2002).
Chicken
nugget
adalah
salah
satu
pangan
hasil
pengolahan daging ayam yang memiliki cita rasa tertentu, biasanya berwarna
kuning oranye. Biasanya daging-daging sisa ayam dan atau kulitnya diolah
menjadi satu dan digoreng memakai tepung roti. Dalam penyimpanannya,
makanan ini memerlukan perlakuan khusus, yaitu selalu di simpan dalam kondisi
beku (frozen). Hal ini disebabkan chicken nugget merupakan hasil produk olahan
hewani yang masuk dalam kategori mudah rusak oleh mikroorganisme (Astawan,
2005).
Menuurut Bintoro 2008, Chicken nugget merupakan produk yang
dihasilkan dari bagian daging dada ayam yang diasinkan, digiling, dicincang dan
dimasak dengan remahan roti. Nugget dikonsumsi setelah proses penggorengan
rendam (deep fat frying). Nugget dibuat dari daging giling yang diberi bumbu,
dicampur bahan pengikat, kemudian dicetak membentuk tertentu, dikukus,
dipotong dan dilumuri perekat tepung (batter) dan diselimuti tepung roti
(breading).
Nugget
digoreng
setengah
matang
dan
dibekukan
untuk
tambahan
penting
lainnya
seperti
es
batu,
STPP
(Sodium
menggunakan daging ayam bagian dada. Daging dari bagian ini banyak disukai
konsumen karena kandungan lemaknya rendah, serabut dagingnya seragam dan
warnanya yang terang. Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang
berkualitas tinggi, mengandung asam amino essensial yang lengkap dan asam
lemak tidak jenuh yang tinggi. Selain itu, serat dagingnya pendek dan lunak
sehingga mudah dicerna (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). menurut (Lawrie,
1985). Kandungan protein yang tinggi dalam daging ayam akan menentukan sifat
elastisitas dan pembentukan adonan.
Daging ayam yang digunakan dalam pembuatan nugget harus berada dalam
suhu beku (-4 s/d +4o C), hal ini dilakukan untuk mencegah kerusakan daging
karena faktor mikrobiologi yang masih dapat tumbuh pada suhu ruang.
Persyaratan bahan baku yang baik digunakan tidak hanya tergantung pada suhu,
namun juga harus memiliki penampakan fisik yang baik dan normal, masih
dalam kondisi segar dan tidak berbau busuk sehingga akan diperoleh produk akhir
yang bermutu tinggi pula.
Air pada umumnya merupakan bahan tambahan utama dalam produk
olahan lanjutan yang digunakan sebagai bahan pelarut atau bahan pembawa
(carrier). Air dalam pengolahan nugget berperan sebagai pengikat dan pelarut
campuran bahan. Dalam proses pengolahan nugget, air ditambahkan untuk
melarutkan garam dan STPP sehingga ekstraksi protein maksimum dapat terjadi
(Owens, 2010 dalam Budi, 2012).
Es batu ditambahkan dalam proses pembuatan chicken nugget pada saat
penggilingan. Es batu berfungsi untuk membuat suhu tetap rendah sehingga
membantu terjadinya pembentukan gel protein yang baik selain itu untuk menjaga
suhu emulsi agar tetap rendah akbiat pemanasan mekanins sehingga mencegah
pecahnya emulsi akibat denaturasi protein. Batu es selain berfungsi sebagai fase
pendispersi dalam emulsi daging, juga berfungsi untuk melarutkan protein
sarkoplasma dan sebagai pelarut garam yang akan melarutkan protein myofibril.
Akibatnya nugget yang dihasilkan akan memiliki tekstur yang kompak dan padat
(Afrisanti, 2010).
Selain penambahan es pada proses penggilingn uga dilakukan Penambahan
garam dan STPP. Penambahan tersebut dilakukan saat awal penggilingan,
Tritian, 2011). Pembuatan nugget memerlukan bahan pembantu yaitu garam, gula,
bawang putih dan merica (Aswar, 2005 dalam Tritian, 2011). Bumbu-bumbu yang
ditambahkan sesuai dengan selera praktikan, pada umumnya untuk mendapatkan
rasa yang diinginkan bumbu-bumbu yang digunakan diantaranya bawang merah
dan bawang putih.
Bawang putih (Allium sativum L.) berfungsi sebagai penambah aroma serta
untuk meningkatkan cita rasa produk. Bawang putih merupakan bahan alami yang
ditambahkan ke dalam bahan makanan guna meningkatkan selera makan serta
untuk meningkatkan daya awet bahan makanan (bersifat fungistatik dan
fungisidal). Bau yang khas dari bawang putih berasal dari minyak volatil yang
mengandung komponen sulfur (Palungkun dkk., 1992 di dalam Tritian, 2011).
