FAKULTAS HUKUM
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan
berkat dan rahmat-Nya karya tulis ini dapat diselesaikan dengan lancar dan tepat
waktu.
Karya
MAHKAMAH
tulis
dengan
KONSTITUSI
judul
KAJIAN
NOMOR
TEORITIS
PUTUSAN
14/PUU-XI/2013
TENTANG
Yogyakarta, 11 Januari
2016
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................................... i
Prakata ................................................................................................................ ii
Daftar Isi
.........................................................................................................iii
Abstrak............................................................................................................ ... iv
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Identifikasi Masalah .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
C. Metode Penelitian...................................................................................... 4
5
1. Jenis Penelitian..................................................................................... 4
2. Pendekatan Penelitian .......................................................................... 5
3. Bahan Hukum ...................................................................................... 6
4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum ................................................ 7
5. Pengolahan Bahan Hukum................................................................... 7
6. Analisis Bahan Hukum ........................................................................ 7
iii
ABSTRAK
Mahkamah Konstitusi dalam Putusan No. 14/PUU-XI/2013 mengabulkan
uji materi terhadap beberapa pasal dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 2008
tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, yang menyangkut
pemilihan umum tidak serentak. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut memiliki
keganjilan, putusan ditunda keberlakuanya hingga Pemilihan Umum 2019. Dalam
hal ini, Mahkamah Konstitusi diindikasikan melanggar 47 Undang-Undang 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dalam pengambilan putusannya,
sehingga memunculkan permasalahan apakah putusan a quo sudah sesuai dengan
teori hukum, tujuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
Mahkamah Konstitusi. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan
menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Mahkamah Konstitusi dalam hal Pasal 47 Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, amar putusan Mahkamah
Konstitusi tersebut harus dipahami utuh yang merupakan bentuk positive
legislature Mahkamah Konstitusi dalam putusannya. Akibat hukum terhadap
pemiliham umum di Indonesia ketika putusan tersebut berlaku pada tahun 2019
adalah pelaksanaan pemilihan umum serentak dan mewajibkan pembentuk undangundang membuat sistematika presidential threshold seperti yang diamanatkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kata Kunci: Pemilihan Umum Serentak, Mahkamah Konstitusi
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Identifikasi Masalah
Indonesia merupakan negara hukum yang demokratis.1 Dalam
konteks negara demokrasi berdasarkan hukum, Pemilu sebagai salah satu
mekanisme demokrasi dilaksanakan berdasarkan aturan hukum yang
berpuncak kepada konstitusi sebagai the supreme of the land. Dalam
masyarakat demokratis, pemilu merupakan suatu unsur pergantian
kekuasaan secara damai yang dilakukan secara berkala sesuai dengan
prinsip-prinsip yang digariskan konstitusi.2 Pemilihan umum adalah sarana
demokrasi yang daripadanya dapat ditentukan siapa yang berhak
menduduki kursi di lembaga politik negara, legislatif dan/atau eksekutif.
Melalui pemilu rakyat yang telah memenuhi persyaratan untuk memilih
dapat menjatuhkan pilihan kepada figur yang dipercaya yang akan mengisi
jabatan di atas.3
Sistem demokrasi memerlukan konstitusi untuk menegakkan
kerangka pemerintahan demokratis yang adicita-citakan. Konstitusi dalam
konteks demokrasi cara dan waktu penyelnggaraan pemilihan umum untuk
menentukan pejabat dan wakil rakyat.4 Legislasi melekat dalam aturan
perundangan yang diberi interpretasi hukum positif dengan menjadikannya
mengalir dari kehendak rakyat. Posisi kedaulatan diambil alih oleh
1945
Lihat Pasal 1 Ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
Carl Joachim Friedrich, 2014, Filsafat Hukum; Perspektif Historis, Raisul Mutaqqien
(Penerjemah), Bandung, Pustaka Sinar Harapan, hlm. 128
6
Janedjri M. Gaffar, 2013, Hukum Pemilu Dalam Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi,
Jakarta, Konstitusi Press, hlm: 70
7
Moh. Mahfud MD, 2011, Membagun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi, Jakarta,
Rajagrafindo Persada, hlm: 122.
