Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi cacing usus masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
negara berkembang termasuk Indonesia. Dikatakan pula bahwa masyarakat
pedesaan atau daerah perkotaan yang sangat padat dan kumuh merupakan
sasaranyang mudah terkena infeksi cacing (Moersintowarti, 1992).
Infeksi cacing usus (Ascariasis) yang disebabkan oleh Ascaris
lumbricoides merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar diseluruh
dunia, terutama banyak ditemukan pada daerah tropik dengan suhu 23 oC-30oC
(Tan HT &Kirana Rahardja, 2008).
Ascariasis dapat menjangkiti lebih dari 2 miliar manusia di seluruh dunia
(Haryanti E,1993). Di Indonesia, prevalensi Ascariasis ternyata masih cukup
tinggi dimana diperkirakan bahwa lebih dari 60% anak-anak di Indonesia
menderita suatu infeksi cacing. Hal ini disebabkan karena kesadaran anakanak akan kebersihan dan kesehatan masih rendah (Tan HT & Kirana
Rahardja, 2008).
Di Jakarta, pernah terdeteksi sekitar 49,5% dari 3.160 siswa di 13 Sekolah
Dasar (SD) yang menderita cacingan. Siswa perempuan memiliki prevalensi
lebih tinggi, yaitu 51,5% dibandingkan dengan siswa laki-laki yang hanya
48,5%. Sebagian diantara mereka yang terinfeksi cacing ini hidup pada
wilayah kumuh, dengan jenis penularan baik melalui makanan atau langsung
berhubungan dengan tanah yang banyak mengandung vektor cacing. Oleh
karena itu, siswa yang terinfeksi akan kekurangan kadar hemoglobin dan akan
berdampak terhadap kemampuan tubuh membawa oksigen ke berbagai
jaringan tubuh, termasuk ke otak (Achmad Sujudi, 2001). Sekitar 20 ekor
cacing Ascaris lumbricoides dewasa didalam usus manusia mampu
mengkonsumsi hidrat arang sebanyak 2,8 gram dan 0,7 gram protein setiap
hari. Dari hal tersebut dapat diperkirakan besarnya kerugian yang disebabkan
oleh infestasi cacing dalam jumlah yang cukup banyak dapat mengakibatkan
malnutrisi (Tantular K, 1980).
1

Oleh karena banyaknya masyarakat yang terjangkit penyakit cacingan,


maka penyusun tertarik untuk membahas mengenai pencegahan dan
penanganan cacingan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan menerapkan pencegahan dan
penanganan cacingan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan memahami definisi cacingan
b. Mengetahui dan memahami etiologi cacingan
c. Mengetahui dan memahami cara penularan cacingan
d. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis cacingan
e. Mengetahui dan memahami dampak cacingan
f. Mengetahui dan memahami pencegahan dan penanganan cacingan

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi cacingan
Kecacingan merupakan penyakit endemik dan kronik yang diakibatkan
oleh cacing parasit yang cenderung tidak mematikan namun menggerogoti
2

kesehatan tubuh manusia, sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan


kesehatan masyarakat. Umumnya kecacingan disebabkan oleh cacing gelang
(Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), dan cacing
Hookworm (Ancylostoma duodenale dan Necator amer icanus)yang
dikelompokkan sebagai cacing yang ditularkan melalui tanah (Soil Trasmitted
Helminth), karena penularannya dari satu orang ke orang lain melalui tanah.
(WHO,2008).
Infeksi cacingan adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan
minuman atau melalui kulit dimana tanah sebagai media penularannya yang
disebabkan oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk
(Trichuris trichuria), dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan
Necator americanus). (Jawetz et al, 1996)
B. Etiologi cacingan
1. Ascaris Lumbricoides (Cacing Gelang)
Manusia merupakan satu-satunya hospes cacing ini. Cacing jantan
berukuran 10-30 cm, sedangkan cacing betina 22-35 cm, pada stadium
dewasa hidup di rongga usus halus, cacing betina dapat bertelur sampai
100.000-200.000 butir sehari, terdiri dari telur yang dibuahi dan telur yang
tidak dibuahi. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi tumbuh
menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk
infektif ini bila tertelan manusia, akan menetas menjadi larva di usus
halus.

