Anda di halaman 1dari 68

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK PBL

SKENARIO 4 BLOK 1.2.4


inflamasi

Kelompok 6
Ketua

: Adnexa Firdausy

(125070407111019)

Sekretaris : Novellia Intan P.

(125070407111001)

Anggota

(125070400111011)

: Della Oktavia
Retno Dewi Anggraini

(125070400111012)

Yuliana S.

(125070400111029)

Regina Putri Gita S.

(125070400111030)

Angelia Mayer R.S.

(125070401111005)

Yosefa Flowati S. Mola

(125070401111008)

Arief Multi Prawira D.

(125070407111004)

Wyat Rinaningesti

(125070407111010)

Ayunda Celia T.

(125070407111032)

DK 1 : Senin, 22 April 2013


DK 2 : Kamis, 25 April 2013
FASILITATOR :
Delvi Fitriani,drg.,MKes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
dengan tepat waktu. Laporan

menyusun

laporan

ini

ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas

laporan diskusi kelompok PBL skenario ini blok 1.2.4.


Penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari berbagai hambatan
dan kesulitan. Namun berkat kerjasama kolega dan bimbingan berbagai pihak,
penyusunan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Terkait dengan hal
ini, penyusun menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kelancaran pembuatan tugas makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca, sehingga dapat memperbaiki penulisan
karya tulis selanjutnya. Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak.

Penulis

DAFTAR ISI
Judul....................................................................................................... i

Kata Pengantar.......................................................................................ii
Daftar Isi .............................................................................................. iii
BAB I
Skenario ....................................................................................1
BAB II
Identifikasi Masalah ...................................................................2
BAB III
Hipotesis ...................................................................................3
BAB IV
Learning Issue ...........................................................................4
BAB V
Learning Outcomes ...............................................................................5
Definisi.......................................................................................5
Klasifikasi ..................................................................................5
Etiologi .....................................................................................7
Karakteristik ............................................................................12
Patogenesis..............................................................................16
Nomenklatur.............................................................................21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................36

BAB I
SKENARIO
Seorang pasien datang ke poli gigi dengan keluhan sakit pada bagian pipi kiri.
Pada pemeriksaan klinis pada mukosa bukal posterior terdapat ulkus dengan

tepi eritema dan udema. Pada anamnesa pasien menceritakan bahwa luka
tersebut terjadi keesokan hari setelah malam sebelumnya berkumur-kumur
dengan obat kumur X. Pada pemeriksaan hari ketiga luka bertambah
parahdan ada keluhan mulut terasa gatal. Dokter gigi memberi resep obat anti
inflamasi dan antialergi serta disrankan untuk menghentikan pemakaian obat
kumur X. Dokter gigi juga menyarankan pasien kontrol kembali seminggu
kemudian untuk melihat penyembuhan luka tersebut.

BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Mengapa di mukosa bukal posterior terdapat ulkus dengan tepi eritema dan
udema ?

Mungkin karena ketidakcocokan pemakaian obat kumur dan terjadi


radang

2. Bagaimana proses terjadi ulkus ?

Mula-mula terjadi alergi -> radang -> jaringan nekrotik ->ulkus


3. Apa yang menyebabkan mulut terasa gatal ?

Karena alergi
4. Mengapa dokter memberikan obat antiinflamasi dan antialergi ?

Untuk mengatasi atau mengurangi rasa sakit dan gatal


5. Bagaimana suatu obat menimbulkan efek ?

Obat menimbulkan efek ketika sudah mencapai konsentrasi minimal


efektif. Obat memberi efek setelah mencapai tempat target atau sumber sakit
6. Mengapa terjadi peradangan ?

Karena pertahanan sistem imun menurun atau ketidakcocokan tubuh


dengan obat
7. Apa macam-macam inflamasi ?

Radang akut, radang subakut, radang kronis


8. Apa saja obat antiinflamasi dan antialergi ?

Anti histamin, aspirin


9. Apa ada hubungan waktu efek obat dengan waktu kontrol ?

Ada, dokter lebih mengetahui obat tersebut bekerja atau tidak


10. Apa indikasi obat antiinflamasi dan antialergi ?

Anti inflamasi indikasinya untuk mengurangi peradangan

Anti alergi indikasinya untuk menghilangkan tanda-tanda alergi


11. Apa saja gejala radang ?

Kalor, dolor, rubor, tumor dan functiolaesa

BAB III
HIPOTESIS

Pasien menggunakan obat kumur


X

Terdapat ulkus dengan


eritema + udema
indikasi
Diberi obat antiinflamasi dan
anti alergi

Menghentikan pemakaian
obat kumur

kontraindikasi

Efek

Kontrol seminggu
kemudian

BAB IV
LEARNING ISSUE

1. Inflamasi (Radang)
a. Pengertian

b. Klasifikasi
c. Penyebab
d. Patogenesis
e. Gejala
f.

Proses pemulihan

g. Sistem imun dalam proses radang


2. Obat
a. Antialergi
Pengertian
Klasifikasi
Mekanisme (Farmakodinamik dan Farmakokinetik)
Indikasi
Kontraindikasi
b. Antiinflamasi
Pengertian
Klasifikasi
Mekanisme (Farmakodinamik dan Farmakokinetik)
Indikasi
Kontraindikasi

BAB V
LEARNING OUTCOMES
I. Radang
I.1. Pengertian

Guyton & Hall

Inflamasi

adalah

suatu

respon

protektif

yang

ditujukan

untuk

menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan


jaringan nekrotik yang diakibatkan kerusakan asal.
Kamus Dorland

Inflamasi merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh


cedera/kerusakan jaringan yang berfungsi menghancurkan, mengurangi,
atau mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan
yang cedera itu (Dorland, 2002).
Menurut Buku PATOFISIOLOGI

Inflamasi adalah suatu reaksi vaskuler yang hasilnya merupakan


pengiriman

cairan,zat-zat

yang

terlarut

dan

sel-sel

darah

yang

bersirkulasi ke dalam jaringan-jaringaninterstitial pada daerah cedera


atau nekrosis
Intisari Patologi Robbins, Cotran, Kumar

Reaksi jaringan hidup yang mempunyai pembuluh darah terhadap jejas/


injury yang disebabkan oleh infksi mikroba, fisika, kimia, jaringan
nekrotik, dan reaksi imunologi. Radang berfungsi untuk menahan dan
memisahkan jejas, untuk menghancurkan mikroorganisme yang masuk
dan menginaktifkan toksin, serta untuk mencapai penyembuhan dan
perbaikan.

Tapi

hipersensitivitas

juga
yang

merugikan
mengancam

karena
jiwa,

menimbulkan

kerusakan

organ

reaksi
secara

progresif dan pembentukan parut.


I.2. Klasifikasi Radang
Klasifikasi radang menurut factor klinis atau lamanya radang:
Radang akut, timbul tiba-tiba, lamanya 1-3 minggu. Kemungkinan

pasien akan sembuh atau mati. Inflamasi akut adalah peradangan yang
menit sampai beberapa hari dan ditandai dengan eksudasi mulainya
cepat,gejalanya parah dan berlangsung relative singkat,dari beberapa
cairan dan protein plasma serta akumulasi leukosit neutrofilik yang
menonjol. Ciri-ciri radang akut :

Onset cepat (mulainya cepat)

Bereaksi dalam hitungan detik hingga menit

Waktu terjadinya pendek : dari hitungan mneit hingga maksimal


6 hari

Terjadi eksudasi cairan plasma dan protein plasma (edema)


emigrasi leukosit terutama neutrofil.
PROSES EKSTRAVASASI
Fungsi inflamasi yang penting yaitu untuk membawa leukosit ke
tempat jejas,rangkaian kejadianya disebut dengan ekstravasasi.ada
tiga tahapanya:
1. Marginasi,

pengguliran

(rolling)

dan

adhesi

leukosit

pada

endothelium
2. Transmigrasi melewati endothelium(diapedesia)
3. Migrasi ke daerah intersisial menuju rangsangan kemotaktik
PATOGENESIS
Aktivasi endotel
Mediator yang terdapat pada lokasi mengaktifkan ekspresi E-dan Pselektin oleh sel sel endotel
Pengguliran (Marginasi) leukosit
Peningkatan permeabilitas vaskuler dan stasis (perlambatan aliran
darah

karena

cairan

yang

menurun

darah

yang

ditimbulkan,leukosit berpindah keluar dari aliran laminar vaskuler


dan kemudian bergulir di sepanjang endothelium.Adhesi inisial
yang

meningkat

di

sebabkan

interaksi

selktin

dan

ligan

karbohidratnya.
Aktivasi integrin dan adhesi yang stabil
Leukosit di aktifkan oleh kemokin (atau agen lain). Adhesi adalah
peristiwa pelekatan membran plasma fagosit ke permukaan
mikroorganisme.
Transmigrasi
Transmigrasi leukosit dimediasi oleh interaksi homotipik antara
PECAM-1 (platelet endothelial cell adhesion molecul-1)atau CD31
pada leukosit dan sel sel endotel
Migrasi
Jenis leukosit yang bermigrasi ke tempat jejas tergantung pada
usia

respons

dan

rangsangan

aslinya.

sel

sel

neutrofil

mendominasi selama 6-24 jam pertama lalu digantikan monosit


setelah 24-48 jam kemudian

PROSES FAGOSITOSIS
1. Fagositosis, leukosit menelan bakteri dan debris jaringan. Fagositosis
dan pelepasan enzim oleh netrofil dan makrofag akan mengeliminasi
penyebab injury. Ada 3 tahap fagositosis antara lain:

Pengenalan dan perlekatan (recognition dan attachment)


Awalnya, mikroba diliputi protein spesifik (opsonisasi) dan
dikenal fagosit via reseptor.

Engulfment (ditelan)
Sitoplasma
membentuk
phagosome).

membentuk
kantung

yang

pseudopod
melingkup

Phagosome+lysosome

pseudopod

partikel

(kantung

phagolysosome

menelan mikroba

Killing dan degradation


Agen

mikroba & sel nekrosis.

Oleh : oxygen-dependent mechanism (ROI=reactive oxygen


intermediate dan NO = nitric oxyde)

10

Akhir radang akut


1. Resolusi sempurna
Mediator kimiawi:
a. Inaktivasi/rusak sspontan
b. Permeabilitas vasa normal
c. Infiltrasi leukosit terhenti
d. Neutrofil mati (apoptosis)
e. Hilangnya cairan edema dan protein, agen penyebab
debris nekrotik pada tempat injury
2. Sembuh dengan digantikan dengan jaringan ikat (fibrosis),
terjadi jika:
a. Banyak jaringan yang rusak
b. Jaringan tidak mempunyai kapasitas regenerasi
c. Terbentuknya banyak eksudat fibrin
3. Progresi akan diteruskan menjadi radang kronis
Radang akut akan berubah jadi radang kronis jika sejak
awal

mermang

sudah

kronis

atau

radang

akut

mengalami resolusi tidak sempurna/penyebab bertahan


lama sehingga radang akut berubah menjafi radang
kronis.

11

Radang pola morfologi akut


Radang serous

Terbentuk cairan encer (eksudat jernih), mengandung sedikit protein


akibat radang ringa. Berasal dari plasma, serum atau hasil sekresi
mesotel yang melapisi peritoneum, pleura, perikardium. Contoh: luka
bakar, efusi pleura
Radang fibrinous

Fibrinogen melewati penyangga vasa fibrin.


Resolusi tak total fibrin tetap ada organisasi fibrosis/ keloid
Eksudat mengandung banyak fibrin sehingga mudah membeku, biasa
terjadi pada jejas berat yang mengakibatkan permeabilitas pembuluh
darah meningkat dan molekul besar saperti fibrin dapat keluar
Radang supuratif/purulen

Produksi pus / eksudat purulen, terdiri dari neutrofil,sel nekrotik, cairan


edema. Penyebab : bakteri pyogenic (staphylococci)
Ulkus

Defek lokal/ekskavasi permukaan jaringan/organ, akibat pelepasan


jaringan nekrotik. Ulkus hanya

terjadi bila jaringan nekrosis dan

keradangan

Contoh:

dekat

permukaan.

nekrosis

keradangan

pd

mukosa mulut, gaster, intestin, traktus UG.

Radang

subakut.

Biasanya

berlangsung

berangsur-angsur

dan

berbulan-bulan.

Radang Kronis
Dapat

berlangsung

sampai

bertahun-tahun,

misalnya

tuberkolosis. Inflamasi Kronis adalah peradangan yang berlangsung


lebih lama (berhari-hari sampai bertahun-tahun) yang bisa mengarah
pada pembentukan drainase melalui suatu sinus dan ditandai khas
dengan influks limfosit dan makrofag disertai dengan proliferasi
pembuluh darah dan pembentukan jaringan parut.
Penyebab radang kronik, yaitu:

Infeksi mikroba persisten seperti tubercle bacili, Treponema


pallidum,dll. Toksisitas rendah menstimuli reaksi imun sehingga
terjadi delayed type hypersentivity, terkadang terjadi pola
spesifik seperti freaksi granulomatous.

12

Paparan yang lama terhadap agen toksik, endogen (komponen


lipid plasma yang toksik)/eksogen (silica)

Autoimunitas

Auto Ag menimbulkan reaksi imun sehingga terjadi radang dan


kerusakan jaringan kronik.
Patogenesis
Inflamasi

kronik

dapat

berkembang

dari

inflamasi

akut.Perubahan ini terjadi ketika respons akut tidak teratasi karena


agen

cedera

penyembuhan

yang

menetap

atau

normal.Kemungkinan

karena

gangguan

lain,beberapa

bentuk

proses
jejas

(misalnya : infeksi virus) menimbulkan respons,yaitu inflamasi kronik


yang pada dasarnya terjadi sejak awal.
Inflamasi kronik ditandai dengan:

Infiltrasi

yang mengandung sel inflamasi

mononuklear, meliputi

makrofag, limfosit, dan sel plasma.

Destruktif (penghancuran) jaringan, kebanyakan diinduksi oleh trauma


menetap dan sel inflamatori.

Upaya saat penyembuhan melalui pergantian jaringan ikat, dilengkapi


dengan proliferasi vaskular (angiogenesis) dan fibrosis.
Sel-sel pada inflamasi kronik
Sel makrofag

Merupakan sel yang paling dominan. Mulai bermigrasi ke


tempat jejas dalam 24-48 jam

Peristiwa pertama adalah ekstravasasi monosit, lalu ketika


sampai di jaringan monosit berdiferensiasi menjadi makrofag,
teraktivasi oleh protease asam dan protease netral, komponenkomponen dan faktor koagulasi, spesies oksigen reaktif dan NO,
metabolit AA dan sitokin dll, kemudian makrofag membesar,
metabolisme nya meningkat disertai peningkatan lisosom dan
kemampuan fagositnya juga meningkat.

Makrofag alveolar pada paru-paru


Sel kupfer dalam hati
Sel langerhands pada kulit
Mikroglia pada sistem sraf pusat
Sel mesangial pada ginjal

13

Sel retikular pada limpa, nodus limfe, sumsum tulang dan timus.