8
Jimly Asshiddiqie, dan Ali Safaat, 2012, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Jakarta,
Konstitusi Press, hlm: 64-65.
5
negara
demokrasi,
pemerintahan
berlangsung
atas
mengangkat
masalah
tersebut
11
Merphin Panjaitan, 2013, Logika Demokrasi: Manyongsong Pemilihan Umum 2014,
Jakarta, Permata Aksara, hlm: 134.
12
Mahmud Kusuma, 2009, Menyelami Semangat Hukum Progresif: Terapi Paradigmatik
Bagi Lemahnya Hukum Indonesia, Yogyakarta, antonyLib-Indonesia & LHSP-Indonesia, hlm: 1.
51.
Suratman dan Philips Dillah, 2014, Metode Penelitian Hukum, Bandung, Alfabeta, hlm.
Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, 2010 Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat, Jakarta, RajaGrafindo Persada, hlm: 62.
15
Dyah Ochtorina Susanti dan Aan Efendi, 2014, Penelitian Hukum (Legal Research),
Jakarta, Sinar Grafika, hlm: 89.
16
Ibid hlm: 13
17
Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana, hlm: 93.
14
18
hlm: 81.
Soetandyo Wignjosoebroto, 2013, Hukum: Konsep dan Metode, Malang, Sentra Press,
M. Abdi, (et al), 2013, Panduan Penulisan Tugas Akhir Untuk Sarjana Hukum (S1),
Bengkulu Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, hlm: 65.
19
BAB II
PEMBAHASAN
Tujuan hukum biasanya dipelajari pada Filsafat Hukum, dengan adanya
tujuan maka hukum yang ditegakkan haruslah sesuai dengan apa yang dituju.
Tujuan hukum digunakan untuk mengetahui apakah putusan Mahkamah Konstitusi
No. 14/PUU-XI/2013 apakah sudah sesuai dengan tujuan hukum secara teoritis.
Idealnya, hukum harus mengakomodasi tiga tujuan, yaitu keadilan, kepastian
hukum dan kemanfaatan. Putusan hakim sedapat mungkin merupakan resultante
dari ketiganya.20 Muhamad Erwin mengutip pendapat G. Radbruch yang
menyatakan bahwa sesuatu yang dibuat pasti memiliki cita atau tujuan. Tujuan ini
merupakan nilai yang ingin diwujudkan manusia. Tujuan hukum yang utama ada
tiga, yaitu:21
1. Keadilan untuk keseimbangan;
2. Kepastian untuk ketepatan;
3. Kemanfaatan untuk kebahagiaan.
Untuk dapat mengetahui tujuan hukum yang ideal, penulis menelaah satu persatu
apa yang menjadi tujuan dari hukum tersebut.
A. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 Ditinjau dari
Tujuan Hukum Keadilan
1. Keadilan
Keadilan adalah sebuah kata yang sangat sulit didefinisikan.
Banyak pendapat dan aliran dari filsafat hukum yang membahas
masalah ini, tetapi di sini penulis hanya akan merangkum intisarinya
untuk mengupas makna dari keadilan.
20
Darji Darmodiharjo dan Shidarta, 2008, Pokok-pokok Filsafat Hukum: Apa dan
Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, hlm: 155.
21
Muhamad Erwin, 2012, Filsafat Hukum: Refleksi Kritis terhadap Hukum, Jakarta,
RajaGrafindo Persada, hlm:123.
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, 2010, Pengantar Filsafat Hukum, Bandung, Mandar
Maju, hlm: 53
22
10
hukum yang berlaku (das sein) dengan hukum yang seharusnya (das
sollen).28
Aliran hukum positif yang analitis mengartikan hukum itu
sebagai a command of Lawgiver (perintah dari pembentuk undangundang atau penguasa), yaitu suatu perintah dari mereka yang
memegang kekuasaan tertinggi atau yang memegang kedaulatan.
Hukum dianggap sebagai suatu sistem yang logis, tetap dan bersifat
tertutup (closed logical system). Hukum secara tegas dipisahkan dari
moral, jadi dari hal yang berkaitan dengan keadilan, dan tidak
didasarkan
atas
pertimbangan
atau
penilaian
baik-buruk.
