Kajian isu strategis mendasarkan pada situasi dan kondisi lingkungan strategis.
Lingkungan strategis adalah lingkungan yang dapat mempengaruhi tingkat pencapaian tujuan
pembangunan. Dinamika yang terjadi di dunia internasional, nasional, regional maupun lokal
penting dipahami dan disikapi untuk tindakan kebijakan prefentif maupun kuratif. Kemajuan
global makin meningkatkan keterkaitan pengaruh dunia internasional,
terhadap kondisi
nasional, regional maupun lokal. Hubungan antar manusia dengan segala kepentingan, aktivitas
dan akibat atau kejadian-kejadiannya, melahirkan isu-isu dan permasalahan strategis baik
positif maupun negatif.
dibutuhkan
kualitas SDM (tenaga kerja) yang mampu menghasilkan produk-produk ekspor (barang
dan jasa) yang unggul dan berdaya saing. Kekalahan daya saing akan berakibat pada penurunan
ekspor serta kegagalan program penempatan tenaga kerja atau pengurangan pengangguran.
b. Fluktuasi harga dan kurs mata uang
Produktivitas yang tidak sebanding dengan tingginya konsumsi mencerminkan pola hidup
konsumtif yang harus dikurangi. Besarnya konsumsi
terhadap
mata
mempengaruhi
daya
saing
rupiah
akan terjadi ketimpangan (defisit) Neraca Pembayaran. Fluktuasi negatif ataupun penurunan
nilai rupiah yang signifikan mengakibatkan instabilitas APBN yang selanjutnya akan
mengurangi besaran dana perimbangan (DAU, DAK dan lainnya).
c. Degradasi lingkungan
Pemanasan global berdampak pada terjadinya pencairan es/salju yang menambah kenaikan
permukaan air laut (rob). Akibat lainnya adalah terjadinya anomali musim, bencana alam dan
kerusakan alam yang menurunkan produktivitas pertanian. Krisis pangan dunia mesti disikapi
dengan peningkatan swasembada pangan guna terpenuhinya kebutuhan pangan nasional.
d. Komitmen Internasional
Kesepakatan antar negara khususnya yang telah ditandatangani (disepakati) oleh Pemerintah
Indonesia perlu didukung oleh seluruh masyarakat (Pemerintah Daerah). Komitmen
internasional tersebut diantaranya adalah Millenium Development Goals (MDGs) tentang
paradigma pembangunan global, Protokol Kyoto tentang pengurangan emisi gas rumah kaca,
Convention on the Elimination of All Form of Discrimination Against Women (CEDAW)
tentang pembangunan dan pemberdayaan perempuan, Hyogo Framework tentang peredaman
bencana, Ecolabelling atau sertifikasi produk dan sebagainya. Deklarasi MDGs 2015 yang
ditandatangani pada tanggal 8 September 2000 menyetujui agar semua negara melaksanakan:
1. Pengentasan kemiskinan dan kelaparan yang ekstrim
Target untuk 2015: Mengurangi setengah dari penduduk dunia yang berpenghasilan
kurang dari 1 dolar AS sehari dan mengalami kelaparan.
2. Pemerataan pendidikan dasar
Target untuk 2015: Memastikan bahwa setiap anak, baik laki-laki dan perempuan
mendapatkan dan menyelesaikan tahap pendidikan dasar.
3. Mendukung adanya persaman jender dan pemberdayaan perempuan
Target 2005 dan 2015: Mengurangi perbedaan dan diskriminasi gender dalam pendidikan
dasar dan menengah terutama untuk tahun 2005 dan untuk semua tingkatan pada tahun 2015.
4. Mengurangi tingkat kematian anak
Target untuk 2015: Mengurangi dua per tiga tingkat kematian anak-anak usia di bawah 5
tahun.
5. Meningkatkan kesehatan ibu
Target untuk 2015: Mengurangi dua per tiga rasio kematian ibu dalam proses melahirkan
6. Perlawanan terhadap HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya
Target untuk 2015: Menghentikan dan memulai pencegahan penyebaran AIDS, malaria dan
penyakit berat lainnya.
7. Menjamin daya dukung lingkungan hidup
Target:
Pada tahun 2015 mendatang diharapkan mengurangi setengah dari jumlah orang
yang tidak memiliki akses air minum yang sehat
Pada
tahun
2020
mendatang
diharapkan
dapat
mencapai pengembangan
yang signifikan dalam kehidupan untuk sedikitnya 100 juta orang yang tinggal di
daerah kumuh
8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
Target:
Mengembangkan lebih jauh lagi perdagangan terbuka dan sistem keuangan yang
berdasarkan aturan, dapat diterka dan tidak ada diskriminasi. Termasuk komitmen
terhadap pemerintahan yang baik, pembangungan dan pengurangan tingkat kemiskinan
secara nasional dan internasional.