Limfosit T dan limfosit B

Keduanya bermigrasi ke tempat radang dengan menggunakan


beberapa pasangan molekul adhesi dan kemokin serupa

Dimobilisasi pada keadaan rangsang imun spesifik/ infeksi dan


inflamasi yang diperantarai non imun/ infark/ trauma jaringan

Interaksi limfosit-makrofag

14

3. Sel plasma

Merupakan produk akhir dari aktivasi sel B yang mengalami


diferensiasi

Menghasilkan antibodi untuk melawan antigen

4. Eosinofil
a. Reaksi imun yang diperantarai oleh IgE alergi
b. Emigrasi dipengaruhi oleh:

Molekul adhesi serupa dengan neutrofil

Eotaksi (kemokin spesifik) dari leukosit / epitel

Granula spesifik MBP (Major Basic Protein) toksik bagi


parasit tetapi juga mengakibatkan lisis pada sel epitel

5. Sel mast
a. Berperan dalam radang akut dan kronik
b. Terdapat IgE melepas histamin dan metabolit AA
Radang pola morfologi kronis ( Radang kronik granulomatosa )
Merupakan reaksi radang kronik yang khusus dimana sel yang
mencolok adalah sel makrofag yang mengalami modifikasi berubah
menyerupai sel epitel (sel epiteloid). Granuloma merupakan suatu daerah
pada radang granulomatosa yang menunjukkan kumpulan sel epiteloid,
sel datia dikelilingi oleh limfosit dan kadang-kadang sel plasma. Beberapa
sel epiteloid dapat bergabung membentuk sel datia, berupa sebuah sel
dengan sitoplasma banyak serta mengandung inti sebanyak 20 atau
lebih.
Menurut letak intinya, ada 3 jenis sel datia antara lain:

Sel datia langhans, bila inti tersusun seperti tapal kuda di pinggir sel

15

Sel datia benda asing bila inti letaknya tidak teratur

Sel datia Tauton bila intinya tersusun melingkar di tepi


Contoh-contoh radang granulomatosa
radang granulomatosa yang disebabkan oleh infeksi

infeksi mikrobakteri: TBC, lepra, virus


gambaran khas granuloma tuberkulosa adalah tuberkel yang
mengalami nekrosis perkijauan

infeksi treponema : sifilis, patek

infeksi jamur : cryptococcus, histoplasma

infeksi parasit: skistosomiasis


radang granulomatosa akibat benda asing

umunya tidak terjadi nekrosis dan dikenal dengan adanya bahan


sintetik (benang operasi), abses
penyakit autoimun: penyakit Hashimoto, arthritis rheumatica

radang granulomatosa yang tidak diketahui sebabnya : kolitis alseratif,


sarkoidosis

Klasifikasi radang menurut lokasinya

Abses
Abses adalah radang bernanah yang berkumpul pada suatu tempat
dalam tubuh sehingga nanah itu berada dalam rongga yang secara
otomatis tidak ada. Jika dijumpai nanah dalam rongga tubuh yang
secara anatomis sudah ada disebut empiemia, misalnya empiemia
peritonii, empiemia perikardi, dan yang sering adalah empiemia
thoracii. Kumpulan nanah dalam rongga toraks disebut empiemia saja.

Phlegmon / selulitis
Phlegmon merupakan radang purulenta atau supuratif yang menjalar
rata di seluruh bagian tubuh, misalnya apendisitis akut flegmonosa.
Selulitis merupakan suatu radang akut yang dijumpai pada jaringan
penyambung, jarang tersebar merata dan luas serta sering ada di
bawah kulit tanpa pembentukan nanah.

Ulkus atau Tukak


Ulkus atau tukak adalah suatu defek local dari suatu permukaan organ
atau jaringan tubuh yang disebabkan karena adanya jaringan nekrotik
dari suatu radang yang tercurah keluar. Ulserasi hanya dapat terjadi
jika radang kronis itu dapat keluar atau dekat dengan permukaan

16

sehingga

dapat

ditembus.

Ulkus

dapat

terjadi

jika

sebagian

permukaan jaringan menghilang sehingga jaringan di sekitarnya


meradang. Jaringan nekrosis ini dapat disebabkan karena toksin
ataupun penyumbatan kapiler akibat radang.
Ulkus sering dijumpai pada keadaan:

Ada focus radang nekrotik pada mukosa mulut, lambung, dan usus.

Radang subkutaneus dari anggota gerak bawah pada penderita lanjut


usia dengan gangguan sirkulasi yang merupakan factor predisposisi
untuk terjadinya nekrosis yang luas.

Pada leher rahim, dalam mulut (ulkus dekubitalis), lambung (ulkus


peptikum), dan kulit atau borok.

Radang Pseudomembran

I.3. Penyebab
Penyebab jejas dapat berupa:

Mikroorganisme : virus, bakteri, parasit, jamur

Zat kimia : asam, basa, toksin bakteri

Pengaruh fisik : trauma, radiasi, panas, dingin, listrik

Reaksi imunologi : hipersensitifitas, kompleks imun, reaksi autoimun


Untuk menimbulkan reaksi peradangan, maka jaringan harus hidup dan
khususnya harus memiliki mikrosirkulasi fungsional. Jika jaringan yang
nekrosis luas, maka reaksi perdangan tidak ditemukan di tengah jaringan,
tetapi pada tepinya, yaitu antara jaringan mati dan jaringan hidup dengan
sirkulasi yang utuh. Juga, jika cedera langsung mematikan hospes, maka tidak
akan ada petunjuk adanya reaksi peradangan, karena untuk timbulnya reaksi
peradangan diperlukan waktu.
Reaksi tubuh terhadap rangsang tergantung dari:
rangsang hidup atau mati
intensitas rangsang
lamanya rangsang
keadaan tubuh, contohnya gizi.
Jika gizi baik, individu menjadi sehat dan jika terdapat rangsang
maka rekasi radang yang timbul akan ringan sehingga tubuh dapat
mengatasi kuman pathogen tersebut.
Penyebab radang akut:
Infeksi oleh bakteri, virus, parasit & toksin mikroba

17

Benda asing
Reaksi imun/reaksi hipersensitif
Penyebab radang kronik, yaitu:
Infeksi

mikroba

persisten

seperti

tubercle

bacili,

Treponema

pallidum,dll. Toksisitas rendah menstimuli reaksi imun sehingga terjadi


delayed type hypersentivity, terkadang terjadi pola spesifik seperti
freaksi granulomatous.
Paparan yang lama terhadap agen toksik, endogen (komponen lipid

plasma yang toksik)/eksogen (silica)


Autoimunitas

Auto Ag menimbulkan reaksi imun sehingga terjadi radang dan


kerusakan jaringan kronik.
I.4. Patogenesis

Kerusakan

Emigrasi
leukosit

Pembebasan bahan
mediator

Gangguan
sirkulasi

Pemerahan
(Rubor)

Eksudasi

Panas
(Kalor)

Pembengkaka
n(Tumor)

Proliferasi
sel
Perangsang
an reseptor

Ganggua
n fungsi

Nyeri
(Dolor)

Tanda-tanda klinis (panas, merah, edema, nyeri, dan gangguan fungsi)


merupakan akibat dari gangguan aliran darah yang terjadi akibat kerusakan
jaringan dalam pembuluh pengalir terminal, gangguan keluarnya plasma
darah (eksudasi) ke dalam ruang ekstrasel akibat meningkatnya ketelapan
kapiler dan perangsangan reseptor nyeri. Reaksi ini disebabkan oleh
pembebasan bahan-bahan mediator (histamine, serotonin, prostaglandin,
kinin)

18

MEDIATOR KIMIA
Mediator kimia merupakan factor-faktor kimia yang berhubungan
dengan radang. Perubahan pada vaskulardan selular yang terjadi dapat
disebabkan oleh efek langsung dari iritan, namun sebagian besar terutama
karena adanya bermaca-macam zat yang disebut mediator kimia.
Ada beberapa kelompok mediator kimia, antara lain:

Vasoaktif amine: histamine dan 5-hidroxytryptamin (serotonin)

Protease:

plasmin,

kalikrein,

dan

bermacam-macam

factor

permeabilitas.

Polipeptida: bradikin, kalidin, dan leukotaksin, kinin peptide lainnya dan


polipeptida lain baik asam maupun basa.

Asam nukleat dan derivatnya: lymph node permeability factor (LNPF)

Asam lemak larut: lysolecithin, slow-reacting, substance anaphilaxis


(SRS-A) dan proataglandin.

Lisosom: enzim lisosom, protease, dll.

Toksin bakteri, kompleks antigen-antibodi, factor-faktor dari system


komplemen, penghancuran produk-produk DNA dan RNA.
Enzim Vasoaktif
Histamine merupakan zat perantara yang mempengaruhi respons
permeabilitas pada radang akut pada manusia. Histamine dilepaskan dari sel
pada kulit karena rangsangan jejas dan oleh reaksi imun tertentu. Histamine
tersebar di dalam jaringan dan berhubungan dengan granula dari sel mast.
Histamine yang berasal dari sel mast, biasanya terlepas jika sel rusak.
Antigen-antibodi yang bereaksi satu sama lain juga dapat menyebabkan
terlepasnya histamine dari sel mast, oleh karena itu menjadi sitotoksik.
Histamine menyebabkan permeabilitas pembuluh darah meningkat.
Akibtanya celah antara sel endotel menjadi bertambah besar sehingga protein
plasma dan cairan keluar dari pembuluh darah. Histamine terbentuk karena
adanya aksi dari enzim histidin karbosilase. Juga menyebabkan vasodilatasi
kapiler.
5-hidroxytryptamine atau Serotonin
Zat ini merupakan mediator yang dapat disamakan dengan histamine
yaitu merupakan factor yang mempengaruhi permeabilitas kapiler. Serotonin
tersebar di jaringan tubuh, konsentrasi terbanyak dijumpai di usus halus,
darah, limpa, dan system saraf. Pada binatang percobaan, aktivitasnya

19

sebagai factor permeabilitas hanya terlihat dengan adanya pilopeptida,


bradikinin, dan kalidin.
Enzim Protease dan Polipeptida
Menurut

Menkin

(1963)

leukotaksin

merupakan

suatu

unsure

polipeptida yang dapat meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan


menyebabkan timbulnya leukositosis.
Vasoaktif polipeptida ini disebut kinin. Ada dua unsure yang sampai
sekarang

sangat

dikenal

yaitu

bradikinin

(nonpeptida)

dan

kalidin

(dekapeptida).
Kalilrein adalah enzim yang dapat membentuk bradikinin dan kalidin.
Semua kalikrein merupakan enzim proteolitik dan esterolitik. Kalilrein ditemui
hampir di seluruh tubuh dan terdi atas 2 kelompok:

Kalikrein

jaringan,

biasanya

terjadi

pada

organ-organ

kelenjar,

misalnya kelenjar liur, pancreas, kelenjar keringat, dan kelenjar air


mata. Juga pada ginjal dan mukosa usus halus.

Kalikrein

plasma,

mempunyai

berat

molekul

97.000

sedangkan

kalikrein jaringan hanya 35.000.


Enzim Pembentuk Kinin
Plasma yang normal mengandung factor pro-permeabilitas, diaktifkan
secara in vitro dengan mengencerkan plasma dengan salin dalam tabung
gelas. Bahan aktif ini disebut globulin permeability factor. Enzim lainnya
adalah plasmin dan kalikrein.
Kinin terbentuk dari substrat yang disebut kininogen. Kininogen dan
kalikrein jaringan membentuk kalidin, jika dengan plasma kalikrein atau tripsin
akan membentuk bradikinin. Bradikinin, kalidin, dan kinin lainnya mempunyai
aktivitas yang tinggi sebagai factor permeabilitas.
Enzim Lisosom
Lisosom merupakan suatu vakuol seluler yang kecil tetapi mengandung
bermacam-macam substantsi jaringan yang aktif diantaranya protease dan
enzim-enzim lainnya. Sel PMN neutrofil, makrofag, dan mungkin sel lainnya
diduga dapat melepaskan enzim lisosom aktif dan menyebabkan perubahan
yang terjadi pada suatu radang. Enzim-enzim ini dapat menyebabkan
kerusakan

jaringan

karena

menyebabkan

kerusakan

dari

protein

dan

karbohidrat, dan meliputi bermacam-macam enzim, termasuk kolagenase,


hialuronidase, esterase, dan fosfatase.
Prinsip umum mediator antara lain:

Berasal dari plasma atau sel

20

Produksi mediator diinduksi oleh produk mikroba atau protein host

Satu mediator dapat menstimulasi pelepasan mediator lain oleh sel


target

Mediator dapat bekerja pada satu atau beberapa sel yang berbeda tipe

Sekali diaktivasi dan dilepas dari sel, waktu hidupnya pendek, rusak
sendiri, inaktivasi oleh enzim, ditangkap antioksidan, degradasi oleh
komponen komplemen

Sebagian mediator berpotensi merugikan


Mediator

Asal

Peningkatan

Histamin

Sel mast,

dan serotonin
Bradikinin

Trombosit
Plasma
Protein

C3a
C5a

Kemotaksis Sifat lain

Permeabilitas
+

Nyeri

plasam

Opsonisasi

melalui

hati, +

Aktivasi leukosit

makrofag
Sel mast dari Meningkatkan
Prostaglandin

Lekotrine B4
Radikal

bebas

asal oksigen
Nitrogen
monoksida

membran

kemampuan

fosfolipid

mediator lain

Leukosit

Leukosit

Vasodilatasi,

nyeri,

demam
Aktivasi

adesi

leukosit
Kerusakan

endotel

Endotel,

dan jaringan
Vasodilatasi,

makrofag

sitotoksis

21

I.5 Gejala Inflamasi

Rasa sakit ( nyeri ) = dolor


Mungkin ditimbulkan melalui berbagai cara. Perubahan PH lokal atau
konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf.
Pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif
lainnya

dapat

merangsang

saraf.

Pembengkakan

jaringan

yang

meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa


diragukan lagi dapat menimbulkan nyeri. Karena adanya emigrasi
leukosit dari pembuluh darah dan akumulasi pada tempat jejas juga
menyebabkan nyeri.

22

Kemerahan = rubor
Biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang
mengalami peradangan waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka
arteriol yang mensuplai daerah tersebut melebar, dengan demikian
lebih banyak sebagian saja meregang dengan cepat penuh terisi darah.
Keadaan ini dinamakan hiperemia atau kongesti, yang bertangung
jawab atas warna merah lokal karena peradangan akut. Timbulnya
hiperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh baik
secara neurogenik maupun secara kimia, melalui pengeluaran zat
seperti histamin.

Panas = kalor
Berjalan sejajar dengan kemerahan reaksi peradangan akut, karena
perubahan vaskular yang menyebabkan peningkatan aliran darah.
Sebenarnya, panas hanyalah merupakan suatu sifat reaksi peradangan
pada permukaan badan, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari
37 derajad Celcius, yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah peradangan
pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab terdapat lebih
banyak darah yang disalurkan dari dalam tubuh ke permukaan daerah
yang terkena dari pada yang disalurkan ke daerah yang normal.
Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerah-daerah yang
terkena radang jauh di dalam tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut
sudah punya suhu inti 37 derajad Celcius, dan hiperemia lokal tidak
menimbulkan perubahan.

Bengkak (edema) = tumor


Merupakan segi yang paling mencolok. Pembengkakan ditimbulkan
oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringanjaringan interstitial. Campuran cairan dan sel yang tertimbun di daerah
peradangan disebut eksudat. Pada keadaan dini reaksi peradangan
eksudat adalah cair. Contoh klasik dari cairan eksudat adalah cairan
yang timbul dengan cepat dalam luka melepuh dari kulit setelah luka
bakar kecil. Kemudian, sel-sel darah putih atau leukosit meninggalkan
aliran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat.

