Anda di halaman 1dari 9

Pendahuluan http://nurulmaghfirohq.blogspot.com/2012/09/teori-perkembanganmanusia-dasa-dasar.

html
Latar belakang masalah
Hakekat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, diciptakan dalam bentuk
paling sempurna. Manusia adalah makhluk spiritual yang akan menjalani fase-fase peristiwa
kehidupan baik sebelum lahir, sekarang maupun setelah mati.
Kalimat diatas mungkin terlalu filosofis, namun sebenarnya merupakan istilah
sederhana yang bisa dipahami. Spiritual merupakan aspek non fisik yang mampu
memberikan kekuatan manusia untuk lebih dari sekedar hidup. Bukti akan hakekat manusia
sebagai makhluk spiritual mungkin dapat ditunjukkan dengan beberapa contoh berikut.
Ketika menjalani hidup sehari-hari, manusia tidak selamanya dalam kondisi bahagia.
Namun kadang mengalami musibah, nikmat, susah, senang, sedih bahkan terkadang
merasakan kesuksesan diluar rencana.Semuanya itu datang silih berganti seperti sudah ada
keteraturan. Inilah salah satu nuansa spiritual yang ada pada manusia.
Dalam hal rasa, manusia mempunyai interpretasi berbeda-beda tentang apa yang
dirasakan hati. Perasan senang, susah, enak ataupun nggak enak merupakan fenomena hati
yang sudah biasa terjadi. Tukang becak yang tiduran di halte kadang lebih pulas daripada
pengusaha yang tidur di hotel berbintang. Orang miskin yang pandai bersyukur akan lebih
kaya dari konglomerat yang gila dunia. Semuanya tergantung dari bagaimana seseorang
menyikapi apa yang dialaminya.
Perasaan manusia tidak mutlak adanya. Jika ia merasakan sesuatu pasti ia merasakan
hal lain yang paradoks dengan apa yang ia rasakan. Sehingga dapat dikatakan bahwa senang
yang sebenar-benarnya senang itu tidak ada. Yang ada adalah senang yang diliputi susah
ataupun susah yang diliputi senang. Sebagai contoh kalau kita berjuang memajukan merpati
putih, yang kita rasakan adalah susah karena capek memikirkan, bertindak, beinovasi. Namun
dibalik kesusahan itu ada perasaan bangga dan gembira melihat apa yang telah kita
perjuangkan.
Pada dasarnnya ada tiga aspek pokok dalam diri manusia yaitu fisik, mental dan
spiritual. Aspek fisik merupakan segala hal yang dapat dirasakan oleh panca indra manusia.

Aspek mental yang membedakan manusia dengan dengan makhluk lain. Dengan adanya
mental manusia dapat berfikir, mempertimbangkan dan mengambil keputusan untuk suatu
permasalahan. Sedangkan spiritual dapat diibaratkan sebagai navigator kehidupan. Dia yang
akan memberikan warna dan arah dari kehidupan yang dijalani manusia

Rumusan masalah
1. Pengertian teori tentang perkembangan manusia
2. Persamaan dan perbedaan tentang teori perkembangan manusia
3. Hubungan teori dengan konsep islam
Pembahasan
Teori Empirisme
Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam
memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme di ambil dari
bahasa Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai suatu doktrin
empirisme adalah lawan dari rasionalisme. Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan
tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau
bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan
kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia.
Ajaran-ajaran pokok empirisme yaitu:
1.

Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan
menggabungkan apa yang dialami.

2. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau rasio.
3. Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
4. Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung dari data
inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan matematika).
5. Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa acuan pada
pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi mendapat tugas untuk
mengolah bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman.
6. Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-satunya
sumber pengetahuan.[1]
Teori Nativisme
Nativisme berasal dari kata Nativus yang berarti kelahiran. Teori ini muncul dari
filsafat nativisma (terlahir) sebagai suatu bentuk dari filsafat idealisme dan menghasilkan

suatu pandangan bahwa perkembangan anak ditentukan oleh hereditas, pembawaan sejak
lahir, dan faktor alam yang kodrati. Pelopor aliran Nativisme adalah Arthur Schopenhauer
seorang filosof Jerman yang hidup tahun 1788-1880. Aliran ini berpendapat bahwa
perkembangan individu ditentukan oleh bawaan sejak ia dilahirkan. Faktor linkungan sendiri
dinilai kurang berpengaruh terhadap perkembangan dan pendidikan anak. Pada hakekatnya
aliran Nativisme bersumber dari Leibnitzian Tradition, sebuah tradisi yang menekankan pada
kemampuan dalam diri seorang anak. Hasil perkambangan ditentukan oleh pembawaan sejak
lahir dan genetik dari kedua orang tua.
Dengan demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu
sendiri. nativisme berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat dari lahir, ia kan menjadi jahat,
dan sebaliknya jika anak memiliki bakat baik, maka ia akan menjadi baik. Pendidikan anak
yang tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu
sendiri.
Pandangan itu tidak menyimpang dari kenyataan. Misalnya, anak mirip orangtuanya
secara fisik dan akan mewarisi sifat dan bakat orangtua. Prinsipnya, pandangan Nativisme
adalah pengakuan tentang adanya daya asli yang telah terbentuk sejak manusia lahir ke dunia,
yaitu daya-daya psikologis dan fisiologis yang bersifat herediter, serta kemampuan dasar
lainnya yang kapasitasnya berbeda dalam diri tiap manusia. Ada yang tumbuh dan
berkembang sampai pada titik maksimal kemampuannya, dan ada pula yang hanya sampai
pada titik tertentu. Misalnya, seorang anak yang berasal dari orangtua yang ahli seni musik,
akan berkembang menjadi seniman musik yang mungkin melebihi kemampuan orangtuanya,
mungkin juga hanya sampai pada setengah kemampuan orangtuanya.[2]
Teori Naturalisme

Naturalisme merupakan teori yang menerima nature (alam) sebagai keseluruhan


realitas. Istilah nature telah dipakai dalam filsafat dengan bermacam-macam arti, mulai dari
dunia fisik yang dapat dilihat oleh manusia, sampai kepada sistem total dari fenomena ruang
dan waktu. Natura adalah dunia yang diungkapkan kepada kita oleh sains alam. Istilah
naturalisme adalah sebaliknya dari istilah supernaturalisme yang mengandung pandangan
dualistik terhadap alam dengan adanya kekuatan yang ada (wujud) di atas atau di luar alam
( Harold H. Titus e.al. 1984).

