Anda di halaman 1dari 11

PENYAKIT TROFOBLAS GESTASIONAL

Pendahuluan
Penyakit trofoblas gestasional adalah spectrum kondisi dengan meningkatnya
proliferasi dari trofoblas pada plasenta. Mola jinak dibagi menjadi mola parsial dan
komplet sama halnya dengan yang ganas, dimasukkan dalam golongan gestational
trophoblastic neoplasia(GTN). GTN termasuk mola invasive, choriocarsinoma, dan
plasental site trophoblastic tumours (PSTT). Kaitan dengan masalah selanjutnya
adalah penggunaan istilah, international federation of gynaecology and obstetrics
(FIGO) mempunyai standar criteria untuk diagnosa GTN sebagai berikut :
1. HCG menetap untuk 4 pengukuran terakhir pada periode 3 minggu atau lebih
(untuk hari 1, 7, 14, dan 21)
2. Peningkatan HCG pada minggu ketiga pengukuran berurutan atau lebih lama, 2
minggu atau lebih, pada hari ke 1, 7 dan 14
3. Diagnosis histologi dari choriocarcinoma
4. Peningkatan persisten dari HCG untuk 6 bulan atau lebih
Pembagian jenis jinak, 0,5 % mola parsial dan 15 % mola komplet dapat
bertransformasi menjadi ganas. Itu sebabnya penting untuk mengikuti perkembangan
seorang wanita setelah hamil mola. Dengan waktu diagnosis dan penanganan yang
tepat, angka kesembuhan GTN mencapai 100 %.

Kehamilan mola
Kejadian kehamilan mola paling tinggi di Asia Tenggara dibandingkan dengan Eropa
dan Amerika Utara. Bagaimanapun, untuk alasan yang sulit dimengerti, ada tren yang
mengarah pada negara yang lebih berkembang di Asia Tenggara seperti jepang.
Seiring meningkatnya usia ibu dihubungkan dengan resiko mola komplet bukan mola
parsial, infertilitas atau keguguran kandungan, atau meningkatkan resiko keduanya.

Presentase dan Diagnostik


Secara tradisional, kehamilan mola ditandai dengan hiperemesis, hipertiroid atau
pembesaran kista lutein bilateral yang terjadi karena peningkatan HCG yang amat
tinggi, pembesaran uterus diatas rata-rata yang menunjukan proliferasi trofoblas yang
berlebihan, atau pre eklamsi berat. Dengan penanganan modern awal kehamilan,
sebagian besar kehamilan mola pertama kali terdeteksi sesudah dilakukan Ultra sound
scan pada perdarahan pervaginam yang abnormal pada trisemester pertama. Dengan
teknologi sonografi modern, secara klasik ada gambaran badai salju sering terlihat.
Malahan, biasanya temuan pada Ultrasound lebih komplek, massa echogenik dengan
bagian-bagian kistik yang kecil yang menggambarkan vili hidrofilik dalam uterus.
Ultrasound lebih baik digunakan untuk mendeteksi mola komplet dari pada parsial,
dengan sensitifitas 95 % Vs 20 %. Diagnosis akhir sering ditegakkan dengan cara
histologi dari hasil kehamilan sesudah suction untuk menggugurkan kandungan. Itu
sebabnya penting untuk memeriksa secara histologi semua hasil kehamilan setelah di
suction. Jika diduga kehamilan mola, sebelum dilakukan evakuasi dilakukan
pemeriksaan kadar serum HCG. Kadar HCG mengindikasikan jumlah trofoblas dan
mungkin dapat memprediksi perkembangan menjadi GTN. Pasien-pasien dengan
mola komplet cenderung akan terjadi peningkatan kadar HCG secara nyata, tetapi
banyak wanita dengan mola parsial mempunyai kadar dalam batas normal.
Patologi
Mola komplet dan parsial berbeda secara genetik dan histopatologi. Mola parsial
mempunyai trisomi komplet dua kromosom paternal dan satu kromosom maternal
yang didapatkan dari penggandaan haploid paternal dari sperma tunggal (23 X
maternal + penggandaan 23 X atau 23 Y menjadi 46 XX atau 46 XY), mengarah pada
karyotipe akhir menjadi 69 XXX atau 69 XXY. Tidak seperti biasanya, tripoid adalah
hasil dari pembuahan dua sperma dengan satu ovum, menjadi 69 XXX, 69 XXY, 69
XYY. Sebaliknya, mola komplet mempunyai kromosom diploid yang didapat dari
paternal. Haploid paternal membelah menjadi 46 XX atau 46 XY, dan kromosom
maternal dikeluarkan (tidak ada atau inaktif). Jarang terjadi, diploid dihasilkan
pembuahan dua sperma, menjadi 46 XX atau 46 XY.