Perubahan atau hilangnya fungsi = functioleasa

23

Secara superfisial, mudah untuk mengerti mengapa bagian yang


bengkak dan sakit disertai sirkulasi yang abnormal dan lingkungan
kimiawi yang abnormal berfungsi secara abnormal.

I.6 Proses Pemulihan


Pemulihan jaringan merupakan proses akhir dari suatu radang menuju
penyembuhan, sedangkan penyembuhan merupakan proses / cara untuk
memperbaiki jaringan yang rusak.
Sel yang akan menggantikan jaringan yang rusak berasal dari dua sumber
yaitu :

Jaringan parenkim : menggantikan sel yang rusak dengan sel yang


baru dan sama sehingga fungsi tubuh atau jaringan akan pulihh
kembali dengan sempurna (regenerasi),dibedakan menjadi :

Sel labil : sel yang dapat mengalami nekrosis dan mengalami


pembaharuanyang terjadi secara periodic, sel akan diganti dengan sel
yang sama (regenerasi fisiologis). Contoh sel epitel, hemopoetik, sel
limfoid.

Sel stabil : mengalami regenerasi tidak terus menerus atau tidak


periodic, melainkan hanya pada keadaan patologis saja. Contoh sel
hati, jaringan ikat, pembuluh darah, sel pankreas.

Sel permanen, berfungsi sebagai pemulihan jaringan fibrosis. Contoh


sel permanen sel syaraf, sel otot skelet, otot jantung.

Jaringan stroma : proses penyembuhan dari jaringan penyambung


strioma, sel atau jaringan yang rusak akan diganti dengan jaringan
parut atau jaringan ikat (organisasi).pada organisasi akan terbentuk
jaringan granulisasi yang kemudian akan terbentuk jaringan parut.

Penyembuhan secara organisasi dibagi 2 macam :


a. Per primam : penyembuhan pada kulit akibat luka yang kecil atau
luka

yang

agak

besar

tetapi

masih

dapat

dijahit

sehingga

permukaan kedua luka menjadi berdekatan, juga tidak ada infeksi.


Luka yang sembuh hanya meninggalkan jaringan parut kecil
sehingga setelah terjadi penyembuhan hanya akan terlihat suatu

24

garis

yang

agak

lain

warnanya

dengan

jaringan

sekitarnya.

Melibatkan jaringan yang sedikit, penyembuhannya mendekati


normal. Syarat jaringan yang terlibat kecil, steril dan rapat.
b. Per sekundam : penyembuhan biasanya terjadi pada luka yang agak
besar atau banyak terjadi kerusakan jaringan atau luka yang tidak
dijahit. Penyembuhan sama dengan penyembuhan per primam yaitu
terjadi

jaringan

granulisasi,

namun

secara

keseluruhan

ada

perbedaan antara bagian dasar, tengah dan permukaan dari luka


secara

mikroskopis.

Proses

penyembuhannya

tidak

mendekati

normal, epidermis tipis, jaringan parut luas, terdapat adnexa kulit


yang hilang serta pembentukan granulasi.
Mekanisme pemulihan :
a. 24 jam pertama neutrofil migrasi ke bekuan fibrin dan mitosis sel
basal meningkat
b. 24 jam- 48 jam kemudian, sel epitel bermigrasi dan berproliferasi
sehingga terbentuk lapisan epitel yang tidak putus
c. Hari ketiga. Sel neutrofil digantikan makrofag sehingga ruang insisi
berisi jaringan granulasi. Serat kolagen muncul, kemudian epidermis
menebal.
d. Hari kelima. Terjadi puncak neovaskularisasi dan proliferasi sehingga
serabut kolagen tambah banyak. Serabut kolagen menjembatani
ruang interstisial. Epidermisnya matur dan menebal. Persyarafan
baik.
e. Minggu kedua. Inflamasi reda, terjadi penumpukan kolagen, terjadi
ploriferasi

fibroblas,

suplai

darah

baik

kemudian

sel

radang

menurun.
f. Akhir bulan pertama. Jaringan parut pada radang ditutup dengan
epidermis normal.
Penyembuhan luka

Healing by first intention, luka tertutup primer:

25

Tepi luka mula-mula ditahan oleh gumpalan darah, A. Suatu


reaksi

peradangan

akut

dikerahkan

dalam

jaringan

yang

bersebelahan, dna mengakibatkan pertumbuhan kea rah dalam dari


jaringan granulasi setelah beberapa hari, B. pada

stadium ini

berlangsung regenerasi epidermis. Akibat yang umum adalah


regenerasi epidermis sempurna dan jaringan parut kulit yang padat,
yang terbentuk waktu jaringan granulasi menjadi matang,C.

Healing by second intention, luka terbuka terbuka:

Secara kualitatif prosesnya, melibatkan regenerasi epitel


yang luas dan pembentukan jaringan parut yang leebih banyak.
Gambar A manunjukkan keadaan segera setelah terjadi luka. B,
menggambarkan penyembuhan di bawah keropeng, sedangkan
gambar. C, menunjukkan sebuah luka terbuka dengan jaringan

26

granulasi yang dapat dilihat. Hasil akhir, D, merupakan sebuah


jaringan parut besar dan seringkali daerah epidermis baru yang
tipis dan tidak memiliki rambut serta apendiks kulit lainnya.
FAKTOR-FAKTOR YANG MENGHAMBAT PENYEMBUHAN
A. Factor umum

Umur : semakin usia lanjut semakin lamabt penyembuhan dikarenakan


kurangnya suplai darah

Diet : pada orang yang makan sedikit protein menyebabkan kadar


protein dalam darah rendah, ini menyebabkan luka sukar sembuh
contoh malnutrisi, defisiensi imun.

Vitamin : missal kekurangan

vitamin c, menyebabkan kualitas dan

kuantitas jaringan rendah sehingga, kalau terluka penyembuhanya


lambat

Hormon : missal kortison. Pemberian kortison pada suatu radang dapat


menyebabkan gangguan pada mekanisme perubahan pembuluh
darah, menyebabkan pembentukan eksudat radang yang sedikit
sekali atau terlambat.

Penyakit, con toh diabetes, leukimia, tumor.

Infeksi, kerusakan berat pada abses.

Factor local

Suplai darah : jika suplai darah kurang maka proses penyembuhan juga
lambat

Benda asing : benda asing dapat menghambat penyembuhan.

Pergerakan jaringan : jika sering terjadi pergerakan pada tempat yang


luka maka proses penyembuhannya lama

Jenis jaringan : sel labil dan sel stabil akan sembuh dengan sempurna,
tetapi pada sel permanen, penyembuhannya tidak sempurna dan
lebih lambat.

I.7. Sistem imun dalam proses radang


Definisi Sistem Imun
Imunitas/kekebalan
melindungi

tubuh

adalah

sistem

terhadap

pada

pengaruh

organism

yang

bekerja

biologis

luar

dengan

mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor, sehingga tubuh


bebas patogen dan aktivitas dapat berlangsung dengan baik. Selain dapat
menghindarkan

tubuh

diserang

patogen,

imunitas

juga

dapat

27

menyebabkan penyakit, diantaranya hipersensitivitas, autoimun, dan


imunodefisiensi. Macam sistem imun :
InnateImmunity
Innate immunity atau kekebalan alami adalah pertahanan paling awal
pada manusia untuk mengeliminasi mikroba patogen bagi tubuh. Innatte
immunity merupakan kekebalan non-spesifik. Artinya semua bentuk
mikroba yang masuk akan dieliminasi tanpa memperhatikan jenis dari
mikroba itu. Pada innate immunity terdapat dua garis pertahanan yaitu
pertahanan baris pertama dan pertahanan baris kedua
Firt line deffense (pertahanan pertama).
Yang termasuk di dalamnya faktor fisik, kimia dan flora normal
tubuh (mikriba normal tubuh). Yang merupakan faktor fisik adalah
kulit, kelenjar air mata, kelenjar air lidah (saliva), kelenjar mukus,
silia, dan urine. Kulit yang tertutup merupakan pertahanan paling
kuat. kulit yang tertutup melindungi dari masuknya mikroba
patogen. Air mata berperan dalam melindungi mata dari mikroba
patogen karena terdapat lisozim pada air mata yang merupakan
enzim yang mampu menghancurkan dinding bakteri. Saliva juga
mempunyai enzim lisozim ini untuk menghancurkan bakteri.
Mukosa berperan dalam hal mencegah invasi mikroba ke epitel dan
jaringan

sekitar

bahkan

sistemik.

Bakteri

mikroba

yang

terperangkap dalam mukosa akan dikeluarkan melalui silia dari


epitel dalam bentuk batuk (pada saluran pernapasan) atau dengan
aliran urine (pada saluran genitourinaria).
Faktor selanjutnya adalah faktor kimia. Yang termasuk di dalamnya
adalah Sebum, lisozim dan pH. Lisozim telah dijelaskan di atas.
Cairan sebum mengandung asam lemak tak jenuh yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri patogen. pH juga berperan
dalam imunitas karena kebanyakan mikroba tidak tahan terhadap
asam contohnya asam lambung (pH 1.2 - 3.0).
Faktor

normal

mikrobiota.

Sebenarnya

pada

tubuh

manusia

terdapat banyak mikroba normal yang membnatu fungsi fisiologis


manusia. Contoh mikroba normal adalah E. coli pada colon yang
berperan dalam pembusukan sisa makanan. Peran mikroba normal
(flora normal) dalam imunitas adalah, dalam hal kompetisi nutrisi
dengan mikroba patogen. Flora normal akan beerkompetisi dalam

28

perolehan nutrisi dengan bakteri patogen. Flora normal juga


mengeluarkan

zat

metabolit

yang

dapat

menghambat

pertumbuhan mikroba patogen.


Second line deffense (pertahanan kedua).
Yang termasuk di dalamnya adalah fagosit, inflamasi demam dan
substansi antimikroba.
Fagosit. Fagosit adalah sel yang mengeliminasi mikroba dengan
cara 'memakan' mikroba tersebut secara endositosis, mikroba
tersebut terperangkap dalam fagosom, setelah itu fagosom berfusi
dengan lisosom membentuk fagolisosom kemudian enzim-enzim
dari

lisosom

akan

menghancurkan

mikroba

tersebut.

Yang

termasuk sel fagosit adalah makrofag, sell dendrit, neutrofil.


Beberapa sel fagosit bisa menjadi sel penyaji antigen (Antigen
Presenting Cell / APC).
Inflamasi
Inflamasi merupakan respon tubuhterhadap sel yang rusak, repon
ini ditandai dengan adanya kemerahan, nyeri, panas, bengkak.
Tujuan inflamasi adalah untuk membatasi invasi oleh mikroba agar
tidak menyebar lebih luas lagi, serta memperbaiki jaringan atau sel
yang telah rusak oleh mikroba. Vasodilatasi (pelebaran pembuluh
darah) dan permeabilitas vaskular terjadi pada setiap inflamsi akut.
Adanya vasodilatasi menyebabkan kemerahan pada daerah yang
terjadi inflamasi, sedangkan permebilitas vaskuler menyebabkan
keluarnya cairan yang plasma sehingga menyebabkan edema
(bengkak). Vasodilatasi dan permebilitas vaskuler disebabkan oleh
mediator-mediator kimia yaitu prostaglandin, bradikinin, histamin
dan Interluikin.
Substansi antimikroba. Substansi mikroba yang dimaksud adalah
komplemen. Sistem komplemen merupakan sistem yang penting
dalam innate immunity karena fungsinya sebagai opsonisator
untuk meningkatkan fagositosis sel fagosit dan kemoatrtaktor
untuk menarik sel-sel radang yang menyebabkan inflamasi.
Komplemen juga bisa melisiskan bakteri secara langsung dengan
membentuk sebuah 'hole' sehingga isi bakteri akan keluar (lisis).
Komplemen yang ada di darah harus diaktifkan sebelum dapat
berperan

dalam

innate

immunity.

Ada

jalur

pengaktifan

komplemen yaitu jalur klasik, jalur lektin dan jalur alternatif.

29

Pengaktifan komplemen jalur klasik membutuhkan intervensi


antibodi dalam pengaktifannya, sedangkan jalur lektin dan jalur
alternatif tidak membutuhkan antibadi untuk pengektifannya.
Perbedaan antara Jalur lektin dan jalur alternatif adalah dalam hal
stimulator aktifnya jalur ini. Pada jalur lektin, stimulatornya adalah
MBL (Manose Binding lectin) suatu zat yang ada pada didnding
mikroba/bakteri. Sistem komplemen, semua jalur pengaktifannya
akan menghasilkan produk pecahan molekul kecil dan pecahan
molekul besar. Produk molekul kecil ini akan beredar ke darah dan
produk yang besar akan berikatan pada reseptornya. Jalur-jalur ini
memecah C3 menjadi C3a (pecahan kecil) dan c3b (pecahan
besar). C3a (suatu anafilaktor) akan beredar ke darah. C3b mampu
mengopsonisasi bakteri agar dapat dengan mudah difagosit oleh
makrofag. Jika semua molekul komplemen C3b, C5b C6, C7, C8 dan
C9 berikatan dengan sempurna, maka akan dapat melisiskan
bakteri.
Imunitas bawaan, meliputi:

Fagositosis

terhadap

bakteri

dan

penyerbu

lain.

Tahap

fagositosis:
a. Pengenalan dan perlekatan (recognition and attachment)
b. Ditelan (engulfment)
c. Killing and degradation

Pengerusakan oleh asam lambung dan enzim terhadap


organisme yang tertelan

Daya tahan kulit terhadap invasi organisme

d. Senyawa kimia yang melekat pada organisme asing/toksin dan


menghancurkannya. Senyawa kimia tersebut dapat berupa:

Lisozim

Polipeptida dasar

Kompleks komplemen

Limfosit pembunuh alami

Adaptive immunity
Humoral
Komponennya adalah limfosit sel B dan antibody.Proses aktivasi sel B =
clonal

selection. Slama proses ini, sel B dengan spesifik antigen reseptor

30

mengenali antigen, lalu sel ini akan berproliferasi menjadi banyak sel ( yang
juga disebut clone dari sel ) dengan sifat sifat yang sama. Kemudian sel sel
ini akan membedakan diri menjadi memory sel B dan plasma sel. Antibodi
diproduksi oleh plasma sel yang akan mengikat antigen ( diproduksi oleh
respon humoral ).
Sel Mediate ( seluler )
Imun yang digunakan untuk melawan pathogen di intracellular dan
abnormal sel seperti kanker.Komponennya adalah limfosit sel Th ( T helper )
dan sel Tc ( T cytotoxic ). Sel Th mensekresi sitokin untuk mengaktifkan
system imun yang lain, sedangkan sel Tc menyerang langsung ke sel.
Komponen Respon Imun

Antigen
Adalah suatu zat yang menyebabkan respon imun spesifik. Antigen
biasanya berupa zat dengan berat molekul besar dan juga kompleks
zat kimia seperti protein dan polisakarida.

Determinan antigenik (epitop)


Adalah sekelompok kimia terkecil dari suatu antigen yang dapat
membangkitkan respon imun. Suatu antigen dapat memiliki dua atau
lebih molekul determinan antigenik, satu molekulpun dalam keadaan
yang sesuai dapat menstimulasi respon yang jelas.