Aliran filsafat pendidikan Naturalisme lahir sebagai reaksi terhadap aliran filasafat
pendidikan Aristotalian-Thomistik. Naturalisme lahir pada abad ke 17 dan mengalami
perkembangan pada abad ke-18. Naturalisme berkembang dengan cepat di bidang sains. Ia
berpandangan bahwa "Learned heavily on the knowledge reported by man's sense". Filsafat
pendidikan ini didukung oleh tiga aliran besar yaitu Realisme, Empirisme dan Rasionalisme.
Semua penganut Naturalisme merupakan penganut Realisme, tetapi tidak semua penganut
Realisme merupakan penganut Naturalisme. Imam Barnadib menyebutkan bahwa Realisme
merupakan anak dari Naturalisme. Oleh sebab itu, banyak ide-ide pemikiran Realisme sejalan
dengan Naturalisme.
Dimensi utama dan pertama dari pemikiran filsafat pendidikan Naturalisme di bidang
pendidikan adalah pentingnya pendidikan itu sesuai dengan perkembangan alam.
Naturalisme dalam filsafat pendidikan mengajarkan bahwa guru paling alamiah dari
seorang anak adalah kedua orang tuanya. Oleh karena itu, pendidikan bagi naturalis dimulai
jauh hari sebelum anak lahir, yakni sejak kedua orang tuanya memilih jodohnya. Tokoh
filsafat pendidikan naturalisme adalah John Dewey, disusul oleh Morgan Cohen yang banyak
mengkritik karya-karya Dewey. Baru kemudian muncul tokoh-tokoh seperti Herman Harrell
Horne, dan Herbert Spencer yang menulis buku berjudul Education: Intelectual, Moral, and
Physical. Herbert menyatakan bahwa sekolah merupakan dasar dalam keberadaan
naturalisme. Sebab, belajar merupakan sesuatu yang natural, oleh karena itu fakta bahwa hal
itu memerlukan pengajaran juga merupakan sesuatu yang natural juga. Paham naturalisme
memandang guru tidak mengajar subjek, melainkan mengajar murid.[3]
Teori Konvergensi
Teori ini berasal dari ahli psikologi bangsa Jerman bernama William Louis Stern.
Asumsi teori ini berdasar eksperimennya terhadap dua anak kembar yang memiliki sifat
keturunan yang sama, namun setelah dipisahkan dalam linkungan yang berbeda anak kembar
tersebut ternyata memiliki sifat yang berbeda.
Teori ini merupakan teori gabungan (konvergensi) dari teori nativisme dan teori empirisme.
Isi teori konvergensi: factor pembawaan maupun pengalaman atau lingkungan
mempunyai peranan yang penting dalam mempengaruhi dan menentukan perkembangan
individu.
Perkembangan individu akan ditentukan baik oleh factor yang dibawa sejak lahir
(factor endogen) maupun factor lingkungan, termasuk pengalaman dan pendidikan (factor
eksogen).

FAKTOR ENDOGEN
Factor endogen adalah factor atau sifat yang dibawa oleh individu sejak dalam
kandungan hingga saat dilahirkan (factor keturunan atau factor bawaan). Faktor endogen
meliputi factor-faktor sebagai berikut :
Factor kejasmanian
Factor pembawaan yang berhubungan erat dengan keadaan jasmani pada umumnya
tidak dapat diubah begitu saja, dan merupakan factor dasar dalam ciri fisik individu. Factor
kejasmanian misalnya warna kulit, warna dan jenis rambut, rupa wajah, golongan darah, dan
sebagainya.
Factor pembawaan psikologis (temperamen)
Temperamen merupakan sifat-sifat pembawaan yang erat hubungannya dengan
struktur kejasmanian seseorang, yang berhubungan dengan fungsi fsiologik seperti darah,
kelenjar-kelenjar, cairan-cairan lain yang terdapat dalam diri manusia. Temperamen berbeda
dengan karakter atau watak. Karakter atau watak merupakan keseluruhan dari sifat seseorang
yang nampak dalam perbuatannya sehari-hari, sebagai hasil bawaan maupun lingkungan.
Temperamen bersifat konstan, sedangkan karakter atau watak bersifat tidak konstan, dapat
berubah-ubah sesuai dengan pengaruh lingkungan.
Factor bakat (aptitude)
Bakat bukanlah sesuatu yang telah jadi dan terbentuk pada waktu individu dilahirkan,
tetapi baru merupakan potensi-potensi yang memungkinkan individu berkembang ke suatu
arah.

Supaya

potensi

tersebut

teraktualisasikan

dibutuhkan

kesempatan

untuk

mengaktualisasikan bakat-bakat tersebut. Disinilah dukungan lingkungan yang baik


diperlukan dalam perkembangan individu.
FAKTOR EKSOGEN
Factor eksogen adalah factor yang datang dari luar diri individu, berupa pengalaman,
alam sekitar, pendidikan, dan sebagainya.
Perbedaan antara pendidikan dengan lingkungan adalah terletak pada keaktifan proses
yang dijalankan. Pendidikan bersifat aktif, dijalankan penuh kesadaran, penuh tanggung
jawab, dan secara sistematik memang mengarahkan pada pengembangan potensi-potensi atau
bakat-bakat yang ada pada individu sesuai dengan tujuan pendidikan.
Sedangkan pada umumnya lingkungan bersifat pasif dalam arti bahwa lingkungan tidak
memberikan pengaruhnya secara paksa kepada individu. Lingkungan hanya menyediakan
kemungkinan-kemungkinan atau kesempatan-kesempatan kepada individu. Tergantung pada

