Anda di halaman 1dari 12

1

Tahap - Tahap Pengolahan Limbah


Salah satu masalah gan yang sering kita jumpai..."Limbah".... Saya akan berbagi
informati tentang Limbah .. Silahkan dibaca gan semoga bermanfaat

PENDAHULUAN
Dalam UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, terminologi
pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan
manusia sehingga kualitasnya turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya.
Untuk mengukur turunnya kualitas lingkungan tersebut, maka ditetapkanlah Baku
Mutu. Istilah kontaminasi, pada hakikatnya lebih kurang sama dengan terminologi
diatas, tetapi kosa kata kontaminasi lebih populer dan sering dipergunakan dalam
konteks pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3) dan limbah B3.
Permasalahan limbah B3 dalam konteks lingkungan hidup di Indonesia menjadi
fokus Kementerian Negara Lingkungan Hidup saat ini. Berbagai aktivitas industri
telah menimbulkan lahan terkontaminasi oleh limbah B3. Kejadian tersebut antara
lain disebabkan oleh adanya pembuangan limbah B3 ke lingkungan walaupun
sesungguhnya Peraturan Perundangan telah mengatur larangan membuang limbah
B3 ke lingkungan.
Beban biaya yang tinggi untuk mengelola limbah B3 sering menjadi alasan
membuang limbah B3 ke lingkungan tanpa diolah terlebih dahulu.
Pengelolaan limbah B3 diperlukan penanganan teknis yang lebih ketat.
Pengelolaannya diperlakukan dimulai dari limbah B3 dihasilkan, disimpan
sementara, dikumpulkan, diangkut, dimanfaatkan dan sampai pada
pemusnahannya. Semua proses ini memerlukan pengawasan dalam hal bagaimana
memperlakukan limbah B3 tersebut secara teknis. Dan pada akhirnya akan
memberikan beban biaya yang relatif tinggi.
Kecelakaan di dalam proses produksi dapat menyebabkan terjadinya lahan
terkontaminasi. Terjadinya beberapa kecelakaan di dalam proses produksi sering
disebabkan oleh peralatan yang dinilai telah termakan usia. Semua ini dapat dilihat
diberbagai jenis industri, baik di industri manufaktur dan agro industri maupun di
pertambangan dan migas. Faktor kelalaian manusia telah pula menyebabkan
terjadinya kecelakaan di dalam proses produksi sehingga bahan berbahaya dan
beracun berada di lahan terbuka.

Penanganan lahan terkontaminasi limbah B3 akan menyangkut beberapa aspek


antara lain aspek pembiayaan dan aspek teknologi. Illegal dumping, dan temuantemuan kasuistis yang disebabkan oleh terjadinya kecelakaan di dalam proses
produksi, dalam penanganannya langsung menunjuk sumber pencemarnya dengan
menerapkan prinsip Polluters Pay Principle. Pencemar yang melakukan
penanggulangannya. Semua beban pembiayaan akan menjadi kewajiban si
pencemar. Penanganan lahan terkontaminasi yang disebabkan oleh sumber
pencemarnya yang dapat ditunjuk dengan tegas, maka penanganan ini yang disebut
sebagai kontaminasi sumber institusi. Akan menjadi lebih berat bagi
Pemerintah apabila ditemukan limbah B3 yang sudah menahun di lahan terbuka dan
tidak jelas sumber pencemarnya, maka dengan menganut asas pengelolaan
lingkungan hidup menjadi tanggung jawab Negara yang diamanatkan dalam
Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 yang mengatur tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, penanganan lahan terkontaminasi dari sumber non institusi
akan menjadi tanggung jawab Pemerintah sepenuhnya. Dan ini akan mengandung
resiko beban biaya dan pemilihan teknologi dalam penanganannya.

PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) DAN


LIMBAH B3
Bahan berbahaya dan beracun (B3) umumnya digunakan pada sektor industri,
pertanian, pertambangan dan rumah tangga. Penggunaan B3 pada berbagai sektor
tersebut juga akan menghasilkan limbah B3 yang ada di sekitar lingkungan hidup
kita dan memerlukan pengelolaan lebih lanjut. Kandungan limbah B3 terdapat pada
berbagai produk makanan, minuman, konstruksi, elektronik, alat-alat rumah tangga,
kosmetik, kendaraan bermotor, dan sebagainya, bahkan bebas melayang-layang di
udara.
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3) mempunyai dampak yang
relatif besar dan penting terhadap manusia dan lingkungan sekitarnya. Apabila
limbah B3 tidak dikelola dengan baik, resiko kecelakaan kerja dan pencemaran akan
semakin besar.
Pengelolaan Limbah B3 merupakan salah satu rangkaian kegiatan yanng mencakup
penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan, dan pengolahan limbah
B3 termasuk penimbunan hasil pengolahan tersebut. Sehingga dapat disimpulkan
pelaku pengelolaan limbah B3 antara lain :
Penghasil Limbah B3
Pengumpul Limbah B3
Pengangkut Limbah B3
Pemanfaat Limbah B3
Pengolah Limbah B3

Penimbun Limbah B3
Dengan demikian, pengawasan dilakukan sejak dihasilkan oleh penghasil limbah B3
sampai penimbunan akhir oleh pengolah limbah B3, sedangkan perjalanan limbah
B3 dikendalikan dengan sistem manifest berupa dokumen limbah B3.
Banyak industri yang tidak menyadari, bahwa limbah yang dihasilkan termasuk
dalam kategori limbah B3, sehingga dengan mudah limbah dibuang ke sistem
perairan tanpa adanya pengolahan. Pada hakekatnya, pengolahan limbah adalah
upaya untuk memisahkan zat pencemar dari cairan atau padatan. Walaupun
volumenya kecil, konsentrasi zat pencemar yang telah dipisahkan itu sangat tinggi.
Selama ini, zat pencemar yang sudah dipisahkan (konsentrat) belum tertangani
dengan baik, sehingga terjadi akumulasi bahaya yang setiap saat mengancam
kesehatan dan keselamatan lingkungan hidup. Untuk itu limbah B3 (termasuk yang
masih bersifat potensial) perlu dikelola antara lain melalui pengolahan limbah B3.
Berikut adalah beberapa tehnik pengolahan limbah B3 (Setiyono, 2002) antara lain :
1. Netralisasi (pengolahan secara kimia)
Proses netralisasi diperlukan apabila kondisi limbah masih berada di luar baku mutu
limbah (pH 6-8), sebab limbah di luar kondisi tersebut dapat bersifat racun atau
korosif. Netralisasi dilakukan dengan mencampur limbah yang bersifat asam dengan
limbah yang bersifat basa. Pencampuran dilakukan dalam suatu bak equalisasi atau
tangki netralisasi.
Netralisasi dengan bahan kimia dilakukan dengan menambahkan bahan yang
bersifat asam kuat atau basa kuat. Air limbah yang bersifat asam umumnya
dinetralkan dengan larutan kapur (Ca(OH)2), soda kostik (NaOH) atau natrium
karbonat (Na2CO3). Air limbah yang bersifat basa dinetralkan dengan asam kuat
seperti asam sulfat (H2SO4), HCI atau dengan memasukkan gas CO2 melalui bagian
bawah tangki netralisasi.
2. Pengendapan
Apabila konsentrasi logam berat di dalam air limbah cukup tinggi, maka logam dapat
dipisahkan dari limbah dengan jalan pengendapan menjadi bentuk hidroksidanya.
Hal ini dilakukan dengan larutan kapur (Ca(OH)2) atau soda kostik (NaOH) dengan
memperhatikan kondisi pH akhir dari larutan. Pengendapan optimal akan terjadi
pada kondisi pH dimana hidroksida logam tersebut mempunyai nilai kelarutan
minimum.
3. Koagulasi dan Flokasi (pengolahan secara kimia)