Pemberian gula dapat mempengaruhi aroma dan tekstur daging serta mampu
menetralisir garam yang berlebihan (Buckle dkk., 1987 dalam Tritian, 2011).
Merica atau lada (Paper nigrum) sering ditambahkan dalam bahan pangan. Tujuan
penambahan merica adalah sebagai penyedap masakan dan memperpanjang daya
awet makanan. Merica sangat digemari karena memiliki dua sifat penting yaitu
rasa pedas dan aroma khas. Rasa pedas merica disebabkan oleh adanya zat piperin
dan piperanin, serta chavicia yang merupakan persenyawaan dari piperin dengan
alkaloida (Rismunandar, 2003 dalam Tritian, 2011).
Pada pembuatan nugget biasanya terdapat bahan pengikat, bahan pengisi
dan bahan pelapis.Bahan pengikat yang digunakan pada praktikum ini adalah susu
bubuk skim. Bahan pengikat memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dan
dapat meningkatkan emulsifikasi lemak dibandingkan dengan bahan pengisi.
Bahan pengikat dalam adonan emulsi dapat berfungsi sebagai bahan pengemulsi
(Afrisanti, 2010 dalam Tritian, 2011). Bahan pengikat juga berfungsi mengurangi
penyusutan pada waktu pengolahan dan meningkatkan daya ikat air. Protein dalam
bentuk tepung dipercaya dapat memberikan sumbangan terhadap sifat pengikatan
(Afrisanti, 2010 dalam Tritian, 2011).
Disebut bahan pengikat karena bahan ini memiliki kadungan protein yang
lebih tinggi dan dapat meningkatkan emulsifikasi lemak dibandingkan dengan
bahan pengisi (Afrisanti, 2010 dalam Tritian, 2011). Bahan pengikat yang
digunakan dalam pembuatan chicken nugget ini adalah susu skim yang berada
pada pembuatan batter.
Untuk Bahan pengisi yang digunakan pada praktikum pembuatan nugget ini
adalah tepung maizena. Maizena ini memiliki sifat khas yang digunakan pada
pembuatan nugget agar terbentuk tekstur nugget yang kompak dan padat serta
berfungsi sebagai pengikat adonan. Bahan pengisi merupakan sumber pati yang
ditambahkan dalam produk restrukturisasi untuk menambah bobot produk dengan
mensubstitusi sebagian daging sehingga biaya dapat ditekan (Rahayu, 2007 dalam
Tritian, 2011). Fungsi lain dari bahan pengisi adalah membantu meningkatkan
volume produk.
Dan untuk Bahan Pelapis yang digunakan pada nugget ini dilaukan 3
pelapisan yaitu predust,batter dan breader. Pelapisan (coating) dilakukan secara
bervariasi, ada yang dua lapis dan tiga lapis sesuai dengan metode pelapisan yang
terbagi menjadi dua yaitu pelapis basah (batter) dan pelapis kering (breader).
Bahan pelapis digunakan Setelah dilakukan pencetakkan, potongan adonan di
balur dengan tepung terigu agar tidak lengket sehingga memudahkan penempelan
terhadap adonan batter pelapisan dengan tepung terigu tersebut disebut pre-dust.
Menurut Davis (1983), batter adalah campuran yang terdiri dari air, tepung pati
dan bumbu-bumbu yang digunakan untuk mencelupkan produk sebelum dimasak.
Batter dapat memberikan karakter spesifik seperti viskositas, daya adhesi, tekstur,
flavor dan warna.
Setelah dilapisi dengan adonan batter, pelapisan dilanjutkan dengan
metode pelapisan kering menggunakan tepung panir. Breader yang digunakan
pada pembuatan nugget ini yaitu tepung roti.. Breader diaplikasikan sebelum
digoreng yang digunakan untuk melapisi produk-produk makanan (coating).
Tepung roti pada proses pembuatan chicken nugget ini digunakan untuk memberi
tekstur pelapis yang kasar, mencegah terjadinya dehidrasi, membantu terjadinya
browning, membentuk kerak pada permukaan nugget setelah digoreng, serta
membantu meningkatkan crispyness atau kerenyahan pada bagian yang digoreng.
pengukusan
dilakukan
selama
10-15
menit.