individu yang mau menggunakan kesempatan dan manfaat yang ada atau tidak. Sikap
individu terhadap lingkungan dibagi dalam tiga kategori, yaitu:
1. Individu menolak lingkunagn jika tidak sesuai dengan yang ada dalam diri individu.
2. Individu menerima lingkungan jika sesuai dengan yang ada dalam diri individu.
3. Individu bersikap netral atau berstatus quo.
Lingkungan yang memiliki peranan dalam perkembangan individu terbagi dalam beberapa
kategori, yaitu:
Lingkungan fisik ; berupa alam seperti keadaan alam atau keadaan tanah serta musim.
Lingkungan social ; berupa lingkungan tempat individu berinteraksi.
Lingkungan social dibedakan dalam dua bentuk :
1. Lingkungan social primer, yaitu lingkungan yang anggotanya saling kenal.
2.

Lingkungan social sekunder, yaitu lingkungan yang hubungan antar anggotanya bersifat
longgar.[4]

Konsep Islam.
Pertumbuhan dan perkembangannya yang dialami oleh manusia sangat dipengaruhi oleh
3 faktor, yaitu faktor pembawaan ( warisan ), faktor lingkungan dan faktor kematangan
( internal ). Dalam proses perkembangan seseorang, ada beberapa aliran yang menjelaskan
tentang teori perkembangan, antara lain :
1.
2.
3.
4.

Aliran Empirisme
Aliran Nativisme
Aliran Naturalisme
Aliran Konvergensi
Dalam proses perkembangan manusia, islam memiliki konsep-konsep yang menjelaskan
proses tersebut secara gamblang. Konsep-konsep tersebut antara lain :

a.

Konsep fitrah dalam diri manusia.


Fitrah merupkan suatu ketetapan Tuhan bagi setip makhluk-Nya. Tujuan dan jalan hidup
manusia ditentukn oleh Allah SWT, hal ini disebut Hidayah Amah Ilahiyah . Petunjuk
yang ditentukan oleh Allah SWT tidak pernah menyesatkan dan keliru dalam menuntun
makhluknya untuk menenpuh jalan perkembangannya. Dalam Al-Quran, secara fitrah
manusia dijelaskan terdiri dari dua bagian : kulit dan isi. Bentuk fisik adalah kulit, sedangkan
akal adalah isi. Akal yang dalam terjemahan Al-Quran disebut al-aql dalah potensi dan

substansi dalam diri manusia yang dirinya berlangsung beberapa proses olah pikir, seperti
berpikir, mengingat, mengambil iktibar dan sebagainya.
b.

Konsep warisan dan Biah ( lingkungan )


