Anda di halaman 1dari 17

Bakteri Patogen pada Penyakit Pulpa dan Periapikal: Karakteristik,

Faktor Virulensi, Peranan, dan Jalur Infeksinya

Makalah Oral Biology 3


Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M.Si
Disusun oleh :
Vanindya Annisa ( 0403118132019)
Ratih Yolanda Safitri ( 04031181320020)
Rita Nelly Octaviani ( 04031181320021)
Tiara Safitri ( 04031181320022)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015

Sebagian besar bakteri yang ditemukan pada infeksi endodontik merupakan jenis
bakteri anaerob. Bakteri anaerob umumnya menghasilkan ikatan asam lemak rantai pendek
terutama propionate, butirat, dan asam isobutirat.

Penelitian pertama Miller(1890), membuktikan adanya bakteri pada jaringan pulpa gigi
manusia yang nekrotik. Flora dalam saluran akar yang terinfeksi pada umumnya terdiri dari
banyak spesies bakteri (polimikrobial). Spesies yang dahulu dianggap predominan adalah
Streptococci, Micrococci dan sejumlah kecil bakteri anaerob. Semakin canggih media kultur
dan teknik identifikasi bakteri, ditemukan bahwa 90% bakteri adalah anaerob.
Dalam penelitian
selanjutnya, Miller (1890) menemukan hubungan antara
mikroorganisme dengan penyakit pulpa dan periapikal yang menunjukkan adanya perbedaan
antara bakteri yang ditemukan pada kamar pulpa dengan bakteri di saluran akar. Hubungan
ini juga diteliti oleh Kakehasi (1965) yang menunjukkan bahwa bakteri adalah agen penyebab
terjadinya infeksi pulpa dan berkembangnya lesi periapikal. Infeksi kamar pulpa sering
dihubungkan dengan terjadinya karies, dan penyebaran bakteri ke sistem saluran akar
merupakan penyebab utama terjadinya lesi pulpa dan periapikal.

Tahap perkembangan

infeksi saluran akar dimulai dengan invasi bakteri, multiplikasi, dan adanya aktivitas patogen.
Diantara beberapa jenis mikroflora rongga mulut yang paling banyak ditemukan dalam
radang periapikal adalah :
1. Streptococcus jenis anaerob
2. Staphylococcus
3. Bakteri gram negatif, contohnya Fusobacterium nucleatum
4. Bakteri anaerob
5. Kadang kadang ditemukan jamur actynomices, Candida albicans yang merupakan
penghuni rongga mulut
Secara umum tidak ada bakteri bisa bertahan di daerah periapikal, kecuali dalam
kondisi :
1.
2.
3.
4.

Abses akut
Aktinomikosis periapikal
Ekstruksi debris pada waktu perawatan saluran akar
Ada fistula

Sehingga bakteri di daerah periapikal harus memiliki mekanisme khusus untuk


bertahan, seperti :
a. Dapat mengatasi lisis oleh komplemen
b. Dapat mengatasi lisis oleh leukosit
c. Dapat mengatasi keterbatasan makanan
A. BAKTERI PADA SALURAN AKAR
Bakteri yang biasa dapat bertahan dalam saluran akar adalah golongan bakteri anaerob.
Salah satunya yaitu Enterococcus faecalis merupakan bakteri yang paling banyak ditemukan
dalam saluran akar yang menyebabkan kegagalan perawatan endodontik. Keberadaan bakteri
ini dapat diketahui dari hasil kultur dan metode polymerase chain reaction (PCR). Sundqvist
menemukan sejumlah bakteri anaerob seperti