Hapten
Adalah senyawa kecil yang jika sendirian tidak dapat menginduksi
respon imun.tetapi senyawa ini menjadi imunogenik jika bersatu
dengan

carrier

yang

berat

molekulnya

besar,

seperti

protein

serum.Hapten dapat berupa obat, antibodi, zat tambahan makanan,


atau kosmetik.

Antibodi
Adalah suatu protein dapat larut yang dihasilkan sistem
imun sebagai respons terhadap keberadaan antigen dan akan
bereaksi khususnya terhadap antigen tersebut.

Kelas Antibodi
Antibodi adalah sekelompok protein plasma yang disebut
Imunoglobulin (Ig). Ada 5 kelas immunoglobulin, yaitu:

Molekul IgA

31

Mencapai 15% dari semua antibodi dalam serum darah dan


ditemukan dalam sekresi tubuh seperti keringat, saliva, air
mata, pernapasan, genitourinari, dan sekresi usus, serta air
susu

ibu.Fungsi

utama

IgA

adalah

untuk

melawan

mikroorganisme pada setiap titik masuk potensial ke dalam


tubuh.

Molekul IgD
Dalam serum darah dan limfe relatif sedikit, tetapi banyak
ditemukan dalam limfosit B.Hanya sedikit yang diketahui
mengenai fungsinya.Molekul ini membantu memicu respons
imun.

Molekul IgE
Biasanya ditemukan dalam konsentrasi darah yang sangat
rendah.Kadarnya meningkat selama reaksi alergi dan pada
penyakit parasitik tertentu.Molekul ini terikat pada reseptor sel
mast dan basofil serta menyebabkan pelepasan histamin dan
mediator kimia lainnya.

Molekul IgG
Mencapai 80% saimpai 85% dari keseluruhan antibodi yang
bersirkulasi dan merupakan satu-satunya antibodi yang dapat
menembus plasenta dan memberikan imunitas pada bayi baru
lahir.Molekul ini akan diproduksi secara besar-besaran saat
terjadi pajanan kedua dan berikutnya terhadap suatu antigen
spesifik.Molekul

ini

berfungsi

sebagai

pelindung

terhadap

mikroorganisme dan toksin yang bersirkulasi, mengaktivasi


sistem komplemen, dan meningkatkan keefektifan sel fagositik.

Molekul IgM
Merupakan antibodi pertama yang tiba di sisi infeksi, pada
pajanan awal terhadap antigen.Pajanan kedua mengakibatkan
peningkatan

produksi

IgG.Antibodi

IgM

mengaktivasi

komplemen dan memperbanyak fagositosis.Tetapi umur molekul


ini relatif pendek.Karena ukurannya molekul ini menetap pada
pembuluh darah dan tidak memasuki jaringan sekitar.
Akibat Kerusakan Sistem Imun
Hipersensitivitas atau alergi

32

Hipersensitivitas adalah respon imun yang merusak jaringan


tubuh sendiri. Berdasarkan mekanisme dan lama waktu reaksi,
hipersensitivitas dibedakan menjadi:
a. Hipersensitivitas tipe I (Hipersensitivitas tipe cepat / Anafilatoksis)
Definisi
Reaksi alergi yang terjadi karena terpapar antigen spesifik
yang dikenal dengan nama allergen.
Penyebab

Kontak

pertama:

allergen

menstimulasi

sel

untuk

memproduksi antibodi, yaitu IgE yang kemudian masuk ke


aliran darahdan berikatan dengan reseptor di sel mastosit
dan basofil menjadi tersensitisasi.

Kontak ulang: allergen akan berikatan dengan IgE yang


berikatan dengan antibodi di sel mastosit atau basofil dan
meyebabkan

terjadinya

granulasi.

Degranulasi

menyebabkan pelepasan mediator inflamasi primer dan


sekunder.
Faktor pemicu

Defisiensi sel T: penurunan sel T diasosiasikan dengan


peningkatan dari jumlah serum IgE pada penyakit Eczma.
Juga ada perbedaan jumlah sel T pada bayi yang disusui
dengan ASI dan dengan susu bubuk.

Mediator feecback: menurut penilitian, inhibisi reseptor H 2


oleh pelepasan enzim lisosom dan aktivasi penahan sel T
oleh histamine akan menambah jumlah IgE.

Faktor lingkungan: polutan seperti SO2, NO, asap kendaraan


dapat

meningkatkan

permeabilitas

mukosa

sehingga

meningkatkan pemasukan antigen dan respon IgE.


Dampak

Anafilatoksis local (alergi atopic)


Batuk, mata berair, bersin karena allergen masuk ke saluran
respirasi.

Terakumulasinya mucus di alveolus paru-paru dan kontraksi otot


polos kontraksi yang mempersempit jalan udara ke paru-paru
sehingga menjadi sesak.

Kulit memerah/pucat, gatal (urticaria) karena alergi makanan.

33

Anafilatoksis sistemik

Sulit

bernafas

karena

kontraksi

otot

polos

yang

menyebabkan tertutupnya bronkus paru-paru, dilatasi arteriol


sehingga

tekanan

darah

menurun

dan

meningkatnya

permeabilitas pembuluh darah sehingga cairan tubuh keluar ke


jaringan. Gejala ini dapat menyebabkan kematian karena
tekanan darah turun drastis dan pembuluh darah collapse
(shock anfilatoksis).
Pengobatan
Anafilatoksis local

Menghindari allergen dan makanan yang


dapat menyebabkan alergi.

Bila

allergen

sulit

dihindari,

dapat

menggunakan antihistamin untuk menghambat pelepasan


histamine

dari

pengobatan
merelakssai

sel

dapat
otot

mastosit.
berupa

bronkus

Bila

terjadi

bronkoditator
dan

ekspetoran

sesak

nafas

yang

dapat

yang

dapat

mengeluarkan mucus.

Injeksi allergen secara berulang dengan


dosis

tertentu

pembentukan

secara
IgG

subkutan

meningkat

dengan

harapan

sehingga

mempu

mengeliminasi allergen sebelum allergen berikatan dengan


IgE

pada

sel

mastosit.

Proses

ini

disebut

desensitisasi/hiposensitisasi.

Anafilatoksis sistemik

Menyuntikkan epinefrin (meningkatkan tekanan darah) atau


antihistamin (memblok pelepasan histamine) secara intravena.
1. Hipersensitivitas tipe II
Definisi
Merupakan sitotoksik yang memerlukan bantuan antibodi serta
melibatkan IgG dan IgM. Antibodi ditujukan pada antigen yang
berada di permukaan se/matriks ekstraseluler. Ikatan Ag-Ab
mengaktifkan komplemen sehingga meyebabkan lisis.
Imunopatologi
Kerusakan pada eritrosit

34

IgM menimbulkan aglutinasi, aktivasi komplemen dan


hemolisis intravaskuler pada sistem ABO.

IgG menembus barier plasenta masuk ke sirkulasi janin,


melapisi

permukaan

eritrosit

janin

sehingga

terjadi

hipersensitivitas tipe II. Proses ini tetjadi pada sistem


Rhesus.
Kerusakan jaringan transplantasi

Antigen sel pada organ transplantasi dianggap asing.

Antibodi pada darah resipien beraksi dengan antigen


pada organ transplantasi yang menyebabkan akivitas
komplemen dan neutrofil.

Reaksi karena obat

Obat berikatan dengan unsur tubuh menjadi hapten


lengkap,

yang

menyebabkan

orang-orang

tertentu

menjadi sensitif.

Obat membentuk kompleks antigenic dengan permukaan


suatu elemen yang ada pada darahdan merangsang
pembentukan antibodi.

Contoh:

pemakaian

terus-menerus

klorpromazin/penacehn pada agranulositosis.


2. Hipersensitivitas tipe III
Definisi
Merupakan reaksi hipersensitivitas yang dipicu oleh
terbentuknya kompleks antigen dan antibodi.
Mekanisme Reaksi
Antibodi

bereaksi

dengan

antigen

bersangkutan

membentuk kompleks antigen-antibodi.


Aktivasi

sistem

komplemen,

menyebabkan

pelepasan

berbagai mediator oleh mastosit.


Vasodilatasi dan akumulasi oleh PMN yag menghancurkan
kompleks.
Merangsang PMN sehingga sel-sel tersebut melepaskan isi
granula berupa enzim proteolitik di antaranya proteinase,
kolegenase, dan enzim pembentuk kinin.

35

Kompleks antigen-antibodi itu mengendap di jaringan,


proses di atas bersama-sama dengan aktivasi komplemen
dapat sekaligus merusak jaringan sekitar kompleks.
Gejala Klinis
Bisa tergantung dari perbandingan relatif kadar antigen dan
antibodi.
Antigen

tidak

jauh

lebih

banyak

kompleks

cepat

mengendap.
Antigen

jauh

lebih

banyak

kompleks

tidak

cepat

mengendap.
Gejala dapat berbeda sesuai tempat pengendapan.
Gejala Umum
Demam, nyeri, malaise.
Gatal, edema.
Pengurangan komplemen dalam darah.
Glomeruloonephritis (ginjal)
Arthritis (persendian)
Rheumatic (penyakit jantung)
Faktor yang berpengaruh
Ukuran kompleks imun
Kelas immunoglobulin
Aktivasi komplemen
Permeabilitas pembuluh darah
Proses hemodinamik
Afinitas antigen pada jaringan
Pengobatan
Obat anti-inflamasi/antihistamin
Menghindari

sejumlah

besar

antigen

dan

berhati-hati

terhadap imunisasi dan antitoksin.


3. Hipersensitivitas tipe IV (delayed hypersensitivity)
Dimediasi oleh antibodi yang distimulasi oleh efektor sel T
yang spesifik terhadap antigen.
Tipe lambat.

36

Melibatkan sel Thelper yang akan megaktifkan sel TDTH


sehingga menghasilkan sitokinin.
Penyakit autoimun
Terjadi akibat kegagalan toleransi diri imunologis yang
menyebabkan respons sistem imun melawan sel tubuh sendiri.
Contoh autoimun: Penyakit addison kelenjar adrenal, tiroiditis,
artritis, rematoid, anemia pernisius, myastenia gravis.
Imunodefisiensi
Adalah suatu kondisi yang menurunkan keefektifan
sistem imun atau suatu kondisi yang tidak mampu merespon
antigen.

Contoh:

Defisiensi

Imun

kongenital

(lahir

tanpa

memiliki sel B dan sel T), AIDS.


II. Obat
II.1. Pengertian
1. Sediaan/paduan-paduan yang siap digunakan mempengaruhi
atau menyelidiki secara fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka

penetapan

diagnose,

pencegahan,

penyyembuhan,

pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi. (PerMenKes


917/Menkes/Per/X/1993)
2. Zat kimia yang dapat mempengaruhi proses kehidupan. (Lehne,
1998)
3. Zat yang digunakan untuk diagnosis, mengurangi rasa sakit,
serta mengobati atau mencegah peyakit pada manusia atau
hewan. (Ansel, 1985)
II.2. Obat antialergi (Antihistamin)
Obat Antihistamin
Obat yang mampu mengusir histamine secara kompetitif dari
reseptornya dan mampu meniadakan kerja histamin.
Klasifikasi Obat Antihistamin
1. Anti-histamin penghambat reseptor H1 (AH1): memblok reseptor H1
bekerja menghambat vasodilatasi.
Antagonis H1

dibagi

menjadi

2 generasi.

Pada

generasi

pertama, efek sedatifnya relative lebih kuat.


Agen-agen tersebut cepat diserap pada pemberian secara oral
dengan konsentrasi darah puncak terjadi pada 1-2 jam. Mereka

37

didistribusi secara luas pada seluruh tubuh, dan obat generasi


pertama segera memasuki system saraf pusat.
Beberapa dari agen generasi pertama dimetabolisme secara
luas, terutama oleh system mikrosomal pada hati.
Beberapa agen generasi kedua dimetabolisme oleh system
CYP3A4 dan merupakan subyek terjadinya interaksi penting saat
obat lain seperti ketoconazole menghambat subtype enzim
P450.
Sebagian besar obat tersebut mempunyai masa kerja efektif
selama 4-6 jam pada pemberian dosis tunggal, tetapi meclizine
dan beberapa obat generasi kedua bersifat bekerja lama,
dengan masa kerja 12-24 jam.
Agen yang lebih baru juga diduga kurang larut di dalam lemak
dan sukar memasuki system saraf pusat atau tidak dapat sama
sekali.
Asetamizole, ebastine, hydroxizine, loratadine, dan terfenadine
mempunyai metabolit aktif. Metabolit aktif hydroxizine dan
terfenadine tersedia sebagi obat (cetrizine dan fexofenadine)
2. Anti-histamin penghambat reseptor H2 (AH2): memblok reseptor H2
bekerja menghambat asam lambung.
Kedua antagonis reseptor H2 yang pertama kali ditemukan,
burimamide dan metiamide, adalah senyawa imidazole dengan
rantai samping panjang yang mengandung satu kelompok thiourea.
Karena efek toksiknya, obat tersebut tidak lagi digunakan. Empat
antagonis H2 yang saat ini beredar adalah cimetidine, ranitidine,
famotidine, dan nizatidine.
Antagonis Reseptor H1
Mekanisme

Kerja : meniadakan kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H1

Kinetika : pemberian secara oral anti histamin H1 diabsorbsi dengan


cepat dan baik

Indikasi

AH 1

berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit

alergi dan mencegah atau mengobati mabuk perjalanan.

Penyakit alergi

38

AH 1

berguna untuk mengobati alergi tipe eksudatif akut misalnya

pada polinosis dan urtikaria. Efeknya bersifat paliatif, membatasi dan


menghambat efek histamine yang dilepaskan sewaktu reaksi antigenantibodi terjadi.

AH 1

tidak berpengaruh terhadap intensitas reaksi

antigen-antibodi

yang

merupakan

penyebab

berbagai

gangguan

alergik. Keadaan ini dapat diatasi hanya dengan menghindari allergen,


desensitisasi atau menekan reaksi tersebut dengan kortikosteroid.

AH 1

tidak dapat melawan reaksi alergi akibat peranan autakoid

lain. Asma bronchial terutama disebabkan oleh SRS-A atau leukotrien


sehingga

AH 1

saja tidak efektif.

AH 1

dapat mengatasi asma

brokial ringan bila diberikan sebagai profilaksis. Untuk asma bronchial


berat, aminofilin, epinefrin dan isoproterenol merupakan pilihan utama.
Pada reaksi anafilaktik,

AH 1

hanya merupakan tambahan dari

epinefrin yang merupakan obat terpilih. Epinefrin merupakan obat


terpilih untuk mengatasi krisis alergi karena epinefrin (1) lebih efektif
daripada

AH 1 ; (2) efeknya lebih cepat; (3) merupakan antagonis

fisiologik dari histamine atau autakoid lainnya. Artinya epinefrin


mengubah respon vasodilatasi akibat histamine dan autakoid lain

AH 1

menjadi vasokonstriksi. Demikian pula

dapat melawan efek

bronkokonstriksi oleh histamine tapi tidak bersifat bronkodilatasi


seperti yang diperlihatkan epinefrin.

AH 1

dapat menghilangkan bersin, rinore dan gatal pada

mata, hidung dan tenggorokan pada pasien seasonal hay fever.

AH 1

efektif terhadap alergi yang disebabkan oleh debu, tetapi

kurang efektif jika jumlah banyak dan kontaknya lama. Kongesti hidung
kronik lebih refrakter terhadap
rhinitis vasomotor. Manfaat

AH 1

dengan asma diragukan karena

AH 1 .