Pengukusan
biasanya dilakukan dalam tiga tahap. Pada tahap pertama (predust), potongan
adonan dibalur dengan tepung terigu secara tipis dan merata untuk membantu
penempelan adonan batter ke permukaan adonan. selanjutnya, potongan adonan
dicelupkan dalam adonan batter yang terdiri dari tepung terigu, maizena, susu
skim, dan air untuk membuat permukaan menjadi lebih basah dan lengket
sehingga tepung roti (breader) yang dilapiskan pada bagian luar atau akhir dapat
melekat dengan baik. Pelapis kering digunakan tepung roti atau tepung panir
(bread crumb) yang ditaburkan setelah produk diberi lapisan batter. . Pelumuran
tepung roti (breading) merupakan bagian yang paling penting dalam proses
pembuatan produk pangan beku dan industri pangan yang lain. Breading adalah
tepung dari crumb roti atau cracker dalam bentuk kering untuk memberi tekstur
pelapis yang kasar, digunakan sebagai batter. Pelapisan ini dapat memberi rasa
crispy. Penambahan ini bertujuan untuk menambah cita rasa serta menjaga
agar nugget tidak mengalami perubahan bentuk atau tidak lengket apabila
dikemas bersama nugget yang lain (Amertaningtyas, 2000).
Fungsi utama batter dan breader adalah memperbaiki penampakan dan
memberi karakteristik rasa produk, seperti kerenyahan tekstur maupun warna
yang menarik. Batter dan breader juga dapat meningkatkan nilai gizi dari suatu
produk pangan dan menambah kenikmatan ketika mengkonsumsi produk tersebut.
Selain itu, batter dan breader bertindak dalam menjaga kelembaban produk
pangan (Suderman dan Cunningham, 1983)
Semua tahap pelapisan tersebut bukan merupakan prosedur baku, proses
pelapidan dapat dilakukan berulang kali sesuai dengan ketebalan yang diinginkan.
Teknik pelapisan akan sangat mempengaruhi mutu produk. Teknik yang salah
menyebabkan tepung tidak melekat dengan baik dan mudah lepas saat
penggorengan.
Setelah proses coating selesai, chicken nugget digoreng. Menurut Ketaren
(1986), penggorengan adalah unit operasi yang secara umum digunakan untuk
meningkatkan eating quality dari suatu bahan pangan. Menurut Ketaren (1986),
penggorengan yang dilakukan pada pembuatan nugget menggunakan teknik
penggorengan terendam seluruhnya (deep fat frying).
digoreng,
memberikan
penampakan
goreng
pada
produk
serta
Warna
Berdasarkan hasil uji hedonik terhadap 18 panelis, warna yang paling disukai
adalah warna chicken nugget berkode 527 untuk perlakuan pengukusan serta
kode 425 untuk perlakuan freezer dengan skor masing-masing 33 dan 31. Warna
yang menarik akan meningkatkan penerimaan produk. Pada saat pemasakan
warna bahan atau produk pangan dapat berubah. Hal ini dapat disebabkan oleh
hilangnya sebagian pigmen akibat pelepasan cairan sel pada saat pemasakan atau
pengolahan, intensitas warna semakin menurun (Elviera, 1988 dalam Panjaitan,
2006).
Alasan perbedaan warna yang ditimbulkan ini yaitu lamanya proses
penggorengan dan suhu yang digunakan sangat berpengaruh terhadap
keseragaman warna yang ditimbulkan. Tingginya suhu minyak yang digunakan
akan menyebabkan nugget semakin cepat matang, namun kematangan tersebut
hanya terlihat pada bagian luar produk (casing) sedangkan bagian dagingnya
belum matang. Hal inilah yang biasa disebut case hardering. Oleh karena itu,
diperlukan kesesuaian antara penggunaan panas dan lama waktu menggoreng.
Titdak hanya suhu pada minyak goreng yang mempengaruhi warna produk, suhu
adonan juga berpengaruh terhadap pencoklatan nugget saat digoreng. Apabila
protein pada tepung bereaksi dengan gula pereduksi akan menyebabkan terjadinya
reaksi browning atau pencoklatan (Astriani dkk., 2013).
