.
2. Pasien mampu mandiri (ni-lai 0), atau memerlukan ba-ntuan/peralatan yang
mini-mal (nilai 1), memerlukan bantuan sedang/dengan pe-ngawasan/diajarkan
(nilai 2), memerlukan bantuan/ peralatan secara terus me-nerus dan alat khusus
(nilai 3), atau tergantung secara total pada pemberi asuhan (nilai 4).
3. Perubahan posisi yang ter-atur menyebabkan penye-baran terhadap berat
badan yang mengakibatkan sirku-lasi pada seluruh bagian tubuh.
4. Mempertahankan mobili-sasi dan fungsi sendi dan posisi normal ekstremitas
dan menurunkan terjadinya vena yang statis.
5. Proses penyembuhan yang lambat sering kali menyer-tai trauma kepala dan
pe-mulihan secara fisik meru-pakan bagian yang amat da-ri suatu program
pemulihan tersebut.
6. Sesaat setelah fase akut ce-dera kepala dan jika pasien tidak memiliki faktor
kon-traindikasi yang lain, pem-berian cairan memadai akan menurunkan resiko
terjadi-nya infeksi saluran kemih, dan berpengaruh cukup ba-ik terhadap
konsistensi fe-ces yang normal dan turgor kulit yang kembali normal.

7. Pasien seperti tersebut di-atas mempunyai resiko ber-kembangnya trombosis


ve-na dalam (TVD) dan em-boli pulmunal (EP) teruta-ma setelah trauma.

f.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit
ruasak, prosedur invasif, penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh, kurang
nutrisi, respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid), perubahan integritas
sistem tertutup (kebocoran CSS).
Kemungkinan dibuktikan oleh :
(Tidak ada diterapkan : adanya tanda-tanda dan gejala-gejala yang membuat
diagnosa aktual).
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi, mencapai
penyembuhan luka tepat waktu bila ada.
Intervensi
Rasional
1. Berikan perawatan aseptik, pertahankan teknik cuci tangan yang baik.
2. Observasi daerah kulit yang me-ngalami kerusakan, (seperti luka, garis
jahitan), daerah yang terpa-sang alat invasi (terpasang infuse dan sebagainya)
catat karakteri-stik dari draenase dan adanya inflamasi.
3. Pantau suhu tubuh secara teratur.

4. Anjurkan untuk melakukan nafas dalam, latihan pengeluaran sekret paru


secara terus menerus.

5. Berikan perawatan perineal.

6. Berikan antibiotik sesuai indikasi.


1. Cara pertama untuk meng-hindari terjadinya infeksi nosokomial.
2. Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan un-tuk melakukan
tindakan de-ngan segera dan pencega-han terhadap komplikasi selanjutnya.

3. Dapat mengidentifikasi per-kembagan sepsis yang se-lanjut memerlukan


evaluasi atau tindakan dengan se-gera.
4. Peningkatan mobilisasi dan pembersihan sekresi paru untuk menurunkan
resiko terjadinya pneumonia, ate-lektasis.
5. Menurunkan kemungkinan terjadinya pertumbuhan ba-kteri atau infeksi yang
me-rambah naik.
6. Terapi profilaktik dapat di-gunakan pada pasien yang mengalami trauma
(perlu-kaan), kebocoran CSS un-tuk menurunkan terjadinya infeksi nosokomial.

g.
Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien
(penurunaan tingkat kesadaran), kelemahan otot yang diperlukan untuk
mengunyah, menelan, status hipermetabolik.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
(Tidak ada diterapkan : adanya tanda-tanda dan gejala-gejala yang membuat
diagnosa aktual).
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
Mendemonstrasikan pemeliharaan/kemajuan peningkatan berat badan sesuai
tujuan, tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi, dengan nilai laboratorium
dalam rentang normal.
Intervensi
Rasional
1. Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk, dan mengatasi
sekresi.

2. Auskultasi bising usus, catat adanya penurunan/hilangnya atau suara yang


hiperaktif.

3. Timbang berat badan sesuai indi-kasi.

4. Jaga keamanan saat memberikan makan pada pasien, seperti ting-gikan


kepala tempat tidur selama makan.
5. Berikan makan dalam jumlah ke-cil dan dalam waktu sering de-ngan teratur.