Entercoccus Faecalis, Streptococcus

anginosus, Bacteroides gracilis, dan Fusobacterium nucleatum pada saluran akar yang gagal
(Fisher K, Philip C., 2009).
1. Enterococcusfaecalis
Enterococcus faecalis diklasifikasikan dalam:
Kingdom
: Bacteria
Filum
: Firmicutes
Famili
: Enterococcaceae
Genus
: Enterococcus
Spesies
: Enterococcus faecalis
Jenis Enterococcus yg terdapat pada saluran akar adalah Enterococcus faecalis.
Bakteri ini merupak bakteri kokus gram positif, tidak membentuk spora, tidak bergerak,
metabolisme fermentatif (karbohidrat menjadi asam laktat), dan fakultatif anaerob. Pada
dasarnya, Enterococcus faecalis merupakan flora normal komensal yang habitatnya pada
gastrointestinal dan rongga mulut. Akan tetapi, dapat menjadi mikroorganisme patogen
penyebab infeksi pada luka, bakteremia, endokarditis, meningitis. Sedangkan di rongga
mulut, Enterococcus faecalis adalah salah satu jenis bakteri yang sering ditemukan pada
saluran akar. Mikroorganisme ini dapat diisolasi dari berbagai infeksi rongga mulut serta
berhubungan erat respon inflamasi periradikular. Enterococcus biasanya ditemukan dalam
jumlah sedikit pada saluran akar yang belum dirawat tetapi bakteri ini sering ditemukan pada
perawatan saluran akar yang gagal dan dapat menyebabkan infeksi saluran akar yang
persisten.

Gambar 1. Koloni Enterococcus faecalis dengan scanning electron micrograph (40.000x)


Dinding sel bakteri ini terdiri dari peptidoglikan 40 %, sisanya merupakan teichoic
acid dan polisakarida. Peptidoglikan berperan dalam membantu mempertahankan bentuk sel
bakteri dan berguna sebagai lapisan pelindung terhadap kerusakan oleh tekanan osmotik
internal yang tinggi. Peptidoglikan terletak di luar membran sitoplasma sehingga
diindikasikan sebagai target potensial bahan antimikroba. Teichoic acid terletak diantara

lapisan membran sitoplasma dan peptidoglikan yang berfungsi menjaga fungsi selubung sel
dan sebagai pertahananan permeabilitas eksternal bakteri.
Enterococcus faecalis resisten terhadap pemberian Ca(OH)2 di dalam saluran akar
karena Enterococcus faecalis dapat mempertahankan pH tetap homeostasis. Hal ini terjadi
akibat kemampuan buffering dari sitoplasma Enterococcus faecalis dan adanya mekanisme
proton pump yang efektif mempertahankan pH sitoplasma tetap optimal. Selain itu,
Enterococcus faecalis memiliki berat molekul yang tinggi pada permukaan protein. Hal ini
akan membantu dalam pembentukan biofilm pada dinding dentin dan inilah yang
menyebabkan resistensi bakteri terhadap efek baterisidal kalsium hidroksida.
Virulensi Enterococcus faecalis disebabkan kemampuannya dalam pembentukan
kolonisasi pada host, dapat bersaing dengan bakteri lain, resisten terhadap mekanisme
pertahanan host, menghasilkan perubahan patogen baik secara langsung melalui produksi
toksin atau secara tidak langsung melalui rangsangan terhadap mediator inflamasi. Faktorfaktor virulen yang berperan adalah komponen:

aggregation substance (AS)


surface adhesion
sex pheromones
lipoteichoic acid(LTA)
extracelullar superoxide production (ESP)
gelatinase
hyalurodinase
AS-48
cytolysin.

Gambar 2. Faktor virulen Enterococcus faecalis dan fungsinya


Faktor virulensi yang menyebabkan perubahan patogen secara langsung adalah
gelatinase, hyalurodinase, cytolysin dan extracelullar superoxide anion. Gelatinase
berkontribusi terhadap resorpsi tulang dan degradasi dentin matriks organik. Hal ini berperan
penting terhadap timbulnya inflamasi periapikal. Hyaluronidase membantu degradasi
hyaluronan yang berada di dentin untuk menghasilkan energi untuk organisme, sedangkan
extracellular superoxide anion dan cytolysin berperan aktif terhadap kerusakan jaringan.
Selain membantu perlekatan, AS juga berperan sebagai faktor protektif bakteri yang melawan
mekanisme pertahanan host (induk) melalui mekanisme media reseptor dengan cara
pengikatan neutrofil sehingga Enterococcus faecalis menjadi tetap hidup walaupun
mekanisme fagositosis aktif berlangsung.

