JURNAL
TUBERKULOSIS
INDONESIA
Diterbitkan Oleh
Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI)
The Indonesian Association Againts Tuberculosis
DAFTAR ISI :
(BP4) YOGYAKARTAUNITMINGGIRAN
RAPIDTBTEST
MEROKOKDAN TUBERKULOSIS
TUBERKULOSISDANHIV-AIDS
TUBERKULOSISNOSOKOMIAL
JURNAL
TUBERKUL
OSIS
INDONESIA
Diterbitkan Oleh
Perkumpulan Pemberantasan
Tuberkulosis Indonesia
Pemimpin Umum
Penanggung Jawab
Sekretariat Redaksi
Pemimpin
Redaksi
Drs. Sumardi
Alamat
Sekretariat Redaksi
& Iklan
Jl. Sultan
Iskandar Muda No.
66A Kebayoran Lama
Utara, Jakarta 12240
Telp. 021 - 7397494
Pedoman Umum
Naskah adalah karangan asli
Naskah belum pernah diterbitkan sebelumnya dalam bentuk dan media/jurnal
apapun
Seluruh isi naskah adalah tanggung jawab penulis
Naskah yang telah dikirim menjadi hak redaksi, dan seluruh isinya tidak dapat
direproduksi kembali untuk publikasi dalam bentuk apapun tanpa seijin redaksi
Redaksi berhak untuk melakukan proses penyuntingan naskah, dalam bentuk
gaya, bentuk, tampilan, dan kejelasan isi, tanpa harus mengubah isi naskah
Redaksi berhak unt uk memint a penulis unt uk memperbaiki isi dan bentuk
tulisan
Naskah yang tidak dimuat, akan dikembalikan kepada penulis apabila ada
permintaan sebelumnya
Naskah menggunakan Bahasa Indonesia baku, yang efektif dan efisien. Atau
dalam keadaan tertentu, naskah dapat dibuat dalam Bahasa Inggris dengan
ejaan yang standar
Naskah
Naskah diketik dengan spasi ganda, dengan jarak tepi- tepi kertas 2,5 cm dan
menggunakan ukuran kertas A4 (21x 30 cm)
Naskah dapat dikirim ke redaksi dalam bentuk disket berupa copy file dari
naskah tersebut
Kelengkapan Naskah
Naskah dikirim ke alamat sekretariat redaksi Jurnal Tuberkulosis Indonesia:
Jl. Sultan Iskandar Muda No. 66A Kebayoran Lama Utara Jakarta 12240,
Telp. (021) 7397494, atau via email: jt i _indonesi a@yahoo.com
Naskah dikirim dalam 2 berkas salinan (print- out) yang tersusun sesuai
urutan: 1) halaman judul, 2) abstrak, 3) abstark dalam Bahasa Inggris
termasuk key words, 4) isi, 5) ucapan terimakasih bila ada, 6) daftar pustaka,
7) tabel- tabel, 8) gambar/ilustrasi dan foto berikut keterangannya
Naskah disampaikan dalam bentuk disket dengan program MS-Word
Abstrak
Dibuat dalam Bahasa Indonesia dan Inggris, secara terstruktur yang memuat
inti pendahuluan; subjek dan metode; hasil; dan kesimpulan penlis. Abstrak tidak
lebih dari 250 kata.
Daftar Pustaka
Daft ar rujukan dibuat sesuai dengan ket ent uan Vancouver.
Daf t ar rujukan t idak lebih dari 25 buah, dan merupakan rujukan t erbaru
dalam sat u dekade terakhir.
Setiap rujukan diberi nomor sesuai urutan dalam narasi naskah.
Nama jurnal disingkat sepert i tercant um dalam Index Medicus.
Rujukan yang telah masuk dalam naskah, namun belum diterbitkan dalam
satu jurnal ditulis sesuai aturan dan ditambahkan: In Press
EDITORIAL
ii
Tuberkulosis Indonesia, Vol.8
Jurnal
Sungguh sangat
maka secara nasional
tersebut. Sehubungan
oleh dua mahasiswa
Afganistan yang berjudul Role of the Private Health Sector to Prevent MDR-TB
Epiemics in Indonesia.
Dalam jurnal kali ini kita muat beberapa makalah yang bisa menunjang
program TB Nasional, utamanya yang berhubungan dengan MDR- TB secara tidak
langsung. Diagnosis TB- Cepat tulisan Apri Liyanda, suatu tinjauan pustaka yang
membahas penegakan diagnosis TB dalam waktu singkat, kurang dari satu jam
dengan tujuan agar diagnosis Tb tidak terlambat. Evaluasi metoe FAST-plaque
adalah buah karya penelitian Lely Septawati Sp Mk dkk. Penelitian lain tentang
Hubungan Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup pasien TB paru, hasilya
dipaparkan dalam tulisan Nita Yuniarti R.
Ach
mad
Hud
oyo
Sp
P(K)
iii
Leli
Saptawati,dr.,
Sp.MK,
Mardiastuti,dr
.,M.Sc.,Sp.M
K(K),
Anis Karuniawati,dr.,PhD.,Sp.MK(K),
Cleopas Martin Rumende,dr.,DR.,Sp.PD KP.,FINASIM.,FCCP
LATAR BELAKANG
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang telah lamadikenal dan sampai
saat ini masih menjadi penyebab utamakematian di dunia.1 Prevalensi TBdi Indonesiadan
negara- negara sedang berkembang lainnya cukup tinggi.2 Pada tahun 2006, kasus baru di
Indonesia berjumlah >600.000 dan sebagian besar diderita oleh masyarakat yang berada
dalamusia produktif (1555 tahun). Angka kematian karena infeksi TB berjumlah sekitar 300
orang per hari dan terjadi >100.000 kematian per tahun.3 Hal tersebut merupakan tantangan
bagi semua pihak untuk terus berupaya mengendalikan infeksi ini. Salah satu upaya penting
untuk menekan penularan TB di masyarakat adalah dengan melakukan diagnosis dini yang
definitif.
diagnosis yang banyak digunakan saat ini adalah metode lama, sehingga diperlukan teknik
diagnosisbaru, yang dapat mendiagnosisTBdengan lebih cepat dan akurat.8
Amplifikasi
asam
nukleat
merupakan
teknik
identifikasi
cepat
Mycobacteriumtuberculosisyang telah banyakdigunakan di negara-negara maju beberapa tahun
terakhir ini. Sayangnya, secara t eknis met oda ini t idak mudah dikerjakan dan memerlukan
biaya yang cukup mahal.4 Metodadiagnosiscepat yang baru dikembangkan yaitu penggunaan
Mycobacteriophage. Mycobact eriophage akan menginfeksi Mycobact eri um tuberculosis
hidup pada sputum. Deteksi Mycobacterium
Oleh karena teknik diagnosis TB yang lebih cepat dan akurat saat ini sangat diperlukan
untuk meningkatkan cakupan TB di Indonesia, maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk
menguj i met ode FASTPl aqueTBTM dal am mendet eksi Mycobacteriumtuberculosispada
sputum. Diharapkan metode ini dapat membantu penegakan diagnosisTByang cepat, akurat,
mudah dan aman sehingga dapat dilakukan secara rutin di negara sedang berkembang,
termasuk Indonesia.
METODEA
Sputum diperoleh dari 46 orang pasien, terdiri dari 18 pasien yangberobat jalan di
poli paru Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM) Jakarta,
satu pasien yang dirawat di bagian paru RSUPNCM Jakarta, 3 pasien yang berobat di
Puskesmas Menteng Jakarta dan 24 pasien yang berobat di Perkumpulan
Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) Tanah Tinggi Jakarta, yang memenuhi
kriteria inklusi dan t elah menandatangani informed consent. Kriteria inklusi yang
digunakan adalah pasien usia e15 tahun dengan suspek TB paru. Suspek TB paru
ditetapkan dengan kriteria yang memenuhi satu atau lebih gejala sebagai berikut :
gangguan di saluran nafas (batuk e 2 minggu, batuk darah, sesak nafas, nyeri dada),
terdapat gejala sistemik (demam, malaise, keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan).11 Pengambilan sputum dilakukan dengan teknik asepsis.12 Pengambilan sputum
dari masing-masing responden dilakukan maksimal sebanyak 3
1
Tuberkulosis Indonesia, Vol.8
Jurnal
Pewarnaan
dengan metodeZNdilakukan sebelumdan sesudah dekontaminasi
sputum. Dekontaminasi dilakukan dengan metode NALC-NAOH (Mycoprep) dan
disentrifus dengan kecepat an minimal 2000xg selama 20 menit. Spesimen didiamkan
beberapa saat, kemudian supernatan dibuang. Sedimen ditambah dengan 15 ml
FASTPlaqueTB (FPTB) MediumTM Plus dan disentrifus dengan kecepatan minimal 2000xg
selama 20 menit. Spesimen didiamkan beberapasaat, kemudian supernatan dibuang
(sisakan sekitar 0,51 ml). Setelah itu ditambahkan 1 ml FPTB MediumTM Plus.
Selanjutnya spesimen diambil 1 ose dan dilakukan pembuatan preparat unt uk
pemeriksaan mikroskopis. Kemudian 1 ml spesimen dimasukkan ke dalam vial steril
yangsudah tersediadalam kit FASTPlaqueTBTM dan diinkubasi selama1824 jam.
Bersamaan dengan uji di atas, dilakukan biakan padamediaLJdan Lowenstein JensenPnitrobenzoic acid (LJ-PNB). Sebanyak 0,2 ml spesimen dimasukkan ke dalam media LJ
dan diambil 0,2 ml lagi untuk ditanam di media LJ- PNB. Sebelum diinkubasi, tutup ulir
pada tabung LJdan LJ-PNBdilonggarkan dan media diletakkan di dalam inkubator dengan
posisi miring 30 selama24 jam. Setelah itu tutupulir dirapatkan kembali dan tabung
diinkubasi pada posisi tegak. Kultur diamati hingga 8 minggu14,15,16
Uji FASTPlaqueTBTM dilakukan sesuai dengan petunjuk pada manual dari Biotec
Laboratories Ltd., Ipswich, UK . Padasetiap uji disertakan kontrol negatif dan kontrol
positif. Semua sampel sputum yang sudah diproses dan sudah diinkubasi selama24
jampadasuhu 35-37C, kontrol negatif dan kontrol positif ditambah dengan 0,1 ml larutan
faga dan diinkubasi selama60 menit padasuhu 3537C.Setelah inkubasi, masing-masing
tabung ditambah 0,1 ml larutan virusid. Tabung didiamkan selama5 menit pada suhu ruang,
kemudianmasing-masingtabungditambah5ml
larutanFPTB
MediumTM
Plusuntuk
menetralisasi efek virusid.Selanjutnya ditambah dengan 1 ml larutan sel sensor. Setelah
itu ditambah dengan 5 ml FPTB agar yang sudah dicairkan dan dituangkedalam petri steril.
Diamkan hinggaagar mengeras (sekitar 30 menit pada suhu 2025C). Petri kemudian
diinkubasi semalam pada suhu 3537C. Keesokan harinya petri diambil dari inkubator dan
dihitung jumlah plak yang terbentuk. Pada kontrol negatif harus terbentuk d 10 plak,
kontrol positif harus terbentuk e 20 plak. Pada petri spesimen, hasil dikatakan negatif
apabila ditemukan 019 plak dan dikatakan positif apabila terdapat e 20 plak.17
HASIL
Sedangkan pada periode ke-2, sebanyak 17 dari 69 sampel tidak dapat digunakan
karena :
a. Pertumbuhan bakteri kontaminan pada LJ dari 8 sampel sputum.
b.Lima sampel mengalami kont aminasi pada uji
TM
FASTPlaqueTB
c. Duasampel
mengalami kontaminasi baik padakultur LJ maupun uji
FASTPlaqueTBTM
d. Duasampel mengalami perubahan warnapadamedia kul t ur LJ dan kont ami nasi
pada hasi l uj i FASTPlaqueTBTM.
Dengan demikian total sampel yang terkumpul adalah 164 sampel sputum,
sedangkan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian sebanyak 97 sampel.
Karakteristik umur dari 46 responden yang masuk dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa jumlah tersangka TB paling banyak berada pada usia 35-44 dengan mean 43 tahun
dan deviasi standard (SD) 16,5. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin
menunjukkan 33 orang (33/46) berjenis kelamin laki-laki dan 13 orang (13/46) berjenis
kelamin perempuan.
