Anda di halaman 1dari 25

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
1.1 LATAR BELAKANG
Herpes simplex virus (HSVs) adalah virus DNA yang menyebabkan infeksi kulit akut dan
muncul sebagai vesikel dengan dasar eritematosa. Jarang sekali virus ini dapat menyebabkan
penyakit serius dan penyakit ini dapat mempengaruhi kehamilan, menyebabkan kerusakan
signifikan terhadap janin. Kebanyakan infeksi adalah infeksi yang berulang dan cenderung untuk
kembali pada atau dekat lokasi yang sama. Virus herpes simpleks tipe 1 sebagian besar terkait
dengan penyakit orofacial, sedangkan virus herpes simpleks tipe 2 biasanya terkait dengan
infeksi perigenital. Tetapi, keduanya dapat menginfeksi daerah oral dan genital.2
1.2 PATOFISIOLOGI
Infeksi virus Herpes simpleks ditularkan oleh dua spesies virus, yaitu virus Herpes
simpleks-I (HSV-1) dan virus Herpes simpleks II (HSV-2). Virus ini merupakan kelompok virus
DNA rantai ganda. Infeksi terjadi melalui kontak kulit secara langsung dengan orang yang
terinfeksi virus tersebut. Transmisi tidak hanya terjadi pada saat gejala manifestasi HSV muncul,
akan tetapi dapat juga berasal dari virus shedding dari kulit dalam keadaan asimptomatis. 10
Pada infeksi primer, kedua virus Herpeks simpleks , HSV 1 dan HSV-2 bertahan di
ganglia saraf sensoris . Virus kemudian akan mengalami masa laten, dimana pada masa ini virus
Herpes simpleks ini tidak menghasilkan protein virus, oleh karena itu virus tidak dapat terdeteksi
oleh mekanisme pertahanan tubuh host. Setelah masa laten, virus bereplikasi disepanjang
serabut saraf perifer dan dapat menyebabkan infeksi berulang pada kulit atau mukosa. 9
Virus Herpes simpleks ini dapat ditularkan melalui sekret kelenjar dan secret genital dari
individu yang asimptomatik, terutama di bulan-bulan setelah episode pertama penyakit,
meskipun jumlah dari lesi aktif 100-1000 kali lebih besar.9

Gambar 1: Herpes labialis.


A. Infeksi virus herpes simpleks primer, virus bereplikasi di orofaringeal dan naik dari
saraf sensoris perifer ke ganglion trigeminal.
B. Herpes simplex virus dalam fase latent dalam ganglion trigeminal
C. Berbagai rangsangan memicu reaktivasi virus laten, yang kemudian turun dari saraf
sensorik ke daerah bibir atau perioral menyebabkan herpes labialis rekuren.
Dikutip Dari Kepustakaan 2
Herpes simplex virus sangat

menular dan disebarkan langsung oleh kontak dengan

individu yang terinfeksi virus tersebut. Virus Herpes simpleks ini dapat menembus epidermis
atau mukosa dan bereplikasi di dalam sel epitel.12
Virus Herpes simpleks 1 (HSV-1) biasanya menyerang daerah wajah (non genitalia) dan
virus Herpes simpleks 2 (HSV-2) biasanya menyerang alat kelamin. perubahan patologis sel
epidermis merupakan hasil invasi virus herpes dalam vesikel intraepidermal dan multinukleat sel
raksasa. Sel yang terinfeksi mungkin menunjukkan inklusi intranuklear.12
1.3 EPIDEMIOLOGI

Frekuensi Internasional
2

Bukti serologis infeksi HSV-1 pada dewasa muda berkisar antara 56-85%, bervariasi menurut
negara. Seroprevalensi HSV-2 telah dilaporkan bervariasi 13-40% di seluruh dunia. Lebih dari
sepertiga populasi dunia telah infeksi klinis berulang HSV. Di negara membangun, HSV-2 adalah
penyebab umum dari penyakit ulkus kelamin, terutama di negara-negara dengan prevalensi
tinggi infeksi HIV. Studi internasional menunjukkan bahwa prevalensi pada orang koinfeksi
dengan HIV hampir 90% untuk HSV-1 dan 77% untuk HSV-2. [2]

Umur

Frekuensi infeksi HSV-1 pada anak bervariasi dengan status sosial ekonomi. Kira-kira, sepertiga
anak-anak dari keluarga sosial ekonomi yang rendah menunjukkan beberapa bukti infeksi HSV-1
pada usia 5 tahun. Frekuensi meningkat menjadi 70-80% pada awal remaja / dewasa. Sebaliknya,
hanya 20% dari anak-anak dari keluarga kelas menengah yang terkena . Frekuensi infeksi tetap
cukup stabil sampai dekade ketiga kehidupan ketika itu meningkat menjadi 40-60%. tingkat
serokonversi HSV-2 tertinggi pada orang dewasa muda yang aktif secara seksual.