6. Kaji feces, cairan lambung, mun-tah darah dan sebagainya

7. Konsultasi dengan ahli gizi.


1. Faktor ini menentukan pe-milihan terhadap jenis ma-kanan sehingga pasien
ha-rus terlindung dari aspirasi.

2. Fungsi saluran pencernaan biasanya tetap baik pada kasus trauma kepala,
jadi bising usus membantu da-lam menentukan respon un-tuk makan dan
berkemba-ngnya komplikasi, seperti paralitik ileus.
3. Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi.
4. Menurunkan resiko terjadi-nya aspirasi.

5. Meningkatkan proses pen-cernaan dan tingkat tolera-nsi pasien terhadap


nutrisi yang diberikan dan dapat meningkatkan kerjasama pasien saat makan.
6. Perdarahan subakut dan ak-ut dapat terjadi ulkus cushi-ng dan perlu
intervensi dan metode alternative pemberi-an makan.
7. Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifi-kasi kebutuhan kalori/
nu-trisi tergantung pada usia, berat badan, ukuran tubuh, keadaan peyakit
sekarang.

h.
Nyeri berhubungan dengan agen pencedera biologis, adanya proses
infeksi/inflamasi, cedera, toksin dalam sirkulasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Melaporkan sakit kepala, fotopobia, nyeri otot, sakit punggung, perilaku ditraksis,
menangis, gelisah memilih posisi yang khas, tegangan muskular, wajah
menahan nyeri, pucat, perubahan tanda-tanda vital.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :

Melaporkan nyeri hilang/terkontrol, menunjukkan postur rileks, dan mampu


tidur/beristirahat dengan tepat.
Intervensi
Rasional
1.Berikan lingkungan yang tenang ruangan yang agak gelap sesuai dengan
indikasi.

2.Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting.


3.Letakkan kantong es pada kepala pakaian dingin diatas mata.

4.Dukung untuk menentukan posisi yang nyaman.

5.Berikan latihan rentang gerak ak-tif/pasif secara tepat dan masase otot daerah
leher / bahu.

6.Kaji tingkat skala nyeri catat lo-kasi, karakteristik.

7.Kolaborasi dalam pemberian ob-at-obatan sesuai indikasi (anal-getik).


1. Menurunkan reaksi terha-dap stimulasi dari luar atau sensitivitas pada
cahaya dan meningkatkan istirahat.
2. Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri.

3. Meningkatkan vasokontrik-si, penumpukan resepsi sen-sorik yang


selanjutnya me-nurunkan nyeri.
4. Menurunkan iritasi meni-ngeal, resultan ketidaknya-manan lebih lanjut.
5. Dapat membantu merelak-sasikan ketegangan otot ya-ng meningkatkan
reduksi nyeri atau ketidaknyamanan tersebut.
6. Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan.
7. Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat.

i.
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis
situasional, ketiadakpastian tentang hasil/harapan.

Kemungkinan dibuktikan oleh :


Kesulitan beradaptasi terhadap perubahan atau menghadapi pengalaman
traumatik, keluarga tidak memenuhi kebutuhan keluarganya, kesulitan
menerima atau mendapatkan bantuan dengan tepat.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
Mulai mengekspresikan perasaan dengan bebas dan tepat, mengidentifikasi
sumber-sumber internal dan eksternal, untuk menghadapi situasi, mendorong
dan memungkinkan anggota yang cedera untuk maju kearah kemandirian.
Intervensi
Rasional
1. Catat bagian-bagian dari unit keluarga, keberadaan/keterlibatan sistem
pendukung.

2. Anjurkan keluarga untuk meng-emukakan hal-hal menjadi perha-tiannya


tentang keseriusan kon-disi, kemungkinan untuk meni-nggal, atau kecacatan
(ketidak-mampuan).
3. Anjurkan untuk mengakui pe-rasaannya, jangan menyangkal atau
meyakinkan bahwa segala sesuatunya akan beres / baik-baik saja.