Keterangan :
1. Cacing dewasa hidup di saluran usus halus, seekor cacing betina
mampu menghasilkan telur sampai 240.000 perhari yang akan keluar
bersama feses.
2. Telur yang sudah dibuahi mengandung embrio dan menjadi infective
setelah 18 hari sampai beberpa minggu di tanah.
3. Tergantung pada kondisi lingkungan (kondisi optimum, lembab,
hangat, tempat teduh)
4. Telur infective tertelan
5. Masuk ke usus halus dan menetas mengeluarkan larva yang kemudian
menembus mucosa usus, masuk kelemjar getah bening dan aliran
darah dan terbawa sampai ke paru-paru
6. Larva mengalami pendewasaan di dalam paru-paru (10 14),

menembus dinding alveoli, naik ke saluran pernafasan dan akhirnya


terlelan kembali. Ketika mencapai usus halus, larva tumbuh menjadi
cacing dewasa. Waktu yang diperlukan mulai tertelan telur infeksi
4

sampai menjadi cacing dewasa sekitar 2 sampai 3 bulan. Cacing


dewasa dapat hidup 1 sampai 2 tahun dalam tubuh (Bruckner , 2006)
2. Trichuris trichiura (cacing cambuk)
Manusia adalah hospes utama cacing Trichuris trichiura. Cara infeksi
adalah langsung, tidak diperlukan hospes perantara. Bila telur yang telah
berisi embrio tertelan manusia, larva yang menjadi aktif akan keluar di
usus halus masuk ke usus besar dan menjadi dewasa dan menetap. Cacing
ini dapat hidup beberapa tahun di usus besar hospes. Telur yang infektif
bila tertelan manusia menetes menjadi larva di usus halus. Larva
menembus dinding usuu halus menuju pembuluh darah atau saluran limpa
kemudian terbawa oleh darah sampai ke jantung menuju paru-paru
(Onggowaluyo, 2002)
Kelainan patologis yang disebabkan oleh cacing dewasa terutama
terjadi karena kerusakan mekanik di bagian mukosa usus dan respons
alergi. Keadaan ini erat hubungannya dengan jumlah cacing, lama infeksi,
umur dan status kesehatan umum dari hospes (penderita). Gejala yang
ditimbulkan oleh cacing cambuk biasanya tanpa gejala pada infeksi ringan.
Pada infeksi menahun dapat menimbulkan anemia, diare, sakit perut, mual
dan berat badan turun (Onggowaluyo, 2002).
Penyebaran geografis T.trichuira sama A. lumbricoides sehingga
seringkali kedua cacing ini ditemukan bersama-sama dalam satu hospes.
Frekuensinya di Indonesia tinggi, terutama di daerah pedesaan,
frekuensinya antara 30% - 90 %. Angka infeksi tertinggi ditemukan pada
anakanak. Faktor terpenting dalam penyebaran trikuriasis adalah
kontaminasi tanah dengan tinja yang mengandung telur. Telur berkembang
baik pada tanah liat, lembab dan teduh (Onggowaluyo, 2002).
3. Necator americanus / Ancylostoma duodenale (cacing tambang)
Cacing dewasa hidup di dalam usus halus manusia, Cacing melekat
pada mukosa usus dengan bagian mulutnya yang berkembang dengan
baik. Infeksi pada manusia dapat terjadi melalui penetrasi kulit oleh larva
filariorm yang ada di tanah. Cacing betina menghasilkan 9.000-10.000
butir telur sehari. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing
jantan kira-kira 0,8 cm, cacing dewasa berbentuk seperti hurup S atau C
5

dan di dalam mulutnya ada sepasang gigi. Daur hidup cacing tambang
dimulai dari keluarnya telur cacing bersama feses, setelah 1-1,5 hari dalam
tanah, telur tersebut menetas menjadi larva rhabditiform. Dalam waktu
sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform yang dapat menembus
kulit dan dapat bertahan hidup 7-8 minggu di tanah. Setelah menembus
kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus ke paru-paru. Di paru-paru
menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan
larynk. Dari larynk, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan
menjadi cacing dewasa. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus
kulit atau ikut tertelan bersama makanan (Gandahusada dkk, 2004).