Jenis Kelamin

Frekuensi antibodi HSV-1 dan HSV-2 sedikit lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria.
Namun, wanita lebih mungkin dilindungi dari infeksi HSV genital dibandingkan pria untuk
dengan menggunakan metode penghalang. Dalam studi lebih dari 600 wanita hamil, 63% adalah
seropositif untuk HSV-1, 22% untuk HSV-2, dan 13% untuk kedua, dan 28% adalah seronegatif.
Ras non-kulit putih dan yang telah memiliki 4 atau lebih pasangan seksual berkorelasi
independen dengan peningkatan infeksi HSV-2. Wanita non-Hispanik kulit putih hamil memiliki
persentase tertinggi seronegativity untuk kedua HSV 1 dan HSV-2. Namun, kelompok ini
memiliki resiko tertinggi memiliki anak dengan herpes neonatal, menunjukkan kerentanan
mereka terhadap infeksi baru HSV selama trimester ketiga kehamilan mereka (seorang ibu yang
paling mungkin untuk menularkan infeksi kepada bayinya.) [4]
1.4 ANAMNESA dan MANIFESTASI KLINIS
Infeksi primer pada HSV yaitu mereka yang tanpa adanya kekebalan baik terhadap
HSV-1 atau HSV-2 dan sering subklinis. Namun bila lesi klinis berkembang, biasanya lebih
parah, dan lebih sering dengan

tanda dan gejala sistemik,dan mereka memiliki tingkat


3

komplikasi yang lebih tinggi dari infeksi rekuren. Infeksi genital primer lebih sering bergejala
dibandingkan dengan oral.2,9
Pada infeksi primer, gejala biasanya terjadi dalam waktu 3 sampai 7 hari setelah terpapar
dengan masa inkubasi selama 2 sampai 20 hari. Gejala prodromal seperti

limfadenopati,

malaise, anoreksia dan demam, serta nyeri setempat, pembengkakan dan rasa terbakar sering
terjadi sebelum timbulnya lesi mukokutan. Awalnya nyeri, kadang-kadang terpusat, vesikel pada
dasar eritematous kemudian muncul, diikuti dengan adanya pustul dan ulserasi.

Beberapa

vesikel berkelompok dan tersebar. Terbentuk krusta dan gejala resolusi muncul dalam waktu 2
sampai 6 minggu. Gejala prodromal serupa dapat mendahului lesi rekuren, tetapi yang terakhir
sering mengalami penurunan dalam jumlah, tingkat keparahan dan durasi dibandingkan dengan
infeksi primer.4,7,15

Gambar 2 : Vesikel Pada Dasar Yang Merah.


(Dikutip dari kepustakaan 7)

Gambar 3 : Bagian Tengah Membentuk


Cekungan (Umbilikasi)
(Dikutip dari kepustakaan 10)

Gambar 4 : Krusta Dan Lesi Penyembuhan


dengan atau Tanpa Sikatrik
(Dikutip dari kepustakaan 7)
Infeksi Orofacial
Herpes Orofaciall: Herpes labialis (cold sores, fever blisters) paling sering dikaitkan
dengan infeksi HSV-1. Lesi Oral disebabkan oleh HSV-2 telah diidentifikasi yang biasanya
sekunder dari kontak orogenital. Infeksi primer HSV-1 sering terjadi pada masa kanak-kanak dan
biasanya asimtomatik.11
Ketika timbul gejala (mayoritas infeksi orolabial primer tidak menunjukkan gejala),
infeksi primer herpes orolabial biasanya hadir sebagai gingivostomatitis pada anak-anak atau
sebagai faringitis pada orang dewasa muda. Secara umum, mulut dan bibir adalah daerah yang
paling sering terlibat, dengan lesi muncul pada mukosa bukal, gingival dan membran
orofaringeal lainnya. Edema signifikan, rasa sakit dan ulserasi dari membran orofaringeal dapat
menyebabkan disfagia dan pengeluaran air liur terus-menerus.7,11

Gambar 5 : Herpes simplex virus : gingivostomatitis


dikutip dari kepustakaan 2
Penyakit ini dapat dorman untuk beberapa waktu. HSV-1 reaktivasi di ganglia sensoris
trigeminal menyebabkan rekurensi di wajah dan oral, labial, dan mukosa mata. Nyeri, panas,
gatal, atau paresthesia biasanya mendahului lesi vesikular berulang yang akhirnya mengalami
ulserasi atau membentuk kusta. Lesi yang paling sering terjadi di perbatasan Vermillion, dan
gejala dari rekurensi yang tidak diobati sekitar diobati 1 minggu.11

Gambar 6:Paparan matahari memicu rekurensi.