2. Fusobacterium nucleatum

Penelitian telah membuktikan bahwa Fusobacterium nucleatum, adalah flora normal


rongga mulut dan merupakan salah satu bakteri penyebab infeksi saluran akar yang
simpomatik. Menurut taksonominya, Fusobacterium nucleatum diklasifikasikan berdasarkan:
Kingdom

: Bacteria

Filum

: Fusobacteria

Famili

: Bacteriodaceae

Genus

: Fusobacterium

Spesies

: Fusobacterium nucleatum

F.nucleatum adalah bakteri obligat anaerob gram negatif yang tidak berspora dan non
motil. Selnya berbentuk batang, dengan bagian ujung yang tajam dan panjang yang
bervariasi. F.nucleatum memerlukan media yang baik untuk tumbuh dan biasanya tumbuh
subur pada media yang mengandung trypticase, peptone dan ekstrak ragi. F.nucleatum
menggunakan asam amino untuk menghasilkan energi serta menggunakan glukosa untuk
reaksi biosintesis molekul interseluler.

Gambar 3. Koloni Fusobacterium nucleatum dengan scanning electron micrograph.


Membran luar bakteri ini mempunyai karakteristik bakteri gram negatif. Sel bakteri
dilindungi oleh membran luar dan dalam yang dipisahkan oleh ruang periplasmik yang
mengandung lapisan peptidoglikan. Pada umumnya, membran dalam bakteri gram negatif
merupakan dua lapisan fosfolipid yang simetris dimana perbandingan fosfolipid dan protein
sama besar. Membran luar berfungsi sebagai penyaring molekul dan merupakan membran
asimetrik yang terdiri dari lapisan fosfolipid, lipopolisakarida, lipoprotein dan protein.
Kompleks lipopolisakarida secara umum dikaitkan sebagai zat endotoksin yang dapat
menyebabkan biological effects yaitu aktivasi komplemen, sitotoksisitas, dan resopsi tulang.

Lipopolisakarida memegang peranan penting dalam proses perlekatannya dan mampu larut
dalam saliva. Lipopolisakarida yang diproduksi oleh F.nucleatum memungkinkan bakteri ini
melekat pada struktur hidroksiapatit, serum dan sementum. Hal ini menunjukkan bahwa
lipopolisakarida dari F.nucleatum memegang peranan penting dalam proses perlekatannya,
bukan hanya pada epitel, tetapi juga permukaan gigi.
Polisakarida yang dihasilkan F.nucleatum merupakan potent agent yang dapat
menyebabkan pembentukan antibodi host walau hanya dalam konsentrasi yang sangat
rendah. Bakteri gram negatif anaerob sering sekali diisolasi dari gigi dengan infeksi saluran
akar, oleh karena itu endotoksin bakteri mungkin menyebabkan iritasi jaringan periapikal dan
berperan penting dalam patogenesis lesi inflamasi dan pulpa.
Sebagian besar bakteri spesies F.nucleatum menghasilkan asam butirat dan mengubah
treonin menjadi asam propionat. Butirat, propionat dan ion amonium merupakan produk hasil
metabolisme F.nucleatum yang dapat menghambat proliferasi sel fibroblas pada gingiva.
Kejadian ini memberikan jalan bagi F.nucleatum untuk melakukan penetrasi ke epitel
gingiva. Asam butirat yang dihasilkan juga dapat mengiritasi jaringan.
3. Porphyromonas gingivalis
Berdasarkan taksonominya, Porphyromonas gingivalis diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom

: Eubacteria

Filum

: Bacteroidetes

Famili

: Porphyromonadaceae

Genus

: Porphyromonas

Spesies

: Porphyromonas gingivalis

Porphyromonas gingivalis merupakan bakteri berpigmen hitam non-motile gram negatif


obligat anaerob. Berdasarkan kenyataan bahwa beberapa spesies berwarna coklat atau hitam
ketika dikultur pada blood-containing media, maka bakteri ini juga dapat diidentifikasi sebagai
bakteri berpigmen hitam Bacteroides. Spesies bakteri ini sering ditemukan pada infeksi saluran
akar yang simptomatik maupun asimptomatik dan dapat diaspirasi dari abses periapikal akut.

Gambar 4. Bakteri Porphyromonas gingivalis

Semua golongan Bacteroides termasuk Porphyromonas gingivalis memiliki kapsul


polisakarida pada membran luar. Kapsulnya terlibat dalam adhesi atau perlekatan, pembentukan
abses dan melemahkan fagositosis mikroorganisme. Bakteri yang terselubung dalam kapsul
seperti Bacteroides, Fusobacterium, fakultatif kokus gram positif biasanya menyebabkan abses,
sedangkan bakteri yang tidak terselubung dalam kapsul tidak menyebabkan abses.
Fimbriae bakteri memiliki peranan penting dalam interaksi bakteri dan sel induknya.
Fimbriae Porphyromonas gingivalis memiliki variasi aktivitas biologi termasuk imunogenitas,
perlekatan pada berbagai protein induk, menstimulasi sitokin dan merangsang terjadinya resopsi
tulang. Fimbriaenya juga memiliki perlekatan yang sangat kuat pada sel epitel dan memiliki
potensi yang besar menjadi virulensi.

Patogenitas bakteri gram negatif disebabkan oleh adanya lipopolysacharide (LPS) pada
membran luar. LPS yang terdapat pada saluran akar dan jaringan periradikular menunjukkan
keparahan yang terjadi. Saat LPS (endotoksin) dilepaskan, memberikan efek biologi, yaitu
terjadi inflamasi dan resorpsi tulang periapikal. Penelitian menunjukkan LPS Porphyromonas
gingivalis menstimulasi IL-1 yang dapat menyebabkan terjadinya resorpsi tulang.8,9 LPS
Porphyromonas gingivalis menyebabkan resorpsi tulang dan menghasilkan IL-6 pada gingiva
yang menghambat antibodi menuju CD14 yang merupakan reseptor LPS pada fibroblas dan
sel epitel gingiva (Gambar 2).
Porphyromonas gingivalis tidak resisten terhadap Ca(OH)2 karena Ca(OH)2 memiliki
kemampuan menginaktifkan LPS dengan menghidrolisis lapisan lipid dari LPS bakteri
menghasilkan asam lemak hidroksil dalam jumlah yang banyak dan menonaktifkan enzim
dalam membran bakteri serta mengganggu mekanisme transportasi yang mengakibatkan sel
keracunan.

B. BAKTERI PADA JARINGAN PERIAPIKAL

Staphylococcus aureus
Klasifikasi Staphylococcus aureus:
Domain:
Kingdom:
Phylum:
Class:
Order:
Family:
Genus:
Species:

Bacteria
Eubacteria
Firmicutes
Bacilli
Bacillales
Staphylococcaceae
Staphylococcus
S. aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat berdiameter


0,7-1,2 m, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur,
fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak (Gambar 2.1). Bakteri ini
tumbuh pada suhu optimum 37 C, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar
(20-25 C). Koloni pada perbenihan padat berwarna abu-abu sampai kuning keemasan,
berbentuk bundar, halus, menonjol, dan berkilau. (Jawetz et al., 1995 ; Novick et al., 2000).