Pada90 sampel sputum dilakukan pewarnaan tahan asam dengan metode Ziehl
Neelsen. Hasil pewarnaan setelahprosesdekontaminasi menunjukkan bahwasebanyak 52
sampel (58%) positif dan 38 sampel (42%) negatif.
Tabel 1. Analisis statistik pewarnaan Ziehl Neelsen setelah homogenisasi dan dekontaminasi dibandingkan dengan
Kultur LJ.
Ziehl Neelsen
Kultur LJ
Positif Negatif
P
N
(%)
Keterangan : LJ ; Lowenstein- Jensen, NDP ; nilai duga positif, NDN ; nilai duga negatif, RK pos ; rasio kemungkinan positif, RK
neg ; rasio kemungkinan negatif.
FASTPlaqueTB
Kultur LJ
Di antarasampel dengan hasil kultur positif (52 sampel), 8 sampel menunjukkan hasil
negatif pada pewarnaan langsung, 2 sampel menunjukkan 19 BTA/100 lapang pandang, 18
sampel menunjukkan hasil +1, delapan sampel menunjukkan hasil +2, dan 16 sampel
menunjukkan hasil +3 (tabel 4). Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa kesesuaian hasil
sebesar e90% antara pewarnaan langsung, FASTplaqueTBTM dan kultur LJpositif dapat
diperoleh mulai dari hasil +1.
Di antara sampel dengan hasil kultur negatif (38 sampel), 33 sampel menunjukkan
hasil negatif padapewarnaan langsung, satu sampel menunjukkan 19 BTA/100 lapang
pandang, dua sampel menunjukkan hasil +1, dua sampel menunjukkan hasil +2, dan tidak
adasampel yang menunjukkan hasil +3 (tabel 5). Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa
kesesuaian hasil sebesar 81,8% antara pewarnaan langsung, FASTplaqueTBTM dan kultur
LJnegatif diperoleh padapewarnaan langsung yang menunjukkan hasil negatif.
Po
Ne
(%)
(%)
78,9
84,9
Penaw
aran langsung
Negati
1-9
BTA/100
Kultur LJ
dekontaminasi
dan/atau
FASTPlaqueTB
Positif Negatif
U
ji
FASTPl
aqueTBTM
4 (50,0)
1 (50,0)
17
(94,4)
18
15
Kultur LJ
positif
4 (50,0)
1 (50,0)
1 (5,6)
0 (0,0)
1 (6,3)
ZN setelah
lapang
+1
U
ji
FASTP
laqueTBTM
(%)
P
N
(%)
(%)
(%)
pos
neg
71,0
81,0 90,0
aran
langsung
Negati
1-9
BTA/100
3
Tuberkulosis Indonesia, Vol.8
lapang
U
ji
U
ji
Penaw
FASTP
Positif
5
0 (0,0)
FASTPl
Negatif
1 (50,0)
1 (50,0)
0 (0,0)
27 (81,8)
1 (50,0)
1 (50,0)
0 (0,0)
PEMBAHASAN
Responden yang ikut dalam penelitian ini berjumlah 46 pasien baru, belum pernah
mendapat atau sedang dalam terapi OAT(obat antituberkulosis). Beberapapenelitian yang
dilakukan sebelumnya, antara lain penelitian di Spanyol, Filipina dan Turki, menunjukkan
bahwa terapi OAT dapat menurunkan sensitivitas pemeriksaan uji FASTPlaqueTBTM.
Semua penelitian tersebut menunjukkan sensitivitas di bawah 60%.10
33
Jurnal
Ku
ltur LJ
negatif
1 (100)
yang rendah.18 Kondisi t ersebut t ent u saj a akan sangat berdampak pada perekonomian
keluarga, masyarakat dan negara.19 Selain merugikan secara ekonomis, TB juga
memberikan dampak buruk lainnya secara sosi al bahkan dikucilkan oleh masyarakat .20
Berdasarkan jenis kelamin, responden terbanyakdalampenelitianini berjeniskelamin lakilaki yaitu 33 orang (33/45) dan 13 orang (13/45) berjenis kelamin perempuan. Infeksi TB
memang cenderung lebih sering diderita oleh laki-laki dibandingkan wanita. Hal ini antara
lain disebabkan karenafaktor kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok dapat meningkatkan
risikoinfeksi TBparu sebanyak 2,2 kali.21
Hasil
pewarnaan Ziehl Neelsen setelah homogenisasi dan dekontaminasi
menunjukkan sebanyak 58% (52/90) sampel memberikan hasil positif. Hal ini sesuai
dengan kenyat aan bahwa di perki rakan set engah hi ngga tigaperempat kasus TB aktif
menunjukkan BTA (+) dan sisanya BTA (- ). Hasil kultur juga menunjukkan data yang
sama,yaitu 58% sampel menunjukkan hasil kultur LJpositif dan sisanya menunjukkan hasil
kultur negatif.4
Pada hasil uji FASTPlaqueTBTM yang dibandingkan dengan kultur LJ, ditemukan 8
sampel yang menunjukkan hasil postif palsu (6 sampel menunjukkan hasil BTAnegatif dan 2
sampel menunjukkan hasil BTApositif). Dengan data tersebut dapat dilihat bahwa6 sampel
BTAnegatif terdeteksi positif oleh FASTPlaqueTBTM. Salah satu kemungkinan yang
menyebabkan terjadinya positif palsu adalah masih adanya faga yang berada di luar sel,
karena proses destruksi faga oleh virusid tidak terjadi secara sempurna akibat adanya
faktor dalam sputum yang mampu melindungi faga. Faga yang masih bertahan di luar sel
tesebut kemudian akan menginfeksi Mycobacteriumsmegmatisdanakanmembentuk plak
pada mediadan memungkinkan terjadinya hasil positif palsu.5 Interpretasi hasil uji
FASTPlaqueTBTM sangat bersifat subyektif dan memerlukan kehati-hatian, terutama dalam
membedakan hasil negatif dan hasil positif lengkap. Hal ini terkadang cukup menyulitkan,
sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi kesalahan interpretasi hasil yangdapat
menyebabkan terjadinya positif palsu maupun negatif palsu.
Jumlah sampel yang menunjukkan hasil negatif palsu pada uji FASTPlaqueTBTM
sebanyak 7 sampel. Empat sampel merupakan BTA negatif dan 3 sampel BTA positif.
Hasil negatif palsu berkaitan dengan kemampuan FASTPlaqueTBTM dalam mendeteksi
keberadaan Mycobacterium sp pada sputum. Kemampuan ini berkaitan erat dengan
kemampuan infeksi dan replikasi faga D29 pada pejamu.22 Prosesinfeksi
dan replikasi faga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain struktur kimia dan
biologis sputum23 dan kemampuan replikasi pejamu.22
Set elah dilakukan pengujian, diket ahui bahwa sebagian besar bakteri
kontaminan adalah batang positif Gram berspora (Bacillussp) diikuti oleh kokuspositif
Gram. Pada beberapa sampel juga terdapat batang negatif Gram, di antaranya
Enterobacter aerogenesdan Pseudomonas sp. Dominasi Bacillusspsebagai bakteri
kontaminanmemperkuat dugaan bahwa kontaminasi terjadi saat pengumpulan dan
pemrosesan spesimen.Penundaan pengiriman spesimen juga dapat meningkatkan risiko
terjadinyakontaminasi.
Berdasarkan data yang diperoleh pada penelitian ini, dapat dilihat bahwauji
FASTPlaqueTBTM memiliki sensitivitas yang cukup baik, akan tetapi nilainya masih lebih
rendah apabila dibandingkan dengan metode pewarnaan Ziehl Neelsen set el ah
homogeni sasi dan dekont ami nasi . FASTPlaqueTBTM hanya mampu mendeteksi bakteri
hidup
sedang metode Ziehl Neelsen tidak dapat membedakan ant ara bakt eri hidup dan
mat i.24 Hal tersebut dapat membantu klinisi dalam menangani kasus TB pada pasien
dengan kondisi klinismembaik namun hasil pewarnaan Ziehl Neelsen positif. Kombinasi
pemeriksaan mikroskopis dan FASTPlaqueTBTM terbukti mampu meningkatkan sensitivitas.
FASTPlaqueTBTM merupakan metode yang cukup mudah dikerjakan.Selain itumetodeini
memberikan keamanan yang lebih baik bagi petugaslaboratorium karenamenggunakan
Mycobacterium smegmatis yang tidak bersifat patogen. Replikasi fagajugaakan
menyebabkan lisisbakteri, sehingga bakteri tidak lagi bersifat infeksius.Hasilnyadapat
diperoleh dalam waktu 2x24 jam. Di samping beberapa kelebihan tersebut, uji
FASTPlaqueTBTM
memiliki
beberapakelemahan
antaralain
tidak
spesifik
untukMycobacterium tuberculosis, memiliki risiko kontaminasi yangtinggi,dan interpretasi
hasil dipengaruhi oleh subyektivitas pembaca terutama dalam membedakan hasil negatif
dan positif lengkap.
diambil dari beberapatempat pelayanan kesehatan di Jakarta. Selain itu, penelitian ini tidak
melakukan identifikasi hingga spesiesbakteri.
DAFTAR PUSTAKA
/puspasca.ugm.ac.id. 2003.
3. Sub Direktorat TB Departemen Kesehatan RI dan World Health Organization (WHO). Hari
TBSedunia: Lembar Fakta Tuberkulosis. www.t bcindonesia.or.id. 2008.
4. Muzaffar R, Batool S, AzisA, Naqvi A, Rizvi A. Evaluation of t he FASTPLAQUETB Assay
for Direct Det ect i on of Mycobacterium tuberculosis in Sputum Specimens. Int J Tuberc
Lung Dis. 2002; 6(7): 635- 40.
6.
5
Tuberkulosis Indonesia, Vol.8
Jurnal
9.
Pai M, Kalant ri SP. Bact eriophage- based t est s for tuberculosis. Editorial. 2005;
23(3):149- 50.
10. Kalantri SP, Pai M, Pascopella L, Riley LW, Reingold AL. Bact eri ophage- based t est
s f or t he det ect i on of Mycobacterium tuberculosis in clinical specimens: a
systematic review and metaanalysis. BMCInfect Dis, 2005; 5(59).
13. Madiyono B, Moeslichan MS, Sastroasmoro S, Budiman I, Harry PS. Perkiraan Besar
Sampel. Dalam : Sastroasmoro: Dasar-dasar Metodologi penelitian Klinis.Edisi ke-2.Jakarta
14. Fujiki A. Bacteriology examination to stop TB. Japan. The Research Institute of
Tuberculosis. 2001: p.16-18.
15. Lubasi D, Habeenzu C, Mitarai S. Evaluation of an Ogawa Mycobacterium culture
method modified for higher sensitivity employing concentrated samples. Tropical
Medicine and Health. 2004; 32(1): p.1-4.
16. Basil MV, Kumar S, Yadav J, Kumar N, Bose M. A simple met hod t o dif ferent i at e
bet ween Mycobact erium tuberculosis and Non-Tuberculous Mycobacteria directly on
clinical specimens. Southeast Asian JTrop Med Public Health. 2007; 38(1): 111-4.
18. Rusnoto, Rahmatullah P, Udiono A. Faktor- faktor yang berhubungan dengan Kejadian
TB paru pada usia dewasa (Studi kasus di balai pencegahan dan pengobatan Penyakit
paru pat i ). Undi p websi t e. 2006. Hal . 2. ht t p: / / eprint s.undip.ac.id/5283/.
19. Suharjana
BS,
Krist
iani,
Trisnantoro
L.
Pelaksanaan
Penemuan
PenderitaTuberkulosis di PuskesmasKabupaten Sleman.KMPKUniversitasGadjah
Mada. 2005. Hal. 5.ht t p:/
2009.
21. Kesehatan Masyarakat. Faktor-faktor risiko tuberkulosis(TB paru TBC). 2011.
htt p://www.kesmas.t k/2011/05/f akt or- f akt or- resiko- t uberkulosis- t b.ht ml.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
tersebut sedang menghadapi masalah baik ringan maupun berat. Padasaat itu seseorang
akan mencari dukungan sosial dari orang-orang di sekitarnya, sehinggadirinya
merasadihargai, diperhatikan dan dicintai.
