Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

PENDAHULUAN
Salah satu bentuk dermatomikosis adalah tinea ungium. Tinea unguium
(dermatophytic onychomycosis) adalah kelainan kuku yang paling sering
disebabkan oleh jamur dermatofita, selain itu dapat juga disebabkan oleh jamur
non-dermatofita atau yeast. Infeksi pada kuku dapat juga disebabkan oleh bakteri,
virus, jamur, dan yeast. Infeksi jamur adalah yang paling sering terjadi pada kuku.
Golongan jamur ini mempunyai kemampuan mencerna keratin. Patogen lain
golongan non-dermatofita yang menyebabkan tinea unguium adalah S.
Dinidiatum, S. Hyalinum dan kadang-kadang Candida spp (Ammirudin, 2010)
Dermatofita adalah jamur yang mudah menyerang kulit, rambut, dan kuku
dengan enzim keratolitik. Prevalensi onikomikosis 10-40% dari populasi,
meningkat dengan pertambahan usia. Faktor predisposisinya adalah riwayat
keluarga dengan onikomikosis, diabetes melitus, immunosupresi dan trauma pada
kuku. Faktor eksaserbasinya adalah keringat, alas kaki yang tidak tepat, dan kaki
yang basah (Soepardiman, 2007).
Tinea unguium terjadi di seluruh belahan dunia. Dapat terjadi baik pada anakanak maupun dewasa. Prevalensi tinea unguium meningkat sesuai dengan
pertambahan usia. Sekitar 1% pada individu <18 tahun dan hampir 50% pada usia
>70 tahun. Dari 1305 anak yang berusia 3-15 tahun di 17 sekolah di Barcelona
tahun 2010-2011 didapatkan bahwa prevalensi dermatofita di kaki (tinea pedis)
2,5%, dermatofita di kepala (tinea kapitis) 0,23% dan di kuku (tinea unguium)
0,15%.5 The Achilles project memperkirakan prevalensi tinea unguium di Eropa

sekitar 27% dan di Amerika Utara sebesar 13,8%. Peningkatan prevalensi ini
dikarenakan peningkatan status imunosupresi seseorang, sepatu yang terlalu
sempit, dan peningkatan penggunaan locker room bersama (Sofie Peera, 2011).
Angka kejadian di Indonesia masih cukup tinggi. Berbagai penelitian pun
menunjukkan prevalensi onikomikosis sebanyak setengah dari abnormalitas kuku
dan sepertiga dari seluruh infeksi jamur kulit. Berbagai faktor yang berpengaruh
terhadap infeksi dermatofita antara lain iklim tropis, higienitas yang buruk,
adanya sumber penularan, serta penyakit sistemik dan kronis yang meningkat
(Sujana, 2011).
Tinea unguium lebih banyak terjadi pada laki-laki dan biasanya dikaitkan
dengan tinea pedis dengan karakteristik onikolisis dan penebalan, perubahan
warna (putih, kuning, coklat, dam hitam), rapuh, dan kuku kekurangan nutrisi.
Walaupun inflamasi jarang terjadi, beberapa pasien merasakan nyeri. Tinea
unguium pada kuku kaki dapat menyebabkan nyeri dan sebagai predisposisi
infeksi sekunder bakteri dan ulserasi pada dasar kuku. Komplikasi ini banyak
terjadi pada individu dengan immunocompromised dan diabetes (Kaur, Kashyap
dan Bhalla, 2008)

BAB 2
STATUS PASIEN

I.

Identitas
Nama

: Tn. Z

Usia

: 73 tahun

Alamat

: Jl. Perbatasan no. 14D Kabupaten Bireuen

Agama

: Islam

Status

: Menikah

Pekerjaan

: Pensiunan PT Arun

Suku

: Aceh

Tanggal pemeriksaan : 5 Juni 2015


No MR
II.

: 124509

Anamnesis
1. Keluhan utama
Kuku jari tangan dan kuku jari kaki berubah warna menjadi suram.