Gambar 5. koloni dari S. Aureus(sumber: phil.cdc.gov)


Patogenisitas
Sebagian bakteri Stafilokokus merupakan flora normal pada kulit, saluran pernafasan,
dan saluran pencernaan makanan pada manusia. Bakteri ini juga ditemukan di udara dan
lingkungan sekitar. S. aureus yang patogen bersifat invasif, menyebabkan hemolisis,
membentuk koagulase, dan mampu meragikan manitol (Warsa, 1994). Infeksi oleh S. aureus
ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai abses bernanah. Beberapa penyakit infeksi
yang disebabkan oleh S. aureus adalah bisul, jerawat, impetigo, dan infeksi luka. Infeksi yang
lebih berat diantaranyapneumonia, mastitis, plebitis, meningitis, infeksi saluran kemih,

osteomielitis, dan endokarditis. S. aureus juga merupakan penyebab utama infeksi


nosokomial, keracunan makanan, dan sindroma syok toksik (Ryan, et al., 1994; Warsa, 1994).
Bisul atau abses setempat, seperti jerawat dan borok merupakan infeksi kulit di daerah folikel
rambut, kelenjar sebasea, atau kelenjar keringat. Mula-mula terjadi nekrosis jaringan
setempat, lalu terjadi koagulasi fibrin di sekitar lesi dan pembuluh getah bening, sehingga
terbentuk dinding yang membatasi proses nekrosis. Infeksi dapat menyebar ke bagian tubuh
lain melalui pembuluh getah bening dan pembuluh darah, sehingga terjadi peradangan pada
vena, trombosis, bahkan bakterimia. Bakterimia dapat menyebabkan terjadinya endokarditis,
osteomielitis akut hematogen, meningitis atau infeksi paru-paru (Warsa, 1994;Jawetz et al.,
1995).
Faktor Virulensi S. aureus
S. aureus dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya tersebar luas dalam
jaringan dan melalui pembentukan berbagai zat ekstraseluler. Berbagai zat yang berperan
sebagai faktor virulensi dapat berupa protein, termasuk enzim dan toksin,
Staphylococcus aureus memproduksi koagulase yang mengkatalisis perubahan fibrinogen
menjadi fibrin dan dapat membantu organisme ini untuk membentuk barisan perlindungan.
Bakteri ini juga memiliki reseptor terhadap permukaan sel penjamu dan protein matriks
(misalnya fibronektin, kolagen) yang membantu organisme ini untuk melekat. Bakteri ini
memproduksi enzim litik ekstraselular (misalnya lipase), yang memecah jaringan penjamu
dan membantu invasi. Selain itu, bakteri ini juga dapat menyebabkan berbagai supuratif
(nanah) dan toxinoses infeksi pada manusia. Hal ini menyebabkan lesi pada permukaan kulit
seperti abses, styes (hordeolum/infeksi staphylococcus yang biasanya mengenai kelopak
mata) dan furuncules (nodul yang terasa nyeri yang terdapat di kulit akibat peradangan),
infeksi yang lebih serius dari staphylococus ini dapat dilihat seperti pneumonia, mastitis,
flebitis, meningitis, dan infeksi.
Streptococcus pneumoniae
Streptococcus pneumoniae adalah diplococcus Gram-positif dengan ujung
agak lancip berbentuk oval atau lancet. Ada kalanya sifat gramnya
variabel karena biakan yang telah berumur agak lama menjadi Gramnegatif.

Streptococcus

pneumoniae

merupakan

flora

normal

pada

nasofaring dan orofaring manusia, tetapi dapat menyebabkan pneumonia,


miningitis, otitis media, sinusitis,peritonitis,endokarditis, dan bakteremia.
Streptococcus pyogenes (sterptococci group A)
Protein

adalah

produk

ekstra

seluler

sebagai

sifat

virulen

dari

Streptococcus pyogenes, karena protein ini merupakan molekul yang


menyebabkan

sel

bakteri

tahan

difagositis.