Keterangan :
Larva cacing tambang pada suhu hangat dan lembab mengalami
pertumbuhan dalam 3 tahap. Pada tahap ahir, larva-larva ini akan naik ke
permukaan tanah. Dengan bentuk tubuh yang runcing di bagian atas, larva
ini akan masuk menembus kulit dan ikut ke dalam aliran darah sampai ke
6

organ hati. Melalui pembuluh darah larva ini akan terbawa ke paru-paru.
Larva cacing tambang kemudian bermigrasi ke bagian kerongkongan dan
kemudian tertelan. Larva kemudian menuju usus halus dan menjadi
dewasa dengan menghisap darah penderita. Cacing tambang bertelur di
usus halus yang kemudian dikeluarkan bersama dengan feses ke alam dan
akan menyebar kemana-mana (Onggowaluyo, 2002)
Gambaran klinis walaupun tidak khas, tidak cukup mendukung untuk
memastikan untuk dapat membedakan dengan anemia karena defisiensi
makanan atau karena infeksi cacing lainnya. Diagnosa terakhir ditegakkan
dengan menemukan telur cacing pada feses penderita. Secara praktis telur
cacing Ancylostoma duodenale tidak dapat dibedakan dengan telur
Necator americanus. Untuk membedakan kedua spesies ini biasanya
dilakukan tekhnik pembiakan larva (Onggowaluyo, 2002).
4. Oxyuris Vermicularis (cacing kremi)
Cacing betina berukuran 8-13 mm, sedangkan yang jantan berukuran
lebih kecil yaitu 2-5 mm. Telur cacing kremi berbentuk oval asimetris
berisi larva dengan ukuran 60x20 mikron. Cacing dewasa hidup di rongga
usus besar terutama bagian bawah, sesudah kopulasi cacing betina turun ke
bawah sampai ke anus dan meletakkan telurnya di kulit sekitar anus.
Sesudah bertelur cacing betina akan mati, telur ini dengan zat perekat pada
kulitnya dapat melekat pada kulit perional dan juga ada pula yang jatuh
terlepas, karena ringannya dapat tersebar kemana-mana. Cacing kremi
pada anak terlihat perutnya buncit, gatal disekitar anus, terutama pada
malam

hari,

kulit

disekitar

anus

meradang

dan

lecet-lecet.

(http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/119/jtptunimus-gdl-ciciliapre-59323-8.babii.pdf
C. Cara penularan cacingan
1. Cara Penularan Ascaris Lumbricoides
Dapat terjadi melalui beberapa jalan yaitu masuknya telur yang infektif
kedalam mulut bersama makanan atau minuman yang tercemar atau telur
tertelan melalui tangan yang kotor misalnya pada anak-anak maupun telur
yang terhirup bersama debu udara. Pada keadaan yang terakhir ini larva
cacing akan menetas di mukosa jalan napas bagian atas kemudian masuk
7

dengan menembus pembuluh darah dan memasuki aliran darah.


(http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/119/jtptunimus-gdl-ciciliapre-59323-8.babii.pdf)
2. Cara Penularan Trichuris trichiura (cacing cambuk)
Cara menginfeksi langsung dengan menelan telur melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi telur serta tangan yang kotor cara lain
terhirup bersama debu di udara. Pada keadaan yang terakhir ini larva
cacing akan menetas di usus besar dan melalui kepala dan ekornya masih
tetap di rongga usus / di luar rongga usus, keadaan ini akan mengakibatkan
terjadinya sondroma kerusakan otot usus. Infeksi tidak langsung terjadi
telur infektif melekat badan oleh kaki kecoa, lalat, tikusyang
terkontaminasi tinja manusia yang mengandung telur matang selama itu
bisa

terbawa

angin,

air

dan

terselip

di

kuku.

(http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/119/jtptunimus-gdl-ciciliapre-59323-8.babii.pdf)
3. Cara Penularan Necator americanus / Ancylostoma duodenale (cacing
tambang)
Perilaku anak BAB tidak dijamban atau di sembarang tempat
menyebabkan pencemaran tanah dan lingkungan oleh tija yang berisi telur
cacing. Penyebaran infeksi kecacingan tergantung dari lingkungan yang
tercemar tinja yang mengandung telur cacing. Infeksi pada anak sering
terjadi karena menelan tanah yang tercemar telur cacing atau melalui
tangan yang terkontaminasi telur cacing. Penularan melalui air sungai juga
dapat terjadi, karena air sungai sering digunakan untuk berbagai keperluan
sehari-hari, perilaku anak jajan di sembarang tempat yang kebersihannya
tidak dapat dikontrol oleh orang tua dan tidak terlindung dan dapat
tercemar oleh debu dan kotoran yang mengandung telur cacing, hal ini
dapat menjadi penularan kecacingan pada anak.
(http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/119/jtptunimus-gdl-ciciliapre-59323-8.babii.pdf)
4. Cara Penularan Vermicularis (cacing kremi)
a. Auto Infeksi