2. Keluhan tambahan
Kuku jari tangan dan kuku jari kaki rapuh dan gatal.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr Fauziah Bireuen
dengan keluhan kuku jari tangan dan kuku jari kaki berubah warna menjadi
suram. Keluhan ini dialami + 15 tahun yang lalu yang dimulai pada kuku jari
kaki kanan. Karena pasien tidak terlalu memperhatikan keadaan tersebut, 1
tahun kemudian terjadi perubahan warna pada kuku jari kaki kiri, dan 5 tahun
belakangan ini meluas ke daerah kuku jari kirinya dimulai di jari manis

kemudian meluas ke setiap jari tangan kirinya. Awalnya perubahan warna kuku
dimulai dari ujung kuku kemudian meluas ke pangkal kuku.
Pasien juga mengeluhkan kuku jari tangan dan kakinya sering rapuh dan
kadang-kadang terasa gatal. Gatal yang dirasakan pasien hanya sesekali diwaktu
terpapar air di sawah selain itu rasa gatal tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.
Riwayat bengkak di jari disangkal, nyeri merah, mengelupas pada telapak tangan
dan kaki disangkal. Riwayat kelainan kulit pada daerah kuli anggota tubuh
lainnya juga disangkal.
Pasien merupakan seorang pensiunan pabrik di PT Arun dengan riwayat
pemakaian sepatu tertutup atau sepatu boot setiap harinya selama 45 tahun.
Memasuki masa pensiunnya, kegiatan pasien adalah bercocok tanam di sawah
setiap harinya dengan riwayat terpapar air sawah dengan tidak menggunakan
sepatu tertutup. Pasien memiliki hewan peliharaan seperti lembu dan kambing
dan riwayat mengurus ternak tersebut sendiri.
Delapan bulan yang lalu pasien pernah berobat ke puskesmas dan
diberikan obat salep namun pasien lupa nama obatnya. Selama pemakaian salep
tersebut pasien mengatakan tidak ada perbaikan, sehingga pasien disarankan
untuk berobat ke RSUD dr.Fauziah Bireuen.
4. Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat alergi
Riwayat penyakit DM
Riwayat Hipertensi
Riwayat Asam Urat
Riwayat kolesterol
Riwayat penyakit sinusitis
Riwayat trauma
5. Riwayat penyakit keluarga

: (-)
: (-)
: (-)
: (+)
: (+)
: (+)
: (-)
: (-)
4

6. Riwayat pengobatan
Pengobatan dari puskesmas
7. Riwayat Operasi
Operasi sinusitis
III.

: (+)
: (+)

Pemeriksaan Fisik

Status Generalis
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran
: Compos mentis
3. Tanda Vital
Tekanan darah : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi
: 84 x/menit
Suhu
: afebris
Frekuensi nafas : 18 x/menit
4. Status lokalis
a. Kepala
: Normochepali
b. Telinga, hidung, tenggorokan
: Dalam batas normal
c. Leher
: Pembesaran KGB (-)
d. Thoraks
: Dalam batas normal
e. Abdomen
: Dalam batas normal
f. Ekstremitas
: Akral hangat, edema (-), sianosis (-)
IV.

Status Dermatologikus

Hiperkeratosis
ungium (+)

Distal ungium
terangkat/
onikolisis (+)

Warna suram

Likenifikasi
ungium (+)

Permukaan tidak
rata (+)

Likenifikasi
ungium (+)

Hiperkeratosis
ungium (+)
Distal ungium
terangkat (+)

Hiperpigmentasi
ungium (+)

Warna suram
(+)
1. Lokasi

: Regio manus sinistra (digiti I,II,III,IV), Regio pedis


dextra (digiti I,II,III,IV,V) et sinistra (digiti
I,II,III,IV,V)

2. Eflorosensi

: Warna suram, permukaan kuku tidak rata,


hiperpigmentasi
hiperkeratosis

ungium,
ungium,

likenifikasi

ungium,

distal

ungium

terangkat/onikolisis, kulit disekitar kuku jari tangan


dan kaki tampak normal.
4. Distribusi
V.