AH 1

tidak efektif pada

untuk mengobati batuk pada anak

AH 1

mengentalkan sekresi bronkus

sehingga dapat menyulitkan ekspektorasi.

AH 1

efektif untuk

mengatasi urtikaria akut sedangkan pada urtikaria kronik hasilnya


kurang baik. Kadang kadang

AH 1

dapat mengatasi dermatitis

atopic, dermatitis kontak, dan gigitan serangga.

39

Reaksi transfusi darah tipe nonohemolitik dan nonpirogenik ringan


dapat diatasi dengan

AH 1 . Demikian juga reaksi alergi seperti gatal-

gatal, urtikaria, dan angioedema umumnya dapat diobati dengan

AH 1 .

Mabuk perjalanan dan keadaan lain

AH 1

tertentu

misalnya

difenhidramin,

dimenhidrinat,

derivate piperazin dan prometazin dapat digunakan untuk mencegah


dan mengobati mabuk perjalanan udara, laut dan darat.

AH 1

lebih

banyak digunakan karena efektif dengan dosis relative kecil. Karena

AH 1
maka

seperti juga skopolamin memiliki antikolinergik yang kuat


diduga

sebagian

besar

efek

terhadap

mabuk

perjalanan

didasarkan oleh efek antikolinergiknya. Untuk mencegah mabuk

AH 1

perjalanan,

sebaiknya

berangkat.

AH 1

prometazin,

difenhidramin,

diberikan

setengah

jam

sebelum

terpilih untuk mengobati mabuk perjalanan ialah


siklizin

dan meklizin.

Meklizin cukup

diberikan sekali sehari.

AH 1

efektif untuk dua pertiga kasus vertigo,mual dan muntah.

AH 1

efektif sebagai antimuntah pascabedah, mual dan muntah

waktu hamil dan setelah radiasi.

AH 1

mengobati

dan

penyakit

Penggunaan

AH 1

Meniere

juga dapat digunakan untuk


gangguan

vestibular

lain.

lain ialah untuk mengobati pasien paralisis

agitans (penyakit Parkinson) yaitu mengurangi rigiditas dan tremor.


Efek samping hypnosis terutama oleh

AH 1

golongan etanolamin

digunakan untuk hipnotik. Efek ini jelas pada pasien yang sensitive
terhadap

AH 1 .

Sifat anestetik local

AH 1

digunakan untuk menghilangkan gatal-

gatal. Tetapi harus diingat bahwa pada penggunaan topical,

AH 1

ini

bisa menyebabkan sensitivitas kulit.


Efek Samping AH1

40

Pada

dosis

terapi,

semua

AH 1

menimbulkan

efek

samping

walaupun jarang bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan


diteruskan. Terdapat variasi yang besar dalam toleransi terhadap obat antar
individu, kadang- kadang efek samping ini sangat mengganggu sehingga
terapi perlu dihentikan. Efek samping yang paling sering ialah sedasi, yang
justru menguntungkan pasien yang dirawatdi RS atau pasien yang perlu
banyak tidur. Tetapi efek ini mengganggu bagi pasien yang memerlukan
kewaspadaan

tinggi

sehingga

meningkatkan

kecelakaan. Pengurangan dosis atau penggunaan

kemungkinan

AH 1

terjadinya

jenis lain mungkin

dapat mengurangi efek sedasi ini. Astemizol, terfenadin, loratadin tidak atau
kurang menimbulkan sedasi.
Efek samping yang berhubungan dengan efek sentral

AH 1 ialah

vertigo, tinnitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia,


euphoria, gelisah, insomnia, dan tremor. Efek samping yang termasuk sering
juga ditemukan ialah nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada
epigastrium, konstipasi atau diare ; efek samping ini akan berkurang jika

AH 1

diberikan sewaktu makan. Penggunaan astemizol, suatu histamine

non sedative, selama lebih dari 2 minggu dilaporkan dapat menyebabkan


bertambahnya nafsu makan dan berat badan.

AH 1

bisa menimbulkan

alergi pada pemberian oral, tetapa lebih sering terjadi akibat penggunaan
local berupa dermatitis alergik. Demam dan fotosensitivitas juga pernah
dilaporkan terjadi.

AH 1

sangat jarang menimbulkan komplikasi berupa

leucopenia dan agranulositosis.


Intoksikasi Akut

AH 1
AH 1

Keracunan akut

terjadi karena obat golongan ini sering

terdapat sebagai obat persediaan dalam rumah tangga. Pada anak, keracunan
terjadi karena kecelakaan, sedangkan pada orang dewasa akibat usaha bunuh
diri. Dosis 20-30 tablet
Efek sentral

AH 1 sudah bersifat letal bagi anak.

AH 1

merupakan efek yang berbahaya. Pada anak kecil

efek yang dominan ialah perangsangan dengan manifestasi halusinasi,


eksitasi, ataksia, inkoordinasi, atetosis dan kejang. Kejang ini kadang- kadang
disertai tremor dan pergerakan atetoid yang bersifat tonik-klonik yang sukar
dikontrol. Gejala lain mirip gejala keracunan atropine misalnya midriasis,
kemerahan di muka dan sering pula terjadi demam. Akhirnya terjadi koma

41

dalam dengan kolaps kardiorespirasi yang disusul kematian dalam 2-18 jam.
Pada orang dewasa, manifestasi keracunan biasanya berupa depresi pada
permulaan, kemudian eksitasi dan akhirnya depresi SSP lebih lanjut.
Pengobatan
Pengobatan diberikan secara simtomatik dan suportif karena tidak ada
antidotum spesifik. Depresi SSP oleh

AH 1

tidak sedalam yang ditimbulkan

oleh barbiturat. Pernapasan biasanya tidak menimbulkan gangguan yang


berat dan tekanan darah dapat dipertahankan secara baik. Bila terjadi gagal
napas maka dilakukan napas buatan, tindakan ini lebih baik daripada
memberikan analeptic yang justru akan mempermudah timbulnya konvulsi.
Bila terjadi konvulsi, maka diberikan thiopental atau diazepam.
Antagonis Reseptor H2
Antagonis Reseptor H2 bekerja menghambat sekresi asam lambung.
Antagonis yang dipakai saat ini adalah simetidin, ranitidine, famotidin, dan
nizatidin.
1. Simetidin dan Ranitidin
Farmakodinamik

Bekerja menghambat secara selektif dan reversible.

Dapat

menghambat

sekresi

asam

yang

disebababkan

oleh

peransangan obat muskarinik, stimulasi vagus, atau gastrin.


(meskipun cara kerjanya tidak sebaik penekanan lambung pada
keadaan basal).

Mengganggu volume dan kadar pepsin cairan lambung

Farmakokinetik

Bioavailabilitas oral simitidin sekitar 70 % sama dengan setelah


pemberian IV atau Intermuskular.

Ikatan plasma hanya 20%

Absorbsi obat ini diperlambat oleh makanan ( biasa diberikan


bersama atau segera sesudah makan )

untuk memperlambat

pascamakanan.

Absorbsi pada 60-90 menit, simetidin masuk ke dalam SSP dan


kadarnya dalam cairan spinal 10-20% dari kadar serum. Sekitar 5080% dari dosis IV dan 40% dari dosis oral simetidin diekskresi
dalam bentuk asal dalam urin.

Masa paruh eliminasi +/- 2 jam.

42

Biovailabilitas ranitidine P.O +/- 50% ( pada pasien penyakit hati)

Masa paruh +/- 1.7-3 jam (dewasa) dan memanjang ( orang


tua&gagal ginjal > penyakit hati)

Kadar puncak dalam plasma 1-3 jam setelah penggunaan 150 mg


ranitidin P.O dan yang terikat pada plasma 15%.

Pada P.O Ranitidin mengalami metabolism di hati dalam jumlah


yang besar

diekskresi melalui ginjal dan sisa melalui tinja. 70%

dari ranitidine yang diberikan IV dan 30% secara P.O diekskresikan


dalam bentuk urin

Simetidin, ranitidine dan antagonis reseptor H 2 dapat melalui


plasenta,

melalui

ASI

dan

mempengaruhi

fetus

maka

penggunanannya hanya apabila diperlukan saja.


Indikasi

Simetidin, ranitidine dan antagonis reseptor H2 lainnya efektif


untuk mengatasi gejala akut tukak duodenum dan mempercepat
penyembuhannya. Dengan dosis kecil mencegah kambuhnya tukak
duodenum.

Tukak Duodenum

Pada malam hari Antagonis resptor H2

Umumnya dipercepat dengan pemberian


Simetidin 800mg

Ranitidin 300mg

Famotidin 40mg atau nizatidin 300mg

Satu kali sehari selama 8


minggu

Tukak Lambung ( Gejala dan percepatan penyembuhan)

Dengan dossis yang sama seperti di atas.

Gangguan Refluks lambung-esofagus

Diperlukan frekuensi yang lebih sering dan dossis yang


lebih besar.

Pasien Zollinger Ellison syndrome


Diperlukan frekuensi dan dossis yang lebih besar dibandingkan
dengan tukak peptic perfilaksis tukak stress ( stress ulcers )

Efek Samping

Insidens kedua obat ini rendah dan umumnay berhubungan


dengan oenghambatan terhadap reseptor H2.

43

Efek samping ini antara lain nyeri kepala, pusing, malaise, mialgia,
mual, diare, konstipasi, ruam kulit,pruritus, kehilangan libidio dan
impoten.

Simetidin mengikat resptor androgen dengan akibat disfungsi


seksual dan ginekomastia. Ranitidin tidak berefek antiandrogenik
sehingga penggantian terapi dengan ranitidine mungkin akan
menghilangkan impotensi dan ginekomastia akibat simetidin.
Simetidin IV akan merangsang sekresi prlaktin, tetapi hal ini
pernah pula dilaporkan setelah pemberian simetidin kronik secara
oral. Pengaruh ranitidine terhadap peninggian prolaktin ini kecil.

Interaksi Obat

Antasid

dan

metoklopramid

mengurangi

bioavailabilitas

oral

simetidin sebanyak 20-30%. (dianjurkan selang waktu minimal 1


jam antara pengunaan antacid atau metoklopramid dansimetidin
oral)

Ketokonazol diberikan 2 jam sebelum pemberian simetidin karena


absorbs ketokonazol berkurang sekitar 50% bila bersama diberikan
simetidin. Ketokonazol membutuhkan pH asam untuk dapat
bekerja dan menjadi kurang efektif pada pH lebih tinggi yang
terjadi pada pasien yang juga mendapat AH2.

Simetidin menghambat sitokrom P-450 sehingga menurunkan


aktivitas enzim mikrosom hati, jadi obat lain yang merupakan
substrat enzim tersebut akan terakumulasi bila diberikan bersama
simetidin. Obat yang metabolismenya dipengaruhi simetidin antara
lain warfarin, feniton, kafein, teofilin, fenobarbital, karbamazepin,
diazepam, propranolol, metoprolol, dan imipramin.

Ranitidin lebih jarang berinteraksi dengan obat lan dibandingkan


dengan simetidi, akan tetapi makin banyak obat dilaporkan
berinteraksi dengan ranitidine. Nifedipin, warfarin, teofilin, dan
metoprolol

dilaporkan

berinteraksi

dengan

penghambatan terhadap sitokrom P-450


lain

yang

berperan

dalam

interaksi

ranitidine.

Selain

diduga ada mekanisme


obat.

Ranitidindapat

menghambat absorpsi diazepam dan mengurangi kadar plasmanya


sejumlah 25%. Obat-obat ini diberikan dengan selang waktu
minimal 1 jam.

44

Penggunaan

ranitidine

bersama

antacid

atau

antikolinergik

sebaiknya diberikan dengan selang waktu 1 jam.

Simetdin dan ranitidine cenderung menurunkan aliran darah hati


sehingga akan memperlambat klirens obat lain. Simetidin dapat
menghambat alcohol dehidrogenase dalam mukosa lambung dan
menyebabkan peningkatan kadar alcohol serum. Simetidin juga
menganggu disposisi dan meningkatkan kadar lidokain serta
meningkatakan antagonis kalsium dan serum. Obat ini tak
tercampurkan dengan barbiturate dalam larutan IV. Simetidin
dapat menyebabkan berbagai gangguan SSP terutama pada pasien
usia lanjut atau dengan penyakit hati atau ginjal. Gejala gangguan
SSP berupa slurred speech, somnolen, etargi, gelisah, bingung.
Disorientasi, agitasi, halusinasi, dan kejang. Gejala tersebut hilang
bila pemakaian obat dihentikan.

Gejala seperti demensia dapat timbul pada penggunaan simetidin


bersama obat psikotropik atau sebagai efek samping simetidin.
Ranitidin menyebabkan gangguan SSP ringan, mungkin karena
sukarnya melewati sawar darah otak.

Efek samping simetidin yang jarang terjadi ialah trombositopenia,


granulositopenia, toksisitas, terhadap ginjal atau hati. Peningkatan
ringankreatinin

plasma

mungkin

disebabkan

oleh

kompetisi

ekskresi simetidin dan kreatinin. Simetidin ( tidak ranitidine ) dapat


meningkatkan beberapa respons imunitas seluler ( cell-mediate
immune response) terutama pada individu dengan depresi system
imunologik.

Pemberian

simetidin

dan

ranitidine

IV

sesekali

menyebabkan brakikardia dan efek kardiotoksik lain.


2. Famotidin
Farmakodinamik
Merupakan AH2 sehingga dapat menghambat sekresi asam
lambung pada keadaan basal, malam, dan akibat distimulasi oleh
pentagastrin. Famotidin tiga kali lebih poten daripada ranitidine dan 20
kali lebih poten daripada simetidin.

Farmakokinetik

45

Famotidin mencapai kadar puncak di plasma kira-kira dalam 2


jam setelah P.O, masa paruh eliminasi 3-8 jam dan bioavailabilitas 4050%. Metabolit utama adalah famotidin-S-oksida. Setelah dossis oral
tunggal, sekitar 25% dari ditemukan dalam bentuk asal urin. Pada
pasien gagal ginjal berat masa paruh eliminasi dapat melibihi 20 jam.
Indikasi

Tukak Duodenum dan Tukak Lambung


o

Setelah 8 minggu pengobatan sebanding dengan ranitidin dan


simetidin

Famotidin juga mengurangi kekambuhan tukak duodenum yang secra


klinis bermaka. Famotidin kira-kira sama efektif dengan AH2 laiinya
pada pasien sindrom Zollinger-Ellison, meskipun keadaan ini omeprazol
merupakan obat terpilih. Efektivitas farmotidin untuk profilaksis tukak
lambung, refluks esofagitis dan pencegahan tukak stress kurang lebih
sama dengan antagonis reseptor H2 lainnya.
Kontraindikasi
Efek samping famotidin biasanya ringan dan jarang terjadi, misalnya

sakit kepala, pusing, konstipasi, dan diare. Seperti ranitidine, famotidin,


nampaknya lebih baik dari simentidin karena tidak menimbulkan efek
antiandrogenik.
Interaksi Obat
Famotidin tidak mengganggu oksidasi diazepam, teofilin, warfarin, atau
fenitoin di hati. Ketokonazol membutuhkan pH asam untuk bekerja sehingga
kurang efektif bila diberikab bersama AH2.
Dosis
Oral

Tukak Duodenum atau Tukak Lambung


o

Aktif 40 mg satu kali sehari pada saat akan tidur. Umumnya


90% tukak sembuh setelah 8 minggu pengobatan.