Konsep ini menerangkan bahwa keadan manusia saat ini merupakan pembwaan sejak
lahir yang diperoleh dari orang tuanya. Selain faktor bawaan, perkembangan manusia juga
sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan.[5]
Penutup
Kesimpulan
Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam
memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme di ambil dari
bahasa Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai suatu doktrin
empirisme adalah lawan dari rasionalisme. Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan
tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau
bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan
kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia
Nativisme berasal dari kata Nativus yang berarti kelahiran. Teori ini muncul dari
filsafat nativisma (terlahir) sebagai suatu bentuk dari filsafat idealisme dan menghasilkan
suatu pandangan bahwa perkembangan anak ditentukan oleh hereditas, pembawaan sejak
lahir, dan faktor alam yang kodrati. Pelopor aliran Nativisme adalah Arthur Schopenhauer
seorang filosof Jerman yang hidup tahun 1788-1880. Aliran ini berpendapat bahwa
perkembangan individu ditentukan oleh bawaan sejak ia dilahirkan. Faktor linkungan sendiri
dinilai kurang berpengaruh terhadap perkembangan dan pendidikan anak. Pada hakekatnya
aliran Nativisme bersumber dari Leibnitzian Tradition, sebuah tradisi yang menekankan pada
kemampuan dalam diri seorang anak. Hasil perkambangan ditentukan oleh pembawaan sejak
lahir dan genetik dari kedua orang tua.
Teori konvergensi merupakan teori gabungan (konvergensi) dari teori nativisme dan
teori empirisme.Isi teori konvergensi: factor pembawaan maupun pengalaman atau
lingkungan mempunyai peranan yang penting dalam mempengaruhi dan menentukan
perkembangan individu.Perkembangan individu akan ditentukan baik oleh factor yang
dibawa sejak lahir (factor endogen) maupun factor lingkungan, termasuk pengalaman dan
pendidikan (factor eksogen).
Naturalisme merupakan teori yang menerima nature (alam) sebagai keseluruhan
realitas. Istilah nature telah dipakai dalam filsafat dengan bermacam-macam arti, mulai dari

dunia fisik yang dapat dilihat oleh manusia, sampai kepada sistem total dari fenomena ruang
dan waktu. Natura adalah dunia yang diungkapkan kepada kita oleh sains alam. Istilah
naturalisme adalah sebaliknya dari istilah supernaturalisme yang mengandung pandangan
dualistik terhadap alam dengan adanya kekuatan yang ada (wujud) di atas atau di luar alam
( Harold H. Titus e.al. 1984).
Dalam proses perkembangan manusia, islam memiliki konsep-konsep yang menjelaskan
proses tersebut secara gamblang. Konsep-konsep tersebut antara lain :
a.

Konsep fitrah dalam diri manusia.


Fitrah merupkan suatu ketetapan Tuhan bagi setip makhluk-Nya. Tujuan dan jalan hidup
manusia ditentukn oleh Allah SWT, hal ini disebut Hidayah Amah Ilahiyah . Petunjuk
yang ditentukan oleh Allah SWT tidak pernah menyesatkan dan keliru dalam menuntun
makhluknya untuk menenpuh jalan perkembangannya. Dalam Al-Quran, secara fitrah
manusia dijelaskan terdiri dari dua bagian : kulit dan isi. Bentuk fisik adalah kulit, sedangkan
akal adalah isi. Akal yang dalam terjemahan Al-Quran disebut al-aql dalah potensi dan
substansi dalam diri manusia yang dirinya berlangsung beberapa proses olah pikir, seperti
berpikir, mengingat, mengambil iktibar dan sebagainya.

b. Konsep warisan dan Biah ( lingkungan )


Konsep ini menerangkan bahwa keadan manusia saat ini merupakan pembwaan sejak
lahir yang diperoleh dari orang tuanya. Selain faktor bawaan, perkembangan manusia juga
sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan.

Daftar Pustaka
1. Zulkifli, Psikologi Perkembangan (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2005)
2. Ahmadi, Abu, Psikologi Perkembangan (Jakarta, Rineka Cipta, 2005)

[1]Zulkifli,

Psikologi Perkembangan (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2005)

Abu Ahmadi, Psikologi Perkembangan (Jakarta, Rineka Cipta, 2005)


http://nadhirin.blogspot.com/2010/03/teori-nativisme.html
Abu Ahmadi, Psikologi Perkembangan (Jakarta, Rineka Cipta, 2005)
http://www.sit-alkarima.com/konsep-pendidikan-islam.html/
Diposkan oleh nurul maghfiroh di 07.08
[2]
[3]
[4]
[5]

Anda mungkin juga menyukai