Dikutip dari kepustakaan 7
Infeksi Genital
Herpes genital adalah presentasi klinis utama dari infeksi HSV-2, tetapi dapat juga
disebabkan HSV-1 yaitu 10%-40% dari kasus, terutama berkaitan dengan kontak oral-genital.2,7

Herper genitalis primer terjadi dalam waktu 2 hari sampai 2 minggu setelah terpapar
virus dan memiliki manifestasi klinis yang paling parah. Gejala episode primer biasanya
berlangsung 2-3 minggu.11
Vesikel muncul sekitar 6 hari setelah kontak seksual. Vesikel membentuk cekungan
ditengah (umbilikasi) di hari 2 atau 3, kemudian terkikis. Krusta dan lesi sembuh pada satu atau
dua minggu kedepan. Jaringan parut dapat terbentuk pada inflamasi yang hebat. Discharge,
dysuria, dan limfadenopati inguinal biasanya terjadi.

Adanya keluhan sistemik, termasuk

demam, mialgia, kelesuan, dan photophobia, terjadi pada 70% pada pasien dan lebih sering
terjadi pada perempuan. Diagnosis klinis tidak sensitif dan spesifik. Nyeri khas vesikel atau lesi
ulseratif tidak tampak pada kebanyakan orang yang terinfeksi.7
Pada laki-laki, lesi biasanya muncul pada glans penis atau batang penis. Pada pria, nyeri,
eritem, lesi vesikular yang mengalami ulserasi

paling sering terjadi pada penis, tetapi mereka

juga dapat terjadi di anus dan perineum. 2,11

Gambar 7 : Herpes simpleks primer. Kelompok


vesikel yang rupture, meninggalkan erosi. Tampak
vesikel didaerah perifer.
Dikutip dari kepustakaan 4

Pada wanita, lesi dapat melibatkan vulva, perineum, bokong, vagina, atau cervix. Wanita
memiliki gejala penyakit yang lebih luas dan insiden yang tinggi mungkin dikarenakan area
permukaan yang terlibat lebih luas. HSV servisitis terjadi pada 80 persen wanita dengan infeksi
primer. Dapat tampak sebagai vaginal discharge purulen atau berdarah , dan pada pemeriksaan
7

menunjukkan area yang difus dan kemerahan, lesi ulseratif yang luas di eksoserviks, atau, yang
jarangn terjadi, nekrotik servisitis. Cervical discharge biasanya berbentuk mukoid tetapi kadangkadang mukopurulen.2,7
Adanya keterlibatan lokal yang lebih luas, limfadenopati regional dan demam umumnya
membedakan infeksi primer dari infeksi rekuren. Rekurensi lebih sering terjadi pada bulan
pertama sampai satu tahun setelah infeksi pertama. Reaktivasi

HSV-2 pada ganglion

lumbosakral menyebabkan rekurensi pada daerah di bawah pinggang. Rekurensi dari lesi genital
dapat didahului dengan gejala prodromal seperti bengkak, gatal, rasa terbakar, atau geli dan
perjangkitan penyakitan tidah separah pada infeksi primer.2,4,11
Infeksi Pada Bagian Kulit Yang Lain
Eczema herpeticum yang terlokalisir atau tersebar juga dikenal sebagai Kaposi
varicelliform. Disebabkan oleh HSV-1, Eczema herpeticum adalah varian dari infeksi HSV yang
biasanya berkembang pada pasien dengan dermatitis atopik, luka bakar, atau kondisi kulit
inflamasi. Anak-anak yang paling sering terkena.11

Gambar 8 : Eczema herpeticum secara cepat menyebar, tampak


erosi dan ulserasi bersamaan dengan demam pada anak umur 22
bulan dengan riwayat dermatitis atopik parah.
Dikutip dari kepustakaan 4

Herpetic whitlow merupkan infeksi herpes simpleks pada jari dan sering mengenai anakanak dan tenaga medis dan gigi yang secara rutin menggunakan sarung tangan. Meskipun
Herpetic whitlow yang terdahulu terutama disebabkan HSV-1, peningkatan jumlah kasus
8

sekarang karena HSV-2 dari jari/ kontak kelamin. Periungual eritema, nyeri, dan kemudian
terbentuk vesikel.4,16
Herpes gladiatorum disebabkan oleh HSV-1 dan tampak sebagai erosi papular atau
vesikular pada torsos atlet dalam olahraga yang melibatkan kontak fisik dekat (gulat klasik).11
1.5 PEMERIKSAAN FISIK

