PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang tergolong sayuran
rempah. Sayuran rempah ini banyak dibutuhkan terutama sebagai pelengkap
bumbu masakan guna menambah cita rasa dan kenikmatan makanan. Hampir
setiap masakan menggunakan bawang merah sebagai pelengkap bumbu
penyedapnya. Selain sebagai bumbu masak, bawang merah juga digunakan
sebagai obat tradisional yang banyak bermanfaat untuk kesehatan (Rahayu dan
Berlian, 2004). Sebagai bahan obat, bawang merah dapat menyembuhkan luka
luar maupun dalam, penyakit maag, masuk angin, menurunkan kadar gula dan
kolesterol (Samadi dan Bambang, 2005).
Pusat Data dan Informasi Pertanian (2014) menyebutkan bahwa, konsumsi
bawang merah dalam rumah tangga selama periode tahun 2002 - 2016 relatif
berfluktuasi namun cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Selama periode tahun 2002 2016, konsumsi bawang merah terbesar terjadi pada
tahun 2007 yang mencapai 3,014 kg/kapita/tahun, sedangkan konsumsi terendah
terjadi pada tahun 2013 sebesar 2,065 kg/kapita/tahun. Tahun 2015 besarnya
konsumsi
bawang
merah
sekitar
0,441
kg/kapita/minggu
atau
2,300
kg/kapita/tahun atau naik 0,04% dari tahun 2014. Dari data di atas dapat dilihat
bahwa budidaya bawang merah memiliki prospek pasar yang baik karena
kebutuhannya selalu meningkat setiap tahunnya.
Produksivitas bawang merah di Indonesia pada tahun 2010 masih tergolong
rendah yaitu dari luas lahan 109.634 ha produksinya hanya 1.048.934 ton, ratarata produksi per hektarnya yaitu 9,57 ton (Departemen Pertanian, 2012). Salah
II.
TINJAUAN PUSTAKA
adalah
Tegal,
Cirebon,
Pekalongan,
Wates,
Brebes
dan
Solo.
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Liliales
Family
: Liliacea
Genus
: Allium
Spesies
: Allium ascalonicum L.
Bawang merah tergolong genus Allium, yang mempunyai lebih dari 500
spesies. Namun, yang selama ini dikenal dan banyak dibudidayakan adalah
Allium cepa L. (bawang bombai), Allium sativum L. (bawang putih), Allium
ampeloprasum L. (bawang prei), Allium schoenoprasum L. (bawang Kucai), dan
Allium fistulosum L. (bawang bakung) (Samadi dan Bambang, 2005).
2. Morfologi
Bawang merah termasuk jenis tanaman semusim berumur pendek dan
berbentuk rumpun. Tinggi tanaman berkisar antara 15-25 cm, berbatang semu,
berakar serabut pendek yang berkembang di sekitar permukaan tana, sehingga
bawang merah tidak tahan terhadap kekeringan (Samadi dan Bambang, 2005).
Secara morfologis, bagian-bagian tanaman bawang merah terdiri dari akar, batang,
daun, bunga, buah dan biji.
Pangkal tangkai bunga bagian bawah agak menggelembung dan tangkai bagian
atas berukuran lebih kecil. Pada bagian ujung tangkai terdapat bagian yang
berbentuk kepala dan berujung agak runcing, yaitu tanda bunga yang masih
terbungkus seludang. Setelah seludang terbuka, secara bertahap tandan akan
tampak dan muncul kuncup-kuncup bunga dengan ukuran tangkai kurang dari 2
cm (Pitojo, 2003). Dewi (2012) menambahkan bahwa setiap ujung tangkai bunga
terdapat 50-200 kuntum bunga yang tersusun melingkar seolah berbentuk payung.
Tiap kuntum bunga terdiri atas satu putik dengan 5-6 helai daun bunga berwarna
putih atau kekuning-kuningan dan bakal buah berbentuk hampir segitiga.
Buah dan Biji. Bakal buah bawang merah tampak seperti kubah, terdiri atas
tiga ruang yang masing-masing memiliki dua bakal biji. Buah bawang merah
berbentuk bulat, di dalamnya terdapat biji yang berbentuk agak pipih dan
berukuran kecil. Pada waktu masih muda biji berwarna putih bening dan setelah
tua berwarna hitam (Pitojo, 2003).