Demikian halnya dengan penderita penyakit kronis seperti TBparu perlu mendapat
dukungan sosial lebih,karena dengan dukungan dari orang- orang tersebut secara tidak
langsung dapat menurunkan beban psikologissehubungan dengan penyakit yang
dideritanyayang pada akhirnyaakan meningkatkan ketahanan tubuh sehinggakondisi fisik
tidak
semakin menurun. Dukungan sosial penting untuk menderita penyakit kronik sebab
dukungan sosial dapat mempengaruhi tingkah laku individu, seperti penurunan rasa
cemas, tidak berdaya dan put us asa, yang pada akhi rnya dapat meningkatkan
status kesehatan. Meningkatnya st atus kesehat an berarti akan meningkat kan
kualitas hidup penderita. Dukungan keluarga dan masyarakat mempunyai andil
besar dalam meningkatkan kepatuhan pengobatan, dengan pengawasan dan
pemberian semangat terhadap penderita. Peran Pengawas Minum Obat (PMO)
tersebut dapat
berasal
dari
petugas kesehatan, masyarakat
atau
keluargapenderita.
Kualitas hidup merupakan salah satu kriteria utama untuk mengetahui intervensi
pelayanan kesehatan seperti morbiditas, mortalitas, fertilitas, dan kecacatan. Di negara
berkembang pada beberapa dekade terakhir ini insidensi penyakit kronismulai
menggantikandominasi penyakit infeksi di masyarakat. Sejumlah orang dapat hidup lebih
lama, namun dengan membawa beban penyakit menahun atau kecacatan, sehingga
kualitas hidup menjadi perhatian pelayanan kesehatan. Fenomenadi masyarakat
sekarang ini adalah masih ada anggota keluarga yang takut apalagi berdekatan dengan
seseorang yang disangka menderita TB paru, sehinggamuncul sikap berhati-hati
secaraberlebihan, misalnya mengasingkan penderit a, enggan mengajak berbicara, kalau
dekat dengan penderita akan segera menutup hidung dan sebagainya. Hal tersebut akan
sangat menyinggung perasaan penderita. Penderita akan tertekan dan merasa dikucilkan,
sehingga dapat berdampak pada kondisi psikologisnya dan akhirnya akan mempengaruhi
keberhasilan pengobatan. Hal ini berarti dukungan sosial yangsangat dibutuhkan tidak
didapatkannyasecaraoptimal.
7
Tuberkulosis Indonesia, Vol.8
Jurnal
penderita TB paru, BP4 juga sebagai tempat yang tepat unt uk mengembangkan
berbagai penel i t i an yang berhubungan dengan pengobatan penyakit tersebut. BP4 Unit
Minggiran adalah pusat administrasi dan angka penemuan kasus baru penderita TB paru
di BP4 tersebut paling tinggi dibandingkan BP4 unit lain di Yogyakarta. Pada periode
Januari sampai Desember 2003, sebesar 48%, penderita TB paru BTA(+) baru ditemukan
di Minggiran.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menget ahui hubungan antara dukungan sosial
dengan kualitas hidup penderitaTBparu, karakteristik penderitaTBparu, besarnya
dukungan sosial dan tingkat kualitas hidup penderita TB paru yang berobat di BP4
Yogyakarta Unit Minggiran serta besarnyakontribusi karakteristik responden
terhadapkualitas hidup penderita TB paru.
METODE PENELITIAN
1. Hasil Penelitian
2. Dukungan Sosial
Total skor dukungan sosial adalah jumlah orang pemberi dukungan dan
kepuasan responden atasdukungan sosial t ersebut . Sebanyak 18 orang (36%) mendapat
dukungan sosial dengan kategori tinggi. Untuk kategori sedangdan rendah masingmasingsebanyak 22 orang(44%) dan 10 orang (20%). Dukungan sosial yang diterima para
penderita pada umumnya diperoleh dari keluarga, sanak saudara dan tetangga.
3. Kualitas Hidup
Hasil analisis dengan korelasi Pearson ant ara karakteristik responden (umur,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan dan riwayat pengobatan) dengan
kualitashidup penderita TBparu. Didapatkan hasil analisis: variabel umur (r=0,468;
p<0,05), jenis kelamin (r=0,077; p=0,593), pendidikan (r=0,420; p<0,05), pekerjaan
(r=0,141; p=0,330), riwayat pengobatan (r=0,017; p=0,906). Dari analisis tersebut diket
ahui bahwa variabel umur dan pendidikan mempunyai nilai koefisien korelasi sedang,
masing- masing sebesar (r=0,468 dan r=0,420), dengan tingkat kemaknaan p<0,05. Hal
ini menunjukkan ada hubungan bermakna antara umur dan pendidikan dengan
kualitashidup.Sedangkan variabel lainnyayaitu jeniskelamin, pekerjaan dan riwayat
pengobatan tidak menunjukkan hubungan bermakna dengan kualitashidup.
PEMBAHASAN
Frekuensi penderita TBparu yang menjalani program pengobatan rawat jalan di BP4
Yogyakarta Unit Minggiran terbanyak adalah usiaproduktif, antara2130 tahun, sebesar
52%. Insidens tertinggi TB paru biasanya mengenai usia dewasa muda, antara 1544
tahun. Sekitar 95% penderita TB paru berada di negara berkembang, dimana 75%
diantaranyaadalah usiaproduktif.
tentu
individu
tersebut
mempunyai
kesadaran
lebih
baik tentang
penyakitnyadibanding merekayangberpendidikan lebih rendah. Hal ini berbeda dengan
hasil penelitian Studi Kasus Hasil Pengobatan TB paru di 10 Puskesmas di DKI Jakarta
19961999 yang menyatakan bahwa rendahnya t i ngkat pendi di kan akan menyebabkan
rendahnya pengetahuan dalam hal menjagakebersihan dan kesehatan lingkungan yang
tercermin dari perilaku sebagian besar penderita yang masih membuang dahak serta
meludah sembarang tempat.
Hasil pengukuran dukungan sosial dalam penelitian ini diperoleh 44% dari
keseluruhan responden mendapatkan dukungan sosial tingkat sedang. Hal ini berarti
penderita TBparu yang menjadi responden dalam penelitian ini cukup mendapatkan
dukungan sosial dari orang-orang di sekitar penderita. Dukungan sosial pentinguntuk
penderitapenyakit kroni s, sebab dengan dukungan t ersebut akan mempengaruhi perilaku
individu, seperti penurunan rasa
9
Tuberkulosis Indonesia, Vol.8
Jurnal
cemas, rasa tidak berdaya dan putus asa sehingga pada akhirnyadapat
meningkatkan statuskesehatan penderita.
Kualitas hidup penderita TBparu yang berobat jalan di BP4 Yogyakarta terkait
kehidupan sehari- hari pada satu minggu terakhir adalah baik. Sebesar 80% responden
menyatakan mereka dapat makan, mencuci, berpakaian sendiri, naik kendaraan umum
tanpa bantuan orang lain. Kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari, seperti
mengurusdiri sendiri sertadapat berfungsi sosial merupakan salah satu komponen dalam
kualitashidup terkait kapasitas fungsional.
Kualitas hidup penderita TBparu yang berobat jalan di BP4 Yogyakarta terkait
kesehatan pada satu minggu terakhir adalah baik. Sebanyak 25 orang (50%) responden
merasa sehat pada sebagian besar waktu. Penderita yang merasatidak sehat sebanyak 4
orang (8%) lebih disebabkan oleh karena nyeri dada, batuk menetap dan merasa lelah.
Batuk disertai dahak, sakit pada dinding dada, terjadi penurunan berat badan, demam
dan berkeringat, hilangnya nafsu makan, napaspendek serta sering flu.
Kualitas hidup penderita TBparu yang berobat jalan di BP4 Yogyakarta terkait
dukungan dari keluarga dan t eman- t eman di peroleh sebanyak 43 orang (86%)
menyatakan mempunyai hubungan baik dengan orang lain dan memperoleh dukungan kuat
dari angggotakeluargaatau dari teman. Penderitayang kurang mendapat dukungan dari
keluargamaupun temannyalebih disebabkan karenapenyakit yang dideritanya. Mereka telah
menyadari bahwa TB paru mudah sekali menular, sehinggasebagian merasa lebih baik
mengurangi kontak dengan orang lain. Ada juga dimana orang-orang sekitar penderita
sengaja membatasi kontak dengan penderit a, karena takut tertular. Sebaliknya,
dukungan yang kuat pada penderita terutama dari pihak keluarga akan sangat membantu
proses penyembuhan penyakit TBparu.Misalnyaterkait dengan kepatuhan minum obat yang
berlangsung selama6 bulan. Dukungan keluarga dan masyarakat mempunyai andil besar
dalammeningkatkan kepatuhan pengobatan, dengan adanya pengawasan dalam
minumobat sertaterkait pemberiansemangat padapenderita.
Pada penelitian ini diketahui bahwa ada hubungan yang sangat bermakna antara
dukungan sosial dengan kualitas hidup (r=0,675; p<0,01). Arah korelasi positif
menunjukkan bahwa semakin besar dukungan sosial maka kualitashidupnya akan semakin
meningkat. Hasil ini sesuai dengan teori mengenai pengaruh dukungan sosial, salah
satunya adalah pengaruh tak langsung bahwa dukungan sosial dapat berpengaruh
padastresyang dihadapi individu, dengan penerimaan sosial yang dapat mempengaruhi
self esteem. Self esteem ini akan berpengaruh pada kesehatan jiwaseseorang.
Hasil analisis multipel regresi antara umur dengan kualitas hidup didapatkan nilai
sebesar (=0,519; p<0,05). Hal ini berarti umur memberikan kontribusi bermakna
terhadap kualitas hidup penderita TB paru. Pada umumnya kualitashidup akan menurun
seiring dengan meningkatnya umur.
Pada penelitian ini diketahui jenis kelamin tidak memberikan kontribusi terhadap
kualitashidup dengan nilai (=0,260; p=0,735). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
mengenai Kualitas Hidup Penderita Gagal Ginjal Terminal Yang Menjalani Hemodialisis
Kronikdi RSUP dr. Sardjito Yogyakartayang menyatakan bahwajeniskelamin ternyata tidak
berpengaruh terhadap kualitashidup penderitagagal ginjal terminal (GGT) yang menjalani
hemodialisis kronik. Disebutkan pula bahwalaki-laki mempunyai kualitashidup lebih jelek
dibandingkan perempuan.
10
Pada penelit ian ini diketahui bahwa t idak ada hubungan antara riwayat
pengobatan dengan kualitashidup penderita TB paru, didapatkan nilai (=6,25, p=0,417).
Riwayat pengobatan pada penelitian ini terkait dengan ketaatan berobat penderita,
sehubungan dengan program pengobatan gratis dari pemerintah dengan harapan untuk
menekan angka drop out pengobatan serendah mungkin.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Bahar, A., Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta : Hal : 715
719. 1990.
Brehm, S., Kassin, S., Social Psycology. New Jerset : Houghton Mifflin.
Princetor. 1990.
Crofton, J., Horne, N., Miller, F., Clinical Tuberculosis. 2nd Ed. London : The
Macmillan Press Ltd. 1999.
Faisal,
A.,
Penampilan
Kelainan
Radiologik
Pada
Koch
PulmonumOrangDewasa.MajalahRadiologi IndonesiaTahun ke-2, No 2 : 3135. 1991.
Handayani, S., Respon Imunitas Seluler pada Infeksi TB Paru. Cermin Dunia
Kedokteran. No. 137 : 33 36. 2002.
Kuntjoro, Z.S., Dukungan Sosial pada Lansia, Online : 5 Oktober 2003: Available
from : ht t p://www.e- psikologi.com/ lain-lain/zainuddin.htm.2002
Notoatmodjo, S., Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT. Rineka Cipta : Jakarta. 1996.
Sugiyono., Statistik untuk Penelitian. Bandung : CV. Alfabeta. 1999.
Smeltzer, Suzanne C., Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner &
Suddarth / editor. Ed 8. Vol 1. Jakarta : EGC. 2001.
Prasetyo, I.E., Tinjauan Kasus Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Terminal
dengan Peritoneal Dialisa di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta. KTI FKL UGM. 2003.
WHO. TuberculosisControl. New Delhi, WHORegional For South East Asia. 1993.
Woerjandari, A., Manajemen Pengobat an Penderit a Tuberkulosis Paru Dengan
Sistem DOTS Di Puskesmas dan BP4 Kota Yogyakarta. Tesis Program Pasca Sarjana
UGM. Yogyakarta. 2001.