Digunakan untuk memisahkan padatan tersuspensi dari cairan jika kecepatan


pengendapan secara alami padatan tersebut lambat atau tidak efisien. Koagulasi
dilakukan dengan menambahkan bahan kimia koagulan ke dalam air limbah.
Koagulan yang sering digunakan adalah tawas (Al2(SO4)3).18H20; FeC13; FeSO4.7H20;
dan lain-lain.
4. Evaporasi (penyisihan komponen-komponen yang spesifik)
Evaporasi pada umumnya dilakukan untuk menguapkan pelarut yang tercampur
dalam limbah, sehingga pelarut terpisah dan dapat diisolasi kembali. Evaporasi
didasarkan pada sifat pelarut yang memiliki titik didih yang berbeda dengan
senyawa lainnya.
5. Insinerasi
Insinerator adalah alat untuk membakar sampah padat, terutama untuk mengolah
limbah B3 yang perlu syarat teknis pengolahan dan hasil olahan yang sangat ketat.
Pengolahan secara insinerasi bertujuan untuk menghancurkan senyawa B3 yang
terkandung di dalamnya menjadi senyawa yang tidak mengandung B3. Ukuran,
desain dan spesifikasi insinerator yang digunakan disesuaikan dengan karakteristik
dan jumlah limbah yang akan diolah. Insinerator dilengkapi dengan alat pencegah
pencemar udara untuk memenuhi standar emisi.
Disamping pengolahan limbah B3, upaya pengelolaan limbah B3 dapat dilakukan
melalui tahapan sebagai berikut:

Pertama, reduksi limbah dengan menyempurnakan penyimpanan bahan baku


dalam proses kegiatan proses atau house keeping, substitusi bahan,
modifikasi proses, maupun upaya reduksi lainnya.

Kedua, kegiatan pengemasan dilakukan dengan penyimbolan dan pelabelan


yang menunjukkan karakteristik dan jenis limbah B3 (lihat Keputusan Kepala
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor : Kep05/Bapedal/09/1995).

Ketiga, penyimpanan dapat dilakukan di tempat yang sesuai dengan


persyaratan yang berlaku (lihat Keputusan Kepala Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan Nomor: Kep-01l/Bapedal/09/1995).

Keempat, pengumpulan dapat dilakukan dengan memenuhi persyaratan pada


ketentuan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Nomor: Kep-01/Bapedal/09/1995 yang menitikberatkan pada ketentuan
tentang karakteristik limbah, fasilitas laboratorium, perlengkapan
penanggulangan kecelakaan, maupun lokasi.

Kelima, kegiatan pengangkutan selayaknya dilengkapi dengan dokumen


pengangkutan (manifest) dan ketentuan teknis pengangkutan.

Keenam, upaya pemanfaatan dapat dilakukan melalui kegiatan daur ulang


(recycle), perolehan kembali (recovery) dan penggunaan kembali (reuse)
limbah B3 yang dlihasilkan ataupun bentuk pemanfaatan lainnya.

Ketujuh, pengolahan limbah B3 dapat dilakukan dengan cara thermal,


stabilisasi, clan solidifikasi secara fisika, kimia, maupun biologi dengan cara
teknologi bersih atau ramah lingkungan.

Kedelapan, kegiatan penimbunan limbah B3 wajib memenuhi persyaratan


dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999.

Berbagai upaya dan tahapan pengelolaan limbah B3 secara teknis tersebut ditempuh
melalui instrumen atau perangkat perizinan pengelolaan limbah B3. Saat ini,
kewenangan untuk menerbitkan izin pengelolaan limbah B3 adalah Pusat
(Kementerian Negara Lingkungan Hidup, dan instansi teknis terkait).

KONTAMINASI & LIMBAH B3


Kegiatan penanganan kontaminasi lahan atau remediasi adalah merupakan upaya
pemulihan kualitas media lingkungan baik media tanah, pesisir dan perairan akibat
terkontaminasi bahan dan limbah berbahaya dan beracun (B3 dan Limbah B3).
Kegiatan ini memiliki ciri khas dan karakteristik yang spesifik yaitu kegiatannya
bersifat relatif lama (jangka waktu relatif panjang) dan memerlukan biaya yang
relatif besar. Sejak tahun 2005 hingga saat ini, Deputi Pengelolaan B3 dan Limbah
B3, KLH melalui Asdep Urusan Pemulihan Kualitas Lingkungan terus menaruh
perhatian terhadap penanganan kontaminasi limbah B3.
Sampai dengan tahun 2006 telah dilakukan penanganan media lingkungan seluas
11,97 hektar dengan volume sebesar 9.200,93 ton di 13 lokasi media
terkontaminasi limbah B3. Data KLH Tahun 2006 menyebutkan bahwa hasil
pengawasan melalui program penaatan perusahaan (PROPER) sebesar 6.932.687,62
ton limbah B3 dihasilkan dari industri sektor pertambangan, energi, dan migas
(PEM), serta sektor manufaktur dan agroindustri.
Dari jumlah tersebut sebanyak 83.5% telah dikelola sedangkan sisanya sebanyak
16.5% belum dikelola. Masih tingginya angka limbah B3 yang belum dikelola
disebabkan karena beban biaya yang relatif tinggi untuk mengelola limbah B3
sehingga hal tersebut tentunya berpotensi menimbulkan kontaminasi limbah B3
terhadap media lingkungan.
Apabila kita bandingkan dengan kondisi di Amerika Serikat, berdasarkan data
statistik setiap tahunnya di Amerika Serikat terdapat 1300 1400 contaminated
site, namun dalam penanganannya di Amerika Serikat menggunakan instrumen
super funds (dana standby/siap pakai untuk pemulihan lingkungan), sehingga