Bakteri

ini

dapat

menyebabkan faringitis, demam scarlet, infeksi kulit berupa impetigo,


selulitis, erysipelas, demam rematik, dan glomerulonephyritis
Actinomyeces
Actinomyeces
oportunistik.

merupakan
Bakteri

ini

flora

mulut

bersifat

sebagai

anaerob

penyebab

obligat

infeksi

gram-positif.

Actinomyeces israeli merupakan spesies yang paling sering diisolasi


sebagai

penyebab

actinomycosis

Actinomyecesnaeslundi,

Actinomyeces

pada

manusia

odontolyticus,

sedangkan
Actinomyeces

viscosus dan Actinomyeces meyeri lebih jarang ditemukan.


Lactobacillus
Lactobacillus merupakan flora normal yang jumlahnya sedikit di dalam
rongga mulut, jarang menyebabkan infeksi terutama pada pleropulmonari
atau karies gigi dan umunya sebagai infeksi campuran. Bakteri ini bersifat
anaerob obligat gram-positif. Lactobacillus biasanya diisolasi dari infeksi
saluran kencing, bakteremia, endokarditis, infeksi supuratif lokal dan
chorioamnionnitis
Bifidobacterium
Bakteri

ini

bersifat

anaerob

obligat

gram-positif.

Bifidobacterium

merupakan flora normal pada saluran gastrointestinal dan beberapa


spesies

terdapat

di

dalam

rongaa

mulut.

Morfologi

dari

Bifidobacteriumbiasanya pleumorfik, seperti tongkat, bercabang atau


ujungnya yang bercabang-cabang lebih tebal dari sel Actinomyces

PERANAN
Peran bakteri dalam proses infeksi ini tidak terlepas dari berbagai faktor virulensinya.
Faktor faktor virulensi
Faktor virulensi bakteri adalah fimbria (fili), kapsul, vesikel ekstrasel, lipopolisakarida
(LPS), enzim, asam lemak rantai pendek, dan produk berberat molekul rendah seperti amonia
dan H2S.
1. Fimbria
Fimbria berperan penting bagi perlekatan bakteri kepermukaan atau ke bakteri lain.
Fimbria juga berperan penting dalam hubungan sinergi dengan bakteri lain
2. Kapsul
Kapsul adalah faktor resisten yang signifikan bagi bakteri yang memungkinkannya
mampu menghindari fagositosis
3. Lipopolisakarida
LPS ditemukan pada permukaan bakteri gram negatif dan memiliki banyak sekali
efek biologis yang dapat menghindari penyakit periradikuler. LPS memiliki antigen
non spesifik yang tidak dapat dinetralkan dengan sempurna oleh antibodi. Ketika
LPS dilepasan dari dinding sel, LPS disebut endotoksin.

Endotoksin mampu

berdifusi melintasi dentin.


4. Enzim
Bakteri menghasilkan enzim enzim (protease) yang bisa menteralkan Ig
komponen komplemen. Enzim pada neutrofil yang berubah dan pecah membentuk
eksudat juga memiliki efek yang meragukan bagi jaringan sekitarnya.
5. Vesikel ekstrasel
Macam iritan lain yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif adalah vesikel
ekstrasel.

Ini merupakan endotoksin bebas, bleb, dan fragmen membran luar.

Strukturnya berlapis tiga yang sama dengan membran luar bakteri gram negatif.
Vesikel mengandung enzim atau produk lain yang dapat mempengaruhi sel
penjamu. Vesikel vesikel ini terlibat dalam hemaglutinasi, hemolisis, adhesi
bakteri, dan aktivitas proteolitik. Memiliki determinan antigen di pernukaannya
seperti halnya bakteri asalnya dan melindungi bakteri dengan jalan menetralkan
antibodi
6. Asam lemak
Bakteri anaerob menghasilkan asam lemak rantai pendek seperti asam propionat,
butirat, dan asam isobutirat. Asam asam ini adalah faktor virulensi yanbg aktif
mempengaruhi kemotaksis neutrofil, degranulasi, luminesensi kimia, fagositosis,
dan perubahan intrasel yang lain. Penelitian menunjukkan bahwa asam butirat
memiliki inhibisi terhadap blastogenesis sel T yang lebih besar dari pada asam