: Regional

Resume
Pasien berusia 73 tahun datang ke Poliklinik RSUD dr. Fauziah Bireuen

dengan keluhan kuku jari tangan dan kaki berubah warna menjadi suram sejak
15 tahun yang lalu. Awalnya, perubahan warna kuku dimulai dari ujung kuku
kemudian meluas ke pangkal kuku. Pasien juga mengeluhkan kukunya serin rapuh
dan sesekali timbul rasa gatal. Delapan bulan sebelumnya, pasien pernah berobat
ke puskesmas dan diberikan obat salep namun tidak memberikan perbaikan.
Pada pemeriksaan fisik dan status generalisata dalam batas normal. Pada
pemeriksaan dermatologi didapatkan adanya perubahan warna suram, penebalan
di daerah kuku jari tangan dan kaki, permukaan kuku tampak kasar dan tidak rata,
tidak nyeri, tidak menimbulkan bau, tidak terdapat pus, dan daerah permukaan
sekitar kuku dalam keadaan normal. Distribusi regional, dengan eflorosensi
terdapat hiperpigmentasi ungium, hiperkeratosis ungium, likenifikasi ungium, dan
onikolisis.
VI.

Diagnosis Banding
1.
2.
3.
4.
5.

VII.

Tinea ungium
Psoriasis pada kuku
Kandidosis kuku
Liken planus
Paronikia

Diagnosis Kerja
Tinea Ungium

VII.

Penatalaksanaan
1.
2.
3.
4.

VII.

Ketokonazole zalf
Gentamicin zalf
Ranitidine tablet 500 mg 2x1
Cetirizine tablet 10 mg 2x1

Prognosis
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Tinea unguium (ringworm of the nail) adalah kelainan kuku yang
disebabkan oleh jamur dermatofita. Tinea ungium juga digolongkan ke dalam
onikomikosis. Onikomikosis merupakan infeksi pada kuku yang disebabkan oleh
jamur dermatofita, jamur nondermatofita dan ragi (yeast). Istilah tinea unguium
digunakan setelah ditemukan dermatofita pada hasil sebuah kultur (Sujana, 2011).
3.2 Epidemiologi
Tinea unguium lebih sering pada dewasa, terjadi 15-20% antara 40-60
tahun, bersamaan denga tinea pedis dan tinea manus. Infeksi ini dapat juga terjadi
pada anak-anak. Faktanya, hanya 2,6% infeksi terjadi pada anak di bawah 18
tahun, tetapi 90% terjadi pada usia lebih tua. Dan lebih banyak terjadi pada lakilaki (Sofie Peera, 2011).
Kuku kaki lebih sering terinfeksi daripada kuku jari. Insidens juga
meningkat pada penyakit diabetes, supresi sistem imun, dan peningkatan usia.
Faktor kebersihan dan lingkungan juga berpengaruh, penyakit ini lebih banyak
pada orang yang bekerja dengan air kotor dan dengan lingkungan yang lembab
atau basah (Soepardiman, 2007).
Rata-rata

prevalensi

onikomikosis

ditentukan

oleh

umur,

faktor

predisposisi, status sosial, pekerjaan, iklim, lingkungan, dan seberapa seringnya


berjalan.

10

3.3 Anatomi
Kuku merupakan salah satu dermal appendages yang mengandung lapisan
tanduk yang terdapat pada ujung-ujung jari tangan dan kaki, gunanya selain
membantu jari-jari untuk memegang juga digunakan sebagai cermin kecantikan.
Lempeng kuku terbentuk dari sel-sel keratin yang mempunyai dua sisi
berhubungan dengan udara luar dan sisi lainnya tidak (Ammiruddin, 2010).

11

Gambar 3.1 Anatomi kuku


1. Matriks kuku
Merupakan pembentuk jaringan kuku yang baru
2. Dinding kuku (nail wall)
Merupakan lipatan-lipatan kulit yang menutupi bagian pinggir dan atas.
3. Dasar kuku (nail bed)
Merupakan bagian kulit yang ditutpi kuku. Terdiri dari bagian epidermal dan
mendasari dermis yang berhubungan dengan periosteum dari distal phalanx.
Normal berwarna merah muda karena vaskularisasi yang nampak melalui
lempeng kuku yang translusen.
4. Alur kuku (nail groove)
Merupakan celah antara dinding dan dasar kuku.
5. Akar kuku (nail root)
Merupakan bagian proksimal kuku

