Pengolahan Limbah
Pengolahan Limbah
PENDAHULUAN
Dalam UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, terminologi
pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan
manusia sehingga kualitasnya turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya.
Untuk mengukur turunnya kualitas lingkungan tersebut, maka ditetapkanlah Baku
Mutu. Istilah kontaminasi, pada hakikatnya lebih kurang sama dengan terminologi
diatas, tetapi kosa kata kontaminasi lebih populer dan sering dipergunakan dalam
konteks pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3) dan limbah B3.
Permasalahan limbah B3 dalam konteks lingkungan hidup di Indonesia menjadi
fokus Kementerian Negara Lingkungan Hidup saat ini. Berbagai aktivitas industri
telah menimbulkan lahan terkontaminasi oleh limbah B3. Kejadian tersebut antara
lain disebabkan oleh adanya pembuangan limbah B3 ke lingkungan walaupun
sesungguhnya Peraturan Perundangan telah mengatur larangan membuang limbah
B3 ke lingkungan.
Beban biaya yang tinggi untuk mengelola limbah B3 sering menjadi alasan
membuang limbah B3 ke lingkungan tanpa diolah terlebih dahulu.
Pengelolaan limbah B3 diperlukan penanganan teknis yang lebih ketat.
Pengelolaannya diperlakukan dimulai dari limbah B3 dihasilkan, disimpan
sementara, dikumpulkan, diangkut, dimanfaatkan dan sampai pada
pemusnahannya. Semua proses ini memerlukan pengawasan dalam hal bagaimana
memperlakukan limbah B3 tersebut secara teknis. Dan pada akhirnya akan
memberikan beban biaya yang relatif tinggi.
Kecelakaan di dalam proses produksi dapat menyebabkan terjadinya lahan
terkontaminasi. Terjadinya beberapa kecelakaan di dalam proses produksi sering
disebabkan oleh peralatan yang dinilai telah termakan usia. Semua ini dapat dilihat
diberbagai jenis industri, baik di industri manufaktur dan agro industri maupun di
pertambangan dan migas. Faktor kelalaian manusia telah pula menyebabkan
terjadinya kecelakaan di dalam proses produksi sehingga bahan berbahaya dan
beracun berada di lahan terbuka.
Penimbun Limbah B3
Dengan demikian, pengawasan dilakukan sejak dihasilkan oleh penghasil limbah B3
sampai penimbunan akhir oleh pengolah limbah B3, sedangkan perjalanan limbah
B3 dikendalikan dengan sistem manifest berupa dokumen limbah B3.
Banyak industri yang tidak menyadari, bahwa limbah yang dihasilkan termasuk
dalam kategori limbah B3, sehingga dengan mudah limbah dibuang ke sistem
perairan tanpa adanya pengolahan. Pada hakekatnya, pengolahan limbah adalah
upaya untuk memisahkan zat pencemar dari cairan atau padatan. Walaupun
volumenya kecil, konsentrasi zat pencemar yang telah dipisahkan itu sangat tinggi.
Selama ini, zat pencemar yang sudah dipisahkan (konsentrat) belum tertangani
dengan baik, sehingga terjadi akumulasi bahaya yang setiap saat mengancam
kesehatan dan keselamatan lingkungan hidup. Untuk itu limbah B3 (termasuk yang
masih bersifat potensial) perlu dikelola antara lain melalui pengolahan limbah B3.
Berikut adalah beberapa tehnik pengolahan limbah B3 (Setiyono, 2002) antara lain :
1. Netralisasi (pengolahan secara kimia)
Proses netralisasi diperlukan apabila kondisi limbah masih berada di luar baku mutu
limbah (pH 6-8), sebab limbah di luar kondisi tersebut dapat bersifat racun atau
korosif. Netralisasi dilakukan dengan mencampur limbah yang bersifat asam dengan
limbah yang bersifat basa. Pencampuran dilakukan dalam suatu bak equalisasi atau
tangki netralisasi.