3. Varietas Bawang Merah
Beberapa varietas bawang merah yang dominan diusahakan petani di
daerah-daerah sentra produksi maupun daerah pengembangan adalah varietas
Bima Brebes, Medan, Kling dan Maja Cipanas. Sedangkan varietas bawang merah
unggul lokal yang banyak diusahakan petani adalah Kuning, Kuning Gombong,
dan Sumenep (Putrasamedja dan Suwandi, 1996).
Varietas Bima Brebes. Varietas ini berasal dari daerah lokal Brebes. Umur
tanaman 60 hari setelah tanam. Tinggi tanaman 25-44 cm, banyak umbi 7-12 per
rumpun. Produksi umbi 9,9 ton/ha. Susut bobot umbi 21,5%. Cukup tahan
terhadap penyakit busuk umbi (Botrytis alli). Peka terhadap penyakit busuk ujung
kering berkisar antara 12,3-19,7 ton/ha dengan susut bobot umbi sekitar 23,5
persen. Tanaman bawang merah ini tahan terhadap penyakit Fusarium, bercak
ungu (Alternaria porri) dan antraknose (Colletotrichum spp.) dan cocok ditanam
di dataran rendah sampai dataran medium atau dataran tinggi (Putrasamedja dan
Suwandi, 1996).
C. Ekologi Tanaman Bawang Merah
Menurut Samadi dan Bambang (2005), tanaman bawang merah tidak dapat
tumbuh dan berproduksi dengan baik di sembarang tempat atau daerah. Tanaman
menuntut
persyaratan-persyaratan
tertentu,
terutama
persyaratan
ekologi.
10
11
12
baik adalah disimpan dalam bentuk ikatan di atas para-para dapur atau disimpan
di gudang khusus dengan pengasapan (Nazaruddin, 1999).
Sebelum ditanam, kulit luar umbi benih yang mengering dibersihkan. Umbi
benih yang umur simpannya kurang dari 2 bulan biasanya dilakukan pemotongan
ujung umbi, kurang lebih bagian dari seluruh umbi. Tujuannya untuk
mempercepat pertumbuhan tunas (Hidayat, 2004). Banyaknya umbi benih yang
diperlukan dapat diperhitungkan berdasarkan jarak tanam dan bobot umbi benih.
Kebutuhan umbi benih untuk setiap hektarnya berkisar antara 600 1200 kg
(Sutarya dan Grubben 1995).
3. Penanaman
Cara penanaman bawang merah unuk umbi benih sama dengan penanaman
untuk konsumsi. Akan tetapi, jarak tanam yang digunakan lebih rapat, yaitu 10 cm
x 10 cm. Penanaman dengan jarak tanam tersebut akan menghasilkan lebih
banyak umbi yang berukuran sedang dan hasil umbi per satuan luas lebih banyak
(Rahayu dan Berlian, 2004). Penanaman dilakukan dengan cara, umbi benih
direndam dulu dalam larutan fipronil + air (dosis 5 ml/1lt air) minimal 15 menit,
kemudian disimpan selama 2 hari sebelum tanam. Saat ditanam, seluruh bagian
umbi benih yang telah siap tanam dibenamkan ke dalam permukaan tanah, tiap
lubang ditanam satu umbi benih. Umbi benih bawang merah dimasukan ke dalam
lubang yang sebelumnya dibuat dengan tugal. Penanaman diusahakan jangan
terlalu dalam karena umbi mudah busuk. Setelah proses penanaman selesai
dilakukan penyiraman (Dewi, 2012).
4. Pemeliharaan
13
14
dengan cara mekanik untuk membuang gulma atau tumbuhan liar. Pembumbun
dilakukan agar perakaran bawang merah selalu tertutup tanah. Selain itu bedengan
yang rusak atau longsor perlu dirapikan kembali dengan cara memperkuat tepitepi selokan dengan lumpur dari dasar saluran (Rahayu dan Berlian, 2004).