Untuk
mendapatkan
Keseragaman
terutama
dari
warna
permukaan
Aroma
Crispyness
Rasa
Berdasarkan hasil pengujian organoleptik, didapatkan rasa nugget yang paling
disukai adalah nugget berkode 527 pada perlakuan pengukusan dan kode 213 pada
perlakuan freezer dengan skor masing masing yaitu 34. Parameter rasa tentu saja
dipengaruhi oleh bumbu-bumbu yang ditambahkan. Praktikan diberi kebebasan
dalam memberikan bumbu, maka pemakaian porsi bumbu satu dan lainnya sangat
mempengaruhi rasa yang dihasilkan. Bumbu-bumbu seperti gula, garam, merica
sangat berpengaruh terhadap rasa. Jika pemakaian dalam porsi yang berlebih
maka rasa yagn ditimbulkan tidak akan konsisten, sedangkan jika pemakaian
dalam porsi yang sedikit maka rasa yang timbulkan sangat lemah atau tidak terasa.
Selain itu, Penggunaan garam dianjurkan tidak terlalu banyak karena akan
menyebabkan terjadinya penggumpalan atau salting out dan rasa produk menjadi
asin.. Pemakaian gula dapat mempengaruhi citarasa yaitu menambah rasa manis,
kelezatan, mempengaruhi aroma, dan tekstur daging serta mampu menetralisir
rasa dari garam yang berlebihan (Buckle dkk., 1987 dalam Setyowati, 2002).
Rasa chicken nugget tidak hanya dipengaruhi oleh bumbu yang digunakan,
tetapi juga pada penggunaan bahan baku daging ayam yang digunakan, bahan
baku daging ayam lebih familiar di lidah masyarakat Indonesia sehingga
penerimaan rasa ayam lebih mudah diterima walaupun produk yang disajikan
bervariasi.
Rasa pada chicken nugget juga dipengaruhi oleh proses pemasakan. Menurut
Winarno (2004) rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu,
konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa lain yaitu komponen rasa primer.
Akibat yang ditimbulkan mungkin peningkatan intensitas rasa atau penurunan
intensitas rasa (test compensation). Minyak goreng merupakan sumber lemak
(lemak pada pada suhu ruang) yang ditambahkan ke dalam mie. Penambahan
lemak berfungsi untuk menambah kolesterol serta memperbaiki cita rasa dari
bahan pangan.
5
Pick-Up
Pick-Up merupakan istilah untuk menyatakan komposisi antara bahan pelapis
Daya Lekat
Pengujian mengenai parameter daya lekat merupakan pengujian terhadap
kelekatan antara bahan pelapis dengan bahan pengisi (daging). Berdasarkan hasil
pengujian organoleptik, didapatkan daya lekat yang paling disukai adalah nugget
berkode 312 pada perlakuan pengukusan dan kode 632 pada perlakuan freezer
dengan skor masing masing yaitu 29. Daya lekat yang baik pada chicken nugget
adalah tidak mudah terlepas antara bahan pelapis dengan daging sehingga akan
menjadi suatu kesatuan ketika dikonsumsi. Pemilihan jenis protein yang
ditambahkan di dalam breader akan mempengaruhi baik tidaknya penempelan
lapisan coating ke bahan utama. Kondisi daya lekat juga dipengaruhi oleh
pelapisan tepung panir atau breader. Apabila tepung roti memiliki partikel yang
halus maka daya rekat dari adonan chicken nugget akan semakin kuat.
Daya lekat pada produk dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut
adalah dari adonan lapisan permukaan, suhu dan waktu penggorengan. Jika waktu
dan suhu pada saat penggorengan sesuai maka akan menghasilkan adhesi (daya
lekat) yang baik. Suhu optimal saat penggorengan yaitu 180oC selam 3-4 menit.
Adhesi (daya lekat) antara bahan utama dengan lapisan coating.
7
Blow-off
Blow-off merupakan pembentukan rongga antara lapisan coating dengan
disimpanan di suhu ruang dan di suhu freezer selama 3 minggu. Dari hasil
tersebut dapat dilihat bahwa produk nugget yang disimpan telah mengalamai
kerusakan pada minggu kedua pada ke enam produk nugget tersebut sedangkan
pada produk nugget yang di simpan pada suhu freezer 4 produk tidak megalami
kerusakan sampai minggu ketiga, hanya dua produk yang mengalami penurunan
mutu yaitu pada rasa, aroma dan testur sedangkan penampakan pada semua
produk sampai mingu ke empat tidak mengalami kerusakan.
Menurut Ir. Ahmad Sulaeman, M.S., Ph.D., dosen Jurusan Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB, Bogor dalam
artikel tabloid online nova tahun 2011 menyatakan Sebenarnya, Daya tahan
makanan beku, semisal chicken nugget, bila terus disimpan pada suhu beku atau
disimpan dalam freezer bisa tahan sekitar 1-3 bulan. Dan apabila suhu freezer
diset serendah mungkin, misalnya sampai di bawah -18oC, maka produk seperti
chicken nugget akan tahan lebih dari 3 bulan. Sedangkan Bila disimpan dalam
refrigerator (ruang utama dalam kulkas), makanan beku hanya tahan selama 1 2
hari. Pada suhu yang lebih tinggi, masa simpan makanan secara dramatis akan
turun.