12

6. Lempeng kuku (nail plate)


Merupakan bagian tengah kuku yang dikelilingi dinding kuku. Sebagai
proteksi yang keras. Statis dan dengan kuat menempel pada dasar kuku.
Dikelilingi tiga sisi lipatan kuku. Terbentuk dari tiga lapiasn horisontal: lamina
dorsal tipis, lamina intermedit tebal, lapisan ventral dari dasar kuku. Kerasnya
lempeng kuku karena high sulfur matrix protein.
7. Lunula
Dasar dari lipatan proximal. Merupakan bagian lempeng kuku yang berwarna
putih di dekat akar kuku berbentuk bulan sabit,sering tertutup oleh kulit.
8. Eponikum
Merupakan dinding kuku bagian proksimal, kulit arinya menutupi bagian
permukaan lempeng kuku.
9. Hiponikium
Kulit ari di bawah kuku yang bebas (free edge) menebal, memisahkan
lempeng kuku dan dasar kuku pada ujung distal.
10. Kutikel (cuticle)
Merupakan penghubung dua permukaan epitel dari lipatan kulit proximal.
Melindungi struktur dasar kuku (matrix germinatif) dari iritasi, alergi,
bakteri/jamur patogen.
11. Lipatan kuku lateral
Menutupi sisi lateral lempeng kuku
3.4 Etiologi

13

Dermatofita merupakan penyebab terbanyak terjadinya onikomikosis.


Yaitu sekitar 80-90%. Semua jenis dermatofita dapat menyebabkan tinea
unguium, penyebab terbanyak adalah Trichophyton rubrum (71%) dan
Trichophyton mentagrophytes (20%). Penyebab lain diantaranya E. Floccosum, T,
violaaceum, T. Schoenleinii, T. Verrrucosum (Tullio, 2007).
Patogen lain golongan non-dermatofita yang menyebabkan tinea unguium
adalah S. Dinidiatum, S. Hyalinum dan kadang-kadang Candida spp. Candida
walaupun banyak ditemukan tumbuh sebagai safrofit pada kulit dan kuku, tetapi
yang dianggap sebagai agen penyebab adalah 3 spesies yaitu candida albicans,
candida parapsilosis, dan candida guilerbondi (Budimulja, 2007)
3.5 Faktor Predisposisi
Terdapat beberapa predisposisi yang memudahkan terjadinya tinea
unguium yang mungkin sama dengan penyakit jamur superfisial lainnya seperti
kelembaban, trauma berulang pada kuku, penurunan imunitas serta gaya hidup
seperti penggunaan kaos kaki dan sepatu tertutup terus-menerus, olahraga
berlebihan dan juga penggunaan tempat mandi umum. Invasi kuku oleh jamur
juga akan meningkat pada pasien dengan defek pada suplai vaskularisai seperti
akibat pertambahan usia, insufisiensi vena, penyakit arteri perifer, serta pasien
imunokompromise (Djuanda, 2007).
3.6 Patogenesis
Onikomikosis primer disebabkan oleh karena infeksi jamur pada kuku
yang sehat. Probabilitas infeksi terjadi karena suplai vaskuler yang rusak (yaitu
dengan bertambahnya usia, insufisiensi vena kronis, penyakit arteri perifer),
14

setelah trauma (mis: patah tungkai bawah), atau gangguan persarafan (mis:
cedera pleksus brachialis, trauma tulang belakang. Sedangkan onikomikosis
sekunder, pada kuku kaki biasanya terjadi setelah tinea pedis. Pada kuku tangan
onikomikosis sekunder setelah tinea manum, tinea korporis atau tinea kapitis
(Kurniati, 2008).
Pada tinea unguium invasi terjadi pada kuku yang sehat. Jamur dapat
masuk melalui tiga cara yaitu dari manusia ke manusia (antrofopilik), dari hewan
ke manusia (zoofilik) dan dari tanah ke manusia (geofilik). Dermatofita, tidak
seperti kebanyakan jamur lain, menghasilkan keratinases (enzim yang memecah
keratin), yang memungkinkan untuk invasi jamur ke dalam jaringan keratin.
Dinding sel dermatofit juga mengandung mannans (sejenis polisakarida) yang
dapat menghambat respon kekebalan tubuh. Trichophyton rubrum khususnya
mengandung

mannans

yang

dapat

mengurangi

proliferasi

keratinosit

(Soepardiman, 2007)
Dermatofita dapat bertahan hidup pada stratum korneum, yang
menyediakan sumber nutrisi bagi dermatofita dan pertumbuhan jamur mycelia.
Infeksi dermatofita melibatkan tiga tahap: perlekatan pada keratinosit, penetrasi
melalui dan diantara sel-sel, dan membangun respon pejamu. Perlekatan jamur
superfisial harus mengatasi berbagai kendala seperti menahan pengaruh sinar
ultraviolet, variasi suhu, dan kelembaban, kompetisi dengan flora normal,
dan sphingosines yang diproduksi oleh keratin agar artrokonidia, elemen
infeksius, dapat melekat pada jaringan keratin (Kurniati,2008) .