Pengendalian hama dan penyakit. Masalah terpenting dalam budidaya
bawang merah adalah hama dan penyakit. Hama dan penyakit menyerang mulai
dari akar, umbi, batang dan daun. Tidak hanya menyerang di kebun, beberapa
hama dan penyakit juga menyerang di tempat penyimpanan. Penyakit yang harus
diwaspadai pada awal pertumbuhan adalah penyakit layu Fusarium dan penyakit
Trotol (Perenospora destructor), sedangkan hama yang sering menyerang
tanaman bawang merah antara lain ulat bawang (Spodoptera exigua Hbn.), ulat
tanah (Agrotis ipsilon) dan hama putih atau trips (Thrips tabaci).
Fusarium. Gejala penyakit fusarium ditandai dengan menguningnya daun
bawang, daun layu dengan cepat, daun terpelintir dan pangkal batang
membusuk. Tanaman yang terserang dicabut lalu dibuang atau dibakar di
tempat yang jauh (Dewi, 2012). Selain penyakit layu Fusarium, salah satu
penyakit yang paling berbahaya bagi bawang merah adalah cendawan
Perenospora destructor, yang menyebabkan penyakit embun upas yang
sering juga disebut penyakit blorok atau trotol. Cendawan ini biasanya
menyerang dengan hebat jika pada waktu suhu panas pada musim kemarau
tiba-tiba turun hujan. Sebenarnya penyakit ini sulit untuk dikendaliakan,
namun jika belum terlambat dapat dikendalikan dengan penyemprotan
Dithane M-45 0,2% (Wibowo, 2005). Dewi (2012) menambahkan,
15
dengan
mengumpulkan kelompok telur dan larva pada saat tanaman bawang merah
berumur 7 35 hari kemudian dimusnahkan, memasang lampu perangkap
dan
16
Hama Putih atau Trips. Thrips tabaci dapat menyerang tanaman bawang
merah sejak fase pertumbuhan vegetatif (1135 hari setelah tanam) sampai
dengan fase pematangan umbi (5165 hari setelah tanam). Serangan berat
dapat mengakibatkan umbi saat panen kecil dengn kualitas rendah. Trips
dapat dijumpai pada umbi saat panen, sehingga dapat terbawa ke tempat
penyimpanan dan dapat merusak bagian lembaga umbi bawang merah
(Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura, 2008). Gejala yang
disebabkan trips yaitu terdapat noda pada daun yang berwarna putih
mengkilat seperti perak, seluruh daun brwarna putih jika sudah parah, dan
umbi berukuran kecil (Sasmito, 2010). Pengendalian trips antara lain dengan
cara penyiraman tanaman bawang yang terserang pada siang hari untuk
menurunkan
suhu
disekitar
pertanaman
dan
menghilangkan
nimfa,
contohnya
jagung.
Pengendalian
biologi
menggunakan
bawang
merah
yang
dibudidayakan
untuk
keperluan
penangkaran benih dapat dilakukan setelah tanaman bawang merah cukup tua.
Umur panen antara 60-90 hari, tergantung pada varietas bawang merah yang
ditanam. Adapun tanda-tanda yang dapat dilihat dari tanaman yang sudah tua
17
adalah sebagian besar daun menguning, layu dan kering. Tanda lain yang dapat
dilihat adalah batang tanaman tampak lemah, umbi tampak padat dan sebagian
umbi berada di atas permukaan tanah (Pitojo, 2003).
6. Penyimpanan
Proses penyimpanan dalam produksi umbi benih bawang merah bertujuan
untuk mematahkan masa dormansi umbi hasil panen. Menurut Rubatzky dan
Yamaguchi (1998), bawang merah memiliki masa dormansi yang berlangsung 4
hingga 9 minggu, sehingga umumnya dilakukan penyimpanan beberapa bulan
sebelum ditanam. Penyimpanan umbi benih bawang merah dapat dilakukan
dengan beberapa cara diantaranya dengan cara tradisional di atas tungku dapur,
penyimpanan dengan suhu rendah dan penyimpanan di gudang khussus
penyimpanan (Samadi dan Bambang, 2005). Pada umumnya petani menggunakan
cara tradisional untuk
18
7.5C) dan suhu tinggi (25-30C) dengan RH lingkungan 65-80% dapat menunda
pertunasan bawang merah (Soedomo, 2006).