Dalam kerja sama dengan pihak farmasi, menyediakan akses obat penting yang
terjangkau di negara berkembang
Dalam
kerjasama
dengan
pihak
swasta,
membangun
adanya penyerapan
masyarakat
utamanya
dunia
usaha.
Penggunaan energi alternatif perlu diupayakan guna memenuhi kebutuhan energi masyarakat.
c. Tuntutan pemerintahan yang bersih dan profesional
Kenyataan yang melekat beberapa periode terdahulu hingga saat ini adalah banyaknya korupsi,
kolusi dan nepotisme yang merambah di semua tingkatan aparatur. Selain itu birokrasi yang
dinilai kurang profesional tidak sejalan dengan kebutuhan dan pengetahuan masyarakat yang
terus berkembang. Kebijakan Reformasi Birokrasi dilakukan secara menyeluruh dari tatanan
kelembagaan, manajemen, pengembangan SDM, penegakan hukum demokrasi dan lain-lain
dalam rangka peningkatan pelayanan publik yang makin berkualitas.
d. Bencana alam
Degradasi lingkungan sebagaimana halnya masalah internasional strategis juga dirasakan secara
nasional. Indonesia sebagai negara maritim memiliki potensi lebih besar akan intensitas
terjadinya bencana alam berupa tsunami, gempa, letusan gunung berapi, banjir dan tanah
longsor. Selain itu kebakaran hutan juga sering terjadi sebagai negara yang cukup kaya akan
hutan dan perkebunan. Tanggap darurat dan rehabilitasi-rekonstruksi merupakan hal penting
yang harus dilakukan oleh jajaran pemerintah hingga masyarakat.
e. Kemampuan keuangan negara
Pembangunan menyeluruh membutuhkan dana pembiayaan yang besar, sementara kemampuan
keuangan negara sangat terbatas sehingga negara masih terbelit hutang luar negeri yang cukup
besar pula. Setiap daerah harus berupaya meningkatkan kemandirian keuangan daerah (tidak
hanya bergantung pada bantuan dari Pemerintah Pusat) dengan cara meningkatkan penggalian
pendapatan asli daerah dan investasi. Dalam RPJM 2010-2015 disebutkan bahwa pertumbuhan
ekonomi nasional selama ini berkisar 6%, padahal pembangunan yang inklusif membutuhkan
pertumbuhan ekonomi diatas 6,5% per tahun. Pertumbuhan ekonomi ini dapat terwujud
manakala terjadi peningkatan produktivitas dunia usaha yang signifikan terhadap ekspor.
Di sisi lain proporsi belanja daerah didominasi oleh belanja pegawai dan belanja tidak
langsung, harus diimbangi dengan efisiensi dan efektivitas tinggi agar dana yang ada dapat
didayagunakan dengan sebaik-baiknya.
f. Stabilitas keamanan dan ketentraman
Salah satu dampak buruk kemajuan iptek adalah makin canggihnya kejahatan, diawali dari
tumbuhnya keinginan dan ketidakpuasan, persaingan dan kecemburuan sosial sehingga
mendorong orang untuk berperilaku melawan, merugikan dan meresahkan.
g. Hambatan perdagangan antar daerah
Hambatan perdagangan antar daerah biasanya berkaitan dengan perijinan, transportasi,
komunikasi, informasi dan sarana prasarana pendukung. Hal yang dirasakan oleh dunia usaha
khususnya usaha kecil dan menengah adalah kurangnya akses ke pasar di luar daerah maupun
ekspor.
h. Keadilan dan kesetaraan gender
Indikator pembangunan gender secara resmi adalah Gender-related Development Index (GDI)
dan Gender Empowerment Measurement (GEM). Dua indikator tersebut menghendaki adanya
peningkatan peran dan kesempatan bagi perempuan sebagaimana peran dan kesempatan yang
dimiliki laki-laki. Kesempatan tersebut adalah kesempatan dalam berusaha, pendidikan dan lainlain serta dalam menduduki jabatan/posisi strategis tertentu.