4. Demonstrasikan dan anjurkan pe-nggunaan keterampilan penanga-nan


stress, seperti teknik relak-sasi, latihan bernafas, visualisasi

5. Libatkan keluarga dalam perte-muan tim rehabilitasi dan peren-canaan


perawatan / pengambilan keputusan.

6. Identifikasi sumber-sumber ko-munikasi yang ada seperti pera-watan


dirumah, konselor, me-ngenai hukum/finansial.
1. Menentukan adanya sum-ber keuarga dan mengiden-tifikasi hal-hal yang
diper-lukan.
2. Pengungkapan tentang rasa takut secara terbuka dapat menurunkan
anisetas dan meningkatkan koping terha-dap realitas.

3. Karena hal tersebut tidak mungkin diperkirankan ha-silnya, hal tersebut lebih
bermanfaat untuk memba-ntu seseorang untuk meng-atakan perasaannya
tentang apa yang sedang terjadi sebagai akibat dari pem-berian keyakinan yang
ku-rang tepat/salah.
4. Membantu mengarahkan- perhatian terhadap vitalitas sendiri untuk
meningkatkan kemampuan koping sese-orang.
5. Memfasilitasi komunikasi, memungkinkan keluarga- untuk menjadai bagian
in-tegral dari rehabilitasi dan memberikan rasa kontrol.
6. Memberikan bantuan deng-an masalah yang mungkin meningkat sebagai
akibat dari gangguan fungsi peran.

j.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang pemajanan, tidak mengenal informasi/ sumbersumber, kurang mengingat/keterbatasan kognitif.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Meminta informasi, pernyataan salah konsepsi, ketidakakuratan mengikuti
instruksi.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
Berpartisipasi dalam proses belajar, mengungkapkan pemahaman tentang
kondisi, aturan pengobatan, potensi komplikasi, memulai perubahan gaya hidup
baru, keterlibatan dalam program rehabilitasi, melakukan prosedur yang
diperlukan dengan benar.
Intervensi
Rasional
1. Evaluasi kemampuan dan kesia-pan untuk belajar dari pasien juga
keluarganya.

2. Berikan kembali informasi yang berhubungan dengan proses trau-ma dan


pengaruh sesudahnya.

3. Diskusikan rencana untuk me-menuhi kebutuhan perawatan diri.

4. Berikan instruksi dalam bentuk tulisan dan jadwal mengenai akti-vitas, obatobatan dan faktor pen-ting lainnya.

5. Identifikasi tanda/gejala adanya faktor resiko secara individual, seperti


kebocoran CSS yang lama, kejang pasca trauma.

6. Identifikasi sumber-sumber yang berada dimasyarakat, seperti seke-lompok


penyokong cedera kepala, pelayanan sosial, fasilitas reha-bilitasi, program
pasien diluar ru-mah sakit.
1. Memungkinkan untuk me-nyampaikan bahan yang di-dasarkan atas
kebutuhan se-cara individual.
2. Membantu dalam mencipta-kan harapan yang realistis, dan meningkatkan
pemaha-man pada keadaan saat ini dan kebutuhannya.
3. Berbagai tingkat bantuan mungkin perlu direncana-kan yang didasarkan atas
kebutuhan yang bersifat in-dividual.
4. Memberikan penguatan vi-sual dan rujukan setelah se-mbuh.

5. Mengenai berkembangnya masalah memberikan ke-sempatan untuk


mengeva-luasi dan intervensi lebih awal untuk mencegah ter-jadinya komplikasi
yang serius.
6. Diperlukan untuk membe-rikan bantuan perawatan se-cara fisik, penanganan
gaya hidup baik secara emosi-onal maupun secara finan-sial

5.

IMPLEMENTASI

Pelaksanaan merupakan langkah keempat dalam proses keperawatan dengan


melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan yang telah
direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan (Hidayat, 2004).
Menurut Gaffar, LOJ, (1999), implementasi merupakan pelak-sanaan
perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien. Hal-hal yang harus
diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah intervensi dilaksanakan
sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan
interpersonal, intelektual, dan teknikal. Intervensi harus dilakukan dengan
cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologi
dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan.
6.