Penyimpanan umbi benih juga dapat dilakukan pada gudang khusus
penyimpanan. Gudang penyimpanan benih bawang merah harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut: kering, memiliki aerasi yang baik, dan terbuka.
Sebelum disimpan, sebaiknya umbi bawang merah disemprot dengan pestisida
untuk menghindari gangguan hama dan penyakit di dalam gudang penyimpanan.
Bawang merah digantung atau diletakkan di atas para-para yang disusun rapih
sehingga memudahkan pemeliharaan. Penyimpanan dan perawatan calon umbi
bawang merah di dalam gudang penyimpanan berlangsung selama 2-4 bulan.
Selama berada di dalam gudang penyimpanan tersebut calon benih harus terus
dipelihara (Pitojo, 2003).
III.
19
Materi yang dikaji dalam Praktik Kerja Lapangan meliputi berbagai hal
yang berkaitan dengan teknik produksi umbi benih bawang merah di Balai
Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, Bandung. Materi diperoleh dengan
menggunakan metode pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan. Materi yang telah
didapat digunakan sebagai bahan pembahasan dalam laporan Praktik Kerja
Lapangan.
20
IV.
21
22
Warna tanah di lahan Balitsa adalah hitam, abu-abu dan coklat dengan pH tanah
sebesar 5,5-6. Lokasi ini mempunyai suhu 19-24oC dengan curah hujan 2.207
mm/tahun, sedangkan kelembaban udara berkisar antara 70-90%.
3. Visi dan Misi
Visi dan Misi dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang (BALITSA)
pada tahun 2015 adalah sebagai berikut : Visi. Menjadi
lembaga penelitian
sayuran berkelas dunia pada tahun 2015 yang menghasilkan dan mengembangkan
inovasi teknologi sayuran untuk mewujudkan industrial yang memanfaatkan
sumber daya lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, ekspor,
dan kesejahteraan petani. Misi. (1) Merakit, menghasilkan dan mengembangkan
teknologi inovasi sayuran yang secara ilmiah dan teknis dapat meningkatkan
produktivitas, daya saing dan nilai tambah, serta sesuai dengan kebutuhan
pengguna.
(2)
Meningkatkan
diseminasi
teknologi
manusia,
sarana
dalam
mendukung
kompetensi
sumber
teknologi inovasi yang efektif dan efisien. (4) Menjalin jejaring kerjasama dalam
negeri dan luar negeri dalam membangun kemitraan untuk membangun dan
4.
23
Kebun
Kebun
UPBS Laboratorium
Laboratorium
UPBS
Kelompok
Peneliti,
Ekofisiologi
Kelompok
Peneliti,
Hama
dandan
Penyakit
Kelompok
Kelompok
Peneliti,
Ekofisiologi
Peneliti,
Hama
Penyakit
KelompokPeneliti,
Peneliti,Pemuliaan,
Pemuliaan,&
&Plasma
PlasmaNutfah
Nutfah Kelompok
24
: Mastur, S.P.
Kepegawaian
: Sugyartini, A.Md.
Rumah Tangga
: Gunawan
Keuangan
: Drs. Luthfy
Kerjasama
Diseminasi IT
Pustaka
Kebun
: Subarlan
UPBS
Laboratorium
: Kusmana, S.P.
Kelti Ekofisiologi
25
unit
dibidang
ketatausahaan
meliputi
perencanaan,
pelaporan,
26
27
perbaikan tanaman yang merupakan salah satu upaya peningkatan produksi dan
keberlanjutannya usahatani daerah. Balitsa berusaha meminimalkan kendala
biotik dan abiotik yang berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas hasil melalui
pendekatan konvensional dan bioteknologi. Balitsa merupakan balai penelitian
yang memproduksi berbagai varietas benih sayuran. Salah satu lembaga yang
bertugas untuk mendayagunakan hasil penelitian tanaman sayuran adalah Unit
Produksi Benih Sumber (UPBS). UPBS berfungsi untuk memproduksi dan
menyediakan benih sumber. Beberapa benih sayuran yang diproduksi oleh Balitsa
yaitu bawang merah, cabai, caisin, kangkung, bayam, kentang, buncis dan lainlain.