harkat
dan
martabat
kemanusiaan, serta terlindungi dari segala bentuk kekerasan, perlakuan salah, penelantaran
dan eksploitasi. Kasus gizi buruk, partisipasi sekolah, putus sekolah, kekerasan terhadap anak,
pekerja anak, anak jalanan dan lain-lain adalah fakta yang menunjukkan belum terpenuhinya
perlindungan dan kesejahteraan anak.
j. Daya saing teknologi dan industri
Dominasi ekspor Indonesia adalah ekspor bahan mentah yang bersumber dari kekayaan
alam yang belum diolah, sehingga memiliki nilai ekonomis yang rendah. Penyebabnya
adalah kurangnya kemampuan iptek dalam mengolahnya menjadi barang setengah jadi maupun
produk akhir serta kurangnya kemampuan iptek dalam menciptakan dan membuat produk yang
berkualitas. Budaya iptek yang kreatif dan inovatif harus difasilitasi.
Selain itu kebanggaan terhadap produk dalam negeri kurang tertanam dalam diri warga negara
Indonesia, image yang berkembang adalah bahwa produk dalam negeri selalu lebih jelek
daripada produk luar negeri. Pencintaan terhadap produk tradisional (batik, dll) merupakan satu
bentuk local genius yang baik untuk dikembangkan, khususnya di dalam negeri dan sebaiknya
dipromosikan/dipasarkan ke luar negeri.
Keterbatasan anggaran daerah belum mampu menjangkau seluruh keluarga miskin akan
kebutuhan pelayanan kesehatan.
d. Rendahnya realisasi penanaman modal
Jumlah persetujuan nilai investasi pada tahun 2012 adalah 21.604 trilyun sementara realisasi
PMDN/PMA hanya sebesar 8.144 trilyun. Namun dari segi nominal, terjadi peningkatan nilai
realisasi investasi dari tahun 2008 sebesar 1.382 trilyun menjadi 8.144 trilyun pada tahun 2012.
e. Rendahnya akses usaha kecil dan mikro terhadap permodalan dan pasar ekspor
UMKM adalah basis perekonomian yang cukup tangguh di Sulawesi Selatan, namun beberapa
diantaranya mengalami kesulitan memperoleh akses permodalan dan kesulitan menembus pasar
ekspor yang disebabkan kualitas produk kalah bersaing dan keterbatasan transportasi/distribusi.
f. Belum optimalnya penyelenggaraan tata kepemerintahan yang amanah (Good
Governance)
Reformasi tata kepemerintahan tidak hanya perlu dilakukan oleh negara saja (legislatif,
eksekutif, dan yudikatif), tetapi juga dunia usaha/swasta (corporates) dan masyarakat luas
(civil society) yang mampu mendukung terwujudnya Good Governance.
g. Bencana alam
Dengan disusunnya Rencana Aksi Daerah Pengurangan Resiko Bencana diharapkan resiko
bencana dapat diantisipasi sebelumnya (mitigasi bencana).
h. Masalah penegakan hukum
Beberapa kasus korupsi belum ditindaklanjuti.
i. Belum terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender
Indeks p e m b a n g u n a n g e n d e r ( I P G ) d a n I n d e x pemberdayaan gender (IDG)
Sulawesi Selatan masih dibawah rata-rata nasional. Pada tahun 2010, IPG Sulawesi Sealatan
adalah 62,46 sementara IPG nasional adalah 68,15.
ketidakpastian
hukum
di
daerah
implementasi.
4.4.
infrastruktur, teknologi, dan bidang pembangunan lainnya saling bergelindang dengan rembesan
isu global yang bersifat kompleks. Dalam konsep perencanaan, isu strategis memiliki tingkat
kemendesakan, kedalaman dan keluasan dampak, kejelajahan, dan penandaan yang ditimbulkan
akan lebih berbekas dan berjejak untuk masa mendatang. Kemenyeluruhan dan kesatuan
merupakan suatu paradigma perencanaan pembangunan daerah, sehingga penyusunan RPJMD
menjadi dokumen diharapkan dapat mengatasi jarak antara bahasa lisan dan tulisan, teori dan
praktek, teks dan konteks. Selain itu, penyusunan dokumen ini berpedoman pada Peraturan
Daerah Kabupaten Jeneponto Nomor 03 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Kabupaten Jeneponto Tahun 2006-2026 serta mengacu dan menelaah seksama
menyangkut isu staregis yang termuat dalam Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor
10 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi
Sulawesi Selatan Tahun 2013-2018.