Netralisasi dengan bahan kimia dilakukan dengan menambahkan bahan yang
bersifat asam kuat atau basa kuat. Air limbah yang bersifat asam umumnya
dinetralkan dengan larutan kapur (Ca(OH)2), soda kostik (NaOH) atau natrium
karbonat (Na2CO3). Air limbah yang bersifat basa dinetralkan dengan asam kuat
seperti asam sulfat (H2SO4), HCI atau dengan memasukkan gas CO2 melalui bagian
bawah tangki netralisasi.
2. Pengendapan
Apabila konsentrasi logam berat di dalam air limbah cukup tinggi, maka logam dapat
dipisahkan dari limbah dengan jalan pengendapan menjadi bentuk hidroksidanya.
Hal ini dilakukan dengan larutan kapur (Ca(OH)2) atau soda kostik (NaOH) dengan
memperhatikan kondisi pH akhir dari larutan. Pengendapan optimal akan terjadi
pada kondisi pH dimana hidroksida logam tersebut mempunyai nilai kelarutan
minimum.
3. Koagulasi dan Flokasi (pengolahan secara kimia)
Berbagai upaya dan tahapan pengelolaan limbah B3 secara teknis tersebut ditempuh
melalui instrumen atau perangkat perizinan pengelolaan limbah B3. Saat ini,
kewenangan untuk menerbitkan izin pengelolaan limbah B3 adalah Pusat
(Kementerian Negara Lingkungan Hidup, dan instansi teknis terkait).
upaya proses pemulihannya dapat berlangsung cepat dan tepat, tanpa menunggu
ditemukannya penanggung jawab terhadap contaminated site tersebut.
Kondisi ini sangat berbeda dengan di Indonesia, sehingga untuk berbagai kasus
illegal dumping B3 dan limbah B3 yang terjadi, upaya pertama yang sangat
penting dilakukan adalah menemukan penanggung jawab aktivitas illegal tersebut.
Konsekuensinya adalah, upaya penanganan kontaminasi tidak dapat dilakukan cepat
dan tepat, sementara eksposure terhadap lingkungan terus berlangsung. Oleh karena
itu, asas yang dianut undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah strict
liability (tanggung jawab mutlak), sebagaimana tertulis dalam pasal 35 ayat 1.
Untuk mengantisipasi komplikasi permasalahan tersebut, sudah saatnya diperlukan
kebijakan ataupun policy yang mendorong adanya instrumen yang dapat berfungsi
sebagai penjamin atau garansi, apabila terjadi kontaminasi B3 dan limbah B3, atau
tepatnya semacam environmental insurance. Sebagaimana diuraikan diatas, bahwa
upaya penanganan kontaminasi yang dilakukan untuk pemulihan lingkungan,
memerlukan jangka waktu yang panjang dan cost yang relatif besar. Sehingga,
dengan demikian apabila terjadi kontaminasi, maka upaya penanganannnya dapat
berlangsung dengan cepat dan tepat, dan lingkungan dapat terjaga dengan baik.
PENANGANAN CLEAN-UP (PEMULIHAN)
PADA LAHAN TERKONTAMINASI LIMBAH B3
1. Tahapan Penanganan Lahan
Dalam melakukan penangan lahan terkontaminasi limbah B3 prinsipnya Polluter
Pay Principleatau pencemar yang akan membiayai pelaksanaan kegiatan mulai dari
clean-up lahan terkontaminasi dan pengelolaan tanah terkontaminasi.
Ada beberapa tahapan yang perlu diperhatikan untuk melakukan penanganan lahan
terkontaminasi tersebut :
a. Perencanaan
Pada perencanaan penanganan lahan terkontaminasi dibahas secara terperinci
mengenai
penyebab, luas dan prakiraan volume (limbah B3 dan tanah terkontaminasi),
pemetaan, tahapan
penanganan, pengambilan sampel, tingkat keberhasilan clean-up, pengelolaan
limbah B3 dan tanah
terkontaminasi disepakati oleh pencemar dengan Kementerian Negara Lingkungan
Hidup.
b. Penanganan/pelaksanaan
Pada saat penanganan mengacu kepada dokumen perencanaan yang disampaikan
kepada KLH .
