Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya
stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan golongan jamur
dermatofita (Trichophyton spp, Microsporum spp, dan Epidermophyton spp). Ketiga
genus jamur ini bersifat mencerna keratin atau zat tanduk yang merupakan jaringan mati
dalam epidermis (Tinea corporis, Tinea kruris, Tinea manus et pedis), rambut (Tinea
kapitis), kuku (Tinea unguinum). 1 Oleh karena satu spesies dermatofita dapat
menyebabkan kelainan yang berbeda-beda pada satu individu tergantung dari bagian
tubuh yang dikenai, dan sebaliknya berbagai jenis dermatofita dapat menyebabkan
kelainan yang secara klinis sama apabila mengenai bagian tubuh yang sama, maka dari
itu klasifikasi dermatofitosis lebih didasarkan pada regio anatomis yang terkena dari
jamur penyebabnya, walaupun sebenarnya pendekatan kausatif lebih rasional.1
Hanya sebagian kecil golongan jamur yang dapat menimbulkan penyakit, dan sebagian
besar lainnya tidak bersifat patogen, namun dapat menjadi patogen apabila terdapat
faktor-faktor predisposisi tertentu baik fisiologis maupun patologis. Faktor-faktor
predisposisi fisologis meliputi kehamilan dan umur, sedangkan yang termasuk faktor
predisposisi patologis adalah keadaan umum yang jelek, penyakit tertentu, iritasi
setempat, dan pemakaian obat-obat tertentu seperti antibiotika, kortikosteroid dan
sitostatik.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sinonim : Eksema marginatum, Dhobie itch, Jockey itch, Ringworm of the groin. Tinea
kruris adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita pada kulit tak
berambut, di daerah genito krusal (lipat paha, genitalia eksterna, sekitar anus dan dapat
meluas ke bokong dan perut bagian bawah).1
2.2 Etiologi
Penyebab dari Tinea kruris adalah Trichophyton rubrum dan Epidermophyton floccosum.
Dapat juga disebabkan oleh Trichopyton mentagrophytes dan Trichopyton verrucosum.
Infeksi Tinea kruris dapat disebabkan oleh infeksi langsung (autoinoculation) misalnya
karena penderita sebelumnya menderita Tinea manus, Tinea pedis, atau Tinea unguium.
Dapat juga ditularkan secara tidak langsung, misalnya melalui handuk. 1,3
2.3 Epidemiologi
Banyak terjadi pada daerah tropis dan ketika musim panas dimana tingkat
kelembapannya cukup tinggi.1 Penyakit ini lebih sering mengenai laki-laki, terutama pada
individu dengan obesitas atau pada individu yang sering menggunakan pakaian ketat. 3
Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada orang dewasa dibandingkan dengan anakanak.3
2.4 Patogenesis
Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung. 1,3 Penularan
langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari manusia,
binatang, atau tanah.3 Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang
dihinggapi jamur, pakaian debu.3 Agen penyebab juga dapat ditularkan melalui
kontaminasi dengan pakaian, handuk atau sprei penderita.1 Jamur ini menghasilkan
keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat memudahkan invasi ke stratum
korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya didalam jaringan

keratin yang mati.1,3 Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi ke jaringan
epidermis dan menimbulkan reaksi peradangan.1 Pertumbuhannya dengan pola radial di
stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan
meninggi (ringworm).1 Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi
suatu reaksi peradangan.1 Menyebabkan penderita merasa gatal atau sedikit panas di
tempat tersebut akibat timbulnya peradangan dan iritasi.1 Faktor risiko infeksi awal atau
kekambuhan adalah memakai pakaian ketat atau basah.1
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah1:
1. Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik, zoofilik,
geofilik. Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu dengan yang lain
dalam hal afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh misalnya:
Trichopyhton rubrum jarang menyerang rambut, Epidermophython fluccosum paling
sering menyerang liapt paha bagian dalam.
2. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.
3. Faktor suhu dan kelembapan
Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada
lokalisasi atau lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela jari
paling sering terserang penyakit jamur.
4. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat insiden
penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah sering ditemukan
daripada golongan ekonomi yang baik
5. Faktor umur dan jenis kelamin
2.5 Tanda dan Gejala Klinis
Secara subyektif, penderita dengan Tinea kruris mengeluh gatal yang kadang-kadang
meningkat waktu berkeringat.1,2,3