Secar histologi, gambaran kehamilan mola seperti edema vili dan proliferasi trofoblas
yang cenderung meningkat pada mola komplet dibandingkan dengan mola parsial.
Jaringan anak atau fetus dapat ada pada mola parsial sedangkan tidak ada pada mola
komplet. Perbedaan antara mola komplet dan parsial dapat diketahui dari ploidy
analysis dan imunohistochemistry dari gen paternal, gen maternal, seperti p57kip2.
Penatalaksanaan kehamilan mola
Jika kehamilan mola dianjurkan untuk diakhiri, analisis komponen darah, waktu
pembekuan, fungsi hati dan ginjal, tipe darah, kadar HCG, dan foto thoraks
seharusnya dilakukan. Suction adalah cara yang dianjurkan untuk mengeluarkan hasil
kehamilan. Ini seharusnya dilakukan oleh, praktisi yang berpengalaman karena
berpotensial terjadi perdarahan, sama halnya dengan besarnya resiko perforasi, uterus
yang lembut dan pengosongan yang belum lengkap. Pembukaan serviks dengan
prostaglandin atau induksi obat-obatan dengan prostaglandin atau oksitosin harus
dihindari karena secara teori resiko emboli jaringan trofoblas dan menyebar ke
jaringan vena yang berasal dari kontraksi miometrium yang kuat disebabkan oleh
agen-agen tertentu. Pertama, hasil kehamlilan dikeluarkan, oksitosin diberikan untuk
mengurangi perdarahan. Semua hasil kehamilan diperiksa secara histologis.
Pada situasi yang jarang terjadi pada kehamilan ganda, dimana ada satu fetus yang
bertahan hidup dan yang lainya adalah mola, kehamilan dapat diteruskan jika ibu
menginginkannya, dengan konseling yang sesuai. Ada resiko komplikasi yang serius
seperti emboli paru dan pre eklamsi, dan kemungkinan janin bertahan hidup adalah 40
%. Bagaimanapun, resiko GTN untuk selanjutnya sama dengan kehamilan mola
tunggal.
Dengan insidensi perkembangan GTN sesudah mola parsial dan mola komplet adalah
0,5% dan 15% berturut-turut, penting untuk memonitor kadar HCG sesudah
pengeluaran untuk diagnosis awal. Kadar mingguan HCG biasanya diperiksa sampai
kadar kembali normal; oleh karena itu; jarak monitor dapat berbulan-bulan, deteksi
sampai 6 bulan sesudah kadar normal. Wanita biasanya dianjurkan untuk
menggunakan kontrasepsi selama masa folow up, terutama mencegah kekeliruan
monitor HCG yang meningkat karena kehamilan normal. Kombinasi kontrasepsi oral

pil (COC) dihubungkan dengan peningkatan resiko GTN. Bagaimanapun, peninjauan


ulang sistem yang terbaru tidak cukup untuk membuktikan resiko ini. Dua uji randodimana salah satunya menyebutkan penggunaan COC sesudah HCG normal dan
lainya segera sesudah pengeluaran-gagal untuk menunjukan perbedaan yang
siknifikan dalam resiko GTN postmola. Penggunaan kontasepsi intrauterin juga dapat
diterima. Bagaimanapun, jika dalam 6 bulan sesudah pengeluaran, tidak ada
peningkatan resiko GTN atau efek samping pada kehamilan berikutnya. Kesempatan
pada wanita dengan riwayat kehamilan mola sebelumnya memiliki kehamilan mola
kembali adalah 1 %, kira-kira 10 kali lebih tinggi dibandingkan populasi pada
umumnya. Ultrasound pada trisemester pertama dilakukan untuk kehamilan
selanjutnya untuk menyingkirkan kemungkinan kehamilan mola, dan kadar serum
HCG harus diperiksa 6 minggu kemudian untuk menyingkirkan kemungkinan GTN
palsu. Hasil-hasil kehamilan dari keguguran kandungan selanjutnya atau terminasi
juga harus dilakukan pemeriksaan histologi.

