Anda di halaman 1dari 6

Nama

: Ruth Elika Cahyanti

NIM

: 131510501187

Mata Kuliah

: Pestisida Pertanian

Kelas

:D
Toksisitas Pestisida
Toksisitas pestisida dapat diartikan sebagai kemampuan pestisida untuk

membunuh sasarannya. Toksisitas terbagi menjadi tiga kriteria, yaitu: toksisitas akut,
toksisitas kronik, dan toksisitas subkronik. Toksisitas akut merupakan pengaruh
merugikan yang ditimbulkan setelah pemberian bahan kimia dosis tunggal ataupun dosis
ganda dalam waktu sekitar 24 jam.
Toksisitas akut biasa dinyatakan dengan LD50, yaitu Lethal Dosis atau dosis yang
bisa mematikan 50% binatang uji (utamanya tikus) dan dihitung dalam satuan mg/kg
berat badan. LD50 telah menjadi salah satu indikator daya racun utama, yang terdiri dari
LD50 oral dan LD50 dermal. LD50 oral ialah potensi kematian yang terjadi pada hewan
uji jika senyawa kimia itu termakan, sementara LD50 dermal ialah potensi kematian yang
muncul jika hewan uji melakukan kontak langsung melalui kulit.dengan senyawa kimia
atau racun tersebut.
Semisal suatu insektisida fenvalerat memiliki nilai LD50 oral 451 mg/kg berat
badan, maka bisa diartikan bahwa sekelompok tikus yang menjadi hewan uji, masingmasing telah diberi makan 451 mg fenvalerat untuk setiap kilogram berat badannya dan
50 persennya akan mati akibat bahan aktif insektisida tersebut. Sedangkan, kaptan (salah
satu formulasi fungisida) memiliki nilai LD50 oral sebesar 9.000 mg/kg berat badan, hal
itu berarti 50 persen hewan uji (tikus) akan mati jika masing-masing diberi dosis 9.000
mg kaptan per kilogram berat badannya. Dengan demikian bisa diketahui bahwa
fenvalerat lebih beracun dibandingkan kaptan. Buktinya, untuk mematikan 50% hewan
uji cukup dibutuhkan fenvalerat sebanyak 451 mg/kg berat badan, sementara kaptan
memerlukan bahan aktif hingga 9.000 mg/kg berat badan. Dengan kata lain, semakin
kecil nilai LD50, maka daya racunnya semakin tinggi atau semakin toksik.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan toksiksitas suatu


pestisida ialah:
a. Route pemakaian atau pemaparan per oral, dermal, inhalasi.
b. Untuk LC 50 perlu dinyatakan berapa lama waktu pemaparan, biasanya dipakai waktu
24 jam, 48 jam, atau 96 jam.
c. Pestisida umunya dinyatakan dalam bentuk bahan aktif tunggal, dan jarang sekali
sebagai bahan formula.
d. Toksiksitas yang ditetapkan bersifat akut, bukan toksiksitas kronis.
e. Semakin kecil angka toksiksitas suatu pestisida semakin toksik (semkain kuat efek
toksiknya).
f. Nilai LD 50 atau LC 50 akan berubah bila bercampur dengan bahan kimia yang tidak
toksik, tetapi bersifat sinergis atau antagonis terhadap bahan aktif.
g. Pencampuran dengan bahan sinergis mengakibatkan pestisida tersebut semakin toksik
(LD 50 semkin kecil), dan sebaliknya dengan bahan antagonis akan menurunkan
toksiksitasnya.
Setiap pestisida memiliki tingkat toksisitas yang berbeda-beda. Untuk mengetahui
tingkat toksisitas tersebut, maka dapat dilakukan dengan pembelajaran toksikologi
pestisida. Hal tersebut dapat diuraikan berdasarkan jenis pestisidanya (bahan aktif
pestisidanya) sebagai berikut.
1. Organophosphat
Organophosphat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida
lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam jumlah
sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan lebih dari beberapa mg untuk
dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa.