Infeksi klinis HSV muncul sebagai vesikel berkelompok dengan dasar eritem. Ia sering
berkembang menjadi lesi pustul atau ulkus, dan mereka akhirnya membentuk krusta. Lesi
HSV cenderung berulang pada atau dekat lokasi dengan distribusi saraf sensorik yang
sama. Gejala sistemik seperti demam, malaise, dan toksisitas akut, dapat menyertai lesi,
khususnya di infeksi primer. Setiap kondisi memiliki gejala yang terkait dan temuan
klinis (lihat anamnesa).
o Meskipun infeksi HSV dapat terjadi di manapun pada tubuh, 70-90% dari HSV-1
infeksi terjadi di atas pinggang yaitu daerah tersering pada area wajah dan mulut .
Sebaliknya, 70-90% dari HSV-2 infeksi terjadi di bawah pinggang yaittu alat
kelamin dan sekitarnya.
o Manifestasi fisik infeksi HSV pada pasien immunocompromised biasanya sama
dengan pada pasien sehat. Namun, lesi yang lebih besar atau ulkus nekrotik
mungkin terjadi.
o HSV neonatal mungkin sulit untuk didiagnosis karena, seringkali, tidak ada lesi
mukokutan yang hadir pada pemeriksaan fisik. kesulitan bernapas, sakit kuning,
dan kejang dapat terjadi.

1.6 ETIOLOGI

HSV-1 dan HSV-2 adalah agen penyebab herpes genital, herpes labialis dan facialis ,
herpes gladiatorum, herpes whitlow, herpes keratoconjunctivitis, herpeticum eczema,
herpes folikulitis, [7] herpes lumbosakral, herpes diseminata, herpes neonatal, dan herpes
ensefalitis. Mereka juga terkait dengan beberapa kasus eritema multiforme. Penyakit
9

demam, paparan sinar ultraviolet, trauma, infeksi saluran pernafasan atas, atau stres
emosional dapat memicu herpes labialis berulang karena HSV-1.

Lokasi geografis pasien, status sosial ekonomi, dan umur mempengaruhi frekuensi
infeksi HSV-1. Prevalensi tertinggi antibodi terhadap HSV-2 terjadi pada PSK wanita,
laki-laki homoseksual, dan orang yang HIV-positif.

1.7 DIAGNOSIS DIFFERENSIAL


Herpes simpleks di daerah sekitar mulut dan hidung harus dibedakan dengan impetigo
vesikobulosa. Pada daerah genital harus dibedakan dengan ulkus durum, ulkus mole.
1. Impetigo Vesikobulosa
Kelainan kulit pada impetigo vesikobulosa biasanya sering terjadi pada anak-anak dan
gambaran klinis berupa eritem, bula, dan bula hipopion. Keadaan umum tidak dipengaruhi,
kadang-kadang waktu penderita datang berobat, vesikel/bula telah memecah sehingga yang
tampak hanya koleret dan dasarnya masih eritematosa.3

Gambar 10 : Staphylococcus aureus: Impetigo Bulosa.


2. Ulkus durum
Chancre (ulkus durum) sifilis biasanya muncul sebagai lesi tunggal yang tidak menyakitkan
dan tidak berulang. Ulkus tersebut biasanya bulat, dasarnya ialah jaringan granulasi berwarna
merah dan bersih, diatasnya hanya tampak serum. Yang khas ialah ulkus tersebut indolen dan
teraba indurasi.3,8

10

Gambar 11 : Chancre pada sifilis primer


(Dikutip dari kepustakaan 4)

3. Chancroid (Ulkus Mole)


Chancroid adalah penyakit infeksi menular ulseratif akut yang disebabkan oleh
organisme Haemophilus ducreyi, sering bermanifestasi sebagai ulkus dengan eksudat abu-abu
kekuningan diatas dasar jaringan granulasi. Ulkus kecil, lunak pada perabaan, tidak terdapat
indurasi, berbentuk cawan, pinggir tidak rata, sering bergaung dan dikelilingi halo yang
eritematosa.2,3

Gambar 12 : Pembesaran chancroid dengan eksudat abu-abu yang


telah merusak frenulum (kissing ulcer).
(Dikutip dari kepustakaan 2)

1.8 PEMERIKSAAN LABORATORIUM


11

Pemeriksaan sitologik untuk perubahan sel dari infeksi herpes virus tidak sensitive dan
tidak spesifik baik menggunakan pemeriksaan Tzank

(lesi genital) dan apusan serviks

Papanicolaou dan tidak dapat diandalkan untuk diagnosis konklusif infeksi herpes simpleks.7
Jenis yang lebih tua dari pengujian virologi, tes Pap Tzanck, mengorek dari lesi herpes
kemudian menggunakan pewarnaan Wright dan Giemsa. Pada pemeriksaan ditemukan sel
raksasa khusus dengan banyak nukleus atau partikel khusus yang membawa virus (inklusi)
mengindikasikan infeksi herpes. Tes ini cepat tapi akurat 50-70% dari waktu. Hal ini tidak dapat
membedakan antara jenis virus atau antara herpes simpleks dan herpes zoster.14

Gambar 9: Herpes simpleks : Sel Raksasa Berinti Banyak.