Tetapi Mesikupun suhu freezer di bawah-18c dapat terjadi kemungkinan
kerusakan jika produk nugget disimpan selama lebih dari 6 bulan. Resio
kerusakan yaitu dehidrasi produk dan terjadinya ketengikan produk karena reaksi
oksidasi lemak. Dehidrasi produk bisa dicegah dengan menggunakan kemasan
yang memiliki integritas yang baik (tidak mudah rusak) pada suhu beku dengan
sifat barrier yang baik terhadap uap air. Ketengikan bisa direduksi dengan
menggunakan minyak goreng bermutu baik yang mengandung antioksidan
(misalnya vitamin E) dan menggunakan kemasan dengan atmosfir yang
dimodifikasi (modified atmosphere packaging, MAP). Pada kemasan MAP,
oksigen yang merupakan katalisator oksidasi lemak penyebab ketengikan akan
dieliminasi dan digantikan dengan gas nitrogen, CO2 atau kondisi vakum sebelum
kemasan ditutup.
Setiap
bahan
pangan
mempunyai
suhu
yang
optimum
untuk
Astriani, dkk. 2013. Pengaruh Berbagai Filler (Bahan Pengisi) Terhadap Sifat
Organoleptik Beef Nugget [jurnal]. Semarang: Animal Agriculture Journal,
Vol. 2. No. 1, 2013, p 247 252.
Aswar. 1995. Pembuatan Fish Nugget dan Ikan Nila Merah. Bogor: Institut
Pertanian Bogor
Badan Standardisasi Nasional. 2002. Nugget Ayam. Jakarta: SNI 01-6683, Badan
Standardisasi Nasional.
Bintoro. 2008. Teknologi Pengolahan Daging dan Analisis Produk. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Budi. 2012. Aspek Produksi Nugget. http://repository.ipb.ac.id [12 Maret 2013]
dAVIS. 1983. Food Oils and Their Uses. Connecticut: The Avi Publ. Co., Inc.
Elingosa, T. 1994. Pembuatan Fish Nugget dari Ikan Tenggiri. Skripsi. Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Forrest. 2000. Principle of Meat Science. San Fransisco: W. H. Freeman.
Gusfahmi. 2011. Uji Hedonik. http://achmadgusfahmi.blogspot.com [9 Maret
2013]
Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta. UI Press.
Kramlich. 1973. Sausage Product. Di dalam J.F. Price dan B.S. Schewiger (eds).
The
Science of Meat and Meat Product. San Fransisco: W.H. Freeman
and Co.
Muchtadi dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor: PAU
Pangan dan Gizi, IPB.
Owens. 2001. Coated Poultry Products. Di dalam: Sam, A. R. Poultry Meat
Palungkun dan Budiarti. 1992. Bawang Putih Dataran Rendah. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Panjaitan. 2006. Sifat fisik, kimia, dan palatabilitas bakso daging kerbau dengan
menggunakan bagian daging dan taraf tepung tapioka yang berbeda
[skripsi].
Bogor: Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Permadi, dkk. 2012. Kadar serat, sifat organoleptik, dan rendemen nugget ayam
yang disubstitusi dengan jamur tiram putih (Plerotus ostreatus)[jurnal].
Semarang:
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol. 1 No. 4.
Processing. London: CRC Press.
Program Diploma IPB : Bogor
Sarastani, Dewi. 2010. Penuntun Paktikum Analisis Organoleptik. Direktorat
Setyowati. 2002. Sifat fisik, kima, dan palatabilitas nugget kelinci, sapi, dan ayam
yang menggunakan berbagai tingkat konsentrasi tepung maizena [skripsi].
Bogor: Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Soekarto S.T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.
Suderman dan Cunninghan. 1983. Batter and Breading Technology. Connecticut:
AVI Publishing Company.
Syamsir.
2012.
Mutu
Produk
Nugget
dan
Parameter.
http://ilmupangan.blogspot.com. [19 Maret 2013]
Tritian. 2011. Pengolahan Nugget. http://digilib.unimus.ac.id [11 Maret 2013]
Wilson, dkk. 1981. Meat and Meat Product. London: Applied Science.
Winarno. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama