Anda di halaman 1dari 9

PAPER

HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak
Dosen Pembimbing

: Ns. Zubaidah, M.Kep.,Sp.Kep.An.

Oleh
A.14.2
Kelompok 2
Ria Afnenda Naibaho

22020114120010

Siti Aisyah

22020114120049

Atik Naila Haqqy Silmi

22020114120051

Muhamad Gumilang

22020114130119

Ulfa Amalia Fajrin

22020114140082

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016

Kasus kelompok 2:
Bayi A perempuan (usia 0 hari) lahir spontan dirawat di ruang perinologi. Berat lahir 2550 gr,
panjang badan 45 cm, usia gestasi 37 minggu. Pada saat anada melakukan pemeriksaan fisik,
ditemukan warna kulit bayi kuning, bayi cukup aktif, tanda vital: suhu tubuh 36,7C, NADI
144x/menit, pernafasan 46x/menit. Berdasarkan hasil laboratorium, bayi mengalami
hiperbilirubinemia

A. Definisi
Hyperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya
lebih dari normal.
Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan dimana kadar bilirubin serum total yang
lebih dari 10 mg%pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit, sklera
dan organ lain (Ni luh gede, 1995).
Hiperbilirubin merupakan meningginya kadar bilirubin pada jaringan ekstravaskuler
sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning (ngastiyah,
1997)
B. Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan
oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum dapat dibagi:
1. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis
yang meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi
G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
2. Gangguan dalam proses pengambilan atau uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk
konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau
tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase(Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab
lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake
bilirubin ke sel hepar.
3. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan
bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,
sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin
indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
4. Penyakit Hemolitik,
yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah. Disebut juga ikterus
hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena adanya perdarahan tertutup
5. Gangguan fungsi hati
Gangguan fungsi hati disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang
dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi toxoplasma.
Siphilis. Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar.
Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam
hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
C. Patofisiologi

Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%) terjadi dar


penguraian hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari senyawa lain seperti
mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin
yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi
dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme
untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak
larut dalam air(bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin
dalam plasma terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini
beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati ,hepatosit melepas bilirubin dari
albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam
glukoronat(bilirubin terkonjugasi, direk)(Sacher,2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke
sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus ,bilirubin diuraikan
oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi
sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari
usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati.
Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali
dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat
ini diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama urin(Sacher, 2004).
Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan muncul pada
dewasa bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan muncul
ikterus bila kadarnya >7mg/dl(Cloherty et al, 2008).Hiperbilirubinemia dapat
disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi kemampuan hati normal untuk
ekskresikannya

atau

disebabkan

oleh

kegagalan

hati(karena

rusak)

untuk

mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya


kerusakan

hati,

obstruksi

saluran

ekskresi

hati

juga

akan

menyebabkan

hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan
jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu(sekitar 2-2,5mg/dl), senyawa ini akan
berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut
ikterus atau jaundice(Murray et al,2009).

Pathway
D. Manifestasi klinik
1. Tampak ikterus; sklera, kuku, atau kulit dan membran mukosa.
Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik
pada bayi batu lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi. Jaundice yang
tampak pada hari ke tiga samapi hari ke empat dan mecapai puncak pada hari ketiga
dan keempat dan menurun pada hari kelima samapi hari ketujuh yang biasanya
merupakan jaundice fisiologis.
Ikerus adalah akibat pengendapan biliribun indirek pada kulit yang cenderung
tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit
tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat
pada ikterus yang berat
2. Muntah, anorexia, fatique, warna urin gelap, warna tinja pucat.
E. Klasifikasi
1. Ikterus prehepatik
4

Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah
merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada
disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
2. Ikterus hepatic
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati
maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta
gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam
doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.
3. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan
bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya adalah
peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi
tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja dan urin
4. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari ke-7.
penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin
5. Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang tinggi
dan berat badan tidak bertambah.
F. Komplikasi
1. Bilirubin enchephalopathy (komplikasi serius)
2. Kernikterus; kerusakan neurologis ; cerebral palsy, retardasi mental, hyperaktif,
bicara lambat, tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang melengking.
G. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan bilirubin serum
2. Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu
3. Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan hepatitis dari
atresia biliary
H. Penatalaksanaan terapetik
1. Fototerapi
Dilakukan apaila telah ditegak hiperbilirubin patologis dan berfingsi untuk
menurunkan bilirubin dlam kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada
bilirubin dan biliverdin. Walaupun cahaya biru memeprikan panjang gelombang yang
tepat untuk fotoaktivasi bilirubin bebas , cahaya hijau dapat mempengaruhi lotoreaksi
bilirubin yang terikat albumin. Cahaya menyebabkan rekasi lolokimia dalam kulit
(fotoisomerisasi) yang mengubah bilirubin tak bekonjugasi ke dalam fotobilirubin,
yang mana diekskresikan dalam hati kemudian ke empedu. Kemudia produk akhir
rekasi adalah reversibel dan ekskresikan ke dalam empedu tanpa perlu konjugasi.
5

2. Fenobarbital
Dapat mengekskresikan bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi.
Meningkatkan sintesis hepatik glukoronial transferase yang mana dapt meningkatkan
bilirubin konjugasi dan clerance hepatik pada pasien pada pigmen dalam empedu,
sistesis protein dimana dapat meningkatkan albumin untuk mengikat bilirubin.
Fenobarbital tidak begitu sering dianjurkan.
3. Antibiotik; apabila terkait dengan infeksi
4. Tranfusi tukar; apabila sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi
I. Asuhan keperawatan
-

Pengkajian

1. Pemeriksaan fisik
2. Inspeksi; warna pada sklera, konjungtiva, membran mukosa mulut, kulit, urine dan
3.
4.
5.
6.
7.
8.

tinja.
Pemeriksaan bilirubin menunjukan adanya peningkatan
Tanyakan berapa lama jaundice muncul dan sejak kapan
Apakah bayi demam
Bagaiman kebutuhan pola minum
Riwayat keluarga
Apakah anak sudah mendapat imunisasi hepatitis B

Diagnosa Keperawatan

1. Resiko injury (internal) berhubungan dengan peningkatan serum bilirubim sekunder


dari pemecahan sel darah merah dan gangguan ekskresi bilirubin
2. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya air tanpa disadari
sekunder dari fototerapi.
3. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan fototerapi
4. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi bayi dan gangguan bonding
5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengalaman orang tua.
-

Tujuan dan Kriteria Hasil

1. Bayi terbebas dari injury yang ditandai dengan srum bilirubim menurun tidak ada
jaundice refleks moro normal tidak terdapat sepsis, reflek hisap dan menelan baik.
2. Bayi tidak menunjukan tanda-tanda gejala dehidrasi yang ditandai dengan urin output
kurang dari 1-3 ml/jam, membran mukosa normal, ubun-ubun tidak cekung,
temperature dalam batas normal.
3. Bayi tidak menunjukan adanya iritasi pada kulit yang ditandai dengan tidak terdapat
rash, dan perhatian pada bayi dan tidak ada ruam makular eritematosa.
4. Orang tua tidak tampak cemas yang di tandai dengan orang mengekspresikan
perasaan dan perhatian pada bayi dan aktif dalam partisipasi perawatan bayi.

5. Orang tua memahami kondisi bayi dan alasan pengobatan, dan berpartisipasi dalam
perawatan bayi: dalam pemberian minum, dan mengganti popok.
6. Bayi tidak mengalmi injury pada mata yang ditandai dengan tidak ada konjungtivitas.
-

Intervensi

1. Mencegah adanya injuri internal


Kaji hyperbilirubin tiap 4 jam dam catat
Berikan fototerapi sesuai program
Monitor kadar birilubin 4-8 jam sesuai program
Antisipasi kebutuhan tranfusi tukar
Monitor Hb dan Hct
2. Mencegah terjadinya kurangnya volume cairan
Pertahankan intake cairan
Berikan minum sesuai jadwal
Monitor intake dan output
Berikan terapi infus sesuai program bila diindikasi; meningkatkan temperature,
meningkatkan konsentrasi urin, dancairan hilang berlebihan
Kaji dehidrasi; membran mukosa, ubun-ubun, turgor kulit, mata
Monitor temperature setiap 2 jam
3. Mencegah gangguan integritas
Inspeksi kulit setiap 4 jam
Gunakan sabun bayi
Merubah posisi bayi dengan sering
Gunakan pelindung daerah genital
Gunakan pengalas yang lebut
4. Mengurangi rasa cemas pada orang tua
Pertahankan kontak orang tua-bayi
Jelaskan kondisi bayi, perawatan dan pengobatannya
Ajarkan orang tua untuk mengekspresikan perasaan, dengarkan rasa takutnya dan
perhatian orang tua.
5. Orang tua memahami kondisi bayi dan mau berpartisipasi dalam perawatan
Ajak orang tua untuk berdiskusi dengan menjelaskan tentang fisiologis, alasan

perawatan dan pengobatan


Libatkan dan ajarkan orang tua ajarkan perawatan bayi
Jelaskan komplikasi dengan mengenal tanda dan gejala; llethargi, kekakuan otot,
manangsi

terus,

kejang,

dan

tidak

mau

makan/minum

meningkatnya

temperature,dan tangisan yang melengking


6. Mencegah injury mata
Gunakan pelindung pada mata saat fototerapi
Pastikan mata tertutup, hindari penekanan pada mata yang berlebihan karena
dapat mebimbulkan jejas pada mata yang tertutup atau kornea dapat tergores dapat
membuka matanya saat dibalut.

Daftar pustaka
Darishini. 2013. Tinjauan Pustaka Hiperbilirubinemia. Diakses pada 18 Maret 2016,
dari:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37957/4/Chapter%20II.pdf
Haws, P. S. (2008). ASUHAN NEONATUS: RUJUKAN CEPAT. Jakarta: EGC.
Suriadi, & Yuliani, R. (2006). Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: Sagung Seto.
Sayuti. Dkk. 2013. Keperawatan Maternitas Asuhan Keperawatan Neonatus Hiperbilirubin.
UIN Alauddin Makassar.

Anda mungkin juga menyukai