proprionat dan isobutirat. Asam butirat dapat menstimulasi pembentukan IL-1 yang
menyebabkan resorpsi tulang dan penyakit periradikuler.
7. Poliamin
Poliamin seperti putrsin, kadaverin, spermidin, dan spermin terlibat dalam regulasi
pertumbuhan sel, regenerasi jaringan, dan modulasi inflamasi
8. Katalase
Katalase adalah enzim yang berperan pada daya tahan bakteri terhadap proses
fagositosis. Tes adanya aktivtias katalase menjadi pembeda egnus Staphylococcus
dari Streptococcus (Ryan et al., 1994; Brooks et al., 1995).
9. Koagulase
Enzim ini dapat menggumpalkan plasma oksalat atau plasma sitrat, karena adanya
faktor koagulase reaktif dalam serum yang bereaksi dengan enzim tersebut. Esterase
yang dihasilkan dapat meningkatkan aktivitas penggumpalan, sehingga terbentuk
deposit fibrin pada permukaan sel bakteri yang dapat menghambat fagositosis
(Warsa, 1994).
10. Hemolisin
Hemolisin merupakan toksin yang dapat membentuk suatu zona hemolisis di sekitar
koloni bakteri. Hemolisin pada S. aureus terdiri dari alfa hemolisin, beta
hemolisisn, dan delta hemolisisn. Alfa hemolisin adalah toksin yang bertanggung
jawab terhadap pembentukan zona hemolisis di sekitar koloni S. aureus pada
medium agar darah. Toksin ini dapat menyebabkan nekrosis pada kulit hewan dan
manusia. Beta hemolisin adalah toksin yang terutama dihasilkan Stafilokokus yang
diisolasi dari hewan, yang menyebabkan lisis pada sel darah merah domba dan sapi.
Sedangkan delta hemolisin adalah toksin yang dapat melisiskan sel darah merah
manusia dan kelinci, tetapi efek lisisnya kurang terhadap sel darah merah domba
(Warsa, 1994).
11. Leukosidin
Toksin ini dapat mematikan sel darah putih pada beberapa hewan. Tetapi perannya
dalam patogenesis pada manusia tidak jelas, karena Stafilokokus patogen tidak
dapat mematikan sel-sel darah putih manusia dan dapat difagositosis (Jawetz et al.,
1995).

12. Toksin eksfoliatif


Toksin ini mempunyai aktivitas proteolitik dan dapat melarutkan matriks
mukopolisakarida epidermis, sehingga menyebabkan pemisahan intraepithelial pada
ikatan sel di stratum granulosum. Toksin eksfoliatif merupakan penyebab
Staphylococcal Scalded Skin Syndrome, yang ditandai dengan melepuhnya kulit
(Warsa, 1994).
13. Toksin Sindrom Syok Toksik (TSST)
Sebagian besar galur S. aureus yang diisolasi dari penderita sindrom syok toksik
menghasilkan eksotoksin pirogenik. Pada manusia, toks in ini menyebabkan
demam, syok, ruam kulit, dan gangguan multisistem organ dalam tubuh (Ryan, et
al., 1994; Jawetz et al., 1995).
14. Enterotoksin
Enterotoksin adalah enzim yang tahan panas dan tahan terhadap suasana basa di
dalam usus. Enzim ini merupakan penyebab utama dalam keracunan makanan,
terutama pada makanan yang mengandung karbohidrat dan protein (Jawetz et al.,
1995).
C. JALUR INFEKSI
Melalui Kavitas Yang Terbuka
Jalan ini paling sering digunakan mikrorganisme dalam memasuki pulpa. Ketika
enamel dan dentin utuh, mereka berperan sebagai pembatas terhadap mikrorganisme. Tetapi
ketika lapisan pelindung ini rusak oleh karena karies, bakteri menyerang masuk ke pulpa.