Kelainan kulit yang tampak pada Tinea kruris pada lipat paha merupakan lesi berbatas
tegas yang bilateral pada lipat paha kiri dan kanan, dapat bersifat akut atau menahun. 1,2,3
Mula-mula sebagai bercak eritema yang gatal, lama kelamaan meluas secara sentrifugal
dan membentuk bangun setengah bulan dengan batas tegas, yang dapat meliputi skrotum,
pubis, gluteal, bahkan sampai paha, bokong dan perut bawah.1 Tepi lesi aktif (peradangan
pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya), bentuk polimorf, ditutupi skuama dan
kadang-kadang dengan banyak papul maupun vesikel di sekelilingnya. 1,2 Bila penyakit ini
menjadi menahun (kronis), dapat berupa bercak hitam disertai sedikit skuama. 3 Erosi dan
ekskoriasi, keluarnya cairan serum maupun darah, biasanya akibat garukan maupun
pengobatan yang diberikan.2 Keluhan sering bertambah sewaktu tidur sehingga digarukgaruk dan timbul erosi dan infeksi sekunder.3
2.6 Diagnosis
Dari anamnesis, gambaran klinis dan lokalisasinya, tidak sulit untuk mendiagnosis Tinea
kruris.1,3 Sebagai penunjang diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan sediaan langsung dari
kerokan bagian tepi lesi dengan KOH dan biakan, kadang-kadang diperlukan
pemeriksaan dengan lampu Wood, yang mengeluarkan sinar ultraviolet dengan
gelombang 3650 Ao. Pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH 10-20% positif bila
memperlihatkan elemen jamur berupa hifa panjang dan artrospora.1,3
Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung
sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur.1 Pemeriksaan ini dilakukan dengan
menanamkan bahan klinis pada media buatan.3 Yang dianggap paling baik pada waktu ini
adalah medium agar dekstrosa Sabouraud.3 Biakan memberikan hasil lebih cukup
lengkap, akan tetapi lebih sulit dikerjakan, lebih mahal biayanya, hasil diperoleh dalam
waktu lebih lama dan sensitivitasnya kurang ( 60%) bila dibandingkan dengan cara
pemeriksaan sediaan langsung.3
2.7 Komplikasi
Tineakrurisdapatterinfeksisekunderolehcandidaataubakteriyanglain. 3Padainfeksi
jamuryangkronisdapatterjadilikenifikasidanhiperpigmentasikulit.3

2.8 Diagnosis Banding


1. Kandidiasis inguinalis4
Kandidiasis

adalah

penyakit

jamur

yang

disebabkan

oleh

spesies

Candida.

Kandidosis kadang sulit dibedakan dengan Tinea kruris jika mengenai lipatan paha dan
perianal. Lesi dapat berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah dan berkrusta.
Perbedaannya ialah pada kandidiasis terdapat eritema berwarna merah cerah berbatas
tegas dengan satelit-satelit di sekitarnya. Biasanya kandidiasis dilipat paha mempunyai
konfigurasi hen and chicken. Predileksinya juga bukan pada daerah-daerah yang
berminyak, tetapi lebih sering pada daerah yang lembab. Selain itu, pada pemeriksaan
dengan larutan KOH 10 %, terlihat sel ragi, blastospora atau hifa semu.
Pada wanita, ada tidaknya flour albus biasanya dapat membantu diagnosis.
Pada penderita diabetes mellitus, kandidiasis merupakan penyakit yang sering dijumpai.
2. Eritrasma
Eritrasma merupakan penyakit yang sering berlokalisasi di sela paha. Efloresensi yang
sama, yaitu eritema dan skuama, pada seluruh lesi merupakan tanda-tanda khas penyakit
ini. Pemeriksaan biasanya dilakukan dengan lampu Wood dapat menolong dengan adanya
fluoresensi merah ( red coral ).
3. Psoriasis vulgaris1,3
Psoriasis vulgaris berbeda dengan Tinea kruris karena terdapat kulit mengelupas atau
skuama yang tebal, kasar, dan berlapis-lapis, disertai tanda titisan lilin, Kobner dan
Auspitz. Tempat predileksinya juga berbeda, psoriasis sering terdapat di ekstremitas
bagian ekstensor terutama siku, lutut, kuku dan daerah lumbosakral. Perbedaannya ialah
skuamanya lebih tebal dan putih, seperti kaca. Selain itu, pada pemeriksan histopatologis
terdapat papilomatosis.
4. Pitiriasis rosea1
Pitiriasis rosea ialah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, dimulai dengan
lesi awal berbentuk eritema dan skuama halus. Lesi awal berupa herald patch, umumnya
di badan, soliter, bentuk oval dan terdiri atas eritema serta skuama halus dan tidak