Telur masuk ke tubuh manusia melalui tangan yang menyentuh


tinja yang tercemar telur cacing kremi, kemudian masuk ke dalam
mulut.
b. Hetero Infeksi
Telur tertelan oleh manusia lain sampai diusus menetas sampai jadi
cacing dewasa.
c. Retregrad Infeksi
Telur pada anus penderita menetas dan larva-larvanya masuk
melalui anus ke usus besar kemudian menetas menjadi cacing dewasa.
(http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/119/jtptunimus-gdl-ciciliapre-59323-8.babii.pdf)
D. Manifestasi klinis cacingan
Manifestasi klinis menurut Depkes.go.id
(http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/BUKU%20SBH.pdf)
1. Gangguan Gizi, kurus
Penderita banyak kehilangan karbohidrat, lemak dau terutama protein,
bahkan banyak unsur besi (Fe) yang hilang sehingga terjadi malnutrisi.
2. Anemia, pucat, kekurangan darah, Lesu, malas
Cacing tambang merupakan salah satu cacing yang dapat
menyebabkan

kehilangan

darah

bagi

penderita

sehingga

sangat

memungkinkan terjadinya anemia. Terjadinya anemia diduga karena


adanya bekas gigitan cacing tambang pada dinding usus yang relatif sulit
menutup akibat adanya enzim cacing yang memiliki sifat sebagai
antikoagulan sehingga darah sukar membeku.

Cacing ini seringkali

ditemukan bersama dengan penyebab anemia lainnya seperti pada


kehamilan dan masa menstruasi. Kadar hemoglobin ditemukan relatif
lebih rendah (4,1 g/dl) pada wanita dengan infeksi cacing tambang bila
dibandingkan dengan wanita yang tidak terinfeksi cacing tambang (7,0
g/dl). Lemas dan lesu terjadi karena keadaan anemia. Anemia ini keluar
karena cacing yang berkembang biak perlu nutrisi, kemudian cacing
tersebut mengambil nutrisi dengan proses menghisap darah
3. Perut Buncit
Perut yang buncit biasanya disebabkan karena jumlah cacing yang
banyak.
4. Mual, kurang nafsu makan
9

Jika terinveksi cacing ini, anak biasanya akan menunjukan gejala


mual, penurunan nafsu makan, muntah dan diare. Di dalam usus, cacing
gelang dewasa juga akan langsung mengambil makanan yang masuk,
sehingga menyebabkan anak kurang gizi. Pada kondisi lanjut, jumlah
cacing gelang di dalam usus yang semakin banyak dapat menggumpal
seperti bola, yang dapat menyebabkan sumbatan saluran cerna/usus.
5. Rambut jarang
Karena cacing memakan nutrisi, sehingga rambut juga kekurangan
nutrisinya. Karena salah satu komponen dari rambut yaitu keratin. Keratin
adalah suatu protein yang terdiri atas gabungan gugus- gusus peptide,
( yang merupakan gabungan kompleks-kompleks asam amino ) hasil
penggabungan inilah membentuk molekul keratin yang berbentuk ulir.
E. Dampak cacingan
Kecacingan jarang sekali menyebabkan kematian secara langsung, namun
sangat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Infeksi cacing gelang yang
berat akan menyebabkan malnutrisi dan gangguan pertumbuhan dan
perkembangan pada anak-anak. Infeksi cacing tambang (Ancylostoma
duodenale dan Necator americanus) mengakibatkan anemia defesiensi besi,
sedangkan Trichuris trichiura menimbulkan morbiditas yang tinggi (Soedarto,
1999).
Berbagai penelitian membuktikan bahwa sebagian kalori yang dikonsumsi
manusia tidak dimanfaatkan badan karena adanya parasit dalam tubuh. Pada
infeksi ringan akan menyebabkan gangguan penyerapan nutrien lebih kurang
3% dari kalori yang dicerna, pada infeksi berat 25% dari kalori yang dicerna
tidak dapat dimanfaatkan oleh badan. Infeksi Ascaris lumbricoides yang
berkepanjangan dapat menyebabkan kekurangan kalori protein dan diduga
dapat mengakibatkan defisiensi vitamin A (Hidayat, 2002).
Pada infeksi Trichuris trichiura berat sering dijumpai diare darah,
turunnya berat badan dan anemia. Diare pada umumnya berat sedangkan
eritrosit di bawah 2,5 juta dan hemoglobin 30% di bawah normal. Anemia
berat ini dapat terjadi karena infeksi Trichuris trichiura mampu menghisap
darah sekitar 0,005 ml/hari/cacing (Gandahusada dkk, 2004).
10