upaya proses pemulihannya dapat berlangsung cepat dan tepat, tanpa menunggu
ditemukannya penanggung jawab terhadap contaminated site tersebut.
Kondisi ini sangat berbeda dengan di Indonesia, sehingga untuk berbagai kasus
illegal dumping B3 dan limbah B3 yang terjadi, upaya pertama yang sangat
penting dilakukan adalah menemukan penanggung jawab aktivitas illegal tersebut.
Konsekuensinya adalah, upaya penanganan kontaminasi tidak dapat dilakukan cepat
dan tepat, sementara eksposure terhadap lingkungan terus berlangsung. Oleh karena
itu, asas yang dianut undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah strict
liability (tanggung jawab mutlak), sebagaimana tertulis dalam pasal 35 ayat 1.
Untuk mengantisipasi komplikasi permasalahan tersebut, sudah saatnya diperlukan
kebijakan ataupun policy yang mendorong adanya instrumen yang dapat berfungsi
sebagai penjamin atau garansi, apabila terjadi kontaminasi B3 dan limbah B3, atau
tepatnya semacam environmental insurance. Sebagaimana diuraikan diatas, bahwa
upaya penanganan kontaminasi yang dilakukan untuk pemulihan lingkungan,
memerlukan jangka waktu yang panjang dan cost yang relatif besar. Sehingga,
dengan demikian apabila terjadi kontaminasi, maka upaya penanganannnya dapat
berlangsung dengan cepat dan tepat, dan lingkungan dapat terjaga dengan baik.
PENANGANAN CLEAN-UP (PEMULIHAN)
PADA LAHAN TERKONTAMINASI LIMBAH B3
1. Tahapan Penanganan Lahan
Dalam melakukan penangan lahan terkontaminasi limbah B3 prinsipnya Polluter
Pay Principleatau pencemar yang akan membiayai pelaksanaan kegiatan mulai dari
clean-up lahan terkontaminasi dan pengelolaan tanah terkontaminasi.
Ada beberapa tahapan yang perlu diperhatikan untuk melakukan penanganan lahan
terkontaminasi tersebut :
a. Perencanaan
Pada perencanaan penanganan lahan terkontaminasi dibahas secara terperinci
mengenai
penyebab, luas dan prakiraan volume (limbah B3 dan tanah terkontaminasi),
pemetaan, tahapan
penanganan, pengambilan sampel, tingkat keberhasilan clean-up, pengelolaan
limbah B3 dan tanah
terkontaminasi disepakati oleh pencemar dengan Kementerian Negara Lingkungan
Hidup.
b. Penanganan/pelaksanaan
Pada saat penanganan mengacu kepada dokumen perencanaan yang disampaikan
kepada KLH .