Gestational Trophoblas Neoplasia (GTN)


Pertama kali GTN didiagnosa berdasarkan kriteria FIGO 2000 seperti yang
disebutkan diatas, penelitian dikerjakan untuk menduga perluasan penyakit sama
dengan resiko skor sehingga dapat dikelompokan berdasarkan kriteria FIGO 2000.
(Tabel 1 dan 2) komite FIGO juga disetujui dengan penilaian metastase. CT scan
dapat digunakan untuk menilai metastase paru-paru, hati, dan otak. Cara lain,
radiografi dada juga dapat digunakan untuk menilai metastase paru-paru, ultrasound
hati dan MRI otak juga dapat menilai metastase hati dan otak berturut-turut. GTN
diklasifikasikan menjadi resiko tinggi atau rendah dengan 6 resiko skor cut-off,
kecuali untuk choriocarsinoma yang ditangani seperti resiko tinggi tanpa melihat skor.

Tabel 1. FIGO 2000 GTN staging

Stage I
Stage II

Penyakit didalam uterus


GTN meluas keluar uterus tetapi terbatas disistem genitalias (adnexa,

Stage III
Stage IV

vagina, ligamen)
GTN meluas ke paru-paru, dengan atau tanpa penyebaran ke alat genital
Metastase ke semua tempat

Tabel 2. FIGO 2000 skor prognosa


skor
0
Umur
<40
Kehamilan
Mola

1
>40
abortus

2
aterm

4
-

sebelumnya
Jarak (bulan)

<4

4 - <7

7 - <13

>13

kehamilan
Kadar HCG sebelum

<103

103 - <104

104-105

>105

pengobatan
Ukuran tumor
Tempat metastase
Jumlah metastase
Kegagalan

Paru
-

3 - <5cm
Lien, ginjal
1-4
-

>5 cm
gastrointestinal
5-8
Obat tunggal

Hepar, otak
>8
2 atau lebih obat

dengan indeks

kemoterapi
sebelumnya

Pengobatan low-risk GTN


Agen tunggal methotrexate (MTX) dengan atau tanpa asam folinic kemoterapi yang
paling sering untuk mengobati penyakit low-risk. Dua strategi utama yaitu :

pengobatan harian regular setiap 7 sampai 14 hari sampai kadar HCG kembali
normal (contohnya, MTX sendiri diberikan 5 hari berturut-turut setiap 14 hari
dengan dosis 0,4 mg/kg/hari, MTX sendiri satu kali injeksi setiap minggu dengan
dosis awal 30-40 mg/m2 peningkatan yang cepat dosis jika terjadi toleransi, sampai
50 mg/m2/minggu, satu dosis MTX (1 mg/kg/hari) setiap hari untuk 4 dosis
selama 14 hari, dapat juga dengan asam folinic diberikan 24 jam sesudah satu
dosis MTX.
Dosis tunggal (100 mg/m2 bolus IV diikuti 200 mg/m2 infus selama 12 jam)
dengan atau tanpa asam folinic; dosis lanjutan diberikan selama kadar HCG belum
normal.
Hasil yang baik dengan remisi primer mencapai 70 % -90% dapat dicapai dengan
kedua cara diatas. Bagaimanapun, berdasarkan uji random kontrol atau studi
prospektif yang menggunakan standar staging atau respon, sulit untuk menentukan
sediaan terbaik berdasarkan angka respon, toksisitas dan harga. Efek toksik utama dari
MTX antara lain mukositis, stomatitis, mual, dan muntah, supresi myelin, dan
toksisitas hepar. Penambahan asam folinic,dengan pengulangan pemberian MTX
dapat mengurangi insidensi efek samping; contohnya, 15 mg asam folinic dapat
menurunkan insidensi mukosisitis dari 20 % menjadi kurang dari 2 %.
Agen tunggal actinomycin D juga efektif. Bagaimanapun, melihat tingginya
toksisitas, actinomycin biasanya disediakan sebagai pilihan kedua, seperti pada kasus
sensitifitas terhadap obat MTX. Uji fase II yang diterima menggunakan actinomycin
D (1,25 mg/m2 sekali setiap 2 minggu) yang mempunyai toksisitas lebih rendah,
terutama sekali alopesia, mencapai angka 74%. Dalam hal ini resistensi untuk
penobatan primer dengan MTX (ini pada yang mempunyai dua statis atau peningkatan
nilai HCG selama pengobatan), penggantian harian 0,5 mg actinomycin D untuk 5
hari setiap 2 minggu dapat menghasilkan remisi pada 86 % kasus. Dalam hal ini
kegagalan pengobatan dosis tunggal actinimysin D, kombinasi kemoterapi-seperti
gabungan actinomycin D dengan MTX, EMA-CO (etoposide, methotrexate,
actinomycin, cyclophospamide, dan vinkristine) atau CHAMOC (cyclophospamide,
hydroxyurea, actinomycin D, methotrexate, vinkristine, citrovorum factor)-dapat
mencukupi keseluruhan perawatan mencapai 100%.