Infeksi cacing tambang umumnya berlangsung secara menahun, cacing


tambang ini sudah dikenal sebagai penghisap darah. Seekor cacing tambang
mampu menghisap darah 0,2 ml per hari. Apabila terjadi infeksi berat, maka
penderita akan kehilangan darah secara perlahan dan dapat menyebabkan
anemia berat (Gandahusada dkk, 2004).
F. Pencegahan dan penanganan cacingan
Penanggulangan infeksi cacing usus tidak mudah karena keterkaitan
dengan masalah lingkungan. Pemberian obat-obatan hanya bersifat mengobati
tetapi tidak memutuskan mata rantai penularan. Upaya untuk mengatasi
masalah tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan terpadu yang mencakup
pengobatan massal, penyuluhan kesehatan, peningkatan status gizi, perbaikan
sanitasi lingkungan dan hygiene perorangan serta partisipasi masyarakat
(Hadidjaja, 1994).
Menurut Sasongko (2007) kunci pemberantasan cacingan adalah
memperbaiki higiene dan sanitasi lingkungan. Misalnya, tidak menyiram
jalanan dengan air got. Sebaiknya, bilas sayur mentah dengan air mengalir
atau mencelupkannya beberapa detik ke dalam air mendidih. Juga tidak jajan
di sembarang tempat, apalagi jajanan yang terbuka. Biasakan pula mencuci
tangan sebelum makan, bukan hanya sesudah makan. Dengan begitu, rantai
penularan cacingan bisa diputus. Pada saat bersamaan, anak-anak yang
menderita cacingan harus segera diobati. Namun, meski semua anak sudah
minum obat cacing, tak berarti masalah cacingan akan selesai saat itu juga.
Pemberantasan kecacingan adalah kerja gotong royong yang butuh waktu
bertahun-tahun. Negara maju sepenti Jepang pun pernah dibuat sibuk oleh
ulah para cacing perut ini. Setelah kalah oleh Sekutu saat Perang Dunia II,
Jepang

jatuh

menjadi

negara

miskin.

Karena

miskin,

masyarakat

menggunakan kotoran manusia sebagai pupuk pertanian. Akibatnya, penularan


cacing menjadi tak terkendali, sampai menyerang 80% penduduk
Cara mencegah cacingan bisa dilakukan dengan cara, yaitu (menurut
Depkes.go.id):
1. Mencuci tangan bersih-bersih dengan sabun sebelum makan dan sesudah
buang air besar serta saat mau menyuapi anak.
11

2.
3.
4.
5.

Mandi dan membersihkan badan paling sedikit 2 kali setiap hari.


Memotong dan membersihkan kuku.
Memakai alas kaki (sandal atau sepatu) sewaktu diluar rumah.
Mencuci dan memasak makanan dan minuman sebelum makan dan

minum.
6. Membuang tinja di jamban.
7. Menjaga kebersihan, menutup makanan dengan tudung saji.
8. Mencegah pengotoran sungai dan saluran air.
9. Menjaga kebersihan rumah.
10. Menjaga kebersihan lingkungan.
11. Menggunakan air bersih untuk keperluan makan, minum dan mandi.
12. Mengusahakan pengaliran pembuangan air kotor/air limbah.
13. Membuang sampah di tempat yang semestinya.
14. Memberantas binatang yang menyebarkan telur cacing seperti lalat, lipas
dan tikus.
Penanganan pada penderita cacingan bisa dilakukan dengan cara penyuluhan
dan pengobatan:
1. Penyuluhan.
a. Menjelaskan bahwa penyakit cacingan adalah merupakan salah satu
penyakit menular yang sering dijumpai di kalangan masyarakat
Indonesia. Setiap 100 orang lebih kurang 60 diantaranya mengandung
telur cacing dalam perutnya.
b. Menjelaskan dengan baik dan benar tentang:
1) Kebersihan lingkungan
a) Setiap anggota keluarga agar selalu buang air besar ke dalam
jamban. Jangan buang air besar di sembarang tempat.
b) Setiap anggota keluarga agar selalu menggunakan air bersih
yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.
c) Keluarga agar selalu memasak makanan dan minuman sebelum
dimakan dan diminum.
d) Keluarga agar selalu menggunakan tudung saji (penutup
makanan) agar makanan terhindar dari jamahan lalat dan debu.
2) Kebersihan diri pribadi
Setiap anggota keluarga agar membiasakan hidup bersih dengan
cara:
a) Cuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan serta
setelah buang air besar.
b) Memotong kuku seminggu sekali.
c) Memakai alas kaki (sandal, sepatu dan sebagainya).
d) Memelihara kebersihan jiwa/rohani.
12