EVALUASI

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang


menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaan sudah berhasil dicapai (Nursalam, 2001).
Sedangkan menurut Hidayat, AA, (2001), evaluasi merupakan tahapan akhir dari
proses keperawatan. Evaluasi menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh

intervensi yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang
diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan.

BAB III
TINJAUAN KASUS
Nama Mahasiswa

: Rafsan Jali

Ruangan

: Bedah

A.

PENGKAJIAN

1.

Biodata

a.

Identitas pasien

Nama

: An. I

Jenis kelamin

: Perempuan

Umur

: 14 Tahun

Status Perkawinan

: Belum kawin

Agama

: Islam

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: Siswi

Alamat

: Gunong Pulo Kota Fajar

Tanggal masuk

: 06 Juli 2010

No. Register

: 027343

Ruang/Kamar

: Bedah/RBW

Tanggal pengkajian/
Hari rawatan

: 06 Juli 2010/06 Juli 2010 s/d 08 Juli 2010

Diagnosa medis

: Head Injury GCS 11

b.

Penanggung jawab

Nama

: Tn. I

Hubungan dengan pasien

: Ayah kandung

Pekerjaan

: Wiraswasta

Alamat

: Gunong Pulo Kota Fajar

2.

Keluhan Utama

Pada saat dikaji pasien mengatakan nyeri diseluruh bagian kepala.


a.

Provokatif dan Paliatif

1.

Apakah yang menyebabkan gejala / penyakit.

Pasien mengatakan penyebab gejala atau penyakit adalah akibat kecelakaan lalu
lintas.
2.

Hal-hal yang dapat mengurangi dan memperberat keadaan.

Pasien mengatakan hal yang dapat mengurangi gejala penyakitnya adalah


dengan cara istirahat dan diberi obat-obatan, sedangkan hal-hal yang dapat
memperberat gejala penyakitnya apabila banyak bergerak.
b.

Qualitas dan Quantitas

1.

Bagaimana gejala yang dirasakan.

Pasien mengatakan gejala yang dirasakan adalah nyeri tusuk didaerah kepala.
2.

Apakah lebih parah dari sebelumnya.

Pasien mengatakan gejala yang dirasakan tidak parah dari sebelumnya.


c.

Regional / Area Radiasi

1.

Dimana gejala yang dirasakan.

Pasien mengatakan gejala yang dirasakan dibagian kepala.

2.

Apakah merambat kebagian lain.

Pasien mengatakan gejala yang dirasakan hampir keseluruh bagian kepala.


d.

Skala

Skala nyeri 8 (berat)


0

10

Keterangan :
0

: Tidak nyeri

1-3

: Ringan

4-6

: Sedang

7-9

: Berat

10

e.

: Sangat berat

Timing

1. Jenis (tiba-tiba atau bertahap)


Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan bertahap-tahap.
2.

Frekwensi

Pasien mengatakan frekwensi nyeri yang dirasakan sering.


3.

Durasi

Pasien mengatakan lama nyeri yang dirasakan selama 6 menit.


3.

Riwayat Kesehatan Masa Lalu

a.

Alasan masuk/dirawat.

Pasien mengatakan tidak pernah masuk dan dirawat di rumah sakit.


b.

Penyakit yang pernah dialami

Pasien mengatakan penyakit yang pernah dialami hanya demam biasa.


c.

Pernah dirawat

Pasien mengatakan tidak pernah dirawat di rumah sakit.


d.

Riwayat alergi

Pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi.


e.

Status imunisasi

Ibu pasien mengatakan status imunisasinya tidak lengkap tapi ibu pasien tidak
tahu status imunisasi apa yang tidak lengkap.

4.

Riwayat Kesehatan Keluarga

a.

Penyakit keturunan yang ada

Pasien mengatakan tidak ada penyakit keturunan dalam anggota keluarganya.


b.

Anggota keluarga yang meninggal

Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang meninggal.


c.

Penyebab meninggal

Tidak ada.
d.

Genogram

Keterangan :
: Laki-laki

: Tinggal serumah

: Perempuan

: Pasien

5.

Riwayat Psikososial

a.