15

Selanjutnya adalah penetrasi, spora berkembang dan menembus stratum


korneum lebih cepat daripada deskuamasi. Penetrasi dapat terjadi bila sekresi
proteinase, lipase, dan enzim mukolitik, yang memberikan nutrisi bagi
jamur. Membangun respon pejamu, tingkat peradangan dipengaruhi baik oleh
status imunologi dan organisme yang terlibat. Deteksi kekebalan dan kemotaksis
untuk inflamasi dapat terjadi melalui beberapa mekanisme. Beberapa jamur
memiliki faktor kemotaksis berat molekul rendah seperti yang dihasilkan bakteri.
Komplemen lainnya diaktifkan melalui jalur alternatif, untuk menciptakan
turunan faktor kemotaksis (Djuanda, 2007).
Pembentukan antibodi tidak timbul untuk melindungi dari infeksi
dermatofita, pada pasien dengan infeksi yang luas mungkin memiliki peningkatan
titer antibodi. Sebagai alternatif, reaksi tipe IV atau reaksi hipersentsitifitas tipe
lambat, memiliki peran penting dalam melawan dermatofita. Kekebalan seluler
oleh sekresi interferon- dari tipe 1 limfosit T-helper. Ini merupakan hipotesis
bahwa antigen dermatofita diproses di sel-sel epidermis langerhans dan disajikan
pada kelenjar getah bening lokal untuk limfosit T. Limfosit T mengalami
proliferasi klonal dan migrasi pada tempat yang terinfeksi jamur (Kresno, 2008).
3.7 Gejala Klinis
Keluhan utama berupa kerusakan kuku. Kuku menjadi suram, lapuk dan
rapuh, dapat dimulai dari arah distal (perimarginal) atau proksimal. Bagian yang
bebas tampak menebal. Terdapat 3 tipe tinea unguium (Ratz, 2011):
1) Onikomikosis Subungual Distal/Lateral

16

Bentuk yang paling sering. Jamur penetrasi pada hiponikium dan proses ini
menjalar ke proksimal menyerang bagian ventral lempeng kuku dan
mengakibatkan onycholysis dan rapuh. Kuku dapat dapat berubah warna dan
tampak putih hingga coklat(7,9,10).

Gambar 3.2 Onikomikosis pada jari kaki: onikomikosis subungual distal/lateral

Gambar 3.3 Onikomikosis pada jari kaki:


onikomikosis tipe subungual distal/lateral.
Hiperkeratosis subungual distal dan onikolisis hingga
dasar kuku pada ibu jari kaki
2) Onikomikosis superficial putih (leukonikia trikofita)

17

Kelainan dimulai dari bercak putih berbatas tegas pada lempeng kuku
selanjutnya kuku menjadi kasar dan rapuh. Lebih sering pada kuku jari kaki.
T.mentagrophytes adalah penyebabnya.

Gambar 3.4 onikomikosis superficial putih (leukonikia trikofita).


Lempeng kuku dorsal tampak berkapur

3) Onikomikosis subungual proksimal


Bentuk ini mulai dari pangkal kuku bagian proksimal dan membentuk
gambaran klinis yang khas, yaitu terlihat kuku di bagian distal masih utuh,
sedangkan bagian proksimal rusak. Disebabkan oleh T.rubrum dan T.megninii dan
mungkin indikasi infeksi HIV.

18

Gambar 4. onikomikosis subungual proksimal.