Pengobatan untuk high-risk GTN


Kombinasi kemoterapi digunakan untuk pengobatan High-risk GTN. Sediaan yang
paling sering dipergunakan adalah EMA-CO, dengan angka pemulihan antara 80 %
sampai 95%. Kombinasi lain seperti MAC (methotrexate, actinomycin D,
chlorambucil), MEA (methotrexate, etoposide, actinomycin D)dan modifikasi
CHAMOC (cyclophospamide, hydroxyurea, actinomycin D, methotrexate,
vinkristine, citrovorum factor) juga efektif. Dalam kaitan dengan kurangnya uji
random prospektif, sistem terbaru gagal untuk mengidentifikasi sediaan terbaik.
Semua kombinasi mempunyai toksisitas. Efek samping jangka pendek, seperti mual
dan muntah, alopecia, mukositis, supresi myelin, dan vincristine-induced neuropati
perifer sering terjadi. Efek jangka panjang, seperti keganasan sekunder termasuk
leukemia myeloid akut, dan kanker kolon dan payudara dari penggunaan etoposide
tidak dapat diabaikan. Etoposide juga merupakan penyebab efek age-dependent pada
fungsi ovarium, dan kombinasi kemoterapi menyebabkan menopause lebih awal kirakira 3 tahun.
Pengobatan ultra-high-risk atau penyakit resisten
Kira-kira 25 % pasien dengan high-risk akan gagal dengan pegobatan kemoterapi
kombinasi lini pertama akan kembali dari pemulihan; kemoterapi penyelamat dengan
agen lain akan diperlukan. Beberapa sediaan dengan menggunakan agen platinumbased telah dilaporkan, tetapi sebagian besar dalam jumlah sedikit, seperti EMA-EP
(etoposide, methotrexate, actinomycin D-etoposide dan cisplatin), BEP (bleomycin,
etoposide, dan cisplatin), ICE (ifosfamide, carboplatin, dan etoposide) dan VIP
(vinblastin, ifosfamide, dan cisplatin). Jumlah yang lebih besar mencakup 42 pasien
yang diobati dengan EMA-EP dimana angka kesembuhan mencapai 72%.
Bagaimanapun, laporan terbaru mendukung bahwa angka respon EMA-EP cukup
tinggi (82% vs 42%) dalam hal ini yang resisten terhadap EMA-CO daripada yang
kembali tidak baik sesudah remisi dari EMA-CO. MBE (methotrexate, bleomycin,
dan etoposide) juga digunakan pada pasien dengan penyakit ultra-high-risk dengan
metastase hepar atau otak, atau pada pasien yang resisten atau kembali tidak baik
sesudah kombinasi kemoterapi, angka respon mencapai 85%. Lebih lanjut data dari

penggunaan terapi kombinasi paclitaxel dan agen baru yang lain seperti topotecan,
gemcitabine, dan antagonis faktor pertumbuhan dinantikan.
Peran pembedahan
Dengan respon yang baik dari kemoterapi, peran pembedahan terbatas. Histerektomi
dulu dilakukan untuk perdarahan yang tidak terkontrol. Bagaimanapun, pada tahuntahun terakhir, penggunaan embolisasi arteri mungkin lebih dipilih, terutama pada
wanita muda yang berharap tetap subur. Meskipun begitu, histerektomi adalah pilihan
yang berguna pada penyakit yang resiten kemoterapi, dimana angka harapan hidup
adalah 88%. Pada tumor non-metastatic placental site trophoblastic, yang diketahui
lebih resisten terhadap kemoterapi dari pada GTN, histerektomi adalah pilihan
pengobatan. Craniotomy digunakan pada dekompresi akut atau kontrol perdarahan
sangat berguna pada penanganan metatase otak solit superfisial dan reseksi hepar
mungkin diperlukan untuk mengontrol perdarahan atau pemindahan fokus resisten.