Bahasa yang digunakan

Pasien mengatakan bahasa yang digunakan adalah bahasa Aceh.


b.

Persepsi pasien tentang penyakitnya

Pasien berharap cepat sembuh.


c.

Konsep diri

1.
Body image
dideritanya.

: Pasien tidak mengeluh dan menerima apa yang

2.
Ideal diri
: Pasien menginginkan cepat sembuh dan bisa
beraktivitas seperti biasa .
3.

Harga diri

: Pasien merasa di hargai oleh keluarganya.

4.

Peran diri

: Pasien sebagai anak pertama dalam keluarganya.

5.
Personal identity
siswi.
d.

: Pasien berperan sebagai anak dan sebagai seorang

Keadaan emosional

Pasien masih bisa mengontrol emosinya.


e.

Hubungan dengan saudara

Pasien mengatakan hubungan dengan saudara baik.

f.

Hubungan dengan orang lain

Pasien mengatakan hubungan dengan orang lain baik.


6.

Pemeriksaan Fisik

a.

Tanda tanda vital

Tekanan darah

: 110/70 mmhg

Pernafasan

: 24 x/i

Nadi

: 80 x/i

Suhu

: 36,80C

Berat badan

: 38 Kg

Tinggi badan

: 140cm

b.

Keadaan umum

1.

Kesan umum

: Sedang

2.

Wajah

: Ekspresi datar

3.

Bentuk badan

: Sedang

c.

Pemeriksaan kepala dan leher

1.

Kepala dan rambut

Bentuk kepala

: Simetris

Keadaan ubun-ubun

: Menutup dan tidak ada benjolan

Luka / peradangan
bagian oksipitalis.

: Luka lecet dibagian frontal( 1,5 cm) dan memar di

Keadaan kulit kepala

: Kurang bersih

Kelainan

: Tidak ada kelainan

Penyebaran rambut

: Merata

Warna

: Hitam

Kebersihan

: Kurang bersih

2.

Mata

Inspeksi
Bentuk bola mata
Kelopak

: Sferis (Bulat)
: Tidak ada peradangan

Konjungtiva

: Anemis

Sklera

: Tidak ada ikterik

Kornea

: Tidak ada peradangan

Iris

: Tidak ada peradangan

Pupil kiri

: Isokor, berespon (+) terhadap cahaya

Pupil kanan

: Isokor, berespon (+) terhadap cahaya

Lensa

: Normal

Visus

: Pasien bisa membaca buku dengan jarak 30 cm

Kelainan

: Tidak ada kelainan

Penggunaan alat bantu


3.

: Tidak menggunakan alat bantu

Hidung dan Sinus

Inspeksi
Ingus

: Tidak ada

Perdarahan

: Tidak ada

Penyumbatan

: Tidak ada

Palpasi
Septum nasal

: Midline

Sinus
4.

: Tidak ada nyeri tekan


Telinga

Inspeksi
Daun telinga

: Simetris

Membran timpani

: Tidak dikaji

Kebersihan

: Bersih

Kelainan / peradangan

: Tidak ada kelaianan

Uji pendengaran

: Pasien bisa mendengar suara perawat

5.

Mulut dan Farink

Inspeksi
Bibir

: Bengkak

Gusi

: Bengkak

Gigi

: Tidak lengkap/patah 2 gigi seri

Lidah

: Kotor (masih tedapat sisa-sisa darah kering)

Tonsil

: Tidak ada peradangan

Membran mukosa
6.

: Kering

Leher

Posisi trakhea

: Medial.

Pembesaran thyroid

: Tidak ada pembesaran

Pembesaran vena jugularis

d.

Pemeriksaan thoraks

1.

Pemeriksaan dada

: Tidak ada distensi vena jugularis.

Inspeksi
Bentuk

: Simetris

Retraksi

: Tidak ditemukan

Kulit

: Lembab

Payudara

: Simetris

Fraktur

: Tidak ada

Lain-lain

: Tidak ada

2.

Paru-paru
Inspeksi

Kiri : Simetris

Kanan : Simetris

Palapasi
Kiri : Tidak ada nyeri tekan

Kanan : Tidak ada nyeri tekan

Perkusi
Kiri : Resonan

Kanan : Resonan

Auskultasi
Kiri : Vesikuler
3.