Pelaksanaan dilakukan oleh Pejabat Pengawas yang ditugaskan oleh Institusi yang
menangani
Lingkungan Hidup.
c. Evaluasi
Dalam melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan dilakukan berdasarkan
pemenuhan :
1) Penanganan Clean-up lahan terkontaminasi, untuk menyatakan tingkat
keberhasilan yang
mengacu kepada data laboratorium dan pakar jika diperlukan untuk kepastian sesuai
dengan
bidangnya.
2) Pengelolaan Limbah B3 dan Tanah Terkontaminasi, untuk mengetahui bahwa
limbah B3 dan
tanah terkontaminasi memenuhi peraturan perundangan pengelolaan limbah B3.
d. Pemantauan
Pemantauan diwajibkan kepada pihak yang melakukan kegiatan selama minimal 1
(satu)
tahun setiap 6 (enam) bulan untuk dikeluarkan surat pernyataan dari KLH, yaitu
Surat Status
Penyelesaian Lahan Terkontaminasi (SSPLT).
2 . Evaluasi dan Pemantuan
a. Data Penanganan Lahan Terkontaminasi
Diitampilkan beberapa data berupa gambar dan tabel beberapa jenis tampilan yang
menggambarkan :
1) Gambar luas lahan terkontaminasi dan sumber industri yang menyebabkan
terjadinya lahan
terkontaminasi;
2) Gambar volume limbah B3 dan tanah terkontaminasi dari sumber industri yang
menyebabkan terjadinya lahan terkontaminasi;
3) Tabel luas lokasi penanganan lahan terkontaminasi yang terjadi di beberapa
provinsi;

4) Gambar lokasi terjadinya/peruntukan lahan tempat terjadinya lahan


terkontaminasi.
b. Penyebab Kejadian
Kegiatan usaha/industri dalam melakukan aktivitas pengumpulan, penyimpanan,
pengang
kutan, pemanfaatan dan pengolahan limbah B3 tidak terhindar dari adanya ceceran,
bocoran dan
kecelakaan, yang akan sampai kepada media lingkungan khususnya lahan dan
mengakibatkan
tercemarnya lahan oleh limbah B3.
Dari kasus penanganan lahan terkontaminasi, kejadian kecelakaan yang sering
dijumpai
adalah di Industri Migas. Kecelakaan berasal dari semburan pemeliharaan sumur
minyak tua,
kebocoran pipa distribusi crude oil dan kecelakaan robeknya house Single Souring
Mouy (SBM).
Berdasarkan hasil temuan lapangan PROPER, kontaminasi terjadi berasal dari
antara lain sludge pond industri Migas, landfill pada kegiatan industri Manufaktur
dan Agro Industri.
Untuk kasus illegal dumping ditemukan pada kegiatan Industri Tekstil dan Industri
Jasa
Pengolahan Limbah B3 seperti yang terjadi di Bekasi, Tangerang, Kabupaten Bogor
dan Batam.
c. Clean-up Lahan Terkontaminasi
Dalam penanganan lahan terkontaminasi langkah awal melakukan pemetaan area
terkontaminasi memerlukan data-data tambahan antara lain :
1) Topografi;
2) Permeabilitas, porositas;
3) Jenis tanah dan kualitas;
4) Hydrogeologi;
5) Peruntukan lahan;
6) Keadaan lingkungan sekitar seperti lokasi permukiman, kawasan lindung sumber
air.
Setelah dapat dipastikan area lokasi lahan terkontaminasi maka dilanjutkan dengan

mengetahui seberapa jauh sebaran dan kedalaman kontaminan pada lahan


tersebut. Dengan data
pengukuran dan laboratorium tersebut maka dapat diketahui luas dan volume
limbah B3 dan tanah
terkontaminasi. Kemudian tahap selanjutnya melakukan pengelolaan limbah B3 dan
tanah terkon
taminasi, pengolahan secara in-situ atau eksitu.
Proses (tahapan) clean-up dinyatakan berhasil jika telah memenuhi tingkat
keberhasilan
yang di tentukan antara lain oleh: titik referensi, acuan (baku mutu) standart dan
risk base
screening level (RBSL). Jika belum tercapai tingkat keberhasilan maka tahapan
pembersihan
dilanjutkan kembali, sampai memenuhi tingkat keberhasilannya.
d. Waktu Penanganan
Penanganan lahan terkontaminasi umumnya memerlukan waktu cukup lama dari
6 (enam) bulan bahkan ada yang sampai 3 (tiga) tahun untuk lahan terkontaminasi
yang cukup luas
dan kontaminan sudah menjalar ke air tanah. Selain itu tahapan yang harus
dilakukan memerlukan
evaluasi yang dinamis dan biaya yang cukup besar.