11
Tuberkulosis Indonesia, Vol.8
Jurnal
RAPID TB TEST
Apri Lyanda
DiagnosisTBparu
yangdigunakansaat ini secararutin dilaboratorium termasuk
rumah sakit dan puskesmasadalah diagnosis bakteriologis dengan teknik mikroskopis
bakteri tahan asam (BTA). Kasus-kasus tertentu dilakukan kultur untuk konfirmasi
diagnosis,teknik kultur memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi. Kendalanya selain
memerlukan waktu yang lama, lebih dari 1minggu untuk memperoleh hasil juga diperlukan
fasilitas laboratorium khusus untuk kultur M.tuberculosis(M. tb) yang terjamin
keamanannya. Teknik mikroskopisBTAdapat dilakukan dalam waktu relatif cepat tetapi
sensitivitasdan spesifitasteknik ini lebih rendah dibanding dengan teknik kultur.2
berpendirian TB adalah penyakit menular. Selama 15 abad kedua paham ini dianut
berbagai ahli kedokteran. Villamin (1827-1892) pertama kali membuktikan secara ilmiah TB
adalah penyakit menular t et api penyebabnya belum diketahui. Robert Koch pada t
anggal 24 Maret 1882 menemukan basil TBdan semuapihak menerima TBadalah penyakit
menular. Laennec t ahun 1819 menemukan stetoskop menjadikan pemeriksaan jasmani
hal penting dalam diagnosis klinis TB, hampir 70 tahun sebelum penemuan Robert Koch.
Wilhelhm Rontgen tahun 1895 menemukan sinar-Xsehingga makin melengkapi diagnosis
TB. Von Pirquet tahun 1907 menunjukkan sarana diagnosis lain TB dengan uji tuberkulin.
Penemuan Von Pirquet ini disempurnakan oleh Mantoux dan tekniknya distandarkan
kemudian disebarluaskan, uji ini dikenal dengan nama Mantoux. Permulaan abad ke-20
semua sarana diagnosis TB sudah tersedia lengkap dan di pakai terus sehingga
sekarang. Penemuan sarana diagnosis baru untuk TB lebih ditekankan untuk diagnosis
yang lebih cepat dan dapat dilakukan sendiri oleh dokter tanpa perlu tenagaahli lain.
12
Pert umbuhan lambat bakt eri M.t b merupakan hambatan besar untuk
diagnosiscepat penyakit. Duadekade terakhir telah terdapat perkembanganmetodakultur
melalui penggunaan media baru dan sistem otomatisseperti Bactec 460TBbuatan pabrik
Becton Dickinson Diagnostics, Sparks Amerika, MB/BacT ALERTdi buat ol eh bi oMri
eux, MarcylEtoile, Perancis, MGIT 960 diproduksi oleh Becton Dickinson
DiagnosticsdanVersaTREKproduksi TrekDiagnostic System, Westlake, Amerika.Semua
pemeriksaan tersebut masih membut uhkan waktu beberapa minggu unt uk mendapatkan
konfirmasi laboratorium final dan bahkan waktu yang lebih lama lagi untuk identifikasi
fenotipe kuman.4,7 Berbagai metoda baru telah dikembangkan saat iniuntuk diagnosis cepat
TB aktif dengan teknik terbaik sepertigenotipeatau molekuler.7,8 Beberapametodadiagnosis
cepat tersebut akan dibahas pada tinjauan pustaka ini. Contoh uji kultur dapat dilihat pada
gambar 1 dibawah ini.
Metoda kromatografi
Metoda Fagotipik
M. smegmatis.13-15
Metoda Genotipe
13
Tuberkulosis Indonesia, Vol.8
Jurnal
amino nukleat (NAA). Teknik ini memiliki beberapa keunt ungan sepert i wakt u
kembali yang cepat dan kemungkinan untuk automatisasi. Beberapakerugian mucul saat
pengaplikasian metodaini secaralangsung padasediaan klinis,yaitu masalahdengan
inhibitor,sensitifitaspadasampel apus negatif dan ekstraksi DNA.17,18
Manfaat klinis metoda ini telah dibahas secara luas dan bukti kuat tetapi
implementasinyabelum tercapai. Hal ini diakibatkan variasi teknik yang tersedia sangat
luas dan kurangnyastandarisasi antarapenelitian satu dengan lainnya menggunakan kultur
sebagai baku emasyang secarateoritis memiliki sensitifitasyangrendah dibandingkan uji
amplifikasi NAA. Selain itu, kurangnya penilaian aspek klinis pada kebanyakan penelitian
telah mengakibatkan beberapa kebingungan mengenai bagaimana, pada siapa dan kapan
menggunakan teknologi ini. Meskipun demikian, penemuan terbaru tentang penggunaan uji
NAA untuk mendiagnosa tuberkulosismenyatakan bahwa:
a) metodaini dapat secaracepat mendeteksi keberadaan
M.tb pada 5085% sediaaan BTA apus negatif dan kultur positif
b) nilai prediktif positif padaspesimen BTAapuspositif
lebih tinggi (>95%)
c) secara umum, met oda mol ekul er i ni dapat mendiagnosisTB beberapa minggu
lebi h awal dibandingkan kultur pada 8090% pasien dengan kecurigaan TB yang
tinggi.19,20
Uji NAA memiliki variasi luas dalam metoda non komersial dengan pemeriksaan
ekstraksi asam nukleat dan amplifikasi polymerase chain reaction(PCR) dari berbagai
target genetik seperti IS6110, rpoB, hsp65, 16SrDNA atau MBP64. Meskipun uji
amplifikasi non- komersial telah berkembang pada beberapa t ahun t erakhi r yang
direkomendasikan adalah menggunakan uji komersial yang memiliki level standarisasi dan
reprodusibilitas yang lebih baik.20Semua met oda NAA membut uhkan anal i si s
postamplifikasi yanglebihjauhdengan observasi elektroforesis fragmen teramplifikasi atau
hibridisasi, rest riksi at au sekuensing.18,20Unt uk diagnosis TBmetoda yang paling
berkembang dan paling dikomersialkan didasarkan padauji
hibridisasi(Tabel 1).
Uji amplifikasiM. tbbuatan RocheDiagnostic System Inc., Basel Swiss adalah salah
satu alat uji diagnosis cepat tertuaberdasarkan PCRstandar. Uji ini adalah uji DNAyang
mengamplifikasi segmen spesifik gen RNA16Sdilanjutkan dengan hibridisasi dan deteksi
kolorimetrik.Metodaini dapat
Uji
Metoda
amplika
arget
Deteksi
Vol
samp
Wakt
u
P
I
r
2
1
r
I
1
1
Automati IAC
s
AmplifikasiM.tbuji
langung buatan pabrikGen-Probe Inc., San Diego
Amerikamerupakan alat TMAmenggunakan met oda isot hermal cepat dengan suhu
420Cdengan amplifikasi rRNA 16S. Metoda ini bekerja dengan dasar transkriptase
terbalik
digunakan
untuk
menyalin
rRNA
menjadi
hibrid
cDNARNAsertametodachemiluminiscent untuk mendeteksi kompleks M. TBdengan penanda
DNA spesifik.Amplifikasi M.TBuji langungmerupakan uji pertama yang disetujui FDApada
tahun 1995, untuk sediaansaluran pernapasanapuspositif dan tahun2000 dengan
rekomendasi FDAdiperluashinggasampel apusnegatif.21 Saat ini terdapat bukti bahwa AMTD
menunjukkan spesifisitas tinggi (95 100%) dan sensitifitastinggi (91100%) untuk sampel
apus saluran napaspositif, meskipun sensitifitasini lebih rendah untuk sampel apus negatif
(6593%) dan ekstrapulmoner (63100%). Kerugian yang paling penting adalah kurangnya
kontrol amplifikasi int ernal (AIC) dan tidak t erdapat kemungkinan otomatisasi.20,21
14
hargaalat uji ini tidak kompetitif nilai jualnya. Alat uji ini di produksi oleh Abbot
laboratorium, Chicago Amerika.
Gambar 2.
Al at
di agnosi s
cepat genexpert
assay
Saat ini ada 2 perusahaan yang memproduksi alat uji
Teknik ini didasarkan pada amplifikasi berurutan berbagai target DNAdan deteksi
fluorimetrik.Uji ini memiliki sejumlah manfaat penting terutama kecepatannya dan
masalah kontaminasi silang yang lebih sedikit hal ini dikarenakan prosessetelah
ekstraksi DNAterjadi padatabung tunggal. Berbagai alat yang berdasarkan teknik RT-PCR
sudah banyak memproduksi seperti CobasTaqMan MTBtest buatan Roche Diagnostic
System dengan sensitifitas dan spesifisitasumum yangtinggi,terutamapadasampel saluran
napas. Diant ara berbagai al at yang t elah diprodusi menggunakan t eknik ini,
GeneXpert buatan Cepheid, SunnyvaleAmerikadan FINDDiagnostics, JenewaSwissbaru
saja diperkenalkan sebagai uji diagnostik RT- PCR semi kuantitatif yang
mengintegrasikan dan mengotomatisasi pengolahan sediaan dengan ekstraksi DNA dalam
catridge sekali pakai. Waktu hinggadidapatkannyahasil kurang dari 2 jam dan
hanyapelatihan minimal yang dibutuhkan untuk menggunakan uji ini. Penelitian
pendahuluan menyatakan sensitifitas dan spesifisitas yang baik pada sampel saluran
pernapasan.19,20 Meskipun dibutuhkan penelitian lebih jauh, WHO telah mendukung
penggunaan sistem ini sebagai uji diagnostik awal pada sediaan saluran pernapasan
pasien dengan kecurigaan klinistinggi memiliki TBatau seseorang dengan multidrug
resistant (MDR) TB(Gambar 2).21
Uji NAA lainnya untuk diagnosis cepat TB pada sediaan saluran napas adalah
GenoQuick MTB test buatan Hain Lifescience yang didasarkan pada PCR dan
hibridisasi lanjutan.21
Pemeriksaan uji cepat diagnosis M.tb dibandingkan dengan pemeriksaan yang rutin
dilakukan sekarang terlihat lebih mahal. Pemeriksaan dengan uji cepat diagnosis M.tb
jikadihitunglebihmendalamakan terlihat bahwamempunyai banyak keunt ungan dan hasil
akhirnya lebih murah. Penelit ian yang dilakukan WHO di beberapa negara
berkembangmempunyai kesimpulan dapat menghemat lebih banyak biaya dan waktu
dibanding caralama.20,21 Sosialisasi pembiayaan yang lebih murah ini terusdilakukan oleh
WHO unt uk memcepat diagnosis M.t b maupun MDR- TB. Pembelianawal alat uji
merupakanbiayatermahal yangharus dikeluarkan, contoh untuk pembelian alat GenExpert
dengan metoda PCR-RTdibutuhkan dana sekitar 3 milyar rupiah.21 Perbandingan
biayapemeriksaan dengan beberapametoda dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini.
15
Tuberkulosis Indonesia, Vol.8
Jurnal
Manual of Clinical Microbiology. 9th ed. Washington DC: ASM Press; 2007. p. 54372.
Metoda Uji
Biaya
Kesimpulan
Uji resisten
Uji resisten
Jost KC Jr, Dunbar DF, Barth SS, Headley VL, Elliott LB. Identification of
Mycobacterium tuberculosis and M. aviumcomplex directly from smear-positive
sputum
specimensandBACTEC12Bculturesby
high-performance
liquid
chromatography with fluorescencedetection and comput er- dri ven pat t ern
recogni t ion model s. J
$)
MOD
MGIT
BACT
LJ
Micro
MAB
PCR-
BTA
sputum
Dikuti
(US
0,7
7,0
1,7
35,0
2,5
0,1
0,2
1,2
0,9
0,1
obat
12,7
1,6
1,6
5,6
4
6.
obat
1,80
63,03
23,00
1,57
2,92
7.
6,87
8.
Daftar Pustaka
ClinMicrobiol. 1995;33:1270-7.
9. Cha D, Cheng D, Liu M, Zeng Z, Hu X, Guan W. Analysis of fatty acids in sputum from
patients with pulmonary t ubercul osi s usi ng gas chromat ography- mass
spectrometry preceded by solid-phase microextraction and postderivatization on the
fiber. J Chromatogr A. 2009;1216:1450- 7.