Kanan : Vesikuler

Jantung

Inspeksi

: Normal

Palpasi

: Tidak ada nyeri tekan

Perkusi

: Redup

Auskultasi

: Reguler

e.

Abdomen

Inspeksi
Bentuk

: Simetris

Retraksi

: Ada

Simetris

: Simetris

Kultur permukaan

: Datar

Penonjolan

: Tidak ada penonjolan

Auskultasi
Bising usus

: 10x/menit

Lain-lain

: Tidak ada suara tambahan

Perkusi

: Timpani

Palpasi
Hepar

: Tidak ada nyeri tekan

Ginjal

: Tidak ada nyeri tekan

Limpa

: Tidak ada nyeri tekan

Kandung kemih

: Tidak ada nyeri tekan

f.

Anus dan Rektum

Inspeksi

: Tidak dikaji

Palpasi

: Tidak dikaji

g.

Alat kelamin

Inspeksi

: Tidak dikaji

Palpasi

: Tidak dikaji

h.

Muskuloskeletal

1)

Tulang

Inspeksi
Susunan tulang

: Normal

Deformitas

: Tidak ada

Pembengkakan

: Tidak ada

Palpasi
Edema

: Tidak ada edema

Nyeri tekan

: Tidak ada nyeri tekan

2)

Persendian

Inspeksi
Kaku

: Terdapat

Rentang gerak

: Terbatas

Palpasi
Nyeri tekan

: Tidak ada nyeri tekan

Bengkak

: Tidak ada

Krepitasi

: Tidak ada

3)

Otot

Inspeksi
Ukuran

: Normal

Kontraktur

: Tidak ada

Kontraksi

: Ada

Kekuatan Otot

: Tangan kanan : 5
Tangan kanan : 5
Kaki kanan
Kaki kanan

h.

Neurologi

1.

Kesadaran

: Somnolen

2.

Tingkat kesadaran

: GCS 11 (E : 3

:4
:4

V: 4

M: 4)

3.

Pergerakan

: Pasien tidak mampu bergerak (beraktivitas)

4.

Sensasi

: Pasien mampu merasakan rabaan dan mendengar

5.

Pola pemecahan masalah :


Pasien tidak mampu beradaptasi dan tidak mampu merawat diri

7.

Pola Kebiasaan Sehari-hari

a.

Pola nutrisi

Sebelum perawatan
Dalam perawatan
Frekwensi makan : 3x sehari
Jenis makanan

: MB

Mual dan muntah : Tidak ada


Makanan disukai : Bakso
Frekwensi Makan : Tidak Bisa
makan
Jenis Makanan

: M1

Mual dan Muntah : Terdapat Mual


dan muntah
Makanan Disukai : Selama rawatan
pasien tidak
menyukai jenis
makanan
b.

Pola eliminasi

Sebelum perawatan
Dalam perawatan
Frekwensi BAB : 2x sehari
Warna

: Kuning kecoklatan

Kelainan

: Tidak ada

Frekwensi BAK : 5x sehari


Warna

: Kuning, jernih

Frekwensi BAB : Belum ada


Warna

:-

Kelainan

:-

Frekwensi BAK : Belum BAK


Warna
c.

:-

Pola istirahat dan tidur

Sebelum perawatan
Dalam perawatan
Waktu tidur

: Jam 21.30
s/d 06.00
Wib

Durasi

: 8 jam

Kebiasaan pengantar tidur : Tidak ada


Masalah tidur : Tidak ada

Waktu tidur

: Jam 23.30 s/d


05.00 Wib

Durasi

: 5 jam

Kebiasaan pengantar
tidur

: Tidak ada

Masalah tidur

: Sering terbangun

.
d.

Personal hygiene

Sebelum perawatan
Dalam perawatan
Frekwensi mandi : 2x sehari
Gosok gigi

: 3x sehari

Memotong kuku : 1x seminggu


Frekwensi mandi : Pasien belum
mandi
Gosok gigi

: Tidak ada

Memotong kuku : Tidak ada

e.