28
29
11
30
12
hukum)
bertingkah
laku.33 Hukum
tersebut
disebut
S. Tasrif, 1987, Bunga Rampai Filsafat Hukum, Jakarta, Abardin, hlm: 96-98
Lawrence M. Friedman, 2001, Hukum Amerika: Sebuah Pengantar (American
Law: An Introduction), Penerjemah oleh Wishnu Basuki, Jakarta, PT. Tatanusa, hlm. 7
33
Lawrence M. Friedman, 2009, Sistem Hukum; Prespektif Ilmu Sosial, M Khozim
(Penerjemah), Cetakan III, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hlm. 16
31
32
13
kebenaran,
keharusan39 dan
sanksi
(punitif).40
34
Hans Kelsen, 2008, Pure Theory of Law, Fifth Printing, University of California Press,
New Jersey, hlm. 54
35
Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Bandung, Citra Aditya, hlm. 85
36
Esmi Warassih, 2011, Pranata Hukum, Sebuah Telaah Sosiologis, Semarang, Badan
Penerbit Universitas Dipenogoro, hlm. 70
37
Sudikno Metrokusumo, 2012, Teori Hukum Edisi Revisi, Yogyakarta, Cahaya Atma
Pustaka, hlm. 38
38
Ibid, hlm. 44
39
Hans Kelsen, 2009, Pengantar Teori Hukum, Siwi Purwandari (Penerjemah), Bandung,
Nusa Media, hlm. 69
40
Phillippe Nonet & Phillip Selznick, 2003, Hukum Responsif; Pilihan di Masa Transisi,
Rafael Edi Bosco (penerjemah), Jakarta, The Ford Foundation Huma, hlm. 40
14
15
3. Struktur Hukum
Sistem hukum nasional adalah sebuah sistem hukum (meliputi
materiil dan formil; pokok dan sektoral) yang dibangun berdasarkan
ideologi negara Pancasila, UUD 1945 dan dapat juga bersumber pada
hukum lain asal tidak bertentangan dengan jiwa Pancasila dan UUD
1945, serta berlaku di seluruh Indonesia. Ketika berbicara mengenai
sistem hukum, maka ada tiga komponen penting yang juga perlu dilihat,
yaitu legal structure, legal substance, dan legal culture. 44
Dalam hal ini struktur dalam sistem hukum merupakan
institusi-institusi penunjang yang menjadikan hukum dapat berjalan
memenuhi tugasnya.45 Struktur tersebut dalam aktivitas hukum adalah
hakim, pengacara, polisi dan lain sebagainya yang diberikan
kewenangan untuk menjadi penegak hukum. Dalam kajian ini,
Mahkamah Konstitusi berperan sebagai penegak hukum, yakni sebagai
penegak dan penafsir terakhir konstitusi (The Guardian and Final
Interpreter of Constitution).
Mahkamah Konstitusi dalam hal melaksanakan kewenangannya
terhadap pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berlandaskan Pasal 24C Ayat
(1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Pasal 10 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana
telah diubah
dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, serta
Pasal 29 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, yang salah satu kewenangan
44
Lihat <https://ngobrolinhukum.wordpress.com/2011/09/23/sekilas-mengenai-sistemhukum-di-indonesia/> diakses pada 27 Desember 2015, Pkl 22.50 WIB
45
Lawrence M. Friedman dalam bukunya The Legal System: A Sociology Science
Perspective, dalam Soerjono Soekanto, et. all., 1986, Kriminologi Suatu Pengantar, Jakarta, Ghalia
Indonesia, hlm. 129
16
47
17
hukum
yang
pertama
berarti
kepastian
dalam
18
pelaksanaan
hukum
mengandaikan
kepastian
52
19
mengikat. Akibat hukum yang timbul dari putusan itu dihitung sejak
putusan tersebut diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum (Pasal 47
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi).