10. Kaal E, Kolk AH, Kuijper S, Janssen HG. A fast method for the identification of
Mycobacterium tuberculosisin sputum and cult ures based on t hermally assisted
hydrol ysi s and met hylat i on f ol l owed by gas chromatography-mass
spectrometry. J Chromatogr A. 2009;1216:6319- 25.
11. Park MY, Kim YJ, Hwang SH, Kim HH, Lee EY, Jeong SH, et al. Evaluation of an
immunochromatographic assay kit for rapid identification of Mycobacterium
tuberculosis complex inclinical isolates.JClinMicrobiol.2009;47:481-4.
12. Jacobs WRJ, Barletta RG, Udani R, Chan J, Kalkut G, SosneG, et al. Rapid
assessment of drug susceptibilities of Mycobacterium tuberculosis by means of
luciferase reporter phages. Science. 1993;260:819- 22.
13. Alcaide F, Gal N, Domnguez J, Berlanga P, Blanco S, Orus P, et al. Usefulness of
a new mycobacteriophage- based technique for rapid diagnosis of pulmonary
tuberculosis. J ClinMicrobiol. 2003;41:2867- 71.
16
14. Kalantri S, Pai M, Pascopella L, Riley L, Reingold A. Bact eriophage- based t est
s for t he det ect ion of Mycobacterium tuberculosis in clinical specimens: a
systematic review and meta- analysis. BMC Infect Dis. 2005;5:59.
Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8
performance.
J
ClinMicrobiol. 2006;44:2015.
16.
McNerney
R,
Kambashi BS, Kinkese J,
Tembwe
R,
GodfreyFaussett P. Development
of a bacteriophage phage
replication
assay
for
diagnosis of pulmonary
tuberculosis.
JClinMicrobiol.
2004;42:2115- 20.
17. AlcaideF. New methodsfor
mycobacteriaidentification.
EnfermInfeccMicrobiolClin.
2006;24Suppl 1:53-7.
18.Domnguez J, Blanco S,
Lacota A, Garca-Sierra N, Prat
C, Ausina V. Ut il it y of molecul ar bi ology in t he
microbiological diagnosis of
mycobacterial infections.
EnfermInfectMicrobiolClin.
2008;26Suppl 9:33-41.
19. Palomino
JC.
Nonconventional and new
methodsin the diagnosisof
tuberculosis: feasibility and
applicability in the field.
EurRespir. 2005;26:339- 50.
20. DinnesJ, DeeksJ, Kunst H,
Gibson
A,
CumminsE,
Waugh N, et
al. A
systematic review of rapid
diagnostic
tests
for
thedetectionof
tuberculosisinfection.
Health Technol Assess.
2007;11:1- 96.
21. PolominoJC.
Molecular
detection,identification
anddrug
resistance
detection in Mycobacterium
tuberculosis.
J
Med
Microbiol. 2009;56:103- 11.
17
Tuberkulosis Indonesia, Vol.8
Jurnal
MEROKOK
Asaprokok mengandunglebih dari 4.500 bahan kimia yang memiliki berbagai efek
racun, mut agenik dan karsinogenik.Isi dan konsentrasi bahan kimiadapat bervariasi dalam
merek rokok yang berbeda. Asap rokok menghasilkan berbagai komponen baik di
kompartemen seluler dan ekstraseluler, mulai dari partikel yang larut dalam air dan gas.
Zat- zat yang mempunyai efek merugikan adalah nikotin, tar, amonia, karbonmonoksida,
karbondioksida, f ormaldehi d, akrol ei n, aset on, benzopyrenes, hydroxyquinone, nitrogen
oksidadan kadmium. Banyak zat yang bersifat karsinogenik dan beracun terhadap sel
namun tar dan nikot in telah terbukti imunosupresif dengan mempengaruhi
responskekebalantubuhbawaan dari pejamu dan meningkatkan kerentanan terhadap
infeksi. Bahan farmakologik dalam tembakau yang menyebabkan adiksi adalah nikotin
yang merupakan partikel padat dan sangat mudahdiserapoleh selaput lendir hidung,mulut
danjaringan paru. Kriteria utama untuk menentukan ketergantungan obat adalah pengguna
obat yang selalu terdorong untuk menggunakan, terdapat efek psikoakt if dan t erbiasa
menggunakan obat tersebut. Semakin tinggi kadar tar dan nikotin efek terhadap sistem
imun juga bertambah besar.8
18
Dilaporkanbahwapenggunaantembakau
dengancara merokok lebih berbahaya
dibandingkan dengan cara lain dan perokok akt if lebih menimbulkan beragam penyakit
dibandingkan perokok pasif. Namun demikian perokok pasif secarasubstansial
jugaberkontribusi menimbulkanbermacam penyakit. Sekitar 1,1 miliar orang merokok di
seluruh dunia, lebih dari 80% berada di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Cina
memiliki produksi dan konsumsi tembakau terbesar di dunia. Di berbagai negarasekitar 49%
laki-laki dan 8%perempuan diatasusia15tahunmerokok,berbedadengan 37% pria dan 21%
perempuan yang berasal dari negara berpenghasilan tinggi. Lebih dari 60% perokok tinggal
di hanya10 negara, yaitu Cina, India, Indonesia, Rusia, Amerika Serikat,Jepang, Brasil,
Banglades, Jerman dan Turki. Konsumsi per orang dewasa perhari (jumlah rokok yang
dihisap perhari dibagi dengan populasi perokok dan bukan perokok) telah menurunlebihdari
50%dalam2-3dekadeterakhir di Amerika, Kanada, Perancis dan negara berpenghasilan
tinggi lain. Sebaliknya,prevalensmerokokpadalaki-laki meningkat tajam di negara-negara
dengan
penghasilan
rendah
dan
menengah
seperti
CinadanIndonesia.Peningkatanyangnyataterjadi
pada
laki-laki
usiamuda.Perbedaanantaraperempuan
danlaki-laki
berhubungandenganperbedaan
penggunaantembakau,dalam hal prevalenspenggunaan,durasi penggunaanyanglebihsingkat
ataufrekuensi penggunaanyanglebihrendah padaperempuan. Penelitian di Brasil
mendapatkanhasil terjadi penurunanyang nyataperokok padamasyarakat dengan
penghasilan rendah.1113
Secarakeseluruhan meskipun tingkat merokok telah menurun selamabertahuntahun, lebih dari seperlimaorang Amerikaadalah perokok. Padatahun 2004 sekitar 21%
orang dewasa, 22% merupakan siswasekolah. Akibatnyamerokok menjadi penyebab
kematian dini di Amerika. Setiap tahun sebanyak 438.000 orang Amerika diperkirakan
meninggal akibat merokok atau perokok pasif. Perkiraan biaya yang berhubungan dengan
merokok yaitu biaya medis dan kehilangan produktivitasmelebihi 167 milyar dollar
Amerika per tahun.8
TUBERKULOSIS
Tuberkulosis
adalah
penyakit
yang
disebabkan
oleh
infeksi
Mycobacteriumtuberculosiscomplex dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting di Indonesia. M.tuberculosisberbentuk batang, berukuran panjang 5 dan lebar 3 , tidak
membentuk spora dan termasuk bakteri aerob. Mycobacteriadapat diberi pewarnaan seperti
bakteri lainnya misalnya dengan pewarnaan Gram. Namun sekali diberi warna oleh
pewarnaan Gram, maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh
karena itu, maka mycobacteriadisebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Pada dinding sel
mycobacteria, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di bawahnya.
Struktur ini menurunkan permeabilit as dinding sel sehingga mengurangi ef ekt i vi t as t
erhadap ant i bi ot i k. Lipoarabinomannan suatu molekul lain dalam dinding sel
mycobacteria berperan dalam interaksi antara inang dan patogen menjadikan M.
tuberculosisdapat bertahan hidup di dalam makrofag.16
19
Tuberkulosis Indonesia, Vol.8
Jurnal
HIV mengalami TB aktif. Orang HIV-positif lebih mudah t eri nf eksi cenderung
resi st en t erhadap obat dan meningkatkan angka kematian. India menempati urutan
pertama penderita TB di dunia (1,6-2,4 juta) menyumbang sekitar seperlimadari seluruh
jumlah kasusdi duniadengan angkakematian sebesar 17,6% dan 3,5% dari total kematian
di India. Urutan berikutnya adalah China (1,1-1,5 juta), Afrika selatan (0,4- 0,59 juta),
Nigeria (0,37- 0,55 juta) dan Indonesia (0.35-0.52 juta). Di Amerika dilaporkan terjadi
penurunan yang bermakna, padatahun 1945 dilaporkan 73/
dan pada tahun 2009 didapatkan 3,8/100.000 populasi. Di Ni geria dilaporkan kej
adian TB sebesar 14,4% dan diperkirakan 380.000 (9293/100.000 populasi) kasusTBbaru
set i ap t ahun j auh l ebi h besar dari st andar yang direkomendasikan WHOyaitu
sebesar 3%.3,16-18
TB adalah demam, malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun. Pada
TBparu, kelainan yang didapat tergantungluaskelainan struktur paru.Padapermulaan(awal)
perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan
paru padaumumnyaterletak di daerah lobussuperior terutamadaerah apeksdan segmen
posterior (S1 dan S2), sertadaerah apekslobusinferior (S6). Padapemeriksaan jasmani
dapat ditemukan antaralain suara napasbronkial, amforik, suaranapasmelemah, ronki
basah,
Rokok
telah menunjukkandampak yang luasterhadap mekanismekekebalan
inangnya. Terdapat banyak penelitian kontroversi karena perbedaan dalam hal riwayat
merokok, kerentanan genetik, sosial ekonomi, olah raga, nutrisi, kelembaban udara dan
pekerjaan yang dapat memodifikasi penyakit. Epitel pernapasan merupakan pertahanan
pertama melawan agen lingkungan yang merugikan dan melindungi dengan cara menyapu
partikel keluar dalam lapisan mukus, memfagositosisjugamerekrut sel imun lain. Merokok
secara langsungmembahayakan integritasbarier fisik, meningkatkan permeabilitasepitel
pernapasan dan mengganggu bersihan mukosilier. Pajanan asap rokok akut
mengakibatkan supresi epitel pernapasan dan secara kronik dapat mengakibatkan
inflamasi dan kerusakan sehinggamenyebabkan perubahan bentuk sel epitel.1,19
Di paru asap rokok memiliki efek baik proinflamasi dan imunosupresif padasistem
kekebalan tubuh. Makrofag mempunyai peran yang strategis di alveolar. Makrofag alveolar
mempunyai peran kunci dalam merusak dan mengeliminasi agen mikrobial padasaat awal
bilaadainfeksi. Rokok meningkatkan jumlah makrofag alveolar juga sel epitelial dan
mengaktivasinya untuk menghasilkan mediator proinflamasi mikro sirkulasi paru, Reactive
Oxygen Species (ROS) dan enzim proteolitik dengan demikian memberikan mekanisme
seluler
yang
menghubungkan
rokok
dengan
inflamasi
dan
kerusakan
jaringan.Serupadengan ini merokok berpengaruh terhadap kemampuan makrofagalveolar
untuk memfagositosis bakteri dan sel apoptosis. Pada saat yang sama, rokok juga
mengganggu mekanisme pertahanan alamiahyangdimediasi olehmakrofag, sel epitel, sel
dendritik (DCs), dan sel natural killer (NK) sehingga meningkatkan risiko, keparahan dan
durasi infeksi. Pengaruh rokok dalam hubungannyadengan peningkatan penyakit
hinggmenjadi lebih berat ditandai dengangangguan kemampuan makrofag untuk
membunuh bakteri atau virus, hilangnyakemampuan untuk membersihkan sel-sel mati,
degradasi dan modifikasi secarakimiawi dari matriksekstraseluler, peningkatan retensi sel
TCD8 dan induksi Interleukin-17 (IL-17) sebagai efektor sekresi sel T. Setelah pajanan
rokok jangka panjang, daerah
20
agregasi limfosit dengan sel Tdan sel Bbisa terbentuk pada sisi tersebut,
membantu produksi antibodi patogen dan menyebabkan penyakit autoimun. Hilangnya
pertahanan mukosadapat mengakibatkan kolonisasi bakteri seperti yang terjadi pada 30%
perokok jangka panjang dengan PPOK.19
Bukti menunjukkan bahwa sel NK memiliki peran dalam pertahanan bawaan dalam
melawan agen mikrobial dan prot eksi ant i t umor. Hal i ni di lakukan dengan
sitotoksisitaslangsungyang mencetuskan apoptosis,sitokin pro inflamasi dan pelepasan
kemokin. Beberapa studi menunjukkan pada perokok dapat menurunkan jumlah dan
aktivasinya berkurang pada perokok dibandingkan bukan perokok. Pajanan asap rokok
melemahkan aktivitassitotoksik danproduksi sitokin sel NKpada manusiadan tikus, dengan
demikian hubungan defek sel NKmenyebabkan peningkatan risiko infeksi dan kanker. Pada