JENIS- JENIS LIMBAH DAN SUMBER INDUSTRI


PADA LAHAN TERKONTAMINASI
Beberapa pelaksanaan penanganan lahan terkontaminasi limbah B3 menurut jenis
dan sumber industrinya dapat dilihat pada Tabel 6.1. :
Tabel 6.1. Jenis Limbah dan Sumber Industri
No
1
2
3
4
5
6
7

Jenis Limbah
Nikel Sludge dari Industri Otomotive
Cooper Slag
Catalis
Industri Pengolahan Limbah B3
Industri Tekstil
Industri Polymer
Crude Oil

Sumber Industri
Automotif
Pengolahan Limbah B3
Industri Besi dan Baja
Industri Pengolahan Limbah B3
Tekstil
Polymer
Unit Pengolahan Eksplorasi Produksi

10

8
9
10
11
12
13
14
15

Sludge Oil
Oil base mud
Centrat
Kegiatan Pengeboran Panas Bumi
Baterai Bekas
Acid Sludge
Dregg an Gridd
Humic and Gyps

(EP)
EP
EP
Drillimg Mud
Panas Bumi
Baterai
Unit Pengolahan Migas
Pulp & Paper
Makanan

Secara umum penanganan lahan terkontaminasi terhadap Perusahaan yang ada di


Sumatera dari tahun 2005 sampai dengan 2008 dapat dilihat pada Tabel 6.2. :
Tabel 6.2. Penanganan Lahan Terkontaminasi di Sumatera Tahun 2005
2008
Propins
i

Riau

Sumber
PT. Chevron
Indonesia
(Darling,
Pekanbaru)
PT. Chevron
Indonesia
(Minas,
Pekanbaru)
PT. Medco

Lampun
g

PT. Miwon
Indonesia

Sumater
PT. Pertamina
a
EP
Selatan
PT. Tanjung
Enim Lestari
Kepulau
an Riau

PT. Adpel
PT. Primanru

Jenis
Limbah

Luas
(m2)

Volume Keterang Mula Selesa


(m3)
an
i
i

Sludge
1,000,00
200,000
Oil
0

Belum

2007

Sludge 1,000,0 1,000,00


Oil
00
0

Belum

2008

Belum

2008

Sludge
120
7,2
Oil
Humic
dan
350,000 18,000
Gypsum
Crude
Oil

3,900

Dregs
dan
3,025
Grids
Cooper
12,000
Slag
Cooper
224
Slag

2005

3,000

Selesai

2005 2007

8,830

2007

50

Selesai

2005 2006

2,230

Selesai

2007 2007

2008

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENANGANAN LAHAN


TERKONTAMINASI LIMBAH B3

11

1. Tahapan Alur Penanganan Lahan Terkontaminasi Limbah B3


Untuk penanganan lahan terkontaminasi ada beberapa tahapan alur penanganan
terhadap media yang terkontaminasi limbah B3, yaitu :
1. Identifikasi Lahan terkontaminasi dapat bersumber dari :

Pengadaan/laporan masyarakat.

Informasi dari Asiten Deputi Pertambangan Energi dan Migas.

Informasi dari Asisten Deputi Manufaktur dan Agro Industri.

Informasi dari Deputi Penegakan Hukum.

Dan Informasi dari pihak lain yang dapat dipertangunggjawabkan.

1. Apabila lahan terbukti terkontaminasi limbah B3 maka akan segera dilakukan


penanganan sesuai dengan kondisi dan ketetuan yang berlaku serta
berkoordinasi dengan instansi yang terkait dan pihak yang bertanggung
jawab. Apabila tidak terbukti terkontaminasi limbah B3 maka akan langsung
dianggap selesai.
2. Apabila terbukti maka perlu dipertimbangkan :
*) Beresiko sangat tinggi terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup sekitar.
**) Beresiko tinggi terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup sekitar.
***) Apabila dibiarkan saja maka akan beresiko terhadap kesehatan manusia
dan lingkungan hidup sekitar.
2. Tahapan-tahapan penanganan Clean-Up :

Isolasi Lahan

Pengukuran Luas Lahan

Pembuatan Peta Administarsi dan peta lokasi lahan terkontaminasi limbah B3

Sampling I

Pembuatan peta pengambilan sampel

Pengukuran volume Limbah B3

Evaluasi I

12

Pengangkatan dan Pengangkutan (Teknologi yang dipakai)

Sampling II

Evaluasi II

Pengawasan (Monitoring)

Anda mungkin juga menyukai