Kegiatan Peneliti Hama dan Penyakit. Kelompok ini menekankan pada suatu
teknik pengendalian hama dan penyakit yang menerapkan suatu kombinasi dari
strategi yang bersandar pada faktor penyebab kematian alami dan strategi
penggunaan pestisida.
Kegiatan Peneliti Ekofisiologi. Kelompok ini merupakan gabungan antara
agronomi dan sosial ekonomi pertanian. Kegiatannya yaitu merancang suatu paket
teknologi untuk menanggulangi masalah yang ada dalam budidaya antara lain
budidaya sayuran di luar musim, budidaya kentang dataran medium, budidaya di
lahan marginal dan pemupukan berimbang. Peneliti Ekofisiologi melaksanakan
pula penelitian mengenai sosial ekonomi pertanian.
Kegiatan Peneliti Pascapanen. Penanganan pascapanen merupakan rantai
terakhir yang dapat memberikan intensif terhadap peningkatan kuantitas hasil dan
nilai tambah komoditas sayuran. Kegiatan yang dilakukan antara lain penanganan
28
tanaman segar serta mendapatkan hasil olahan yang bermutu, teknik pengendalian
berbagai komoditas sayuran, penyimpanan kentang di ruang terang dan teknik
penyimpanan umbi bawang merah untuk memperlambat pertunasan.
7. Komoditas
Komoditas utama/unggulan. Komoditas utama yang diproduksi dan
dibudidayakan di Balai Penelitian Tanaman Sayuran antara lain : 1) Kentang,
varietas tanaman kentang yang diproduksi dan dibudidayakan di BALITSA antara
lain Margahayu, GM 05, Pink 06, GM 08, Tanggo, Granola, Amudra, Manohara,
Merbabu 17, Repita, Krespo, dan Balsa. 2) Cabai merah, varietas tanaman cabai
merah yang diproduksi dan dibudidayakan di BALITSA antara lain varietas
Lembang 1, Lembang 2, Tanjung 1 dan Tanjung 2, Lingga, Kencana, Ciko.
3) Bawang Merah, varietas tanaman bawang merah yang diproduksi dan
dibudidayakan di BALITSAantara lain Pikatan, Trisula, Pancasona, Mentes,
Kramat 1, Kramat 2, Kuning, Sembrani, Ajiba 1 dan Katumi.
Komoditas
Potensial.
Komodiitas
potensial
yang
diproduksi
dan
29
dibudidayakan di BALITSA antara lain varietas kacang panjang 1 (KP 1) atau No.
1090 dan varietas kacang panjang 2 (KP 2) atau No. 1018. 5) Mentimun, varietas
mentimun yang dibudidayakan di BALITSA antara lain Mars, Pluto dan Saturnus.
6) Terong, terong yang dibudidayakan dan dikembangkan di BALITSA adalah
jenis terong ungu. Sementara, tanaman terong hanya dibudidayakan dalam jumlah
yang sedikit.
8. Mitra
Balitsa merupakan lembaga pemerintah yang fokus mengarah ke penemuan
teknologi pertanian seperti pembenihan, pestisida, herbisida, fungisida dan
perlakuan yang tepat untuk memperoleh hasil panen yang maksimal sehingga
tidak memiliki kewenangan langsung dalam memasarkan secara langsung benih
varietas tanaman sayuran. Dalam penyebaran benih produksi, Balitsa bekerja
sama dengan beberapa mitra kerja yang memasarkan benih-benih sayuran yang
telah diproduksi. Benih varietas tanaman sayuran yang dihasilkan oleh Balitsa
disalurkan pada penangkar (perusahaan) untuk dikontrak dan dipasarkan. Benih
varietas tanaman sayuran yang dihasilkan Balitsa digunakan hampir di seluruh
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) di Indonesia. Benih sayuran yang
diproduksi Balitsa sebelum disebarluaskan, diuji BPTP sehingga dapat diketahui
kesesuaiannya dengan daerah BPTP tersebut berada.