Lapisan pelindung enamel dan dentin juga rusak kare trauma, fraktur, retak atau
restorasi yang dapat memungkinkan mikrorganisme ke pulpa.

Bakteri dapat menembus dentin pada waktu preparasi kavitas karena kontaminasi
lapisan smear, karena penetrasi bakteri pada tubuli dentin terbuka disebabkan oleh karies, dan
oleh masuknya bakteri karena tindakan operatif yang tidak bersih.

Bakteri dan toksin

menembus tubuli dentin, dan waktu mencapai pulpa menyebabkan reaksi inflamasi
Jika email dan dentin sudah tidak ada lagi, mikroorganisme bisa menginvasi pulpa
melalui tubulus dentin yang terbuka. Karies adalah sumber utama bakteri yang berpenetrasi
melalui tubulus. Bakteri dapat berinvasi dan membelah di dalam tubulus yang permeabel.
Hal ini dikarenakan diameter tubulus dentin sekitar 1-4 mikro sedangkan sebagian besar
diameter bakteri lebih kecil dari 1 mikro. Selain itu jika enamel dan sementum hilang, maka
bakteri dapat masuk ke pulpa melalui dentin yang terpapar.
Melalui Dentin Tubulus Yang Terbuka
Mikrorganisme dapat melewati tubulus dentin dan selanjutnya masuk ke pulpa.
Penetrasi bakteri ke tubulus dentin lebih jelas terlihat pada gigi yang pulpanya nekrosis.

Bakteri di dalam tubulus didahului dengan memecah produk mereka yang berperan sebagai
iritan pulpa.
Melalui Ligamen Periodontal Atau Sulcus Gingiva
Mikrorganisme juga menyerang ke dalam pulpa melalui kanal lateral dan tambahan
yang terhubung dengan pulpa dan periodontal. Jika penyakit periodontal merusak penutup
pelindung, kanal yang dapat memaparkan kemunculan mikrorganisme ke sulcus gingival.
Penghapusan sementum selama terapi periodontal juga memaprkan cairan dentin ke flora
oral.

Anachoresis
Bakteri transien atau bakteri temporer biasanya berkaitan dengan banyak aktivitas
kesehatan individu. Anachoresis lebih tertarik pada darah-tulang pada daerah inflamasi.
Dalam kata lain, anachoresis merupakan proses dimana mikroorganisme dibawa di dalam
darah ke daerah inflamasi dimana mikrorganisme ini membentuk infeksi. Tetapi, baik
anachoresis yang menginfeksi pulpa atau periadikular belum dapat ditentukan. Invasi melalui
pembuluh darah atau limfatik terbuka yang ada hubungannya dengan penyakit periodontal,
suatu kanal aksesori pada daerah furkasi, infeksi gusi atau scalling gigi gigi.
Melalui Kesalahan Restorasi
Telah diketahui kesalahan restorasi dengan kebocoran tepi dapat mengkontaminasi
pulpa yang disebabkan oleh bakteri. Kontaminasi bakteri pada pulpa atau daerah periapikal
dapat terjadi melalui tumpatan sementara, restorasi akhir inadekuat dan bagian yang
renggang.

Daftar pustaka
Tarigan R. Perawatan pulpa gigi (endodonti). 2nded. In : Juwono L,ed. Jakarta : Penerbit
buku kedoktern EGC,2006:12
Nasution M. Pengantar mikrobiologi. Medan : USU Press, 2010 :103;175-6
Walton, Richard E. 2008. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. Jakarta : EGC
Rukmo, Mandojo. 2011. Perkembangan Metode Penilaian Kesembuhan Penyakit
Periapikal Setelah Perawatan Endodontik. Kongres IKORGI ke IX dan Seminar Ilmiah
Nasional Ricent Advances in Conservative Dentistry. Surabaya, Indonesia

Anda mungkin juga menyukai