Lempeng kuku bagian proksimal tampak berkapur
3.8

Diagnosis
Untuk mendiagnosis Onikomikosis (tinea unguium) selain dari gejala
klinis juga dapat menggunakan pemeriksaan mikroskopik, kultur, dan
histopatologi. Oleh karena onikomikosis bertanggung jawab besar pada distropi
kuku, maka pemeriksaan dengan laboratorium sangat membantu sebelum
memberikan pengobatan anti jamur (Kaur, 2008).
Pemeriksaan

yang

dapat

dilakukan

adalah

pemeriksaan

KOH,

hisopatologi, dan kultur jamur. Pemeriksaan mikologik untuk membantu


menegakkan diagnosis terdiri atas pemeriksaan langsung sediaan basah dan
biakan. Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan
klinis, yang dapat berupa kerokan kulit, rambut dan kuku. Bahan pemeriksaan
mikologik diambil dan dikumpulkan terlebih dahulu di tempat kelainan dan
dibersihkan dengan spiritus 70% lalu untuk kuku bahan diambil dari permukaan

19

kuku yang sakit dan dipotong sedalam-dalamnya sehingga mengenai seluruh tebal
kuku, bahan di bawah kuku diambil pula (Sujana, 2011).
I.

Mikroskopi Langsung (Direct Microscopy)

Pemeriksaan mikroskopik langsung pada sampel kuku untuk konfirmasi


diagnosis. Materi keratinaseous dari kerokan kuku ditempatkan pada kaca slide,
ditutupi dengan kaca penutup, disuspensikan dengan larutan KOH lalu dipanaskan
dengan

hati-hati,

KOH

membantu

melarutkan

jaringan

epitel.

Penambahan dimethyl sulfoxide dan atau tinta Parker Quink pada larutan KOH
dapat memudahkan identifikasi elemen jamur. Identifikasi spesifik untuk patogen
biasanya sulit dengan mikroskopik, tetapi pada banyak kasus, ragi dapat
dibedakan dengan dermatofita dari morfologinya.
Gambaran mikroskopik jamur dermatofita
1. Trichophyton mentagrophytes

Koloni

: putih hingga krem dengan permukaaan seperti


tumpukan kapas pada PDA, tidak muncul pigmen.

Gambaran mikroskopik : mikrokonidia yang bergerombol, bentuk cerutu yang


jarang, terkadang hifa spiral.
2. Trichophyton rubrum
20

Koloni

: putih bertumpuk di tengah dan berwarna merah marun


pada tepinya. 8,14

Gambaran mikroskopik : beberapa mikrokonidia berbentuk air mata, sedikit


makrokonidia berbentuk pensil.

3. Epidermophyton floccosum

Koloni

: seperti bulu datar dengan lipatan sentral dan warna


kuning kehijauan, kuning kecoklatan.

Gambaran mikroskopik : tidak ada mikrokonidia, beberapa dinding tipis dan


tebal. Makrokonidia berbentuk ganda.
II.

Kultur Jamur

Tujuan pemeriksaan biakan ialah identifikasi spesies jamur penyebab,


membantu keperluan pengobatan, membantu prognosis penyakit dan untuk
keperluan studi epidemiologi.
21

Cara pemeriksaan yaitu pembiakan dilakukan dalam media agar sabouroud


atau modifikasinya pada suhu kamar 25-30C kemudian sekitar 5 hari baru
tampak adana pertumbuhan dan 1 minggu lagi baru terlihat jelas
karakteristiknya. Selama pertumbuhan ini harus diperhatikan ada tidaknya warna
yang dibentuk in verso atau in recto, ada tidaknya hifa aereal yang seperti kapas,
beludru, bubuk, dan lain-lain. Juga bentuknya menonjol seperti gunung kecil
dengan batas yang tajam, ireguler dengan permukaan yang licin seperti tetesan
lilin. Pemeriksaan biakan sebaiknya dilakukan tidak terlalu lama setelah
diperkirakan ada pertumbuhan sifat-sifat khusus jamur tersebut. Untuk dermatofit
tenggang waktunya 3 minggu setelah penanaman. Bila terlalu lama, golongan
jamur ini akan terjadi pleomorfik, dimana tanda-tanda khasnya akan hilang.
III.