Berdasarkan uraian fakta, potensi, permasalahan, dan pemecahan permasalahan
pembangunan daerah yang ditemukan, dapat ditarik beberapa isu strategis, sebagai berikut.
Dalam organisasi, jumlah satuan kerja pemerintah daerah (SKPD) masih relatif banyak,
sehingga memperbesar jumlah PNS yang harus mengisinya. Akhirnya, besarnya jumlah PNS
di daerah ini, berdampak lurus dengan besarnya anggaran negara/daerah yang tersedot untuk
membayar gaji mereka.
Menyangkut asas manfaat dari pegawai pemerintah tersebut bagi masyarakat. Sudah
menjadi rahasia umum, bahwa pelayanan birokrasi sangat lambat dan berbelit. Begitu pula
masalah proyek-proyek aparat pemerintah yang tidak tepat sasaran, sehingga tidak dirasakan
manfaatnya.
Dalam bidang pelayanan publik, masalah bidang pendidikan, kesehatan dan
kependudukan. Pada tahun 2011, berdasarkan hasil penelitian Balitbangda Provinsi Sulawesi
Selatan menunjukkan, bahwa rata-rata Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) di Kabupaten
Jeneponto menandakan rendahnya angka kepuasaan masyarakat, meliputi: (1) bidang
pendidikan merangkak pada peringkat ke-10; (2) bidang kesehatan pada peringkat ke-23; dan
(3) bidang administrasi kependudukan dan catatan sipil pada peringkat ke-23, di titik
terendah di Sulawesi Selatan. Hal ini menunjukkan, kualitas pelayanan publik rendah, serta
belum terciptanya pelayanan birokrasi yang makin murah, cepat, mudah, baik, dan
transparan.
Dari sisi kelembagaan/ organisasi pemerintahan daerah belum tepat ukuran dan tepat
fungsi (right sizing, right function), sehingga tidak efisien dan efektif. Masih terjadi tumpang
tindih kewenangan, tugas pokok dan fungsi, dan pelaksanaan program/kegiatan antar SKPD.
Dari sisi ketatalaksanaan, SKPD belum disertai dengan standard operating procedure (SOP)
utama yang mencerminkan tugas pokok dan pelayanan.
Belum terbangunnya perubahan pola pikir (mind set), budaya kerja (culture set),
komitmen, partisipasi, dan perubahan perilaku birokrasi yang melayani masyarakat, belum
mencapai kinerja yang lebih baik (better performance) dan belum berorientasi pada hasil
(outcomes).
jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah, dan produk regional
domestik bruto (PDRB) per kapita yang dihitung berdasarkan paritas daya beli (purchasing
power parity). Secara faktual, indeks pembangunan manusia (IPM) Kabupaten Jeneponto
berada dalam posisi ke-24 di Sulawesi Selatan.
3. Pemberdayaan Masyarakat Miskin, masih belum tumbuhnya pembangunan inklusif yang
melibatkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan dalam upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Pelibatan masyarakat, terutama masyarakat miskin dalam proses
pembangunan dan pemanfaatan hasil pembangunan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan
masyarakat. Kompleksitas masalah kemiskinan yang dihadapi masyarakat miskin tidak harus
menerjemahkan kondisinya dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan
kerja sesungguhnya belum berdampak luas terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat
miskin.
4. Peningkatan Keterkaitan Ekonomi Antara Desa-Kota atau Antara Wilayah Produksi
dengan Wilayah Pusat Pertumbuhan Dalam Mengatasi Kesenjangan Pembangunan
Antarwilayah, dalam upaya membangun keterkaitan antara desa dan kota, kebijakan yang
ditempuh anatara lain mempercepat pengembangan kawasan agropolitan/minapolitan dan
kawasan strategis lainnya sebagai salah satu pola pengembangan ekonomi lokal dan daerah
yang mengintegrasikan kawasan desa sampai pusat-pusat pertumbuhan terdekat. Peningkatan
konektivitas antara desa dan kota merupakan pendekatan wilayah-wilayah produksi terhadap
pusat-pusat pertumbuhan dilakukan melalui pengembangan wilayah perdesaan terpadu
mandiri terintegrasi dengan kawasan perkotaan.