Hal ini sangat penting dan erat hubungannya dengan


kebersihan badani, bahkan oleh agama disebutkan bahwa
kebersihan adalah sebagian daripada iman. Jadi semua bersih
dari lingkungan, badan, hati dan cita-cita.
c. Membimbing keluarga dan masyarakat untuk

melaksanakan

peranannya, antara lain dengan cara:


1) Memberikan petunjuk pembuatan, pemanfaatan dan pemeliharaan
jamban yang sehat.
2) Memberikan petunjuk cara-cara mewujudkan kebersihan diri
pribadi setiap anggota keluarga.
3) Memberikan petunjuk cara-cara memilih dan menggunakan obat
cacing secara tepat.
2. Pengobatan.
Bila seorang sakit cacingan, maka orang tersebut perlu diberikan obat
cacing. Apabila menggunakan obat cacing Albendazole dosis untuk usia
diatas 2 tahun adalah 400 mg, dosis tunggal. Untuk anak usia 1 2 tahun
dosisnya adala 200 mg, dosis tunggal. Obat tidak boleh diberikan kepada
orang yang sedang demam, ibu hamil dan bayi berumur kurang dari 1
tahun. Apabila menggunakan obat cacing Pyrantel pamoat dosisnya adalah
10 mg/kg berat badan dosis tunggal. Obat tidak boleh diberikan kepada
orang yang sedang demam, ibu hamil dan bayi berumur kurang dari 4
bulan.Selain obat albendazole dan pyrantel pamoat dapat pula digunakan
obat-obat lain seperti: mebendazole dan obat-obat tradisional (petai cina,
temulawak, dan lain-lain). Perhatikanlah aturan pemakaiannya.
Untuk meyakinkan bahwa orang tersebut telah sembuh dari cacingan
maka perlu diperiksa tinjanya di Puskesmas. Bila orang tersebut masih
cacingan, pengobatan dapat diberikan lagi sampai tinjanya negative telur
cacing.Karena angka penularan cacing dan terinfeksi (infeksi ulang) di
Indonesia pada umumnya masih tinggi, maka membiasakan makan obat
cacing secara teratur 6 bulan sekali dapat dilakukan, tetapi kegiatan
pencegahan lebih penting dan sangat dianjurkan.
G. Kebutuhan Nutrisi Cacingan
Tubuh memerlukan energi untuk fungsi-fungsi organ tubuh, pergerakan
tubuh, mempertahankan suhu, fungsi enzim, pertumbuhan dan pergantian sel
13

yang rusak. Metabolisme merupakan semua proses biokimia pada sel tubuh.
Proses metabolisme dapat berupa anabolisme (membangun) dan katabolisme
(pemecah). Nutrisi sangat penting bagi manusa karena nutrisi merupakan
kebutuhan vital bagi semua makhluk hidup, mengkonsumsi nutrient (zat
gizi) yang buruk bagi tubuh tiga kali sehari selama puluhan tahun akan
menjadi racun yang menyebabkan penyakit dikemudian hari.
Kebutuhan nutrisi tiap orang berbeda-beda, dilihat dari jenis kelamin,
aktifitas harian, faktor penyakit. Nutrisi sangat bermanfaat bagi tubuh kita
karena apabila tidak ada nutrisi maka tidak ada gizi dalam tubuh kita.
Sehingga bisa menyebabkan penyakit/terkena gizi buruk oleh karena itu kita
harus memperbanyak nutrisi harian.
Nutrien adalah zat kimia organik dan anorganik yang ditemukan dalam
makanan dan diperoleh untuk penggunaan fungsi tubuh. Nutrient terdiri dari
beberapa, diantaranya:
1. Karbohidrat
Karbohidrat adalah komposisi yang terdiri dari elemen karbon,
hidrogen, dan oksigen. Karbohidrat dibagi atas:
a) Karbohidrat sederhana (gula); bisa berupa monosakarida (molekul
tunggal yang terdiri dari glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Juga bisa
berupa