Pelaksanaan dilakukan oleh Pejabat Pengawas yang ditugaskan oleh Institusi yang
menangani
Lingkungan Hidup.
c. Evaluasi
Dalam melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan dilakukan berdasarkan
pemenuhan :
1) Penanganan Clean-up lahan terkontaminasi, untuk menyatakan tingkat
keberhasilan yang
mengacu kepada data laboratorium dan pakar jika diperlukan untuk kepastian sesuai
dengan
bidangnya.
2) Pengelolaan Limbah B3 dan Tanah Terkontaminasi, untuk mengetahui bahwa
limbah B3 dan
tanah terkontaminasi memenuhi peraturan perundangan pengelolaan limbah B3.
d. Pemantauan
Pemantauan diwajibkan kepada pihak yang melakukan kegiatan selama minimal 1
(satu)
tahun setiap 6 (enam) bulan untuk dikeluarkan surat pernyataan dari KLH, yaitu
Surat Status
Penyelesaian Lahan Terkontaminasi (SSPLT).
2 . Evaluasi dan Pemantuan
a. Data Penanganan Lahan Terkontaminasi
Diitampilkan beberapa data berupa gambar dan tabel beberapa jenis tampilan yang
menggambarkan :
1) Gambar luas lahan terkontaminasi dan sumber industri yang menyebabkan
terjadinya lahan
terkontaminasi;
2) Gambar volume limbah B3 dan tanah terkontaminasi dari sumber industri yang
menyebabkan terjadinya lahan terkontaminasi;
3) Tabel luas lokasi penanganan lahan terkontaminasi yang terjadi di beberapa
provinsi;
Jenis Limbah
Nikel Sludge dari Industri Otomotive
Cooper Slag
Catalis
Industri Pengolahan Limbah B3
Industri Tekstil
Industri Polymer
Crude Oil
Sumber Industri
Automotif
Pengolahan Limbah B3
Industri Besi dan Baja
Industri Pengolahan Limbah B3
Tekstil
Polymer
Unit Pengolahan Eksplorasi Produksi
10
8
9
10
11
12
13
14
15
Sludge Oil
Oil base mud
Centrat
Kegiatan Pengeboran Panas Bumi
Baterai Bekas
Acid Sludge
Dregg an Gridd
Humic and Gyps
(EP)
EP
EP
Drillimg Mud
Panas Bumi
Baterai
Unit Pengolahan Migas
Pulp & Paper
Makanan
Riau
Sumber
PT. Chevron
Indonesia
(Darling,
Pekanbaru)
PT. Chevron
Indonesia
(Minas,
Pekanbaru)
PT. Medco
Lampun
g
PT. Miwon
Indonesia
Sumater
PT. Pertamina
a
EP
Selatan
PT. Tanjung
Enim Lestari
Kepulau
an Riau
PT. Adpel
PT. Primanru
Jenis
Limbah
Luas
(m2)
Sludge
1,000,00
200,000
Oil
0
Belum
2007
Belum
2008
Belum
2008
Sludge
120
7,2
Oil
Humic
dan
350,000 18,000
Gypsum
Crude
Oil
3,900
Dregs
dan
3,025
Grids
Cooper
12,000
Slag
Cooper
224
Slag
2005
3,000
Selesai
2005 2007
8,830
2007
50
Selesai
2005 2006
2,230
Selesai
2007 2007
2008
11
Pengadaan/laporan masyarakat.
Isolasi Lahan
Sampling I
Evaluasi I
12
Sampling II
Evaluasi II
Pengawasan (Monitoring)