berminyak di pinggir. Lesi berikutnya lebih khas yang dapat dibedakan dengan Tinea
kruris, yaitu lesi yang menyerupai pohon cemara terbalik. Tempat predileksinya juga
berbeda, lebih sering pada badan, lengan atas bagian proksimal dan paha atas, jarang
pada kulit kepala
2.9 Penatalaksanaan
Pada umumnya pengobatan untuk infeksi jamur dermatofitosis secara topikal saja cukup,
kecuali untuk lesi-lesi kronik dan luas serta infeksi pada rambut dan kuku yang
memerlukan pula pengobatan sistemik, oleh karena dermatofitosis merupakan penyakit
jamur superfisial.2
a. Pengobatan topikal1,2
-

Kombinasi asam salisilat (3-6%) dan asam benzoat (6-12%) dalam


bentuk salep ( Salep Whitfield).

Kombinasi asam salisilat dan sulfur presipitatum dalam bentuk salep


(salep 2-4, salep 3-10).

Derivat azol : ketokonazol, mikonazol 2%, klotrimasol 1%, sangat


berguna

terhadap

kasus-kasus

yang

diragukan

penyebabnya

dermatofita atau candida.


b. Pengobatan sistemik1,2
-

Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa selama 3 minggu, sedangkan


dosis untuk anak-anak adalah 10-25

mg/kgBB sehari untuk anak

antara 15 sampai 25 kg berat badan, sedangkan untuk anak dengan


berat badan lebih dari 25 kg dapat diberikan antara 125/250 mg per
hari.
-

Ketokonazol 200 mg sehari untuk dewasa atau 3-6 mg/kgBB sehari


untuk anak-anak lebih dari 2 tahun.

Antibiotika diberikan bila terdapat infeksi sekunder.

Pada kasus yang resisten terhadap griseofulvin, dapat diberikan griseofulvin dengan dosis
yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama atau bisa juga dipertimbangkan penggunaan

derivat azol seperti itrakonazol, flukonazol dll. Selain pengobatan kausatif tersebut,
penting juga diperhatikan pengobatan simtomatik untuk menanggulangi rasa gatal, panas,
maupun nyeri.2,5
2.10 Pencegahan
Beberapa faktor yang memudahkan timbulnya residif pada Tinea kruris dan Tinea
corporis harus dihindari atau dihilangkan antara lain : 1,5
a.

Temperatur lingkungan yang tinggi, keringat berlebihan, pakaian dari karet atau
nilon.

b.

Pekerjaan yang banyak berhubungan dengan air misalnya perenang.

c.

Kegemukan : selain faktor kelembaban, gesekan yang kronis dan keringat


berlebihan disertai higiene yang kurang, memudahkan timbulnya infeksi.

2.11 Prognosis
Prognosis tergantung penyebab, disiplin pengobatan, status imunologis dan sosial
budayanya, tetapi pada umumnya baik.1,5

BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas
Nama

: Putu Mertajaya

Umur

: 15 tahun.