disakarida

(glukosa+fruktosa),

(molekul
maltosa

ganda),

contohnya

(glukosa+glukosa),

sukrosa
laktosa

(glukosa+galaktosa).
b) Karbohidrat kompleks (amilum) adalah polisakarida karena disusun
banyak molekul glukosa.
Karbohidrat memiliki berbagai fungsi dalam tubuh makhluk hidup,
terutama sebagai bahan bakar (misalnya glukosa), cadangan makanan
(misalnya pati pada tumbuhan dan glikogen pada hewan), dan materi
pembangun (misalnya selulosa pada tumbuhan, kitin pada hewan dan
jamur). Kebutuhan karbohidrat 60-75% dari kebutuhan energi total.
2. Protein
Protein sangat penting untuk pembentukan dan pemeliharaan
jaringan tubuh. Beberapa sumber protein berkualitas tinggi adalah:
ayam, ikan, daging, babi, domba, kalkun, dan hati. Beberapa sumber
protein nabati adalah kelompok kacang polong (misalnya buncis, kapri
14

dan kedelai), kacang-kacangan, dan biji-bijian. Protein merupakan


konstituen penting pada semua sel, jenis nutrien ini berupa struktur
nutrient kompleks yang terdiri dari asam-asam amino. Protein akan
dihidrolisis oleh enzim-enzim proteolitik. Untuk melepaskan asam-asam
amino yang kemudian akan diserap oleh usus. Fungsi protein:
a) Protein menggantikan protein yang hilang selama metabolisme yang
normal dan proses perngausan yang normal.
b) Protein menghasilkan jaringan baru.
c) Protein diperlukan dalam pembuatan protein-protein yang baru
dengan fungsi khusus dalam tubuh yaitu enzim, hormon, dan
hemoglobin. Kebutuhan protein 10-15% atau 0,8-1,0g/kgBB dari
kebutuhan energi total.
3. Lemak
Lemak merupakan sumber energi yang dipadatkan. Lemak dan
minyak terdiri atas gabungan gliserol dengan asam-asam lemak.
Kebutuhan lemak 10-25% dari kebutuhan energi total. Fungsi lemak:
a) Sebagai sumber energi; merupakan sumber energi yang didapatkan
dengan memberikan 9 kal/gr.
b) Ikut serta membangun jaringan tubuh.
c) Perlindungan
d) Penyekatan/isolasi, lemak akan mencegah kehilangan panas dari
tubuh.
e) Perasaan kenyang, lemak dapat menunda waktu pengosongan
lambung dan mencegah timbul rasa lapar kembali segera setelah
makan.
4. Vitamin
Vitamin adalah bahan organik yang tidak dapat dibentuk oleh tubuh
dan berfungsi sebagai katalisator proses metabolisme tubuh. Vitamin
dibagi dalam dua kelas besar, yaitu vitamin larut dalam air (vitamin C,
B1, B2, B6, B12) dan vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E,
dan K). Berikut ini rincian dari beberapa vitamin:
a) Vitamin A
Vitamin ini membantu perkembangan daya lihat bayi. Juga berperan
dalam proses kerja sel tulang. Anak-anak yang kekurangan vitamin A
akan menderita rabun senja serta gangguan pertumbuhan. Mereka

15

juga rentan terhadap infeksi. Sumber vitamin A antara lain: telur,


keju, dan hati.
b) Vitamin B-kompleks
Semua vitamin B membantu produksi energi, dan membantu
terbentuknya sel-sel otak bayi. Vitamin B1 dan niasin (salah satu
anggota B-kompleks) membantu sel tubuh menghasilkan energi.
Vitamin B6 membantu tubuh melawan penyakit dan infeksi. B12
digunakan dalam pembentukan sel darah merah. Kecukupan vitamin
B-kompleks membantu mencegah kelambatan pertumbuhan, anemia,
gangguan penglihatan, kerusakan syaraf, dan gangguan jantung.
Makanan seperti roti, padi-padian, dan hati banyak mengantung
vitamin B-kompleks. Setiap anggota vitamin B-kompleks bersumber
dari makanan tertentu misalnya; B1 dari kacang buncis dan daging
babi; B12 dari daging, ikan, telur, dan susu.
c) Vitamin C
Anak-anak dapat memperoleh vitamin C dari jeruk dan berbagai
sayuran. Mereka memerlukan vitamin C untuk membentuk beberapa
zat kimia dan menggerakkan zat kimia lain (salah satu anggota grup
vitamin B, misalnya) agar dapa digunakan tubuh. Vitamin C juga
membantu penyerapan zat besi. Mereka kekurangan vitamin C bisa
menderita kelemahan tulang, anemia, dan gangguan kesehatan
lainnya.
d) Vitamin D
Sinar matahari membantu tubuh membuat sendiri vitamin D, bahwa
pada sejumlah anak, kebutuhan vitamin ini sudah terpenuhi dengan
bantuan sinar matahi. Vitamin D sangat penting karena membantu
kalsium masuk ke tulang. Inilah sebabnya mengapa vitamin D
kadang ditambahkan kedalam susu sapi (disebut susu yang telah
diperkaya). Sayangnya, banyak produk susu olahan yang digemari
anak-anak justru tidak diperkaya dengan vitamin D. Keju dan
yoghurt kaya kalsium tetapi tidak mengandung vitamin D. Makanan
yang diperkaya vitamin D lebih baik daripada suplemen vitamin.
Anak-anak yang mengkonsumsi diet rendah vitamin D bisa
16