paru sel dendritik (DCs) merupakan sel antigen paling poten dan sangat diperlukan
untukinisiasi sel Tdandidugamemiliki kerentanan yangtinggi terhadap rokok karena
posisinyadidalamlumen dan berada langsung dibawah epitel paru. Studi klinis
menunjukkan bahwajumlah DCsberkurangpadasebagian besar jalan napas pasien ppok
yangmerokok.Setelah berhenti merokok jumlah DCsmakinmeningkat dan serupadengan
kontrol orangsehat yang tidak merokok.Studi pada hewan coba dilaporkan terdapatnya
penurunan jumlah DCs tergantung pada tipe sist em pajanan rokok. Proses otoimun
berperan pada timbulnya penyakit yang berhubungan dengan rokok. Merokok juga dapat
menurunkan level semua kelas imunoglobulin kecuali Ig E. Pada studi dengan hewan coba
didapatkan respons antibodi terhadap berbagai antigen berkurang secaranyata akibat
pajanan kronik asap rokok.19
Hubungan antara merokok dan TB pertama kali dil aporkan pada t ahun
1918.Mekanisme past i yang menghubungkan merokok dengan TB tidak sepenuhnya
dipahami,namun
adabanyak
bukti
menurunnyapertahanan
saluran
napasberpengaruh padakerentanan terhadapinfeksi TB pada perokok. Trakea, bronkus dan
bronkiolus yang membentuk saluran udara yang memasok udara ke paru memberikan
garis pertahanan pertama dengan mencegah kuman TB untuk mencapai alveoli. Merokok
terbukti dapat mengganggu bersihan mukosilier. Makrofag alveolar paru yangmerupakan
pertahanan utamaterjadi penurunan fungsi fagositosis dan membunuh kuman pada
individu yang merokok, seperti dilaporkan pada diabetes, merokok telah ditemukan
berhubungan dengan penurunan tingkat sitokin proinflamasi yang dikeluarkan. Sitokinsitokin ini sangat penting untuk responsawal pertahanan lokal untuk infeksi kuman
termasuk TB. Dalam berbagai studi menunjukkan bahwa jumlah dan durasi merokok aktif
berpengaruh terhadap risiko infeksi TB sedangkan pada perokok pasif berhubungan
dengan peningkatan kejadian TB pada anak dan usia muda.4,20,21
Di Amerika ada sejumlah kesulitan dalam menilai merokok sebagai faktor risiko
untuk infeksi TB. Di antara yang paling penting adalah prevalensrendah infeksi TBpada
populasi umum dan tingkat merokok telah menurun. Di Amerika merokok menjadi
semakin terkonsentrasi pada populasi dengan sosial ekonomi rendah yang mengarah pada
faktor risikolain untuk TBseperti HIV, tunawisma,peminum alkohol, dan heterogenitas
antar kelompok risiko TB. Saat ini lebih dari 50% pasien TBdi Amerikaberasal dari beragam
negaradalam berbagai tahap epidemi tembakau dan faktor- faktor risiko untuk TBberbeda
antara penduduk pendatang dan penduduk asli kelahiran Amerika. Studi yang dilakukan t
erhadap penduduk asli dan pendat ang di Aust ralia menunjukkan bahwa angka kejadian
TB cenderung lebih tinggi pada penduduk pribumi, hal ini berhubungan dengan sosial
ekonomi, standar pelayanan kesehatan, dan kebiasaan merokok yang tinggi.9,25
21
Tuberkulosis Indonesia, Vol.8
Jurnal
penelitian tersebut memiliki berbagai keterbatasan seperti desain kasus control atau
potong lintang ukuran sampel kecil, dan kekurangan dalam data sosial ekonomi, alkohol,
infeksi HIV dan fakt or yang berpengaruh lainnya. Di HongKong merokok dan TB
merupakan dua kondisi yang umum dijumpai. Prevalens merokok jauh lebih tinggi pada
laki- laki dari pada perempuan. Lebih dari 20% laki-laki dewasa adalah perokok aktif dan
kejadian TB sebesar 100 per 100.000 penduduk pertahun dan banyak terjadi pada laki-laki
dengan usiadiatas65 tahun. Merokok berhubungan dengan peningkatan kerentanan
terhadap influenza dan TB. St udi dengan hewan coba t ikus yang mendapat kan
pajananM. TB secara aerosol, didapatkan bahwa produksi int erferon (IFN )oleh sel T
akan menurun dengan penurunan faktor transkripsi yang mengatur ekspresi IFN pada
tikus yang diberi pajanan asap rokok. St udi ini memberikan demonstrasi
pertamabahwapajanan asaprokok secara langsung menghambatr esponsselTuntuk M. TB
dan virus influenza pada fisiologi hewan coba sehingga meningkatkan kerentanan
terhadap kedua patogen.26,27
Perokok memiliki angka kematian akibat TB sangat tinggi, sebanyak sembilan kali
lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah merokok, tapi begitu
merekaberhenti,
risikoberkurangsecarasubstansial
danmirip
denganmerekayangtidakpernah merokok. Berhenti merokok memiliki manfaat bagi perokok
jauh melampaui mengurangi risiko TB, tetapi pengendalian tembakau yang baik dapat
mempengaruhi tingkat kematian TBdan mengurangi beban kesehatan masyarakat dan
dengan berhenti merokok bisa mengurangi hampir sepertigadari kematian akibat TB.Risiko
TBdapat dikurangi dengan hampir duapertiga jikaseseorang berhenti merokok adalah bukti
kuat dalam peran penting dari merokok dalam penanggulangan TB. Seperti merokok
bertanggung jawab untuk lebih dari sepertiga kematian akibat TB di Taiwan (37,7%).
Pengendalian penggunaan tembakau berhasil dalam mengurangi merokok baik dapat
mempengaruhi tingkat kematian TBdan mengurangi hampir sepertiga (30,7%) dari beban
kesehatan masyarakat yang telah lama mengganggu penduduk Taiwan. Ini dampak
kesehat an
yang
besar
pada
peningkat an
kesehat an masyarakat
terutamabiladiterapkankenegara-negaraseperti Cina, India yang memiliki prevalensi
merokok dan angka kejadian TBlebih tinggi. Berhenti merokok telah ditunjukkan untuk
mengurangi kejadian TB, sehingga perlu peningkatan pengetahuan dan penelitian tentang
manfaat dari berhenti merokok untuk mengurangi angka kematian. Dengan dua pertiga dari
laki-laki Cina merokok dan sekitar tiga juta
KESIMPULAN
1. Merokok dan TBmasih menjadi masalah kesehatan yang penting dinegaramaju dan
negaraberkembang.
2. Asap rokok memiliki efek baik pro- inflamasi dan imunosupresif padasistem imun
saluran pernapasan.
3. Merokok
meningkatkan
risiko
infeksi
Mycobacterium
tuberculosis,risikoperkembangan penyakit dan kematian pada penderita TB.
4. Berhenti merokok berperan dalam global tuberculosis control dan mengurangi kematian
pada penderita TB.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
22
Bates MN, Khalakdina A, PaI M, Chang L, Lessa F, Smith KR. Risk oft
uberculosis from exposure to tobacco smoke. Arch Intern Med. 2007;167:335- 42.
Zainul Z. Dark nights behind the white clouds-risk of tobacco smoking on human
health besides the oral health ang malignancy. Exceli Journal.2011;10:69-84.
World Health Organization. WHOreport on theGlobal tuberculosis control report.
(Online); 2011(cited 2011 November 17). Avai l abl e f rom: URL: ht t p//
www.whql i bdoc.who.i nt / publ i cat i ons/ 2011 / 9789241564380_eng.pdf.
Leung CC, Lam TH, Ho KS, Yew WW,Tam CM, Chan WM, et al. Passive smoking
and tuberculosis. Arch Intern Med. 2010;170:287- 92.
Aditama T.Y Youth tobacco Indonesian experience, Mumbai, India; Indonesia
smoking control foundation. 2009.
Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8
6.
Ross J, Ehrlich RI, Hnizdo E, White N, Churchyard GJ. Excess lung function decline
in gold miners following pulmonary tuberculosis. Thorax. 2010;65:1010-5.
7. PDPI. Berhenti merokok. Pedoman penatalaksanaan untuk dokter Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta 2011.p 4-12
8. Mehta1 H, Nazzal K, Sadikot1 R. Cigarette smoking and innateimmunity. Inflamm
ResJ. 2008;57:497503.
9. Giacomo M, Davidson PM, Penelope A. Abbott P, Davison P, Moore L, Thompson
S. Smoking cessation in indigenous populations of Australia, New Zealand,
Canada, andthe United States: Elements of effective interventions. Int. J. Environ.
Res. Public Health. 2011; 8: 388-410.
10. Mills EJ, Wu P, Spurden D, Ebbert J,Wilson K. Efficacy of pharmacot herapi es f
orshort - t erm smoki ng abstinance: A systematic review and meta- analysis.
Harm Reduction Journal. 2009; 6:25.
11. WHO. Global Tuberculosis control. WHO/HTM/TB/
2008.393.
Geneva:
World
Health
Organization;2008.
Availableonlineat
htt p://www.who.int /t b/publicat ions/
globalreport/2008/en/index.html(Accessed
September 9, 2011).
12. Peto R, Lopez A, Boreham J, Thun M. Mortality from smokingin developed
countries, 19502005. University of Oxford Clinical Trial Service Unit [online],
http:// www.ct su.ox.ac. uk/~tobacco (2009).
13. Salma K, Chiang C, Enarson DA, Hassmiller K, Fanning A,GuptaP, et
al.Tobaccoand tuberculosis: aqualitative systematic review and meta-analysis.
International Journal of Tuberculosis and Lung Disease.2007; 1049 61.
14. Wang J, Shen H. Review of cigarette smoking and tuberculosis in China: intervention
is needed for smoking cessation among tuberculosis patients. BMC Public Health.
2009; 9:292.
15. Bjartveit K, Tverdal A. Health consequencesof smoking 14 cigarettesper day.
Tobacco Control. 2005;14:315
20.
16. PDPI. Tuberkul osi s. Pedoman di agnosi s dan penatalaksanaan di Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Revisi pertama Juli 2011.Jakarta: 9-19
17. UdwadiaF, Finto L. Why stop Tb isuncompletewithout quit smoking. Indian J
ChestAllied Sci.2011;53;9- 10.
18. Amoran O, Osiyale O, Lawal K. Pattern of default among tuberculosis patients on
directly observed therapy in
State,
Nigeria.
Journal
of
23
Tuberkulosis Indonesia, Vol.8
Jurnal
Arief Riadi
juga menurun dari 15% (2003) menjadi 12,4% (2006), walaupun persentase kasusTBparu
dengan status HIV tidak diketahui meningkat dari 28,7% (2005) menjadi 31,7% (2006),
mungkin merefleksikan kesulitan pemeriksaan HIV atau ketidaklengkapan hasil
pemeriksaan HIV.2
Orang dengan LTBI diprediksi berubah menjadi TB paru aktif sebesar 12,9% per
1000 orang pertahun dari hasil observasi. Rata-rata progresif menjadi TB paru aktif pada
orangdengan infeksi HIVberkisar antara35162/1000orang/ t ahun observasi.2 Pada
daerah endemik TB t erdapat hubungan yang tinggi jumlah CD4 (cluster of differentiation)
dengan waktu perkembangan TB-HIV. Pada orang dengan HIVyangbekerjapadatempat
berisikotinggi seperti fasilitas kesehatan, unit terapi obat-obatan atau tempat tunawisma
dapat
meningkatkan
risikoterkena
TBparu.3
TBparu
menjadi
penyebabutamakematianpadaorangdewasayangterinfeksi HIV. Kematian akibat penyakit
ini pada beberapa negara meningkat sampai 50%, biasanya sekitar 2 bulan setelah
diagnosis TB ditegakkan. Keterlambatan dalam penegakan
Tiap tahun diperkirakan terjadi 239 kasus baru TB paru per 100.000 penduduk
dengan estimasi prevalens HIV diantara pasien TB paru sebesar 0,8% secara nasional
(berdasarkan laporan WHO2007). Survei yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Departemen Kesehatan (Litbangkes) 2003 menunjukkan bahwa pasien
dengan koinfeksi TB- HIV pada umumnya ditemukan di RS (Rumah Sakit) dan Rutan
(Rumah Tahanan) atau Lapas (LembagaPemasyarakatan) di beberapapropinsi ditemukan
TB paru sebagai infeksi oportunis utama pada pasien AIDS di RS. Saat ini belumadaangka
nasional yang menunjukkan gambaran HIV di antara pasien TB paru. Studi pertama
tentang sero prevalensi yang dilaksanakan di Yogyakarta menunjukkan angka 2%. Data
dari RSpropinsi di Jayapura menunjukkan pada triwulan pertama 2007, 13 diantara 40
pasien
TBternyatapositif
HIV.