(Dikutip dari kepustakaan 17)
Tes kultur virus dilakukan dengan mengambil sampel cairan, dari luka sedini mungkin,
idealnya dalam 3 hari pertama manifestasi. Virus, jika ada, akan bereproduksi dalam sampel
cairan namun mungkin berlangsung selama 1 - 10 hari untuk melakukannya. Jika infeksi parah,
pengujian teknologi dapat mempersingkat periode ini sampai 24 jam, tapi mempercepat jangka
waktu selama tes ini mungkin membuat hasil yang kurang akurat. Kultur virus sangat akurat jika
lesi masih dalam tahap blister jelas, tetapi tidak bekerja dengan baik untuk luka ulserasi tua, lesi
berulang, atau latency. Pada tahap ini virus mungkin tidak cukup aktif. 14
Tes PCR yang jauh lebih akurat daripada kultur virus, dan CDC merekomendasikan tes
ini untuk mendeteksi herpes dalam cairan serebrospinal ketika mendiagnosa herpes ensefalitis
12

.PCR dapat membuat banyak salinan DNA virus sehingga bahkan sejumlah kecil DNA dalam
sampel dapat dideteksi.14
Tes serologi dapat mengidentifikasi antibodi yang spesifik untuk virus dan jenis, Herpes
Simplex Virus 1 (HSV-1) atau Virus Herpes Simpleks 2 (HSV-2). Ketika herpes virus
menginfeksi seseorang, sistem kekebalan tubuh tersebut menghasilkan antibodi spesifik untuk
melawan infeksi. Adanya antibodi terhadap herpes juga menunjukkan bahwa seseorang adalah
pembawa virus dan mungkin mengirimkan kepada orang lain.14
Tes tes antibodi terhadap dua protein yang berbeda yang berkaitan dengan virus herpes
yaitu Glikoprotein GG-1 dikaitkan dengan HSV-1 dan Glikoprotein GG-2 berhubungan dengan
HSV-2.14
Meskipun glikoprotein (GG) jenis tes-spesifik telah tersedia sejak tahun 1999, banyak tes
khusus nontipe tua masih di pasar. CDC merekomendasikan hanya tipe-spesifik glikoprotein
(GG) tes untuk diagnosis herpes.17
Pemeriksaan serologi yang paling akurat bila diberikan 12-16 minggu setelah terpapar
virus. Fitur tes meliputi:

ELISA (immunosorbent assay enzim-link) atau Immunoblot. Tes sangat akurat dalam
mendeteksi kedua jenis virus herpes simpleks.

Biokit HSV-2 (juga dipasarkan sebagai SureVue HSV-2). Tes ini mendeteksi HSV-2 saja.
Keunggulan utamanya adalah bahwa hanya membutuhkan tusukan jari dan hasil yang
disediakan dalam waktu kurang dari 10 menit. Hal ini juga lebih murah.

Western Blot Test adalah standar emas untuk peneliti dengan tingkat akurasi sebesar 99%.
Tes ini mahal, memakan waktu lama, dan tidak tersedia secara luas sebagaimana tes
lainnya.14

Tes serologi herpes terutama dianjurkan untuk:

Orang yang memiliki gejala genital berulang tapi tidak ada kultur virus negatif.

Konfirmasi infeksi pada orang yang memiliki gejala yang terlihat herpes genital.

Menentukan jika pasangan seseorang didiagnosa menderita herpes genital.

Orang-orang yang memiliki banyak pasangan seks dan yang perlu diuji untuk berbagai
jenis PMS (Penyakit Menular Seksual).14

13

1.9 PENATALAKSANAAN
Sebagian besar herpes simplex virus (HSV) infeksi adalah self-limited. Namun, terapi
antiviral memperpendek gejala dan dapat mencegah penyebaran dan transmisi.
Obat antivirus intravena dan oral, yang tersedia untuk pengobatan HSV dan yang paling efektif
bila digunakan pada awal gejala. Terapi oral dapat diberikan selama episode atau sebagai terapi
supresan kronis.
Pengobatan herpes orofacialis dan herpes genitalis umumnya terdiri dari asiklovir oral,
prodrug valacyclovir, dan famciclovir.
Perawatan topikal dalam sebuah studi double-blind, kombinasi kepemilikan asiklovir 5%
dan 1% hydrocortisone dioleskan 5 kali per hari pada kemunculan tanda-tanda awal cold sore
rekuren untuk mencegah rekurensi 42% , 35% untuk asiklovir topikal saja dan 26% untuk
plasebo. [9]
Infeksi HSV rumit (complicated), kulit dan / atau penyebaran visceral, HSV neonatal, dan
infeksi berat pada mereka dengan immunocompromised harus ditangani dengan acyclovir
intravena..