Selain itu, akibat hukum timbul dari berlakunya satu undang-undang
sejak yaitu diundangkan sampai diucapkannya putusan
yang
20
Anggota
Lembaga
Perwakilan,
telah
dibuat
dan
diimplementasikan sedemikian rupa. Demikian juga persiapanpersiapan teknis yang dilakukan oleh penyelenggara termasuk persiapan
peserta pemilihan umum dan seluruh masyarakat Indonesia telah sampai
pada tahap akhir, sehingga apabila Pasal 3 Ayat (5) Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden dan ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan tata cara
dan persyaratan pelaksanaan Pilpres yang akan diputuskan dalam
perkara ini harus diberlakukan segera setelah diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum maka tahapan pemilihan umum tahun 2014 yang
saat ini telah dan sedang berjalan menjadi terganggu atau terhambat,
terutama karena kehilangan dasar hukum. Hal demikian dapat
21
Penulis
berpendapat
bahwa
amar
putusan
55
56
22
dapat
melahirkan
undang-undang
yang
dapat
23
hukum
yang
justru
tidak
dikehendaki
karena
24
bertentangan dengan
lalu,
maka
secara
teori
hukum,
putusan
ini
sangat
61
25
BAB IV
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 14/PUU-XI/13 tidak
hanya bersandarkan pada semangat legalitas formal peraturan-peraturan
tertulis, melainkan juga telah menggali dan menghadirkan nilai keadilan,
kepastian
dan
kemanfaat
substantif
bagi
masyarakat.
Semangat
26
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku dan Artikel
Ahmad Fadlil Sumandi, 2013, Politik Hukum Konstitusi dan Mahkamah
Konstitusi: Aktualisasi Konstitusi dalam Praktis Kenegaraan,
Malang, Setara Press
Ahmad Yani, 2013, Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang
Responsif, Jakarta, Konstitusi Press
Carl Joachim Friedrich, 2014, Filsafat Hukum; Perspektif Historis, Raisul
Mutaqqien (Penerjemah), Bandung, Pustaka Sinar Harapan
Dahlan Thaib, 2009, Ketatanegaraan Indonesia: Perspektif Konstitusional,
Yogyakarta, Total Media
Darji Darmodiharjo dan Shidarta, 2008, Pokok-pokok Filsafat Hukum: Apa
dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Jakarta, Gramedia
Pustaka Utama
Dyah Ochtorina Susanti dan Aan Efendi, 2014, Penelitian Hukum (Legal
Research), Jakarta, Sinar Grafika
Esmi Warassih, 2011, Pranata Hukum, Sebuah Telaah Sosiologis,
Semarang, Badan Penerbit Universitas Dipenogoro
Gene Sharp, 1997, Menuju Demokrasi Tanpa Kekerasan; Kerangka
Konseptual Untuk Pembebasan, Sugeng Bahagijo, Jakarta, Pustaka
Sinar Harapan
Hans Kelsen, 2008, Pure Theory of Law, Fifth Printing, University of
California Press, New Jersey
----------------,
2009,
Pengantar
Teori
Hukum,
Siwi
Purwandari
Law:
B. Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden
dan Wakil Presiden.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
Peraturan
Mahkamah
Konstitusi/2005
Konstitusi
Nomor
tentang Pedoman
06/Peraturan
Beracara
Mahkamah
dalam
Perkara
Pengujian Undang-Undang.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 tentang Pengujian
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden.
C. Website
Dokumentasi Indonesia Lawyer Club, <https :// www.youtube.com/ watch
?v= g iLa QynoDwo>, diakses 25 Desember 2015, Pkl 13.00 WIB
Kompas Nasional. MPR Kritik Putusan Mahkamah Konstitusi Soal Pemilu
Serentak 2019 dalam http://www.nasional.kompas.com/ read/ 2014/
01/ 23/ 1916301/ MPR. Kritik. Putusan. Mahkamah Konstitusi. soal.
Pemilu. Serentak. 2019 diakses 25 Desember 2015, Pkl 21.55 WIB.
Ngobrolin Hukum. Sekilas Mengenai Sistem Hukum di Indonesia dalam
<https://ngobrolinhukum.wordpress.com/2011/09/23/sekilas-