5. Peningkatan Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup
yang seimbang dan berkelanjutan, tekanan terhadapa kebutuhan pangan sangat terkait
dengan kemampuan produksi pangan, pertanian, dan perikanan akibat menurunnya kapasitas
sumberdaya sebagai factor utama.
kuantitas dan kualitas sumberdaya lahan, tambak dan air, alih fungsi lahan pangan ke non
pertania, degradasi lahan pertanian dan lahan tambak, keterbatasan sarana dan prasarana
produksi pertanian dan perikanan, keterbatasan kelembagaan penyuluhan, serta lemahnya
diseminasi teknologi. Diversifikasi konsumsi pangan yang bersumber dari pangan lokal,
sistem mutu dan penanggulangan maslah keamanan pangan, termasuk deforestasi, degradasi
lahan dan hutan, serta pemanfaatn sumberdaya pertanian, perikanan, dan kehutanan yang
tidak berkelanjutan (fully exploited, degraded forest).
6. Peningkatan Kualitas, Ketersediaan dan Cakupan Layanan Infrastruktur Dalam
Menunjang Kesejahteraan Rakyat, Ketahanan Pangan, dan Lingkungan Hidup,
kualitas dan kuantitas saran dan prasarana angkutan umum khususnya d ikawasan perkotaan
masih terbatas dan belum optimal. Pembangunan akses prasarana jalan dengan prasarana
pelabuhan penyeberangan dan pelabuhan laut masih belum terpadu. Aksesibilitas dan
jangkauan pelayanan terhadap perumahan beserta sarana dan prasarana yang belum
memadai. Upaya pencapaian Millenium Development Goals pada tahun 2015 masih perlu
ditingkatkan untuk mengurangi separuh penduduk yang belum memiliki akses terhadap
sumber air minum dan fasilitas sanitasi layak serta pengurangan separuh penduduk miskin
yang menghuni permukiman kumuh. Pengendalian banjir, abrasi, dan erosi pantai pada
wilayah permukiman, pusat perekonomian dan industri, serta pertumbuhan pembangunan
akses telekomonikasi.
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pelimpahan Kewenangan
Urusan Wajib dan Urusan Pilihan Dari Pusat Ke Daerah, maka isu-isu strategis yang dapat
dikemukan seperti di bawah.
Masih tingginya angka buta aksara serta angka partisipasi sekolah relatif masih rendah;
b. Urusan Kesehatan
Meningkatnya disparitas status kesehatan dan gizi di wilayah perdesaan dan kawasan
perkotaan;
Rendahnya kesadaran masyarakat dalam melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat;
Terbatasnya akses air minum dan sanitasi yang berkelanjutan bagi masyarakat.
c.
Belum ditetapkannya kawasan hutan kota dalam memenuhi Ruang Terbuka Hijau (RTH);
Rendahnya kualitas infrastruktur, tercermin dari tingkat kerusakan jalan, jembatan dan
prasarana dan sarana irigasi;
e.
f.
Rendahnya mobilisasi dana masyarakat dalam investasi yang didanai dari sektor
perbankan;
Belum
optimalnya
pengelolaan
investasi
terutama
di
bidang
pertanian,
Belum optimalnya pola kemitraan usaha untuk mengembangkan aliansi strategis dan
jaringan ekonomi;
i.
j.
Urusan Ketenagkerjaan
Belum berimbangnya produksi pangan untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga dan
komersial;
l.
Masih tingginya kebutuhan ber-KB yang tidak/belum terpenuhi (unmet need) dengan
disparitas unmet need yang tinggi baik antarkecamatan dan antarwilayah desa-kota;
Masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran remaja dan pasangan usia subur tentang KB
dan kesehatan reproduksi;
n. Urusan Perhubungan
Belum rampungnya penyelesaian proyek jalan negara di lintas selatan Sulawesi Selatan.
Belum menurunnya kejahatan dunia maya (cybercrime), mesum maya (cyberporn) dan
penyalahgunaan (abuse dan misuse) TIK, seperti modus penipuan melalui telepon seluler
dan pornografi;
Semakin derasnya arus globalisasi yang didorong oleh kemajuan teknologi dan
komunikasi telah membuka peluang terjadinya interaksi budaya antarbangsa;
Semakin memudarnya penghargaan pada nilai budaya dan bahasa, nilai solidaritas sosial,
kekeluargaan, rasa cinta tanah air, kurangnya penghargaan terhadap produk dalam negeri
sebagai perekat persatuan bangsa;
Belum kuatnya dorongan proses konsolidasi demokrasi dari peran partai politik dan
masyarakat sipil;
Dalam pemilu dan pemilukada tampak belum akuratnya daftar tetap pemilih dan praktek
politik uang (money politics).