Pemeriksaan Histopatologi

Dilakukan jika hasil pemeriksaan KOH ditemukan negatif. Pewarnaan PAS


digunakan untuk mendeteksi jamur pada kuku.7 Hifa dapat ditemukan melekat
diantara lamina kuku paralel hingga kelapisan dasar, dengan predileksi bagian
ventral kuku dan bantalan kuku bagian stratum korneum. Bagian epidermis
menunjukkan spongiosis dan fokal parakeratosis, dan minimal inflamasi respon
dermis.
3.8 Diagnosis Banding
1. Psoriasis Kuku
Psoriasis ini ditandai dengan lubang, (salmon) atau bercak yang berminyak,
onikolisis dan distrofi kuku. Lubang ini mulai berkembang dari lesi psoriasis yang
ada pada proksimal matriks kuku. Kedalaman dan durasi lubang mencerminkan

22

keparahan dari psoriasis pada kuku. Pada kuku terdapat reaksi inflamasi terutama
infiltrat limfosit pada dermis atas dengan kapiler yang melebar, spongiosis dengan
eksositosik limfositik, dan parakeratosis yang mengandung neutrofil tunggal
(Ammirudin, 2010).
2. Paronikia
Paronikia adalah inflamasi yang mengenai lipatan kulit disekitar kuku.
Paronikia ditandai dengan pembengkakan jaringan yang nyeri dan bernanah. Bila
infeksi berlangsung kronik maka terdapat celah horizontal pada dasar kuku.
Biasanya mengenai 1-3 jari terutama jari telunjuk dan jari tengah. Penyebab
terjadinya paronikia ini adalah akibat trauma yang kemudian terjadi pemisahan
antara lempeng kuku dari eponikium, celah ini kemudian terkontaminasi oleh
piogenik atau jamur. Piogen yang tersering adalah

Staphylococcus atau

Pseudomonas sedangkan jamur tersering adalah Candida albican (Soepardiman,


2008)

3. Liken planus kuku


Liken planus pada kuku dapat timbul tanpa kelainan kuku. Perubahan pada
kuku berupa belahan longitudinal, lipatan kuku yang menggelembung (pterigium
kuku), dan kadang-kadang anonikia. Lempeng kuku menipis dan papul liken
planus dapat mengenai kuku (Sujana, 2011).
3.9 Penatalaksanaan

23

Pilihan terapi untuk pengobatan onikomikosis antara lain terapi paliatif,


debridemen mekanik atau kimia, anti jamur topikal dan sistemik. Kombinasi
variasi pengobatan lainnya. Pilihan terapi dipengaruhi oleh gambaran dan
keparahan penyakit, terapi lain yang digunakan penderita, terapi yang telah
digunakan sebelumnya (dan efek lain) (Djuanda, 2007)
Terapi antibikotik sistemik

Griseofulvin. Obat ini bersifat fungistatik yang efektif untuk jamur. Dosis
yang digunakan adalah 0,5-1 g untuk orang dewasa dan 0,25-0,5 g untuk
anak-anak dalam sehari atau 10-25 mg/kgBB.

Ketokonazol. Obat ini bersifat fungistatik dan juga digunakan jika resisten
terhadap pemberian griseofulvin dengan dosis 200 mg/ hari selama 10-14 hari
pada pagi hari setelah makan.

Itrakonazol. Obat ini juga bersifat fungistatik dan digunakan jika pada
pasien tidak bisa mengkonsumsi ketokonazol akibat penyakit pada hepar dan
merupakan pilihan yang paling baik dengan dosis denyut selama 3 bulan pada
onikomikosis. Cara pemberiannya secara tiga tahap dengan interval 1 bulan.
Setiap tahap dalam 1 minggu dosisnya 2 x 200 mg sehari dalam kapsul.

Terbinafin. Bersifat fungisidal dan dapat diberikan sebagai pengganti dari


griseofulvin dengan dosis 62,5 mg 250 mg sehari tergantung berat badan
selama 2-3 minggu.

Terapi topical
Pada terapi topikal tersedia dalam bentuk losion dan lacquer (cat kuku).
Amorolfine lacquer dilaporkan efektif dengan penggunaan selama 12 bulan.

24

Sedangkan ciclopirox (penlac) nail lacquer adalah agen topikal (ciclopirox 80%)
yang efektif digunakan selama 48 minggu.
Debridemen
Mengangkat

jaringan

kuku

yang

distropik,

pasien

seharusnya

didebridemen setiap satu minggu. Pada onikomikosis subungual distal,


hiperkeratotik harus diangkat. Pada onikomikosis superfisial putih, kuku diangkat
dengan cara dikuret.
Terapi Novel laser
Telah dikemukakan terapi laser untuk mengobati onikomikosis (total
distropi, proksimal subungual onikomikosis, distal subungual onikomikosis dan
onikomikosis endoniks). Terapi laser dikembangkan karena terapi dengan
farmakologi dianggap membutuhkan waktu yang lama. Terapi bedah laser juga
mempunyai efek bakterisidal. Karena cahaya lokal laser sangat panas yang dapat
membunuh mikroorganisme dan sebagai simulasi proses penyembuhan. Pada
studi laser yang digunakan adalah VSP Nd:YAG 1066 nm, yang penetrasi sampai
ke plat kuku, dermis dan jaringan kuku lainnya.