Pemasaran hasil panen sayuran, Balitsa bekerja sama dengan beberapa
pengepul dan juga bandar sayuran. PT Bimandiri Lembang juga merupakan mitra
Balitsa yang bergerak di bidang packaging sayuran dan juga mitra dalam
pelatihan dan pengembangan sayuran. Bimandiri sendiri menjual hasil panen
30
31
B.
32
pada lahan bekas pertanaman sebelumnya. Hal ini bertujuan agar lahan yang
akan digunakan sebagai pertanaman bawang merah benar-benar bersih dari
tanaman lain terutama bersih dari gulma. Pembersihan tersebut juga dapat
digunakan untuk memutus siklus hidup penyakit atau hama yang berasal dari
pertanaman sebelumnya yang memanfaatkan rerumputan sebagai inang
sementaranya. Suwandi (1989), menyatakan bahwa beberapa jenis gulma
dapat menjadi inang bagi hama dan penyakit tanaman.
Pengolahan tanah dilakukan setelah lahan bersih dari gulma yaitu
dengan menggunakan cangkul atau menggunakan traktor roda empat dengan
implemen bajak piring dan singkal pada kekalaman 30 cm.
Tujuan
pengolahan tanah adalah membalik dan memecah lapisan top soil tanah
menjadi tanah yang remah dan gembur untuk memperbaiki aerase dan
drainase tanah, selain itu juga untuk mencabut akar gulma yang masih
33
tertinggal.
34
dapat
menggunakan mulsa
atau pun tidak. Jenis
mulsa
yang
digunakan
di
BALITSA adalah Mulsa Plastik Hitam Perak (MPHP). Warna perak pada
mulsa akan memantulkan cahaya matahari sehingga proses fotosintesis
menjadi lebih optimal, kondisi pertanaman tidak terlalu lembab, mengurangi
serangan penyakit, dan mengusir serangga-serangga penggangu tanaman.
Sedangkan warna hitam pada mulsa akan menyerap panas sehingga suhu di
perakaran tanaman menjadi hangat. Akibatnya, perkembangan akar akan
optimal selain itu warna hitam juga mencegah sinar matahari menembus ke
dalam tanah sehingga benih-benih gulma tidak akan tumbuh. Bedengan yang
telah dipasang mulsa selanjutnya dibuat lubang tanam dengan jarak tanam
tertentu, jarak tanam 15 cm X 25 cm untuk umbi besar berdiameter 3,5-4 cm
dan jarak tanam 15 cm X 20 cm untuk umbi kecil berdiameter 1,5-3 cm.
35
36
37
penyiraman,
penyulaman,
pemupukan
susulan,
penyiangan,
38
Gambar 8. Penyulaman.
Saat praktik penyulaman dilapangan ditemukan benih yang terlihat tidak
tumbuh, setelah diperiksa ternyata benih tersebut kondisinya terbalik. Posisi
39
tunas yang tumbuh berada dibagian bawah sedangkan akar berada dibagian
atas. Dilakukan perbaikan posisi benih agar pertumbuhannya kembali normal.
Benih terbalik terjadi karena kesalahan dalam proses penanaman, kemungkinan
karena tidak teliti atau terburu-buru saat menanam.
40
pada umur 10-15 hari dan 30-35 hari setelah tanam dengan cara melarutkan 2
kg NPK ke dalam 120 liter air untuk sekali aplikasi.
41
kandungan N yang tidak terlalu besar yaitu 16% dan dosis aplikasi setengah
dari dosis untuk konsumsi yaitu 200 kg/ha.
Penyiangan. Penyingan merupakan kegiatan membuang tumbuhan lain
selain tanaman yang kita tanam. Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali selama
pertanaman, dengan cara mekanik yaitu mencabut langsung gulma yang ada di
lubang pertanaman. Penyiangan ini bertujuan agar tidak ada persaingan
perebutan air, unsur hara dan sinar matahari, sehingga pertumbuhan dan
perkembangan tanaman budidaya tidak terganggu. Penyiangan gulma juga
dilakukan pada parit-parit antar bedengan agar saluran air tidak tersumbat.
42
43
44
45
46
47
48
49
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Struktur Organisasi Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang merupakan
susunan kepengurusan yang dipimpin oleh seorang kepala balai yang bertugas
50
51
DAFTAR PUSTAKA
52
53
54
55
LAMPIRAN
56