Jenis Kelamin

: Laki-Laki

Alamat

: Banyuasri, Buleleng

Agama

: Hindu

Pekerjaan

: Pelajar

Tanggal Pemeriksaan : 14 Maret 2013


II. Anamnesis.
Keluhan Utama:
Gatal-gatal pada daerah lipatan paha sampai daerah sekitar anus.
Perjalanan Penyakit:
Penderita datang bersama ibunya ke poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Buleleng
karena mengeluh gatal-gatal pada daerah lipatan paha sampai daerah sekitar anus
sejak 2 minggu yang lalu (28 Februari 2013). Gatal dirasakan bertambah apabila
pasien berkeringat. Sebelum pemeriksaan, pasien mendeskripsikan adanya
kemerahan di daerah lipatan paha kiri dan kanan. Menurut keterangan pasien,
kemerahan tersebut awalnya meliputi area yang kecil, kemudian lama kelamaan
semakin meluas. Pasien tidak mengalami demam saat ini.
Riwayat penyakit sebelumnya:
Penderita mengatakan pernah mengalami keluhan yang sama saat masih kecil.
Penderita belum pernah menderita cacar air (varisella). Pasien tidak memiliki
riwayat alergi sebelumnya.
Riwayat pengobatan:
Tidak ada
8

Riwayat penyakit keluarga:


Di keluarga penderita, semuanya tidak ada yang menderita penyakit yg sama. Di
dalam keluarga penderita hanya penderitalah yang memiliki penyakit seperti itu.
Riwayat alergi dalam anggota keluarga dikatakan tidak ada.
Riwayat Sosial
Penderita adalah siswa kelas 3 SMP. Orang-orang di lingkungan tempat tinggalnya
tidak ada yang menderita keluhan yang sama.
III. Pemeriksaan Fisik:
Status Present:
KU

: Baik

Tensi

: 120/80 mmHg

Nadi

: 84 X/ menit

Respirasi

: 18 X/ menit.

Status Generalis:
Kepala

: Normocephali.

Mata

: Anemis (-/-), ikterus (-/-), Reflek pupil (+/+)

Thorax

: Cor: S1S2 tunggal reguler, murmur (-)


Pulmo: Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen

: dalam batas normal

Extremitas

: dalam batas normal

Status Dermatologis
Lokasi

: Regio Genito Crural Anterior Dextra Sinistra

Efloresensi

Tampak plak berwarna putih keabuan dengan dasar eritema dan terdapat skuama,
berbentuk anular, serta berbatas tegas. Tepi lesi aktif dengan gambaran central
healing. Konfigurasi lesi pada regio genito crural dextra polisiklik, sedangkan
pada regio sinistra konfigurasinya geografika. Distribusi pada regio genito crural
anterior dan meluas ke daerah perineum.
Mukosa

: Dalam batas normal


9

Rambut

: Dalam batas normal

Kuku

: Dalam batas normal

Fungsi kelenjar keringat

: dalam batas normal

Saraf

: dalam batas normal

Pembesaran KGB

: dalam batas normal

IV. Resume:
Penderita laki-laki, 15 tahun , Hindu, Bali, mengeluh gatal-gatal sejak 2 minggu lalu
(28 Februari 2013) di daerah lipatan paha dan sekitar anus. Gatal dirasakan
bertambah apabila pasien berkeringat. Pasien mendeskripsikan adanya kemerahan di
daerah lipatan paha kiri dan kanan. Kemerahan tersebut awalnya meliputi area yang
kecil, kemudian lama kelamaan semakin meluas. Pasien pernah mengalami keluhan
yang sama saat kecil. Keluarga dan orang-orang di sekitar lingkungan tempat tinggal
penderita tidak ada yang mengalami keluhan yang sama. Tidak terdapat riwayat
alergi, cacar air, dan belum pernah diobati. Saat ini pasien tidak mengalami demam.
Pemeriksaan Fisik:
1. Status Present