Tukak Peptik
Tanpa komplikasi dan klirens kreatinin <10mL/menit, dosis awal 20 mg
pada saat akan tidur

Tukak Duodenum : untuk oemeliharaan 20 mg

46

Pasien Sindrom Zollinger-Ellison dan hipersekresi asam lambung : dosis


harus diindividualisasi, dosis awal P.O 20 mg tiap 6 jam.
Intravena
Pada pasien hipersekresi asam lambung atau yang tidak bisa
P.O, famotidin diberikan IV 20 mg tiap 12 jam. Dosis obat untuk pasien
harus dititrasi berdasarkan jumlah asam lambung yang disekresi.

3. Nizatidin
Farmakodinamik
Potensi nizatidin dalam menghambaut sekresi asam lambung kurang
lebih sama dengan ranitidine.
Farmakokinetik

Bioavailabilitas oral nizatidin lebih dari 90% dan tidak dipengaruhi oleh
makanan atau antikolinergik. Klirens menurun pada uremik dan usia
lanjut.

Kadar puncak dalam serum setelah pemberian oral dicapai dalam 1


jam, masa paruh plasma sekitar 1 jam dan lama kerja samapai
denan 10 jam. Nizatidin diekskresi terutama melalui ginjal; 90% dari
dosis yang digunakan ditemukan di urin dalam 16 jam.

Indikasi
Efektifitas untuk pengobatan gangguan asam lambung sebnading
dengan ranitidine dan simetidin. Dengan pemberian satu atau dua kali
sehari biasanya menyembuhkan tukak duodenum dalam 8 minggu dan
dengan pemberian satu kali sehari nizatidin mencegah kekambuhan .
Efek Samping

Nizatidin umumnya jarang menimbulkan efek samping. Efek Smaping


ringan saluran cerna dapat terjadi.

Potensi nizatidin untuk menimbulkan hepatotoksitas rendah, Nizatidin


dapat menghambat alcohol dehidrogenase pada mukosa lambung dan
menyebabkan kadar alcohol yang lebih tinggi dalam kadar kadar
serum.

Tidak terjadi reaksi obat jika nizatidin, diberikan bersama-sama teofilin,


lidokan,

warfarin,

klordiazepoksid,

diazepam

atau

lorazepam.

Penggunaan bersama antacid tidak menurunkan absorpsi nizatidin


secara bermakna. Ketokonazol yang membutuhkan pH asam menjadi

47

kurang efektif bila pH lambung lebih tinggi pada pasien yang


mendapat AH 2.
Dosis
Oral
Untuk orang dewasa dengan tukak duodenum aktif dosis 300mg
sekali sehari pada saat akan tidur atau150 mg. 2 kali sehari. Tukak sembuh
pada 90% kasus setelah 8 minggu pengeobatan. Pada pasien tukak peptic
tukak komplikasi dan klirens kreatinin kurang dari 10mL/menit dosis awal
harus dikurangi 50%. Untuk pengobatan pemeliharaan tukak duodenum,
dosis 150 mg pada saat akan tidur lebih efektif daripada placebo. Untuk
pasien dewasa dengan tukak lambung aktif digunakan dosis yang sama
dengan pasien tukak duodenum, akan tetapi masih diperlukan pembuktian
lebih lanjut.
Pemilihan Sediaan
Perbedaaan anatar jenis oat hanya dalam potensi, dosis, efek
samping, dan jenis sediaan yang ada. Sebaiknya dipilih AH1 yang efek
terapinya paling besar dengan efek samping seminimal mungkin, tetapi
belum ada AH1 yang seideal itu. Selain ditentukan berdasarkan terapi
potensi terapeutik dan beratnya efek samping, pemilihan sediaan perlu
dipertimbangkan berdasarkan adanya variasi antar individu. Karena itu
perlu dicoba dan diperhatikan efek yang mengunyungkan dan efek
samping apa yang timbul akibat pemberian AH1.
Antagonis reseptor H2 merupakan obat yang efektif dan relative
aman untuk pasien dengan hipersekresi asam lambung, misalnya untuk
pasien tukak duodenum dan tukak lambung. Golongan obat ini menggeser
antasid yang membutuhkan pemberian yang lebih sering sehingga dapat
mengurangi kepatuhan pasien. Bagi pasien yang menggunakan obat lain/
banyak obat

nampaknya akan lebih aman

menggunakan ranitidi,

famotidin, atau nizatidin yang tidak/kurang kemungkinannya dibandingkan


simetidin untuk mengadakan interaksi dengan obat lain yang merupakan
substrat enzim sitokrom P450. Dibandingkan simetidin, kemungkinan efek
samping ranitidine, famotidin, dan nizatidin nampaknya lebih kecil,
termasuk diantaranya kemungkinan impotensi dan ginekomastia karena
ketiga obat tersebut tidak mengikat reseptor androgen.
ANTIALERGI LAIN

48

AH tidak sepenuhnya efektif untuk pengobatan simtomatik reaksi


hipersensitivitas akut . Hal ini disebabkan oleh fungsi histamin yang
sebenarnya merupakan pemacu untuk dibentuk dan dilepasnya autakoid lain.
Baru kemudian histamin dan autakoid lain ini bersama sama menimbulkan
gejala alergi. Untuk menghambat semua efek ini diperlukan penghambat
berbagai autakoid tersebut, hal ini pada kenyataanya sulit dicapai, sebab
belum

tersedia

penghambat

pengobatan reaksi alergi

untuk

semua

autakoid.

Itulah

sebabnya

lebih ditujukan pada penggunaan antagonis

fisiologis misalnya epinefrin pada anafilaksis dan kortikosteroid pada gejala


alergi yang tidak berespons terhadap AH. Tetapi terapi ini, seperti halnya
penghambat autakoid, tidak tertuju pada penyebabnya.
Salah satu terapi hipersensitivitas lain ialah secara profilaksis yaitu
menghambat produksi atau penglepasan autakoid dari sel mast dan basofil
yang telah disensitisasi oleh antigen spesifik.
1.

Natrium Kromolin
Kromolin adalah obat yang dapat menghambat penglepasan histamin

dari sel mast paru paru dan tempat tempat tertentu, yang diinduksi oleh
antigen. Walaupun penggunaan kromolin terbatas , obat ini berharga untuk
profilaksis asma bronkial dan kasus atopik tertentu.
Kimia
Natrium Kromolin merupakan garam dinatrium, dengan rumus
sebagai berikut: 4-4-diokso-5-5-(2 hidroksi trimetalin dioksi) di (4Hkromomen -2 karboksilat).

49

NaOOC

Natrium Kromolin

Farmakodinamik
Komolin tidak merelaksasi bronkus atau otot polos lain. Kromolin
juga tidak menghambat respons otot tersebut terhadap berbagai obat
yang bersifat spasmogenik. Tetapi kromolin menghambat penglepasan
histamin dan autakoid lain termasuk leukotrien dari paru paru
manusia pada proses alergi yang diperantarai lgE.
Karena itu kromolin mengurangi bronkospasme. Hambatan
penglepasn leukotrien terutama penting pada pasien asma bronkial,
karena

leukotrien

merupakan

penyebab

utama

Kromolin bekerja pada sel mas paru paru , yaitu

bronkokonstriksi.
sasaran primer

dalam reaksi hipersensitivitas tipe cepat. Kromolin tidak menghambat


ikatan lqE dengan sel mast atau interaksi antara kompleks sel lqE
dengan antigen spesifik, tetapi menekan respons sekresi akibat reaksi
tersebut.
Farmakokinetik
Kromolin diabsorpsi amat buruk setelah pemberian oral, karena
itu perlu diberikan secara inhalasi pada pasien asma bronkial. Dengan
turbo inhaler 10% bubuk halus kromolin dapat mencapai paru paru
bagian dalam, kemudian kromolin diabsorpsi masuk peredaran darah ,
dengan

waktu

paruh

kira

kira

80

menit.

Kromolin

tidak

50

dibiotransformasi, dan diekskresi dalam bentuk asal 50% bersama


urine dan 50% dalam empedu.
Toksisitas
Kromolin umumnya ditoleransi dengan baik. Jarang timbul
reaksi yang tidak diinginkan walaupun setelah penggunaan terusmenerus selama bertahun tahun. Reaksi yang paling sering yang
mungkin ada hubungannya dengan efek iritasi bubuk halus kromolin
pada paru paru ialah bronkospasme, batuk, kongesti hidung, iritasi
faring dan wheezing. Kadang kadang timbul gejala pusing, disuria,
bengkak dan nyeri sendi, mual, sakit kepala dan kemerahan kulit.
Gejala lebih serius dan jarang terjadi yaitu reaksi hipersensitivitas
misalnya edema laring, angioedema, urtikaria dan anafilaksis.
Sediaan
Natrium kromolin untuk inhalasi tersedia dalam bentuk kapsul
yang mengandung 20 mg kromolin bubuk halus dicampur dengan
laktosa. Obat ini diberikan dengan turbo inhaler 4 kali sehari. Larutan
kromolin

dapat

diberikan

secara

inhalasi

dengan

menggunakan

nebulizer. Larutan kromolin 4% mengandung 5,2 mg kromolin setiap


kali semprot. Dosis yang dianjurkan sekali semprot 3-6 kali sehari. Juga
tersedia pula larutan kromolin 4% untuk tetes mata dengan dosis 4-6
kali, 1-2 tetes/hari.
Indikasi
Penggunaan utama kromolin untuk terapi profilaksis serangan
asma bronkial pada pasien asma bronkial ringan sampai sedang.
Penggunaan

teratur

selama

lebih

dari

2-3

bulan

mengurangi

hiperreaktivitas bronkus. Kromolin tidak bermanfaat untuk terapi asma


bronkial akut atau pada status asmatikus. Kromolin diindikasikan pula
untuk rinitis alergika dan penyakit atopik pada mata.

Nedokromil
Nedokromil merupakan senyawa dengan struktur kimia dan efek
farmakodinamik dan efek samping mirip kromolin seperti halnya
dengan kromolin nedokromil menghambat pelepasan mediator
dan sel mast bronkus dan diindikasikan untuk mencegah
serangan asma pada pasien asma bronkial ringan sampai sedang.
Nedokromil umumnya lebih efektif dari kromolin. Berbeda dengan
kromolin yang boleh diberikan pada semua umur, nedokromil
hanya diindikasikan untuk pasien asma yang berusia 12 tahun ke

51

atas. Dosis untuk dewasa dan anak diatas 12 tahun: 2-4 kali 4
mg/hari di berikan secara inhalasi/semprotan .

Ketotifen
Ketotifen

atau

(1-metil-4

piperidiliden(-4H-benzo-(4,5)-

siklohepta (1,2-b)tiofen 10 (9h)-one hidrogen fumarat, bersifat


antianafilaktik

karena

menghambat

penglepasan

histamin.

Ketotifen juga bersifat antihistamin kuat. Ketotifen fumarat


diabsorpsi dari saluran cerna. Bentuk utuh dan metabolitnya
diekskresi bersama urin dan tinja. Ketotifen telah digunakan
untuk profilaksis asma bronkial. Untuk tujuan ini ketotifen
digunakan secara oral untuk jangka waktu 12 bulan.
Efek samping
Efek samping ketotifen sama seperti efek samping AH. Pernah
dilaporkan ketotifen meningkatkan nafsu makan dan menambah
berat badan. Kombinasi ketotifen dengan antidiabetik oral telah
dilaporkan dapat menurunkan jumlah trombosit secara reversibel,
karena itu kombinasi kedua obat ini harus dihindarkan. Ketotifen
harus diberikan secara hati hati pada pasien yang alergi
terhadap obat ini.
Sediaan
Ketotifen tersedia dalam tablet 1 mg dan sirup 0,2 mg/mL. Satu
mg ketotifen identik dengan 1.38 mg ketotifen fumarat. Dosis
dewasa ketotifen fumarat untuk profilaksis asma bronkial ialah 2
kali 1,38-2,76 mg.
II.2 ANTI INFLAMASI
1. Obat anti inflamasi dibagi menjadi anti inflamasi steroid dan non steroid.

Anti inflamasi steroid menghambat enzim fosfolipasesehingga asam


arakidonat tidak terbentuk. Mempunyai efek anti inflamasi, anti alergi
dan imunosupresan

Anti inflamasi non steroid menghambaat biosintesis prostaglandin,


tepatnya menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam
arakidonat menjadi PGG2 terganggu.

2. NSAID
Klasifikasi kimiawi NSAID tidak banyak manfaat kliniknya,karena ada
NSAID dari golongan yang sama memiliki sifat yang berbeda,sebaliknya ada
obat NSAID yang berbeda sub golongan,tetapi memiliki sifat yang serupa.NSAI
disebut

juga

obat

mirip

aspirin,karena

prototip

obat

ini

adalah

52

aspirin.Klasifikasi yang lebih bermanfaat untuk diterapkan ialah berdasarkan


selektivitasnya terhDp siklooksigenase (COX).Sebagian besar efek terapinya
berdasarkan penghambatan biosintesis prostaglandin (PG).

Mekanisme kerja

Penelitian membuktikan bahwa produksi PG akan meningkat apabila sel


mengalami kerusakan.Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase
sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu.Setiap obat
menghambat

siklooksigenase

dengan

kekuatan

dan

selektivitas

yang

berbeda.Enzim siklooksigenase terdapat dlam 2 isoform disebut COX-1 dan


COX-2.Kedua isoform tersebut dikode oleh gen berbeda dan ekspresinnya
bersifat unik.Secara garis besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan berbagai
fungsi dalam kondisi normal di berbagai jaringan khususnya ginjal saluran
cerna

dan

trombosit.Di

mukosa

lambung,aktivasi

COX-1

menghasilkan

prostasiklin yang bersifat sitoprotektif.COX-2 semula diduga diinduksi berbagai


stimulus inflamator,termasuk sitokin,endotoksin dan faktor pertumbuhan
(growth factors).Ternyata sekarang COX-2 juga mempunyai fungsi fisiologis
yaitu

di

ginjal,jaringan

vaskular

dan

pada

proses

perbaikan

jaringan.Tromboksan A2 yang disintesis trombosit oleh COX-1,menyebabkan


agregasi

trombosit,vasokontriksi,dan

proliferasi

otot

polos,sebaliknya

prostasiklin (PGI2) yang disintesis oleh COX-2 di endotel makrovaskular


melawan

efek

tersebut

trombosit,vasodilatasi

dan

dan

menyebabkan

efek

penhambatan

agregasi

anti-prolifaratif.Penghambat

COX-2

dikembangkan dalam mencari penghambat COX untuk pengobatan inflamasi


dan

nyeri

yang

kurang

menyebabkan

toksisitas

saluran

cerna

dan

perdarahan.Khusus parasetamol,hambatan biosintesis PG hanya terjadi bila


lingkungannya rendah kadar peroksid yaitu di hipotalamus.Lokasi inflamasi
biasanya mengandung banyak peroksid ang dihasilkan oleh leukosit.Ini
menjelaskan

mengapa

efak

anti

inflamasi

parasetamol

praktis

tidak

ada.Parasetamol diduga menghambat isoenzim COX-3,suatu varian dari COX1.COX-3

ini hanya ada di otak.Aspirin sendiri menghambat dengan

mengasetilasi gugus aktif serin 530 dari COX-1.Trombosit sangat rentan


terhadap penghambatan enzim karena trombosit tidak mampu mensintesis
enzim baru.Dosis tunggal aspirin 40 mg sehari cukup untuk menghambat
siklooksigenase trombosit manusia selama masa hidup trombosit.