Dataklinik
PPTI
(Perkumpulan
PemberantasanTuberkulosisIndonesia)di Jakartasejak2004 2007 menunjukkan prevalens
HIV pada pasien dugaan TB paru dengan faktor risiko antara 35% dan prevalenspada
pasien Tb paru antara 510% dengan kecenderungan meningkat setiap tahunnya.18
Human Immunodefi ciency Virus adalah virus sitoplastik dari famili Retroviridae.
Berdasarkan strukturnya HIV termasuk famili retrovirus yang merupakan virus RNA
(Ribonucleacid Acid) dengan berat molekul 9.7 kilobases (kb). VirusHIVpertamakali
diidentifikasi oleh Luc Montainer di Inst itut Past eur Paris t ahun 1983 disebut HIV- 1.
Karakteristik virus sepenuhnyadiketahui oleh Robert Gallo di Washington dan Jay Levy di
San Fransisco tahun 1984. Tahun 1986 HIV- 2 berhasil diisolasi dari pasien di Afrika
Barat.4
24
(Gambar 1).4
Gambar 1. Struktur HIV
CD4 adalah reseptor spesifik pada sel pejamu untuk terjadi infeksi HIVyang
mempunyai afinitastinggi tehadap
25
Tuberkulosis Indonesia, Vol.8
Jurnal
pneumocystispneumonia,tok
soplasmosisotak,
penyakit
sitomegalovirus, infeksi virus
herpes,
kandidiosis
pada
esofagus, trakea, bronkus,
paru, infeksi jamur seperti
histoplasmosis. Dapat juga
dit
emukan
keganasan
termasuk keganasan kelenjar
getah bening dan sarkoma
kaposi.
Derajat dan berat penyakit dit ent ukan sesuai ketentuan WHOmelalui stadium
klinik pada orang dewasa. DiagnosisAIDSdi Indonesia dibuat bila terdapat uji HIVpositif dan
sekurang-kurangnya didapatkan satu gejalamayor dan satu gejala minor (Tabel 1).4,5
Karakteristik
Gejala
1. Tahap pertama
Merupakan tahap infeksi akut. Pada tahap ini muncul gejala tapi tidak spesifik.
Tahap ini muncul 6 minggu pertamasetelah pajanan HIVberupademam, rasa letih, nyeri
otot dan sendi, nyeri menelan dan pembesaran kelenjar getah bening.
2. Tahap kedua
Merupakan tahap asimptomatis. Pada tahap ini gejala dan keluhan menghilang.
Tahap ini berlangsung selama 6 minggu sampai beberapa bulan atau tahun setelah
infeksi tetapi penderita masih normal.
3. Tahap ketiga
Mayor
Minor
DIAGNOSIS
Berat badan menurun lebih 70% dalamsatu bulan.
Diare kronik lebih dari satu bulan Demam lebih 1 bulan
Penurunan kesadaran dan gangguan saraf Enselopati HIV
perempuan
Retinitiskarena virussitomegalo
menurun tetapi tidak sampai 10%. Pada selaput mulut terjadi sariawan berulang,
infeksi bakteri pada saluran napasatas, namun penderita dapat melakukan aktifitas
meskipun terganggu. Penderita lebih banyak di tempat tidur.
4. Tahap keempat
Semua pasien yang didiagnosis HIV sebaiknya diperiksa LTBI. Seseorang dengan
hasil pemeriksaan LTBI menunjukkan negatif, infeksi HIVlanjut (CD4+ < 200 cell/
26
ART dan kadar CD4+ e 200 cell/ L. Pada umumnya uji rutin untuk LTBI direkomendasikan
untuk orang terinfeksi HIV yang termasuk kategori resiko tinggi untuk berulang atau
terpajan idividu dengan TB paru, orang dengan hidup dengan faktor risiko terinfeksi HIV,
pecandu aktif, atau memiliki faktor risiko sosial demografi untuk TB. Setiap pasien
dengan HIV dan uji LTBI positif seharusnya dilakukan foto toraks dan evaluasi klinik
untuk TB aktif.8
Diagnosis LTBI dapat dilakukan dengan satu atau dua pendekatan. Uji tuberkulin
dengan metode Uji Mantoux, dipertimbangkan positif pada pasien terinfeksi HIV dengan
indurasi e 5 mm yang timbul setelah 4872 jam setelah penyunt ikan secara int radermal
0,1 mL. Sekarang ini penggunaan met oda in vit ro dengan mendet eksi IFN- dilepaskan
untuk merespon M. tuberculosis-spesific peptides telah dikembangkan untuk mendiagnosis
LTBI.9
Test for LTBI (e.g., tuberculin test or interferon- release assay) in HIV-infected person
Negative
Posit ive
Pada
keadaan HIVdengan immunosupresi lanjut TST danIGRAsdapat
menunjukkanhasil negatif palsu.12 Frekuensi terjadinyanegatif palsu dan tidak dapat
digunakannyahasil IGRA meningkat
secara paralel
dengan
berlanjut nya
imunodefisiensi.13 Lesi fibrotik yangsesuai dengan TBkadang secara insidental ditemukan
pada gambaran foto toraks. Seseorang dengan lesi fibrotik seharusnya menjalankan uji
diagnosis LTBI dan dievaluasi untuk penyakit aktif. Pada keadaan yang telah diketahui
sebelumnya telah mendapat terapi TB secara adekuat, pemeriksaan dahak dan kultur
seharusnya diperiksa walaupun pasien tidak menunjukkan gejala. Pada pasien HIV dengan
CD4+ <200 cell/ L dengan lesi fibrotik yang sesuai dengan TB pada gambaran foto t oraks
dan t i dak ada ri wayat t erapi sebai knya dipertimbangkan infeksi TBdengan
mengabaikan hasil dari uji LTBI. Pada keadaan seperti ini disarankan diberikan terapi
empirik sambil menunggu hasil uji diagnosis lebih lanjut.14
No
Yes
Evaluate for active tuberculosis (obtain samples for AFB smear and culture)
ini tinggi dan sampel dari dahak tetap harus didapatkan. Hasil pengambilan dahak
3 hari lebih disarankan pagi hari dapat meningkatkan hasil dari hapusan dan kultur.
Lebih dari dari pasien HIVdengan penyakit TBparu menunjukkan hasil negatif
palsu.12
Serost at us HIV t idak mempengaruhi hasil dari
Retest for LTBI once ART started and CD4+ T- lymphocyte
Yes
No
pemeriksaan hapusan dahak dan kultur. Hasil positif lebih sering didapatkan
padapenyakit paru dengan kavitas. Hasil dari pemeriksaan hapusan dahak dan
kultur yang berasal dari spesimen ekstraparu lebih tinggi diantara pasien
imunodefisiensi lanjut dibandingkan dengan orang yangtidak terinfeksi.16 Uji Nucleic
acid amplication (NAA), jugadisebut Direct Amplification Test dapat langsung
diterapkan pada
Penelitian saat ini menyarankan bahwa Interferron Gamma Relation Assay (IGRA)
lebih konsisten dan tinggi spesifitasnya (9297%) dibandingkan dengan Tuberculin
Sensitiviti Ujit (TST) sebesar 5695%, hubungan korelasi yang baik akan menggantikan
pengukuran terpajannyaM. tb dan kurang terjadinya reaksi silang terhadap vaksin Bacillus
Calmette- Guerin (BCG) at au t erpajan nontuberculous mycobacteria lainnya
dibandingkan dengan TST.11,15
spesimen klinik seperti dahak dan sangat membantu dalam proses evaluasi pasien
dengan hasil hapusan dahak positif. Hasil positif NAApadahapusan dahak sangat
merefleksikan TB aktif. Pada orang dengan hasil dahak negat if atau penyakit ekstraparu
makapenggunaan
NAAharusdigunakan
dan
diinterpretasikan
sesuai
dengan
penyebabnya.9
Pada pasien dengan tanda TB ekstraparu, aspirasi jarum halusatau biopsi dari lesi
kulit, kelenjar limfe, cairan pleura dan perikardial harus dilakukan. Kultur darah dari
mikobakterium dapat membantu pasien dengan tanda penyebaran penyakit atau
perburukan imunodefisiensi. Hasil
27
Tuberkulosis Indonesia, Vol.8
Jurnal
positif dahak dari berbagai spesimen (dahak, aspirasi jarum halus, biopsi jaringan)
mewakili beberapa bentuk penyakit mikobakterium namun tidak selalu TB.16
Seriously III patient with cough 2-3 weeks and danger signsa
Referral to higher level
facility
CXR b
HIV+ or unknow f
AFB-negative
AFB
HIV testb
AFB-positived
AFB-negatived
1s
t
vi
HIV assessmentf
3r
d
vi
Response j
TB likely
No or partial response
Reassess for TB
CXRg
Sputum AFB and cultureg Clinical assessmentg
TB unlikely
CTPe
Response j
2n
d
vi
Individu yang terinfeksi HIVpada TB paru aktif sangat dipengaruhi oleh derajat
imunodefisiensi.6 Pada pasien terinfeksi HIV dengan CD4+ > 350 cell/ L gejala klinik TB sesuai dengan
pasien TB tanpa HIV.7 Gejala mayor terbatas pada paru dan biasanya gambaran foto toraks
lobus atas berupa gambaran infiltrat fibronodular dengan atau tanpa kavitas.8 Gejala
ekstraparu lebih sering timbul pada pasien HIV dibandingkan pada pasien yang tidak terinfeksi
HIV, walaupun manifestasi klinik antara pasien terinfeksi HIVdengan tidak terinfeksi HIV tidak
secara substantial berbeda. Pada HIV stadium lanjut gambaran fototorakspadapasien TBparu
berbedadibandingkan dengan pasien dengan derajat keparahan imunosupresi lebih
4t
h
vi
Diagram alur diagnosis pasien TB dengan HIV+ pada pasien rawat jalan
Pada pasien dengan sakit berat perlu segera dirujuk kepusat rujukan atau yang
memiliki fasilitaslebih lengkap. Apabilatindakan rujukan tidak dapat dilakukan segeramaka
pemberian antibiotik spektrum luas segera diberikan dan pemeriksaan dahak segera
dikerjakan. Apabila hasil pemeriksaan HIVnegatif, gejalaklinik HIVkurang nyatadan
apabiladaerah tersebut tidak termasuk kedalam prevalensi HIVyang tinggi makadilanjutkan
penegakan diagnosissesuai dengan pedoman yang berlaku. Apabila gejala klinik dan pasien
berasal dari wilayah dengan prevalensi HIV tinggi maka penegakan diagnosissesuai
algoritma (Gambar 4).19
rendah. Pada lobus bawah, lobus tengah, gambaran infiltrat milier lebih biasa dan
kavitas lebih jarang. Limfadenopati mediastinum juga dapat ditemukan. Walaupun dengan
gambaran foto toraks normal, pasien terinfeksi HIVdan TBparu dapat memberikan hasil dahak
yang positif dan hasil kultur.8
Peningkatan
derajat imunodefisiensi, TB ekstraparu (limfadenitis, pleuritis,
pericarditisdan meningitis) dengan atau tanpa keterlibatan paru ditemukan pada gejala mayor
dengan jumlah CD4+ < 200 cell/ L. Pada beberapa pasien TB dapat menjadi penyakit sistemik
yang berat dengan demam tinggi, progresif, dan sindoma sepsis. Penemuan histopatologi juga
dipengaruhi oleh derajat imunodefisiensi. Pasien dengan fungsi relatif imun terdapat tipikal
inflamasi granulomatosa yang diasosiasikan dengan penyakit TB. Pada pasien dengan
imunodefisiensi berat dan kadar mikobakterium yang tinggi, penyakit TB dapat menjadi subklinik
atau oligoasimptomatis.8
Gejalaklinik TBparu padapasien dengan HIVtergantung dari derajat imunosupresi
sebagai hasil dari infeksi HIV. Pasien
28
4.
dengan kadar CD4 > 200/mm3 lebih sering memberikan manifestasi TB paru
dibandingkan dengan ekstraparu. Pada pasien ini gambaran foto toraks akan
seperti pada orang dengan HIV negatif. Hasil pemeriksaan dahak lebih sering
memberikan hasil positif. Keadaan imunodefisensi yang semakin berat akan
membuat gejala ekstraparu semakin menjadi lebih sering (Tabel 2).8
Tabel 2. Gejala klinik pada pasien TB- HIV
Nasronudin.HIV& AIDS: Pendekatan biologi molekuler klinik dan sosial. Airlangga
University Press 2007; p.1-309.