AKTIVITAS

Menghindari pemicu yang diketahui berhubungan dengan penyebaran HSV, seperti menggaruk
pada bagian lesi

RINGKASAN PENGOBATAN

Acyclovir merupakan analog 2'-deoxyguanosine dan, bersama dengan analog nukleosida lain
yang terdaftar di bawah ini, tetap menjadi obat pilihan untuk infeksi virus herpes simpleks
(HSV). Antibiotik dapat digunakan jika infeksi bakteri sekunder berkembang.

Acyclovir

Menghambat aktivitas kedua HSV 1 dan HSV-2. Pasien merasakan nyeri yang lebih ringan dan
resolusi lesi cutaneus lebih cepat bila digunakan dalam waktu 48 jam dari onset ruam. Dapat
14

mencegah wabah berulang. Dosis Pada dewasa 5x800mg/ hari selama 7-10 hari, sedangkan
dosis pada anak 4x 20mg/kgbb selama 5 hari .

1.10 PENCEGAHAN
Metode barrier, seperti kondom, memberi 10-15% perlindungan terhadap infeksi herpes genital.

Berbagai vaksin HSV telah dan terus berada di bawah penelitian untuk pengobatan dan
pencegahan herpes genital, meskipun sebagian besar belum terbukti efektif.

terapi supresi jangka panjang untuk herpes genital telah ditunjukkan untuk mengurangi
shedding HSV asymptomatic, dan terapi valacyclovir jangka panjang secara signifikan
mengurangi transmisi HSV kepada pasangan individu yang positif HSV-2 terhadap
sebanyak 50-77%.

Infeksi HIV pada pasien HSV atau pasangan nya yang seronegatif juga harus
dipertimbangkan sebagai kemungkinan indikasi untuk terapi supresi.

Wanita yang HSV-2 negatif harus diberi konseling untuk tidak melakukan hubungan seks selama
trimester ketiga kehamilan dengan pasangan yang bisa seropositif karena infeksi HSV primer
selama waktu ini bias menempatkan janin pada resiko infeksi tertinggi.
1.11 KOMPLIKASI

Infeksi sekunder bakteri

Meningitis aseptic

Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV congenital harus dimonitor terhadap
sebarang tanda infeksi.

2.13 PROGNOSIS
Bagi kebanyakan orang, infeksi HSV bisa sembuh tanpa gejala sisa yang merugikan.

15

BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama
Usia
Jenis Kelamin
Berat Badan
Tinggi Badan
Agama
Pekerjaan orang tua
Alamat
Tanggal Masuk

: anak . A
: 4 Tahun
: Laki- laki
: 20 kg
: 120cm
: Islam
: Petani
: Lubuksaung
: 13 Agustus 2015

II. ANAMNESA (AUTOANAMNESA)


A. Keluhan Utama
Terdapat gelembung gelembung di wajah sekitar dahi sebelah kanan
B. Riwayat Penyakit Sekarang
3 hari yang lalu pasien mengeluhkan timbul gelembung gelembung pada
bagian dahi . Gelembung gelembung tersebut awal nya hanya sedikit kemudian
lama kelamaan menjadi banyak dan terlihat seperti ada cairan di dalamnya. Selain
keluhan tersebut, pasien juga mengeluhkan rasa nyeri gatal dan panas pada bagian
tersebut.
7 hari yang lalu pasien juga mengeluhkan panas badan , nyeri perut dan muntah
2x.
16

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan yang serupa
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang mengalami keluhan serupa
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan Umum

: Tampak Sakit Ringan

Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda-tanda vital

:-

Kepala

Nadi

: 80x/m

Respirasi
Suhu
Tekanan Darah

: 20x/m
: 37C
:-

: - Mata

: DBN

: - THT

: DBN

Leher

: DBN

Thorax

: Paru

: DBN

Jantung
Abdomen

: DBN

Extemitas

: DB

: DBN

B. Status Dermatologis
Regio frontalis

: Vesikel berkelompok, Eritematous

17

IV. RESUME
Pasien anak- anak usia 4 tahun datang ke poli MTBS Pusekesmas Pangkalan Balai
dengan keluhan adanya gelembung gelembung disekitar wajah sejak 3 hari yang lalu awal
nya hanya sedikit namun semakin hari semakin bertambah . Selain itu terdapat keluhan nyeri
gatal dan panas pada bagian gelembung tersebut . pasien sewaktu dulu tidak pernah mengalami
keluhan seperti ini .
Pada pemeriksaan dermatologis didapatkan gambaran vesikel yang berkelompok dan
eritematous pada regio frontalis
V. DIAGNOSIS BANDING
1. Impetigo Vesikobulosa
2. Varisela
VI. DIAGNOSIS KERJA
Herpes simplek
18

VII. USULAN PEMERIKSAAN


Pemeriksaan Tzanc
VIII. PENGOBATAN
A. Umum
Istirahat
Tidak menggaruk-garuk bila gatal
B. Medikamentosa
Topikal
Acyclovir zalf kulit 5% 3x1/hari
Oral
Antiviral

: Acyclovir 4x400 mg / hari selama 5 hari

Analgetik

: Paracetamol 3 x 250mg

Anti histamin: Clorferniramin Maleat ( CTM ) 2x 2mg (sediaan 4mg)


IX. PROGNOSIS
-

Qua ad Vitam
Qua ad Fungtionam
Qua ad Sanationam
Qua ad Cosmetikan

: ad Bonam
: ad Bonam
: ad Bonam
: ad Bonam

XII. FOLLOW UP
NO

HARI / TANGGAL

KELUHAN

1.