Infalamasi

53

Fenomena

inflamasi

pada

tingkat

bioselular

semakin

jelas.Respon inflamasi terjadi dalam 3 fase dan diperantarai


mekanisme yang berbeda:
1.fase akut dengan ciri vasodilatasi lokal dan peningkatan
permeabilitas kapiler
2.reaksi lambat tahap sub akut dengan ciri infiltrasi sel leukosit
dan fagosit
3.fase proliferatif kronik,saat degenerasi dan fibrosis terjadi.
Proses inflamasi teruju pada interaksi mediator-mediator adesif
antara leukosit dan trombosit,termasuk selektin-L,-E,-P,ICAM
-1(interselular

adhesive

molecule-1),VCAM-1(vascilar

cell

adhesion molocule-1),dan leukosit integrin dalam proses adhesi


leukosit dan trombosit dengan endhotelium di area inflamasi.Sel
endotel

teraktivasi

sirkulasi

ke

merupakan

tempat

kunci

inflamasi.Adesi

tertariknya
sel

sel

terjadi

dari

karena

peningkatan ekspresi sel yang telah teraktivasi oleh molekul


adesi.Fenomena

inflamasi

ini

meliputi

kerusakan

mikrovaskular ,meningkatnya permeabilitas kapiler dan migrasi


leukosit

ke

jaringan

radang.Gejalanya

adalah,rubor,kalor,tumor,dolor,functiolaesa.Selama
berlangsungnya fenomena inflamasi banyak mediator kimiawi
yang

dilepaskan

secara

lokal

antara

lain

histamin,5-

hidrokstriptamin(5HT),faktor
kemotaktik,bradikinin,leukotrien,dan

PG.Dengan

migrasi

sel

fagositke daerah ini terjadi lisis membran lisosim dan lepasnya


enzim pemecah.NSAID dapat dikatakan tidak berefek terhadap
mediator-mediator kecuali PG.

Nyeri
PG

hanya

berperan

pada

nyeri

yang

berkaitan

dengan

kerusakan jaringan atu inflamasi.Penelitian telah membuktikan


bahwa PG menyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhapdap
stimulasi mekanik dan kimiawi.Jadi PG menimbulkan keadaan
hiperalgesia,kemudian medietor kimiawi seperti bradaikinin dan
histamin

merangsangnya

dan

menimbulkan

nyeri

yang

nyata.Obat NSAID tidak memepengaruhi hiperalgesia atau nyeri


yang ditimbulkan oleh efek langsung PG.Ini menunjukkan

54

bahwa sintesis PG dihambat oleh golongan obat ini,dan


bukannya blokade langsung pada reseptor PG.

Demam
Suhu badan diatur oleh keseimbangan antara produksi dan
hilangnya panas.Pengatur suhu tubuh ada di hipotalamus.Pada
keadaan demam keseimbangan ini terganggu,tetapi dapat
dikembalikan

ke

normal

oleh

NSAID.Ada

peningkatan suhu tubuh pada keadaan

bukti

bahwa

patologik diawali

penglepasan suatu zat pirogen endogen atau sitokin,misalnya


interleukin-1(IL-1)yang

memacu

penglepasan

PG

yang

berlebihan di daerah preoptik hipotalamus.Selain itu PGE 2


terbukti menimbulkan demam setelah di infuskan ke ventrikel
serebral atau ke disuntikkan ke daerah hipotalamus.NSAID
menekan efak zat pirogen endogen dengan menghambat
sintesis PG.Demam yang timbul akibat pemberian PG tidak
dipengaruhi.

Efek farmakodinamik

Semua obat NSAID bersifat anttipiretik,analgesik,dan anti inflamasi.Ada


perbedaan

aktivasi

di

antara

obat-obat tersebut,misalnya

parasetamol

(asetaminofen) bersifat antipiretik dan analgesik tetapi sifat antiinflamasinya


lemah sekali.

Efek analgesik
NSAID hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah
sampai sedang misalnya sakit kepala,mialgia,artralgia,dan nyeri
lain yang berasal dari integumen,terutama terhadap nyeri yang
berkaitan dengan inflamasi.Efak analgesiknya jauh lebih lemah
daripada

efek

analgesik

opiat,tetapi

tidak

menimbulkan

ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang


merugikan.NSAID hanya merubah persepsi modalitas sensorik
nyeri,tidak mempengaruhi sensorik lain,seperti nyeri kronis
pascabedah dapat diatasi dengan NSAID

Efek antipiretik
Akan

menurunkan

suhu

badan

hanya

dalam

keadaan

demam.Walaupun obat ini memperlihatkan efek antipiretik in


vitro,tidak semuanya berguna untuk antipiretik karena bersifatt

55

toksik bila digunakan secara rutin atau terlalu lama.Ini berkaitan


dengan hipotesis bahwa COX yang ada di sentral otak terutama
COX-3 dimana hanya parasetamol dan beberapa obat NSAID
lainnya

dapat

menghambat.Fenilbutazon

dan

antireumatik

lannya tidak dibenarkan digunakan sebagai antipiretik atas


alasan tersebut.

Efek antiinflamasi
Kebanyakan NSAID lebih dimanfaatkan sebagai anti inflamasi
pada pengobatan kelainan muskuloskeletal,misalnya artritis
reumatoid,osteoartritis dan spondilitis ankilosa.Tetapi harus
diingat bahwa obat mirip aspirin ini hanya meringankan gejala
nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara
simptomatik,tidak menghentikan,memperbaiki,atau mencegah
kerusakan jaringan pada kelainan muskuloskeletal ini.

Efek samping
Secara umun NSAID berpotensi menyebabkan pada 3 sistem organ

yaitu saluran cerna,ginjal,hati.Efek samping terutama meningkat pada pasien


usia lanjut.Kelompk ini paling sering membutuhkan NSAID dan umumnya
membutuhkan banyak obat-obatan karena menderita berbagai penyakit.Efek
samping yang paling sering terjadai adalah induksi tukak peptik(tukak
duodenum dan tukaak lambung) yang kadang-kadang disertai anemia
sekunder akibat pedarahan saluran cerna.Beratnya efek samping ini berbeda
antar obat.Dua mekanisme terjadinya iritasi lambung adalah:

iritasi yang bersifat lokal yang menimbulkan difusi kembali asam


lambung ke mukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan

Iritasi

atai

perdarahan

lambung

yang

bersifat

sistemik

meleui

hambatan biosintesis PGE2 dan PGI2.Kedua PG ini banyak ditemukan di


mukosa lambung dengan fungsi menghambat sekresi asam lambung
dan

merangsang

sekresi

mukus

usus

halus

yang

bersifat

sitoprotektif.Mekanisme kedua ini terjadi pada pemberian parenteral.Uji


klinik menyimpulkan bahwa gangguan saluran cerna penghambat
selektif COX-2 lebih ringan daripada COX-1.Efek samping lain adalah
gangguan
tromboksan

fungsi
A2

trombosit
(TXA2)

akibat

dengan

penghambatan

akibat

biosintesis

perpanjangan

waktu

56

perdarahan.Efek

ini

dimanfaatkan

untuk

terapi

profilaksis

tromboemboli.
Penghambatan biosintesis PG di ginjal,terutama PGE 2,mendasari
gangguan homeostasis ginjal yang ditimbulkan oleh NSAID.Pada
orang normal gangguan ini tidak banyak mempengaruhi fungsi
ginjal,tapi pada pasien hipovolemia,sirosis hepatis dan yang
disertai asites dan pasien gagal jantung,alian darah ginjal dan
kecepatan filtrasi glomeruli akan berkurang bahkan terjadi
gagal ginjal akut.Penggunaan berlebihan NSAID secara habitual
bertahun tahun dihubungkan dengan terjadinnya nefropati
analgesik.Pada

beberapa

hipersensitivitas

terhadap

aspirin(NSAID).Reaksi
vasomotor,edema

orang

ini

dapat

aspirin
umumnya

terjadi

reaksi

obat

mirip

dan

berupa

angioneurotik,urtikaria

rinitis

luas,asma

bronkial,hipotensi sampai keadaan presyok dan syok

Pembahasan obat

Salisilat
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau
aspirin adalah analgesik antipiretik dan anti-inflamasi yang luas
digunakan dan digolongkan dalam obat bebas.Selain sebagai
prototip,obat ini merupakan standar dalam menilai efek obat
sejenis.
Farmakodinamik :
Salisilat,khususnya
banyak

digunakan

asetosal

sebagai

merupakan

analgesic,antipiretik

obat

yang

dan

anti-

inflamasi.Aspirin dosis terapi bekerja cepat dan efektif sebagai


antipiretik.Dosis toksik obat ini justru memperlihatkan efek
piretik sehingga pada keracunan berat terjadi demam dan
hiperhidrosis.
Untuk memperoleh efek anti-inflamasi yang baik,kadar
plasma perlu dipertahankan antara 250-300 pg/ml.Kadar ini
tercapai dengan dosis aspirin oral 4 gram per hari untuk orang
dewasa.Pada penyakit demam reumatik,aspirin masih belum
dapat digantikan oleh AINS yang lain dan masih dianggap

57

sebagai standar dalam studi perbandingan penyakit arthritis


rheumatoid.
Efek terhadap saluran cerna :
Pendarahan lambung yang berat dapat terjadi pada
dosis besar dan pemberian kronik.
Efek terhadap hati dan ginjal :
Salsilat bersifat hepatotoksik dan ini berkaitan dengan
dosis bkan akibat reaksi imun. Gejala yang sering terlihat hanya
kenaikan

SGOT

menunjukkan

dan

SGPT,

beberapa

pasien

hepatomegali,anoreksia,mual

dan

dilaporkan
ikterus.Bila

terjadi ikterus pemberian aspirin harus dihentikan karena dapat


terjadi nekrosis hati yang fatal.Oleh sebab itu aspirin tidak
dianjurkan pada pasien dengan penyakit hati kronik. Walaupun
tetap kontoversial,penelitian secara epidemiologis menunjukkan
koreksi antara salsilat dan sindrom Reye.Pada sindrom ini
terjadi kerusakan hati dan ensefalopati.Sindrom ini jarang
terjadi tetapi berakibat fatal dan dihubungkan pada pemakaian
salsilat pada infeksi varisela dan virus lainnya pada anak.
Salsilat dapat menurunkan fungsi ginjal pada pasien
dengan hipovolemia atau gagal jantung.
Efek terhadap darah :
Pada orang sehat aspirin menyebabkan perpanjangan
masa

pendarahan.

hipoprotrombinemia,tetapi

Hal

ini

bukan

karena

asetilasi

karena

siklooksigenase

trombosit sehingga pembentukan TXA2 terhambat.Dosistunggal


650 mg aspirin dapat memperpanjang masa pendarahan kirakira 2X lipat.Pada pemakaian obat antiogulan jangka lama
sebaiknya
perdarahan

berhati-hati
mukosa

memberikan

aspirin,karena

lambung.Sekarang,aspirin

bahaya

dosis

kecil

digunakan untuk profilaksis thrombosis koroner dan serebral.


Aspirin tidak boleh diberikan pada pasien dengan
kerusakan hati berat,hipoprotrombinemia,defisiensi vitamin K
dan hemophilia,sebab dapat menimbulkan pendarahan

Farmakokinetik

58

Pada pemberian oral,sebagian salisilat diabsorpsi dengan


cepat dalam bentuk utuh dilambung,tetapi sebagian besar di
usus halus bagian atas.Kadar tertinggi dicapai kira-kira 2 jam
setelah

pemberian.Kecepatan

kecepatan
mukosa

didintegrasi

dan

waktu

dan

absorpsinya
disolusi

pengosongan

tergantung

tablet,pH

dari

permukaan

lambung.Absorpsi

pada

pemberian secara rectal,lebih lambat dan tidak sempurna


sehingga cara ini tidak dianjurkan.Asam salisilat diabsorpsi
cepat dari kulit sehat,terutama bila dipakai sebagai obat gosok
atau sale.Keracunan dapat terjadi dengan olesan pada kulit
yang luas. Metil-salisilat juga diabsorpsi dengan cepat melalui
kulit utuh,tetapi penyerapan di lambung lambat dan lama
bertahan di lambung,oleh karena itu bila terjadi keracunan,bilas
lambung masih berguna walaupun obat sudah ditelan lebih dari
4 jam.
Setelah diabsorpsi,salisilat segera menyerbar ke seluruh
jaringan tubuh dan cairan transelular sehingga ditemukan
dalam cairan sinovial,cairan spinal,cairan peritoneal,liur dan air
susu.Obat ini mudah menembus sawar darah otak dan sawar
uri.Kira-kira

80%-90%

salisilat

plasma

terikat

pada

albumin.Aspirin diserap dalam bentuk utuh,dihidrolisis menjadi


asam salisilat tertama dalam hati,sehingga hanya sekitar 30
menit terdapat dalam plasma.
Biotransformasi salisilat terjadi di banyak jaringan,tetapi
terutama di mikrosom dan mitokondria hatiSalisilat diekskresi
melalui ginjal,sebagian kecil melalui keringat dan empedu.
Indikasi
Antipiretik :
Dosis salisilat untuk dewasa ialah 325-650mg,diberikan
secara oral tiap 3-4 jam.Untuk anak 15-20 mm/kgBB,diberikan
tiap 4-6jam.Berdasarkan asosiasi penggunaan aspirin dengan
sindroma reye,aspirin dikontradiksikan sebagai antipiretik pada
anak dibawah 12 tahun. Di inggris aspirin dilarang digunakan
pada anak di bawah 16 tahun.
Analgesik :

59

Salisilat bermanfaat untuk mengobati nyeri tidak spesifik


misalnya

sakit

kepala,nyeri

sendi.nyeri

haid,neuralgia,mialgia.Dosis sama seperti pada penggunaan


untuk antipiretik
Aspirin digunakan untuk mencegah thrombus koroner
dan thrombus vena-dalam berdasarkan efek penghambatan
agregasi trombosit.Laporan menunjukkan bahwa dosis aspirin
kecil yang diminum tiap hari dapat mengurasi insiden infark
miokard aku,atroke dan kematian pada pasien angina tidak
stabil.
Intoksikasi :
Salisilat

sering

digunakan

untuk

mengobati

segala

keluhan ringan dan tidak berarti sehinngga banyak terjadi


penggunasalahan (misuse) atau penyalahgunaan (abuse) obat
bebas ini.
Keracunan salisilat yang berat dapat menyebabkan
kematian,tetapi umumnya keracunan salisilat bersifat ringan.
Metil-salisilat

jauh

toksik

daripada

natrium

salisisat

dan

intoksikasinya sering terjadi pada anak-anak.Empat mili liter


metalsalisilat dapat menimbulkan kematian pada anak.

Sediaan:
Aspirin dan natrium salisilat merupakan sediaan yang
paling banyak digunakan.Aspirin tersedia dalam bentuk tablet
100 mg untuk anak dan tablet 500 mg untuk dewasa.Metilsalisilat hanya digunakan sebagai obat luar dalam bentuk salep
dan dimaksudkan sebagai counter irritant bagi kulit.Asam
salisilat berbentuk bubuk,digunakan sebagai keratolitik dengan
dosis tergantung dari penyakit yang akan diobati.