Pola aktivitas

Sebelum perawatan
Dalam perawatan
Pasien adalah seorang pelajar dan sering membantu orangtua di rumah

Pasien tidak bisa beraktivitas, aktivitas pasien dibantu oleh perawat dan keluarga

8.

Hasil Pemeriksaan Lab

A.

Hasil Lab

Keterangan : tidak ada pemeriksaan laboratorium


B.

Pemeriksaan penunjang lain : fotho rontgen kepala

9.

Pengobatan / Therapy

Nama obat
Dosis/cara
Fungsi
Cefotaxime
Citicolin
Ranitidine

Ketorolac
IVFD RL 500 cc
1amp/12 jam IV
1amp/8 jam IV
1amp/8 jam IV

1amp/8 jam IV
20 gtt/i IV
Antibiotik
Vasodilator
Menetralkan asam lam-bung (anti emetik)
Anti nyeri
Cairan tubuh

B.

ANALISA DATA

No
Data
Etiologi
Masalah
1
Data subjektif :
1. Pasien mengatakan nyeri di seluruh bagian kepala
2. Pasien mengatakan kepala terasa pusing

Data objektif :
1. Wajah pasien meringis
2. Pasien gelisah
3. Tanda-tanda vital :
TD : 110/70 mmHg
RR : 24x/i
Puls : 80x/i
Temp : 36,80C
4. Luka lecet dibagian frontal 1,5 cm dan memar dibagian oksipital
5. Bibir bengkak dan patah 2 gigi seri
6. skala nyeri 8 (berat)

Cedera kepala

Kerusakan sel otak

Gangguan autoregulasi

Aliran darah ke otak

O2 menurun

Oedema otak

Skala nyeri 8, gelisah, wajah meringis

Nyeri
Nyeri
2
Data subjektif :
1. Pasien mengatakan mual dan muntah
2. Pasien mengatakan susah menelan

Data objektif :
1. Pasien tidak mau memakan diit yang disediakan
2. Pasien susah menelan
3. Pasien muntah 3 x

Cedera kepala

Kerusakan sel otak

Katekolamin
Sekresi asam lambung

Mual muntah

Asupan nutrisi kurang

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


Perubahan nu-trisi kurang da-ri kebutuhan tubuh
3
Data subjektif :
1. Pasien mengatakan kakinya susah digerakkan
2. Pasien mengatakan susah bergerak

Data objektif :
1. Pasien terbaring ditempat tidur
2. Keterbatasan rentang gerak
3. Kekuatan otot
Tangan kanan : 5
Tangan kiri

:5

Kaki kanan
Kaki kiri

:4
:4

4.

Keadaan umum sedang

5.

Luka lecet di lutut bagian kanan

KLL

Luka lecet di lutut bagian kanan

Penurunan kekuatan otot

Pasien terbaring di tempat tidur, rentang gerak terbatas

Kerusakan mobilitas fisik


Kerusakan mobilitas fisik

C.

DIAGNOSA KEPERWATAN

Nyeri berhubungan dengan cedera kepala ditandai dengan : pasien mengatakan


nyeri di seluruh bagian kepala, pasien mengatakan kepala terasa pusing, wajah
pasien meringis, pasien gelisah, tanda-tanda vital : TD : 110/70 mmHg, RR :
24x/i, Puls : 80x/i, Temp : 36,80C, luka lecet dibagian frontal 1,5 cm dan memar
dibagian oksipital, bibir bengkak dan patah 2 gigi seri, skala nyeri 8 (berat).
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan
muntah ditandai dengan : pasien mengatakan mual dan muntah, pasien
mengatakan susah menelan, pasien tidak mau memakan diit yang disediakan,
pasien susah menelan, pasien muntah 3 x.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot ditandai
dengan : pasien mengatakan kakinya susah digerakkan, pasien mengatakan
susah bergerak, pasien terbaring ditempat tidur, keterbatasan rentang gerak,
kekuatan otot : tangan kanan 5, tangan kiri 5, kaki kanan 4, kaki kiri 4, keadaan
umum sedang, luka lecet di lutut bagian kanan.

Anda mungkin juga menyukai