SABTU/ 15 AGUSTUS

Vesikel menyebar hingga ke kepala ( namun hanya sebelah

2015

kanan saja), demam (+), nyeri dan gatal pada bagian vesikel
(+),

2.

SELASA / 18 AGUSTUS

Demam (-) , vesikel tidak terasa gatal namun masih nyeri,


19

3.

2015

vesikel mulai mengering dan membentuk krusta

KAMIS / 20 AGUSTUS

Keluhan (-) , hanya sisa / bekas dari vesikel yang belum

2015

menghilang

Kamis, 20 Agustus 2015

BAB III
ANALISA KASUS
Pada kasus ini, dapat di tegakan diagnosis penyakit herpes simpleks. Diagnosis tersebut
didapatkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesa didapatkan pasien
mengeluh terdapat gelembung gelembung yang terasa nyeri panas dan gatal di daerah wajah
yang awalnya hanya sedikit dan semakin lama semakin bertambah. Pasien juga mengatakan
sebelumnya merasakan demam, mual dan muntah, Keluhan ini memberi gambaran kemungkinan
20

pasien menderita suatu infeksi. Pada kasus ini, tempat predileksi herpes simplek di daerah facial
(wajah) dan bisa terkena di bagian oral (mulut), pada pasien ini terkena herpes simplek tipe 1
karena mengenai wajah, untuk herpes simplek tipe 2 mengenai genital . Usia pasien ini adalah 4
tahun dimana terjadinya herpes simplek dapat terjadi pada anak-anak yang dibawah 5 tahun yang
cenderung terjadi pada anak dengan keluarga yang ekonomi nya menengah kebawah.
Adapun diagnosis banding pada kasus ini adalah sebagai berikut
1. Varisela

Gejala awal yaitu gejala prodormal seperti demam, malaise, mual, muntah dan nyeri
pada tulang selanjutnya berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam
berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini seperti tetesan embun (tear drops).
Vesikel akan berubah menjadi pustul dan kemudian menjadi krusta. Lesi menyebar
secara sentrifugal dari badan ke muka dan ekstremitas (1,7).
Pada pasien mengalami gejala prodormal serupa seperti varicela tetapi lesi
hanya terdapat di wajah , yang mana biasanya lesi didaerah wajah lebih kearah
herpes simplek tipe-1
2. Impetigo vesikobulosa
Kelainan kulit pada impetigo vesikobulosa biasanya sering terjadi pada anak-anak dan
gambaran klinis berupa eritem, bula, dan bula hipopion. Keadaan umum tidak
dipengaruhi, kadang-kadang waktu penderita datang berobat, vesikel/bula telah
memecah sehingga yang tampak hanya koleret dan dasarnya masih eritematosa.
Pada pasien terdapat gejala prodormal sedangkan pada impetigo tidak didahului
dengan gejala prodormal, gambaran lesi antara herpes simplek dan impetigo
vesikobulosa juga hampir sama
KESIMPULAN: Dari pembahasan dua diagnosis banding diatas maka dapat ditegakan
bahwa pasien menderita herpes simpleks.

Awalnya terjadi panas badan ,mual dan muntah( gejala prodomal)


21

Timbul suatu gelembung gelembung disertai rasa nyeri , gatal dan panas

Lokasi lesi hanya di wajah

Pada pemeriksaan kulit ditemukan vesikel yang berkelompok dan eritematous

Herpes simpleks yang terjadi pada anak- anak cenderung pada keluarga dengan
sosial ekonomi kebawah

PENATALAKSANAAN
1. Obat Antivirus
Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir dan
famsiklovir. Asiklovir dapat diberikan peroral ataupun intravena bagi herpes dengan
komplikasi . Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir
peroral yang dianjurkan adalah 5800 mg/hari selama 7 hari pada dewasa , sedangakan
pada anak 4x 20mg/kgbb selama 5 hari,
Maka pada kasus ini diberikan obat antivirus berupa Asiklovir dengan dosis 4 x 400
mg selama 5 hari, hal ini sesuai dengan teori pemberian terapi pada pasien herpes
simplek