Late
karakteristik
HIVInfection
Early HIVInfection
Foto toraks
Intratoraks limfadenopati
Lobus bawah Kavitas
Alergi tuberculin Pemeriksaan dahak Reaksi obat Kambuh setelah pengobatan
50:50
Sering seperti TB primer
Sering Sering
Jarang
Sering Jarang Sering Sering
80:20
Sering seperti TB post primer
Jarang Jarang
Sering
Jarang Sering Jarang Jarang
8.
KESIMPULAN
p.103-10.
10. Jasmer RM, Nahid P, Hopewell PC. Clinical practice. Latent tuberculosisinfection.NEngl
JMed2002; 347(23): p.1860-6.
11. MenziesD, Pai M, Comstock G. Meta-analysis: New ujitsfor the diagnosis of latent
tuberculosis infection: Areas of uncertainty and recommendations for research. Ann
Intern Med 2007; 146(5): p. 340- 54.
12. Mazurek GH, Jereb J, Lobue P. Guidelines for using the QuantiFERON- TB Gold ujit for
detecting Mycobacterium tuberculosisinfection, United Stauji. MMWRRecommRep
DAFTAR PUSTAKA
1.
29
Tuberkulosis Indonesia, Vol.8
Jurnal
TUBERKULOSIS NOSOKOMIAL
Tuberkul osis disebabkan oleh Mycobact eri um tuberculosis (M. tb) dan
menyerang organ pernapasan walaupun dapat mengenai organ lain.2 Sejak meluasnya
penyakit human immunodefi ciency virus (HIV) dan pertambahan kasus TB kebal obat
(MDR- TB), masalah TB yang sebelumnya telah teratasi kembali mencuat, sehingga
pengawasan dan pemberantasan penyakit ini menjadi bertambah rumit.3 Tinjauan
pustaka ini akan membahas mengenai TB nosokomial. Penularan TB nosokomial dapat
dicegah dengan caramenerapkan pengendalian infeksi yang efektif. Center for Disease
Control and Prevention (CDC) merekomendasikan tindakan pencegahan penularan berupa
pengontrolan
administratif,
teknik
dan
alat
pelindung pernapasan.
Tatalaksanapemberantasan TBdapat dilakukan dengan berbagai cara dan hal ini telah
berhasil dilakukan di beberapanegaramaju.4
PENULARAN TUBERKULOSIS
keluarkan oleh penderita sebagai sumber infeksi pada saat bicara atau batuk dan
menular ke orang lain saat terjadi kontak dan dapat bertahan di udara selama berjam- jam
bahkan beberapa hari sampai akhirnyaditiup angin. Infeksi t erjadi apabil a orang
menghirup percik renik yang mengandung M. tb. Gejala penyakit timbul beberapa saat
setelah infeksi dan padaumumnya respons imun terbentuk dalam 212 minggu setelah
infeksi.4,5
Penularan TB di rumah sakit berkaitan erat dengan kejadian luar biasa di daerah
tersebut.8 Terapi TB dapat diberikan dengan rawat jalan, tetapi terdapat kemungkinan
penderita memerlukan perawatan di rumah sakit akibat beratnya penyakit, efek samping
obat, penyakit penyerta
30
dan indikasi lainnya.9 Tahun 1990 terjadi kejadian luar biasa tuberkulosisdi
beberaparumah
sakit
di
Amerika.Pengaturan
aliran
udaradi
ruangan
yangkurangbaik, pembuangan udara t idak adekuat dan penggunaan ulang
sirkulasi udara merupakan faktor yang ikut mempengaruhi kejadian tersebut.10
sebesar kurang lebih 1%. Perubahan konversi uji tuberkulin berhubungan secara
bermakna dengan pekerjaan sebagai petugaspatologi dan ini merupakan indikator
keterlambatan diagnosis penderita dengan TB selain akibat pengaturan udara
ruangan yang kurang baik. Tingkat risiko penularan infeksi M. tb petugas
laboratorium hampir sama dengan klinisi karena bahan pemeriksaan diambil dari
penderitaTB yang belum terdiagnosis. Sembilan dari 52 penderita yang meninggal
akibat TB baru dapat didiagnosis saat dilakukan otopsi.12 Pasien yang dirawat
dengan indikasi yang tidak tepat, ruang perawatan yang tidak sesuai standar,
petugas kesehatan yang bekerja di tempat yang tidak mempunyai
fasilitaspengendalian infeksi, meningkatkan risikopenularan untuk petugas dan
penderita itu sendiri.4
PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN TATALAKSANA
Kelompok pekerjaan
Kasus Teramati
Kasus
Diharapkan SMR
peralatan yang berpot ensi sebagai media penularan, walaupun proses penularan
masih dapat terus terjadi.12 Pencegahan dimulai dari pemeriksaan terhadap
pekerjayang
(IK 95%)
Bidang kesehatan
- Dokter
- Petugas register
- Perawat inhalasi
- Petugas laboratorium
- Perawat
- Pekarya, pembantu perawat
321
20
68
15
26
150
336,1
50,9
56,2
2,4
16,8
24,1
115,7
1,0
0,4
1,2
2,9
0,9
1,1
1,3
(0,9-1,1)
(0,2-0,6)
(0,9-1,5)
(1,2-6,0)
(0,5-1,5)
(0,7-1,6)
(1,1-1,5)
Pencegahan agar tidak terjadi infeksi adalah vaksinasi dan memperbaiki sirkulasi
udara sedangkan untuk tenaga medisyang sudah terinfeksi adalah mempertahankan daya
tahan tubuh dan penatalaksanaan pada infeksi lat en. Sejumlah kuman M. tb tetap
dorman dan bertahan hingga berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, keadaan ini disebut
dengan infeksi laten. Seseorang dengan infeksi laten tidak menunjukkan gejala apapun
dan tidak menjadi sumber penularan. Diagnosis TB yang t epat dan cepat sangat
diperlukan karena penderita yang belum terdiagnosis atau terjadi kesalahan diagnosis
maka konsekuensinya akan terjadi penularan.13
Pekerjaan
yang
berhubungan
dengan binatang
Pelayanan
makanan
debu
Pekerjaan
52
1,8
565
Pekerjaan
yang berhubungan
dengan anak-anak,
Pelayananan
53,5
2,2
(
2,0-2,4)
1,0
54,7
92
(
0,8-1,3)
(
0,3-0,4)
0,4
31
Tuberkulosis Indonesia, Vol.8
Jurnal
2. Pengat uran l i ngkungan bert ujuan mengurangi konsentrasi percik renik yang
infeksius.
3. Perlindungan pernapasan petugas kesehatan pada daerah dengan konsentrasi
percik renik yang tidak dapat diatasi dengan kontrol administratif dan lingkungan.
Curiga
ya
tidak
Pem. Fisis
ya Normal
tidak
tidak
Bekerja dgn pasien atau spesimen
ya
Parut BCG
Ruang Periksa
Pintu
Kantor
Area
Terb uka
ya
ya
Derajat 0/1
tidak
Ruang Tunggu
tidak
Uji tuberkulin
Sisi C
Sisi A
tidak
Curiga
ya Pem. Fisis
Apotik
Pintu
ya
Pintu
tidak
Rencana Tampilan
Sisi B
Dinding dengan daerah atas terbuka
Klinik
Tanpa
BCG
Penyuluhan
Klinik
32
Jendela Terbuka
Tempat Tidur
Angin
Angin
Angin
Angin
Angin
Pintu
Buruk
Pengaturan yang baik
Angin
Normal
Ruang Pendingin
Bahan pemeriksaan yang berasal dari pasien harus dipersiapkan secara baik dan
aman pada saat pemeriksaan,
Tempat Tidur
AC
Aliran udara
masuk
Pintu Aliran udara
Aliran udara dari bawah pintu: tekanan negatif yang berhubungan dengan koridor
Apabila ventilasi alamiah tidak tersedia atau tidak adekuat , vent ilasi mekani s
dapat di gunakan unt uk mengurangi konsentrasi percik renik di ruang fasilitas
kesehatan.Sumber energi bersumber dari sistem pompayang kuat diperlukan untuk
mengalirkan udara bersih ke dalam ruangan, menarik atau mengeluarkan kembali
udaratersebut ke luar gedung. Aliran udara harusmelintasi ruangan yaitu dari pintu
kejendelaatau ventilasi didepannya bukan masuk dan ke luar dari jendela yang sama agar
percik renik yang dibatukkan dapat dialirkan keluar (Gambar 3). Arah aliran udara diatur
agar mengalir dari udara bersih, melewati petugas kesehat an kemudian melewat i pasien
sampai akhirnyakeluar ruangan kembali. Sumber udarabersih harus t erhindar dari daerah
pembuangan agar udara yang terkontaminasi tidak masuk kembali keruangan (Gambar 4).
Terdapat 2 jenis masker, yaitu masker bedah dan respirator (Gambar 5). Masker
bedah terbuat dari kertas at au kain yang t idak dapat mencegah penyebaran
mikroorganismedari pemakainya karenahanyamenangkap partikel basah berukuran besar
disekitar hidung atau mulut dan tidak melindungi pemakainya dari terhirupnya percik renik
di udara, namun pemakaian masker bedah dapat mengurangi percik renik atau aerosol
yang berasal dari penderita TB yang infeksius. Masker ini digunakan pada penderita TB
pada saat meninggalkan ruang isolasi ke tempat pemeriksaan lainnyadi rumah sakit.
Masker bedah tidak melindungi tenaga kesehatan maupun pasien dari resiko t erhirupnya
M.t b karena masker mempunyai keterbatasan kemampuan filtrasi dan terdapat celah
disekitar hidung dan mulut yang memungkinkan aerosol
Pintu
Angin
Jendela
Angin
Angin
Baik
33
Tuberkulosis Indonesia, Vol.8
Tenaga medis yang t erkena TB di rumah sakit diberikan pengobatan yang tidak
berbeda dengan penderita TB lainnya. Daerah dengan kejadian MDR-TB yang cukup tinggi
maka penggunaan obat antituberkulosis(OAT) sangat ditekankan untuk menggunakan obat
yang masih sensitif berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi obat. Tenaga medisdengan
TByang mendapat pengobatan adekuat tidak akan menularkan kepekerjalainsetelah
pengobatanbeberapa minggu dan bila pengobatan yang dijalani secara lengkap akan
mengalami penyembuhan dan mencegah MDR-TB.6,9
KESIMPULAN
1. Tuberkulosis adalah salah satu masalah kesehatan di tempat kerja khususnya di
rumah sakit, munculnya epidemi HIVdan MDRTBmenyebabkan kasusini muncul
kembali.
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional : Penanggulangan
tuberkulosis. Cetakan ke-2. Jakarta: Depkes RI;2008.hal.8-14
2. Frieden TR, Sterling TR, Munsiff SS, Watt CJ, Dye C. Tuberculosis. Lancet. 2003;
362:887- 99.
3. Dye C, Scheele S, Dolin P, Pathana V, Raviglione MC. Global burden of
tuberculosis. JAMA. 1999;282:677-86.
4. World Health Organization. Guidelinesfor prevention of tuberculosisin health
carefacilitiesin resource-limited settings.Geneva,Switzerland:WHO.1999.(cited
2011
September
5);Available
from:
htt p://whqlibdoc.who.int /
hq/1999/WHO_TB_99.269.pdf
34
35