Suspect kehamilan mola

CBP, waktu pembekuan, RFT, LFT,T&S,


serum HCG, CXR

Evakuasi suction

Pemeriksaan Histologi

Mola parsial/komplet

choriocarsinoma

Monitoring kadar HCG

Peningkatan menetap sesuai criteria


FIGO 2000 untuk GTN

CBP, RFT, LFT, HCG, CXR (CT


dada), USS pelvis, hepar (CT
abdomen) +/- CT atau MRI otak

Normal selama 6 bulan

berhenti
Staging dan skor resiko
berdasarkan FIGO 2000

Peran radioterapi

Resiko rendah < 6

Resiko tinggi > 7 atau


choriocarsinoma

Kemoterapi agen
tunggal (methotrexate)

Kombinasi
kemoterapi

Iradiasi seluruh otak atau stereostatic radiosurgery, dalam hubungannya dengan


kemoterapi, telah dilaporkan dapat meningkatkan harapan hidup pada pasien dengan
metastase di otak, dan iradiasi pada metastase hepar yang besar mungkin menurunkan
kesempatan ruptur spontan dan perdarahan. Secara keseluruhan, peran radioterapi
sangat terbatas untuk penanganan GTN.
Follow up sesudah GTN
Sesudah pengobatan GTN, pasien sebaiknya difollow up dengan jadwal yang sama
dengan kontrol post kehamilan mola. Bagaimanapun, sebagai gantinya di follow up
sampai 6 bulan sesudah kadar HCG normal. Kontrol jangka panjang kadar HCG
diperlukan. Resiko kembali tidak baik sekitar 3% dan bisanya terjadi pada tahuntahun pertama. Seperti pada post kehamilan mola, pasien dianjurkan untuk mencegah
konsepsi dalam tahun pertama pengawasan.
Pengobatan GTN tidak seberapa mempengaruhi potensial reproduksi atau keluaran.
Pada jumlah besar 728 wanita yang mencoba untuk hamil setelah pengobatan GTN,
83% dilaporkan melahirkan janin hidup, seperti masyrakat pada umumnya, dan
ditunjukan dengan tidak adanya perbedaan dalam hal ini yang mendapat pengobatan
dosis tunggal atau kombinasi kemoterapi. Kebanyakan studi tidak menunjukan
kelainan kongenital sesudah kemoterapi ibu, tetapi ada beberapa hal yang mendukung
bahwa insidensi kelainan jantung bawaan mungkin lebih tinggi pada ibu yang
mengdapatkan kombinasi kemoterapi.

Kesimpulan
Penanganan yang sukses pada GTD tergantung pada kecepatan diagnosis, waktu
pengobatan, dan follow up yang sesuai. Kehamilan mola awalnya biasanya ditangani
oleh ahli gynekologi umum mengerti komplikasi awal kehamilan. Penting dilakukan
diagnosis histologi dari hasil kehamilan dan dianjurkan follow up dengan kontrol
kadar HCG supaya tidak ada kesalahan diagnosa dari GTN. Follow up adalah cara
tang tepat dengan menetapkan tempat khusus dimana pengobatan yang sesuai segera
didapatkan jika dibutuhkan. GTN adalah salah satu dari penyakit keganasan yang
paling dapat diobati, tapi tergantung pada pengobatan yang sesuai dan kepatuhan
pasien. Kurangnya data random prospektif berdasarkan pada kriteria diagnosa

dihalangi oleh penelitian kemoterapi yang lebih efektif dengan toksisitas terendah.
Disamping keefektifitasan kemoterapi umum, waktu pemberian dan efek samping dari
sediaan yang berbeda tergantung pada kepatuhan pasien dan secara umum pengobatan
sukses. Untuk pengobatan ultra-high-risk, seperti pada metastase pada otak dan hepar
atau untuk yang resisten atau relapse sesudah kemoterapi dengan sediaan yang
biasanya, penemuan kombinasi kemoterapi dengan toksisitas yang dapat ditolerir
masih merupakan tantangan.

Anda mungkin juga menyukai