2. Analgetik
Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia ataupun gejala prodormal berupa
demam yang ditimbulkan oleh virus herpes simplek. Obat yang biasa digunakan adalah
asam mefenamat atau golongan acetaminofen. Analgetik Dapat juga dipakai seperlunya
ketika nyeri muncul (7, 12, 13).
Sesuai dengan teori maka pada pasien ini diberikan analgetik untuk mengurangi
gejala tersebut berupa golongan acetaminophen : paracetamol dengan dosis 3 x 250
mg,
3. Topikal
22

Perawatan topikal dalam sebuah studi double-blind, kombinasi kepemilikan asiklovir 5%


dioleskan 5 kali per hari pada kemunculan tanda-tanda awal untuk mencegah rekurensi
42%.
Sesuai dengan teori, maka pada kasus ini juga diberikan obat topical berupa salep
kulit acyclovir 5%
4. Anti Histamin
Pada pasien ini diberikan anti histamin yang bertujuan untuk mengurangi gejala
simptomatik yang dialami nya berupa gatal pada daerah lesi, selain itu efek yang di
dapat adalah sedatif yang bertujuan agar pasien tidak terlalu merasakan keluhan yang
dialaminya, oleh sebab itu pasien diberikan CTM 2x2mg
Prognosis
Terhadap penyakitnya pada dewasa dan anak-anak umumnya baik, tetapi usia tua risiko
terjadinya komplikasi semakin tinggi, dan secara kosmetika dapat menimbulkan makula
hiperpigmentasi atau sikatrik. Dengan memperhatikan higiene & perawatan yang teliti akan
memberikan prognosis yang baik & jaringan parut yang timbul akan menjadi sedikit. Pada pasien
ini setelah diberikan terapi dan terjadi perbaikan , maka prognosa nya baik

DAFTAR PUSTAKA
1.

Daili SF, B Indriatmi W. Infeksi Virus Herpes. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2002.

2.

Habif, T.P. Viral Infection. In : Skin Disease Diagnosis and Treatment. 3rd ed.
Philadelphia : Elseiver Saunders. 2011 .p. 235 -239.

3.

Schalock C.P, Hsu T.S, Arndt, K.A. Viral Infection of the Skin. In : Lippincotts Primary
Care Dermatology. Philadelphia : Walter Kluwer Health. 2011 .p. 148 -151.

4.

Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ. Varicella and Herpes
Zoster. In : Fitzpatrick. Dermatology in General Medicine. 7 thed. New York : McGraw
Hill Company.2008.p. 1885-1898.
23

5.

James, W.D. Viral Diseases. In : Andrews Disease of the Skin Clinical Dermatology. 11th
ed. USA : Elseiver Saunder. 2011 .p. 372 376.

6.

Marks James G Jr, Miller Jeffrey. Herpes Zoster. In: J Lookingbill and Marks Principles of
Dermatology. 4th ed. Philadelphia : Elseiver Saunders. 2006 .p.145-148.

7.

Habif P.Thomas. Warts, Herpes Simplex, and Other Viral Infection. In : Clinical
Dermatology. 5 thed. United States of America : Elseiver Saunders. 2010.p. 479 490.

8.

Mandal BK, dkk. Lecture Notes :Penyakit Infeksi.6th ed. Jakarta : Erlangga Medical
Series. 2008 : 115 119.

9.

Sehgal, V.N. Herpes Zoster. In : Textbook of Clinical Dermatology. 4th ed. New Delhi :
Jaypee Brothers Medical Publishers. 2006.p. 83 84.

10.

Mayeaux EJ. Viral Infection. In : The Color Atlas of Family Medicine. United State of
America : Mc Graw-Hill Companies, 2009 : 493 502.

11.

Brown, R.G. Lecture Notes Dermatology: Penyakit Infeksi.8th ed. Jakarta : Erlangga
Medical Series. 2005 : 29 31.

12.

Brown, R.G.Dermatology Fundamentals of Practice. Philadelphia : Mosby Elseiver.


2008.p. 212-214.

13.

Chang Sung Eun, Bae Gee Young, Moon Kee Chan, Do Sang Hwan, Lim Young Jin.
Subcutaneous granuloma annulare following herpes zoster. In : International Journal of
Dermatology. Vol. 43. Number 4. 2010.p. 298 299.

14.

The International Society of Dermatology.Herpes zoster and pruritus. In : International


Journal of Dermatology. Vol. 43. Number 4. 2010.p. 779 -780.

15.

Ali Asra. Varicella zoster virus (VZV). In : Dermatology a Pictorial Review. New York :
Mc Graw Hill Companies. 2007.p. 22 -23.

16.

Handoko RP. Penyakit Virus. In : Djuanda Adhi, Mochtar H, Siti A, eds. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. 5th ed. Cetakan V, Jakarta : Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2010 : 110-112.
24

17.

Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis. Ilmu Penyakit kulit
dan Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press, 2001.

18.

Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates, 2009; 92-4.

25

Anda mungkin juga menyukai