Salisilamid
Salisilamid
memperlihatkan
asetosal,walaupun

adalah
efek

amida

analgesic

dalam

badan

asam
dan

anti

salisilamid

salisilat

yang

piretik

mirip

tidak

diubah

menjadi salisilat.Efek analgesic antipiretik salisilamid lebih


lemah dari salisilat,karena salisilamid dalam mukosa usus
mengalami

metabolisme

lintas

pertama,sehingga

hanya

sebagian salisilamid yang diberikan masuk siekulasi sebagai zat

60

aktif.Obat

ini

mudah diabsorpsi

dengan

usus dan

cepat

didistribusikan ke jaringan.Obat ini menghambat glukuronidasi


obat

analgesic

lain

ke

asetominofen,sehingga
meningkatkan

hati

misalnya

pemberian

efek

terapi

Na

salisilat

bersama

dan

dan
dapat

toksisitas

obat

tersebut.Salisilamid dijual bebas dalam bentuk obat tunggal


atau kombinasi tetap. Dosis analgesic antipiretik untuk orang
dewasa

3-4

kali

mg/kg/BB/hari

300-600

diberikan

mg

sehari,untuk

kali/hari.Untuk

anak

febris

65

reumatik

diperlukan dosis oral 3-6 kali 2 gram sehari.

Diflunisal
Obat ini merupakan derivate difluorofenil dan asam
salisilat,tetapi

in

vivo

tidak

diubah

menjadi

asam

salisilat.Bersifat analgesic dan anti-inflamasi tetapi hampir tidak


bersifat

antipiretik.

Setelah

pemberian

oral,kadar

puncak

dicapai dalam 2-3 jam. 99% diflunisial terikat albumin plasma


dan waktu paruh berkisar antara 8-12 jam.Indikasi diflunisal
hanya sebagai analgesic ringan sampai sedang dengan dosis
awal

500

mg

disusul

250-500

mg

tiap

8-12

jam.Untuk

osteoarthritis dosis awal 2 kali 250-500 mg sehari dengan dosis


pemeliharaan

tidak

melampaui

1,5

gram

sehari.Efek

sampingnya lebih ringan daripada asetosal dan tidak dilaporkan


menyebabkan gangguan pendengaran.

Para Amino Fenol


Asetaminofen
fenasetin

dengan

(parasetamol)

efek

antipiretik

merupakan
yang

sama

metabolit
dan

telah

digunakan sejak tahun 1893. Efek antipiretik ditimbulkan oleh


gugus aminobenzen. Fenazetin tidak digunakan lagi dalam
pengobatan

karena

menimbulkan

terjadinya

analgesic

nefropati, anemia hemolitik, dan mungkin kanker kandung


kemih.

Asetaminofen

di

Indonesia

dikenal

dengan

nama

parasetamol, dan tersedia sebagai obat bebas.


Farmakodinamik
Efek analgesic parasetamol serupa dengan salisilat yaitu
menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang.

61

Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang


diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat.
Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu
parasetamol tidak digunakan antireumatik. Parasetamol tidak
digunakan

sebagai

antireumatik.

Parasetamol

merupakan

penghambat biosintesis PG yang lemah. Efek iritasi, erosi dan


pendarahan lambung tidak terlihat pada kedua obat ini,
demikian juga gangguan pernapasan dan keseimbangan asam
basa.
Farmakokinetik
Parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui
saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai
dalam setengah jam dan masa paruh plasma 1-3 jam. Obat ini
tersebar tersebar keseluruh cairan tubuh. Dalam plasma, 25%
parasetamol terikat protein plasma. Obat ini dimetabolisme
enzin mikrosom hati. Sebagian asetaminofen (80%) dikonjugasi
dengan asam glukuronat dan sebagian kecil lainnya dengan
asam

sulfat.

hidroksilasi.

Selain
Metabolit

itu

obat

ini

hidroksilasi

juga
ini

dapat

dapat

mengalami

menimbulkan

methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Obat ini diekskresi


melalui ginjal, sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan
sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.
Kontraindikasi
Reaksi alergi terhadap derivat para amino fenol jarang
terjadi. Manifestasi berupa eritema atau urtikaria dan gejala
yang lebih berat berupa demam dan lesi pada mukosa.
Fenasetin dapat menyebabkan anemia hemolitik, terutama
pada

pemakaian

kronik.

Anemia

hemolitik

dapat

terjadi

berdasarkan mekanisme autoimun, defisiensi enzim G6PD dan


adanya metabolit yang abnormal.

Pirazolon dan derivat


Indikasi
Saat ini dipiron hanya digunakan sebagai analgesikantipiretik karena efek anti-inflamasi-nya lemah. Sedangakn
antipirin dan aminopirin tidak dianjurkan lagi karena lebih toksik
daripada

dipiron.

Karena

keamanan

obat

ini

diragukan,

sebaiknya dipiron hanya diberikan bila dibutuhkan analgesik-

62

antipiretik suntika atau bila pasien tidak tahan analgesikantipiretik yang aman.
Kontraindikasi
Semua

derivat

agranulositosis,

anemia

piralozon
aplastik

dapat
dan

menyebabkan
trombositopenia.

Dibeberapa negara misalnya Amerika Serikat, efek samping ini


banyak terjadi bersifat fatal, sehingga pemakaiannya dibatasi
bahkan dilarang. Di Indonesia frekuensi pemakaian dipiron
cukup

tinggi

dan

agranulositosis

telah

dilaporkan

pada

pemakaian obat ini. Dipiron dapat menyebakan henolisis,


edema, tremor, mual dan muntah, pendarahan lambung dan
anuria.
Analgesik dan anti inflamasi non steroid lain
Beberapa AINS dibawah ini umumnya bersifat anti-inlamasi,
analgesic, dan antipiretik. Efek antipiretiknya baru terlihat pada dosis
yang lebih besar daripada efek analgesiknya. AINS lebih toksik
daripada antipiretik klasik, maka obat ini hanya digunakan untuk terapi
penyakit inflamasi sendi.
Respons individual terhadap AINS bisa

sangat bervariasi

walaupun obatnya tergolaong dalam kelas atau derivate kimiawi yang


sama. Sehingga kegagalan dengan satu obat bisa dicoba dengan obat
sejenis dari derivate kimawi yang sama.
Semua AINS merupakan iritan mukosa lambung. Walaupun ada
perbedaan gradasi antar obat obat ini. Akhir-akhir ini efek toksik
terhadap ginjal lebih banyak dilaporkan sehingga fungsi ginjal perlu
lebih diperhatikan pada penggunaan obat ini.

Asam mefenamat
Digunakan sebagai analgesic, sebagai anti inflamasi
kurang efektif dibanding aspirin.

Asam mefenamat berikatan

sangat kuat pada protein plasma. Dengan demikian interaksi


terhadap obat antikoagulan harus diperhatikan. Efek samping
terhadap saluran cerna sering timbul.

Diklofenak
Termasuk kelompok preferential COX-2 inhibitor. Adsorpsi
melalui saluran cernaberlangsung cepat dan lengkap. Efek
samping yang lazim adalah mual, gastritis, eritema kulit, dan

63

sakit kepala. Pemakaian obat ini harus berhati-hati pada pasien


tukak lambung.

Ibuprofen
Merupakan derivate asam propionat yang diperkenalkan
pertama kali di banyak Negara. Bersifat analgesic dengan antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Absorpsi cepat mellalui
lambung dan kadar maksimum dalam plasma dicapai setelah 12 jam. 90% ibuprofen terikat dalam protein plasma. Ekskresinya
berlangsung cepat dan lengkap. Tidak dianjurkan diminum oleh
wanita hamil dan menyusui. Pemberian ibuprofen bersama
aspirn mengantagonis efek aspirin terhadap trombosit sehingga
meniadakan sifat kardioprotektif aspirin.

Ketoprofen
Memiliki efektivitas seperti ibuprofen dengan sifat antiinflamasi sedang. Efek samping sama dengan AINS lain
terutama

menyebabkan

gangguan

cerna

dan

reaksi

hipersensitivitas.

Napoksen
Salah satu derivate asam propinonat yang efektif dan
insiden efek samping obat ini lebih rendah dibandingkan
derivate asam propionate lain. Efek samping yang dapat timbul
ialah dispepsia ringan sampai pendarahan lambung. Efek
samping terhadap SSP : sakit kepala, pusing, rasa lelah,
ototoksisitas.

Indometasin
Merupakan derivate indol-asam asetat. Obat ini sudah
dikenal sejak 1963 untuk pengobatan atritis rheumatoid dan
sejenisnya. Walaupun obat ini efektif tetapi karena toksik maka
penggunaan obat ini dibatasi. Memiliki efek antiinflamasi dan
analgesic-antipiretik yang kira-kira sebanding dengan aspirin.

Piroksikam
Merupakan salah satu AINS dengan struktur baru yaitu
oksikam, derivate asam enolat. Absorpsi berlangsung cepat di
lambung, terikat 99% pada protein plasma. Sejak Juni 2007,
karena efek samping serius di saluran cerna lambung dan rekasi
kulit yang hebat, oleh EMEA dan pabrik penemunya, piroksikam

64

hanya

dianjurkan

penggunaannya

oleh

para

spesialis

rematologis.

Meloksikam
Tergolong

preferential

COX-2

inhibitor

cenderung

menghambat COX 2 lebih dari COX 1 tetapi penghambatan COX


1

pada

dosis

terapi

tetap

nyata.

Penelitian

terbatas

menyimpulkan efek samping meloksikam terhadap saluran


cerna kurang dari 20 mg sehari.

Nabumeton
Merupakan pro drug. Data pada hewan coba menunjukan
bahwa nabumeton memperlihatkan sifat selektif menghambat
iso-enzim

prostaglandin

untuk

peradangan

tetapi

kurang

menghambat prostasiklin yang bersifat sitoprotektif.

Nimesulide
Adalah suatu preferential COX 2 inhibitor. Tahun 1999,
WHO pernah mengajukan penarikan obat ini tetapi tahun 2003
diperbolehkan beredar kembali dengan pembatasan pemakaian
serta dosis. Dasar penariakan oabat ini adalah karena laporan
hepatotoksisitas. Sejak tahun 2007, karena sudah dilarang
beredar di banyak Negara, obat ini sudah tidak ada di
Indonesia.

COX 2 selektif
Obat kelompok penghambat COX 2 dikembangkan
dengan harapan bisa menghindari efek samping saluran cerna.
Rofekoksib

terbukti

kurang

menyebabkan

gangguan

gastrointestinal dibanding naproksen, efek samping lain tidak


berbdea dengan AINS lainnya.
Obat Pirai
Ada

kelompok

obat

penyakit

pirai,

yaitu

obat

yang

menghentikan proses inflamasi akut misalnya kolkisin, fenilbutazon,


oksifentabutazon, dan indometasin; dan obat yang mempengaruhi
kadar asam urat misalnya probenesid, alopurinol dan sulfinipirazon.

Kolkisin

65

Adalah suatu anti-inflamasi yang unik yang diindikasikan


pada penyakit pirai. Obat ini merupakan alkaloid Colchicum
autumnale sejenis bunga leli.
Farmakodinamik
Kolkisin tidak memiliki sifat analgesik. Sifat antiradang
kolkisin spesifik terhadap penyakit pirai dan beberapa artritis
lainnya. Pada penyakit pilar, kolkisin tidak meningkatkan
ekskresi, sintesis atau kadar asam urat dalam darah. Obat ini
berikatan

dengan

protein

mikrotubular

dan

menyebabkan

penghambatan migrasi granulosit ke tempat radang sehingga


penglepasan mediator inflamasi dihambat dan respon inflamasi
juga ditekan.
Farmakokinetik
Obat ini didistribusikan secara luas dalam jaringan
tubuh; volume distribusinya 49,5 9,5 L. Kadar tinggi didapat di
ginjal, hati, limpa dan saluran cerna, tetapi tidak terdapat pada
otot rangka, jantung, dan otak. Sebagian besar obat ini
diekskresi kan dalam bentuk utuh melalui tinja, 10-20%
diekskresikan melalui urin. Kolkisin dapat ditemukan dalam
leukosit dan urin sedikitnya untuk 9 hari setelah suntikan IV.
Indikasi
Pemberian

harus

dimulai

secepatnya

pada

awal

serangan dan diteruskan sampai gejala hilang atau timbul efek


samping mengganggu. Gejala penyakit umumnya menghilang
24-48 jam setelah pemberian obat.
Dosis kolkisin 0,5 0,6 mg tiap 1,2 mg sebagai dosis awal diikuti
0,5 0,6 mg tiap 2 jam sampai gejala penyakit hilang atau
gejala saluran cerna timbul.
Pemberian IV: 1-2 mg dilanjutkan dengan 0,5 mg tiap 12-24 jam.
Untuk mencegah Iritasi akibat ekstravasasi sebaiknya larutan 2
mL diencerkan menjadi 10 mL dengan larutan garam faal.
Efek Samping

66

Kolkisin paling sering menimbulkan muntah, mual, dan


diare,

dapat

sangat

mengganggu

terutama

pada

dosis

maksimal. Depresi sumsum tulang, purpura, neuritis perifer,


miopati, anuria, alopesia, gangguan hati, reaksi alergi dan kolitis
hemoragik jarang terjadi. Reaksi ini umumnya terjadi pada dosis
berlebihan dan pada pemberian IV, gangguan ekskresi akibat
kerusakan ginjal dan kombinasi keadaan tersebut.

Alopurinol
Alupurinol berguna untuk mengobati penyakit pirai
karena menurunkan kadar asam urat. Pengobatan jangka
panjang

mengurangi

frekuensi

serangan

serangan,

menghambat pembentukan tofi, memobilisasi asam urat dan


mengurangi besarnya tofi. Obat ini terutama berguna untuk
mengobati penyakit pirai kronik dengan insufiensi ginjal dan
batu urat dalam ginjal , tetapi dosis awal harus dikurangi.
Alupurinol berguna untuk pengobatan pirai sekunder akibat
polisitemia

vera,

metaplasia

myeloid,

leukemia,

limfoma,

psoriasis, hiperurisemia akibat obat, dan radiasi.


Obat ini bekerja dengan menghambat xantin oksidase, enzim
yang mengubah hipoxantin menjadi xantin dan selanjutnya
menjadi asam urat.
Efek samping obat ini sering terjadi ialah reaksi kulit. Bila
kemerahan kulit timbul, obat harus dihentikan karena gangguan
mungkin menjadi lebih berat. Reaksi alergi berupa demam,
menggigil, leucopenia, atau leukositosis, eosinofil, artralgia, dan
pruritus, banhkan gangguan saluran cerna kadang-kadang juga
dapat terjadi.
Alopurinol dapat meningkatkan serangan sehingga pada
awal terapi diberikan juga kolkisin. Dosis untuk penyakit pirai
ringan 200-400 mg sehari, 400-600 mg untuk penyakit yang
lebih berat. Untuk anak 6-10 tahun: 300 mg sehari dan anak di
bawah 6 tahun: 150 mg sehari.
DAFTAR PUSTAKA
Anusavice, J Kenneth.2003. Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Jakarta :
EGC.

67

Ash, Major M. and Stanley J. Nelson. Wheelers Dental Anatomy, Physiology


and Occlusion.
Drake, Richard L, et al. Grays Anatomy for Student.
Harshanur, Itjingningsih W. 1991. Anatomi Gigi. Jakarta : EGC.

68

Anda mungkin juga menyukai