3.10

Prognosis

Tanpa terapi yang efektif, onikomikosis tidak dapat sembuh secara


spontan. Keterlibatan yang progresif dari beberapa kuku adalah biasa.
Onikomikosis subungual distal/lateral menetap setelah terapi tinea pedis dan
sering menyebabkan episode berulang dermatofita epidermal pada kaki, pangkal
paha, dan lokasi lain. Tinea pedis dan/atau onikomikosis subungual distal/lateral

25

merupakan awal untuk infeksi bakteri berulang (S. aureus, group A


streptococcus), khususnya sellulitis pada tungkai bawah.
Prevalensi pada penderita diabetes diperkirakan 33%; onikomikosis
subungual distal/lateral memberikan kontribusi terhadap keparahan masalah kaki:
infeksi bakteri superfisial, ulserasasi, selulitis, osteomielitis, nekrosis, amputasi.
Diabetes membutuhkan intervensi dini dan harus diskrining reguler oleh
dermatologis. HIV yang tidak diobati dikaitkan dengan peningkatan dermatofita.
Tingkat relaps jangka panjang dengan terapi oral terbaru seperti terbinafin, atau
itarconazole dilaporkan 15-21% 2 tahun setelah terapi berhasil. Penyebab kambuh
atau reinfeksi: reinfeksi, inkompetensi imulogis, trauma terus menerus, penyebab
tidak diketahui. Kultur mikologi dapat positif tanpa gejala klinis yang jelas.
Kebersihan kaki dan kuku sangat penting: sabun benzoyl peroxide pada saat
mandi dan preparat antijamur atau ethanol/isopropyl gel.

26

BAB 4
PEMBAHASAN
Tinea Ungium merupakan infeksi pada kuku yang paling seeing
disebabkan oleh jamur dermatofita. Tinea ungium lebih banyak terjadi diusia tua
dan biasanya lebih sering pada jenis kelamin laki-laki.
Tn. Z, 73 tahun, datang dengan keluhan terjadi perubahan warna pada
kuku jari tangan dan kakinya menjadi suram, rapuh dan terkadang menimbulkan
rasa gatal terutama saat sedang terpapar air sawah. Pasien mengaku sering
menggunakan sepatu tertutup atau sepatu boot sewaktu masih bekerja di PT. Arun
dan pada masa itu juga mulai timbulnya keluhan tersebut. Awalnya, perubahan
warna kuku dimulai dari ujung kuku kemudian meluas ke pangkal kuku. Kuku
tampak menebal, permukaan kuku tidak rata dan kasar. Pasien tidak mengeluhkan
nyeri, adanya bau dan keluar pus serta permukaan sekitar kuku tampak normal.
Tinea ungium yang dialami pasien bisa saja diesebabkan oleh jamur
dermatofita, dimana pada pasien ini mempunyai riwayat pemakaian sepatu
tertutup dalam rentang waktu cukup lama dan kurangnya rasa kepedulian atau
proteksi terhadap hygiene menyebabkan berkembangnya penyakit ini. Jamur
tersebut dapat tumbuh oleh karena lingkungan yang lembab, memungkinkan
untuk menginvasi kedalam jaringan keratin pada kuku. Untuk mengetahui jenis
jamur yang menyebabkan tinea ungium ini adalah dengan pemeriksaan penunjang
seperti pemeriksaan mikroskopi langsung dengan KOH, kultur jamur atau
pemeriksaan histopatologi.

27

Terapi yang diberikan pada pasien ini antara lain anti jamur topikal, anti
histamin, dan antibiotik. Selain itu, sedukasi pada pasien juga, seperti menjaga
kebersihan diri dan lingkungan serta menghindari faktor yang meningkatkan
pertumbuhan jamur. Prognosis pada pasien ini, baik secara vitam, fungsionam,
dan sanactionam adalah baik.

28

Anda mungkin juga menyukai