Masih rendahnya profesionalisme dan integritas SDM aparatur yang di dukung oleh
sistem rekrutmen, promosi, dan mutasi PNS berbasis kompetensi/merit system;
Belum proporsionalnya jumlah dan besaran struktur organisasi pemerintah daerah agar
tidak menimbulkan inefisiensi dan inefektifitas karena tumpang tindih tugas dan fungsi,
termasuk bertambahnya anggaran negara/daerah untuk belanja birokrasi;
Kinerja birokrasi belum optimal, kurang responsif, dan kurang inovatif, sehingga
berdampak pada masih rendahnya kualitas pelayanan publik dan akuntabilitas kinerjanya;
Masih belum optimalnya pengelolaan keuangan daerah dalam upaya penataan otonomi
daerah;
Pengelolaan anggaran sebagian besar APBD masih belum melaksanakan prinsip pro
poor, pro job, growth-pro equity, dan pro environment; serta belum memperhatikan
kebijakan Millenium Development Goals (MDGs) dan Justice for All dimana belum
banyak program pemberdayaan ekonomi;
Pelaksanaan dana hibah dan bantuan sosial (Bansos) belum mencerminkan asas keadilan,
kepatuhan dan manfaat untuk masyarakat;
Terkait masalah administrasi keuangan, umumnya masih tidak tepat waktu menetapkan
APBD, kecuali T.A. 2012;
Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebagai indikator utama pelayanan publik
di daerah tidak/belum optimal dan belum terintegrasinya SPM dan Prosedur Standar
Operasional (PSO) dalam dokumen perencanaan dan anggaran pembangunan daerah;
Belum tersedianya dokumen Grand Design dan Road Map Reformasi Birokrasi
Pemerintah Daerah yang menekankan pada aspek: (i) penyelenggaraan pemerintahan
yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; (ii) peningkatan kualitas
pelayanan publik; dan (iii) peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja pemerintah
daerah.
r.
Kurang meratanya pembangunan sarana dan prasarana pendukung ekonomi lokal bagi
pemberdayaan masyarakat dan desa, khususnya penguatan kapasitas, transportasi,
telekomunikasi dan informasi, modal, pemasaran, dan pelayanan;
s.
Urusan Sosial
Masih relatif tingginya angka kemiskinan dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS);
Kekurangefektifan pelaksanaan kegiatan pelayanan dan bantuan sosial, jumlah, target dan
sasaran yang belum seluruhnya tercakup;
t.
Urusan Kebudayaan
Melenturnya dan bergesernya nilai-nilai budaya dan kearifan lokal akibat derasnya arus
globalisasi budaya;
Belum optimalnya pengelolaan warisan budaya sebagai sarana rekreasi, edukasi, dan
pengembangan kebudayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
u. Urusan Statistik
Belum terpenuhinya peningkatan kebutuhan ragam data dan informasi statistik wilayah
kecil, termasuk data mikro (individu);
Belum optimalnya penyediaan data mutakhir dan kurangnya sinergitas antara lembaga
statistic dengan pemerintah daerah terutama dalam menetapkan indikator.
v. Urusan Kearsipan
w. Urusan Perpustakaan
Rendahnya daya minat baca masyarakat, terutama siswa di setiap jenjang pendidikan.
Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap nilai kandungan gizi ikan, dan rendahnya
jaminan keamanan produk perikanan menyebabkan rendahnya konsumsi ikan;
b. Urusan Pertanian
Belum terbenahinya tata niaga pertanian melalui harga eceran tertinggi (ceiling price)
terhadap sarana produksi serta harga pembelian terendah (floor price) terhadap hasil
panen di tingkat usaha tani;
Belum terciptanya jalur tata niaga produk-produk pertanian yang efisien dan lebih
berpihak kepada petani sekaligus meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk
pertanian baik di pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri;
c.
Urusan Kehutanan
Masih terbatasnya pasokan listrik untuk kebutuhan industri dan rumah tangga, termasuk
di wilayah terpencil;
e.
Urusan Parawisata
Destinasi parawisata yang belum sepenuhnya siap bersaing di pasar domestik dan pasar
global;
f.
Rendahnya nilai tambah dan daya saing produk terutama komoditas unggulan di pasar
domestik dan pasar global;
Kurang siapnya menghadapi Masyarakat ASEAN tahun 2015, yaitu peran masyarakat
ASEAN dalam masyarakat dunia (ASEAN Community in a global community of nations);
g. Urusan Ketransmigrasian
Tidak dampak produktif dan inovatif dalam Transmigrasi Umum dan Transmigrasi
Swakarya Mandiri.