menderita ricketsia, suatu penyakit yang melemahkan tulang atau


menjadikan tulang cacat.
5. Mineral dan Air
Mineral merupakan unsur esensial bagi fungsi normal sebagian
enzim, dan sangat penting dalam pengendalian sistem cairan tubuh.
Mineral merupakan konstutuen esensial pada jaringan lunak, cairan dan
rangka. Rangka mengandung sebagian besar mineral. Tubuh tidak dapat
mensintesis sehingga harus disediakan lewat makanan. Fungsi mineral
yaitu:
a) Konstituen tulang dan gigi: contoh: kalsium, magnesium, dan fosfor.
b) Pembentukan garam-garam yang larut dan mengendalikan komposisi
cairan tuuh; contoh Na, Cl (ekstraseluler), K, Mg, P (intraseluler)
c) Bahan dasar enzim dan protein
d) Kira-kira 6% tubuh manusia dewasa terbuat dari mineral.
Air merupakan zat makanan yang paling mendasar yang dibutuhkan
oleh tubuh manusia. Tubuh manusia terdiri atas 50%-70% air. Pada
orang dewasa asupan air berkisar antara 1200-1500 cc/hari, namun
dianjurkan sebanyak 1900 cc sebagai batas optimum.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kecacingan merupakan penyakit endemik dan kronik yang diakibatkan
oleh cacing parasit yang cenderung tidak mematikan namun menggerogoti
kesehatan tubuh manusia, sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan
kesehatan masyarakat.
Infeksi cacingan adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan
minuman atau melalui kulit dimana tanah sebagai media penularannya yang
disebabkan oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk
(Trichuris trichuria), dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan
Necator americanus), cacing kremi (Oxyuris Vermicularis.

17

Manifestasi klinis cacingan yaitu terlihat kurus atau adanya gangguan gizi
pada penderita tersebut, anemia, pucat, kekurangan darah, lesu, malas, perut
buncit, mual, kurang nafsu makan, dan rambut jarang.
Jika seseorang terkena cacingan dapat menimbulkan kematian secara
langsung tetapi akan menyebabkan malnutrisi dan gangguan pertumbuhan
dan perkembangan pada anak-anak, mengakibatkan anemia defesiensi besi,
menimbulkan morbiditas yang tinggi, dan diare darah.
Pencegahan cacingan dapat dilakukan dengan cara kegiatan terpadu yang
mencakup pengobatan massal, penyuluhan kesehatan, peningkatan status gizi,
perbaikan sanitasi lingkungan dan hygiene perorangan serta partisipasi
masyarakat.

B. Saran
1. Bagi Intitusi Pendidikan
Sebaiknya perpustakaan sekolah menyediakan buku tentang gizi dan
diet pada penderita cacingan agar kami bisa mengetahui cara menangani
2.

nutrisi para penderita cacingan.


Bagi Masyarakat
Sebaiknya masyarakat lebih menjaga kebersihan lingkungan terutama
untuk para ibu yang masih mempunyai anak kecil untuk mencegah
anaknya menderita cacingan seperti mengajarkan anak yang selalu cuci

tangan sebelum dan sesudah makan.


3. Bagi Mahasiswa
Sebaiknya mahasiswa lebih memahami pemberian gizi dan diet pada
penderita cacingan, mahasiswa lebih aktif lagi dalam mencari sumber
referensi mengenai penderita cacingan.

18

Anda mungkin juga menyukai