Organofosfat menghambat aksi

pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada
sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan
kholin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan
berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer.
Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh
bagian tubuh.

Penghambatan kerja enzim terjadi karena organophosphate melakukan fosforilasi


enzim tersebut dalam bentuk komponen yang stabil.

Pada bentuk ini enzim mengalami phosphorylasi.

Tabel 1. Nilai LD50 insektisida organofosfat


Komponen
Akton
Coroxon
Diazinon
Dichlorovos
Ethion
Malathion
Mecarban
Methyl parathion
Parathion
Sevin
Systox
TEPP

LD50 (mg/Kg)
146
12
100
56
27
1375
36
10
3
274
2,5
1

Gejala keracunan
Gejala keracunan organofosfat sangat bervariasi. Setiap gejala yang timbul sangat
bergantung pada adanya stimilasi asetilkholin persisten atau depresi yang diikuti oleh
stimulasi.saraf pusat maupun perifer.
Tabel 2. Efek muskarinik, nikotinik dan saraf pusat pada toksisitas organofosfat.
Efek
1. Muskarinik

2. nikotinik

3. sistem saraf pusat

Gejala
Salivasi, lacrimasi, urinasi dan diaree (SLUD)
Kejang perut
Nausea dan vomitus
Bradicardia
Miosis
Berkeringat
Pegal-pegal, lemah
Tremor
Paralysis
Dyspnea
Tachicardia
Bingung, gelisah, insomnia, neurosis
Sakit kepala
Emosi tidak stabil
Bicara terbata-bata
Kelemahan umum

Convulsi
Depresi respirasi dan gangguan jantung
Koma

Gejala awal seperti SLUD terjadi pada keracunan organofosfat secara akut karena
terjadinya stimulasi reseptor muskarinik sehingga kandungan asetil kholin dalam darah
meningkat pada mata dan otot polos.
2. Karbamat
Insektisida karbamat telah berkembang setelah organofosfat. Insektisida ini
biasanya daya toksisitasnya rendah terhadap mamalia dibandingkan dengan organofosfat,
tetapi sangat efektif untuk membunuh insekta.Struktur karbamate seperti physostigmin,
ditemukan secara alamia dalam kacang Calabar (calabar bean). Bentuk carbaryl telah
secara luas dipakai sebagai insektisida dengan komponen aktifnya adalah SevineR.
Mekanisme toksisitas dari karbamate adalah sama dengan organofosfat, dimana
enzim achE dihambat dan mengalam karbamilasi.

Dalam bentuk ini enzim mengalami karbamilasi

3. Organochlorin
Mekanisme toksisitas dari DDT masih dalam perdebatan, wlaupun komponen
kimia ini sudah disinthesis sejak tahun 1874. Tetapi pada dasarnya pengaruh toksiknya
terfokus pada neurotoksin dan pada otak. Saraf sensorik dan serabut saraf motorik serta
kortek motorik adalah merupakan target toksisitas tersebut. Dilain pihak bila terjadi efek
keracunan perubahan patologiknya tidaklah nyata. Bila seseorang menelan DDT sekitar
10mg/Kg akan dapat menyebabkan keracunan, hal tersebut terjadi dalam waktu beberapa
jam. Perkiraan LD50 untuk manusia adalah 300-500 mg/Kg.
DDT dihentikan penggunaannya sejak tahun 1972, tetapi penggunaannya masih
berlangsung sampai beberapa tahun kemudian, bahkan sampai sekarang residu DDT
masih dapat terdeteksi. Gejala yang terlihat pada intoksikasi DDT adalah sebagai berikut:

Nausea, vomitus

Paresthesis pada lidah, bibir dan muka

Iritabilitas

Tremor

Convulsi

Koma

Kegagalan pernafasan

Kematian
Adapun klasidikasi pestisida berdasarkan toksisitasnya dapat digambarkan

sebagai berikut.

Anda mungkin juga menyukai