: dalam batas normal

2. Status General

: dalam batas normal

Status Dermatologis
Lokasi

: Regio Genito Crural Anterior Dextra Sinistra

Efloresensi

Tampak plak berwarna putih keabuan dengan dasar eritema dan terdapat skuama,
berbentuk anular, serta berbatas tegas. Tepi lesi aktif dengan gambaran central
healing. Konfigurasi lesi pada regio genito crural dextra polisiklik, sedangkan
pada regio sinistra konfigurasinya geografika. Distribusi pada regio genito crural
anterior dan meluas ke daerah perineum.
V. Diagnosis banding:
1. Kandidiasis inguinalis
2. Eritrasma

10

VI. Pemeriksaan Penunjang


Pada pemeriksaan KOH dengan spesimen kerokan kulit pada lesi aktif, ditemukan
gambaran hifa panjang.
VII. Diagnosis Kerja:
Tinea kruris
VIII. Penatalaksanaan
Topikal :

Asam salisilat 3%

Asam Benzoat 6%

Krim Formico 15 gr

Vaseline album 30 gr

Dicampur dengan pemakaian 2 kali sehari

Sistemik :

Tablet Formico 200 mg, diminum 1 kali sehari setelah makan siang selama
12 hari.

IX. Prognosis
Baik
X. KIE
Gunakan obat secara tepat dan teratur.
Jaga higienitas daerah lesi.
Lesi jangan digaruk.
Istirahat dan makan makanan yang bergizi.
Kontrol Poliklinik apabila belum membaik setelah obat habis.

11

BAB IV
PEMBAHASAN
Dari anamnesa didapatkan pasien mengeluh gatal-gatal sejak 2 minggu lalu (28 Februari
2013) di daerah lipatan paha dan sekitar anus. Gatal dirasakan bertambah apabila pasien
berkeringat. Pasien mendeskripsikan adanya kemerahan di daerah lipatan paha kiri dan
kanan. Kemerahan tersebut awalnya meliputi area yang kecil, kemudian lama kelamaan
semakin meluas. Pasien pernah mengalami keluhan yang sama saat kecil. Keluarga dan
orang-orang di sekitar lingkungan tempat tinggal penderita tidak ada yang mengalami
keluhan yang sama. Tidak terdapat riwayat alergi, cacar air, dan belum pernah diobati.
Saat ini pasien tidak mengalami demam.
Gejala yang dialami oleh pasien sesuai dengan kepustakaan 1,3,5, yaitu keluhan utama
berupa gatal-gatal di daerah lipatan paha kiri dan kanan (bilateral), semakin gatal saat
berkeringat, dan kelainan meluas ke area sekitar anus.
Dari lokasi dan efloresensi didapatkan sebagai berikut :
Lokasi

: Regio Genito Crural Anterior Dextra Sinistra

Efloresensi

Tampak plak berwarna putih keabuan dengan dasar eritema dan terdapat skuama,
berbentuk anular, serta berbatas tegas. Tepi lesi aktif dengan gambaran central healing.
Konfigurasi lesi pada regio genito crural dextra polisiklik, sedangkan pada regio sinistra
konfigurasinya geografika. Distribusi pada regio genito crural anterior dan meluas ke
daerah perineum.
Dari kepustakaan disebutkan bahwa Tinea kruris sering ditemukan pada lipatan paha dan
dapat meluas hingga meliputi skrotum, bokong, pubis, dan perut bawah.1,5 Mula-mula lesi
timbul sebagai bercak eritema yang gatal, lama kelamaan meluas secara sentrifugal dan
membentuk bangun setengah bulan dengan batas tegas.1,5 Tepi lesi aktif (peradangan pada
tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya), bentuk polimorf, ditutupi skuama dan
kadang-kadang dengan banyak papul maupun vesikel di sekelilingnya. 1,5 Dari effloresensi
12

pada pasien ini tampak plak berwarna putih keabuan dengan dasar eritema dan terdapat
skuama, berbentuk anular, serta berbatas tegas. Tepi lesi aktif dengan gambaran central
healing. Konfigurasi lesi pada regio genito crural dextra polisiklik, sedangkan pada regio
sinistra konfigurasinya geografika. Distribusi pada regio genito crural anterior dan
meluas ke daerah perineum. Berdasarkan kesesuaian effloresensi penderita dengan
kepustakaan maka diagnosis kerja kami mengarah pada Tinea kruris.
Kami mendiagnosis banding dengan kandidiasis inguinalis dan eritrasma karena:

Kandidiasis inguinalis: Pada kandidiasis inguinalis, lesi dapat berupa bercak yang
berbatas tegas, bersisik, basah dan berkrusta. Yang membedakannya dengan Tinea
kruris adalah pada kandidiasis terdapat eritema berwarna merah cerah berbatas tegas
dengan lesi satelit di sekitarnya. Biasanya kandidiasis dilipat paha mempunyai
konfigurasi corymbiformis (induk ayam dan anak-anaknya). Predileksi lebih sering
pada daerah yang lembab. Selain itu, pada pemeriksaan dengan larutan KOH 10 %,
terlihat sel ragi, blastospora atau hifa semu (pseudohifa).1,4

Eritrasma: Merupakan suatu infeksi bakteri kronik pada daerah lipatan kulit. Lesi
berupa makula eritema, berbatas tegas, dengan skuama halus. Infeksi biasanya
asimtomatik, tetapi dapat gatal. Bedanya dengan Tinea kruris adalah infeksi
terlokalisir pada daerah inguinal, aksila, kruris, skrotum, dan diantara jari kaki,
jarang meluas sampai ke area lain, terutama apabila pasien imunokompeten.
Pemeriksaan Wood lamp menunjukkan effloresensi merah (coral red). Selain itu,
pada pemeriksaan KOH tidak akan ditemukan hifa jamur.1,5

Untuk menyingkirkan diagnosis banding dan menegakkan diagnosis, dilakukan


pemeriksaan KOH dengan spesimen dari kerokan kulit pada lesi. Pada pengamatan di
bawah mikroskop ditemukan hifa panjang yang mengarahkan etiologi pada dermatofita.
Sehingga, kami menyimpulkan diagnosis adalah Tinea kruris.1,5
Pada kasus ini, pasien diterapi dengan obat topikal dan sistemik. Ini dikarenakan adanya
perluasan lesi ke area perineum. Obat topikal berupa krim menggunakan campuran asam
salisilat 3% (keratolitik), asam benzoat 6% (memiliki efek antifungi dan antibakterial
lemah), krim Formico (ketokonazol) 15 gr dalam vehikulum vaseline album 30 gr,

13

dengan pemakaian 2 kali sehari. Sedangkan obat sistemik (oral) diberikan berupa tablet
Formico (ketokonazol) 200 mg yang diminum 1 kali sehari setelah makan siang selama
12 hari.
Pada pasien ini kami sarankan untuk menggunakan obat sesuai instruksi secara teratur,
menjaga higienitas daerah lesi, lesi tidak digaruk secara berlebihan agar tidak timbul
infeksi sekunder, istirahat dan makan makanan yang bergizi, serta kontrol ke poliklinik
apabila belum membaik setelah obat habis.

14

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Tinea kruris adalah penyakit karena infeksi jamur dermatofita dimana predileksinya
adalah pada daerah pelipatan paha, bilateral kanan kiri sekitar ano-genital dan dapat
meluas ke bokong dan perut bagian bawah.
Gambaran klinis bermula sebagai bercak/patch eritematosa yang gatal dan lama kelamaan
semakin meluas dengan tepi lesi yang aktif (peradangan pada tepi lebih nyata daripada
daerah tengahnya), central healing, batas tegas, bentuk bervariasi, ditutupi skuama, dan
kadang-kadang dengan banyak vesikel kecil-kecil.
Pengobatan dapat diberikan secara topikal dan sistemik. Faktor-faktor predisposisi
terjadinya Tinea kruris adalah kelembapan dan kurangnya higienitas perorangan.
Prognosis penyakit ini adalah baik.
5.2 Saran
Dalam pengobatan Tinea kruris, selain pengobatan secara farmakologis, juga penting
adanya KIE terhadap pasien dan keluarganya terutama mengenai higiene perorangan,
termasuk juga disiplin dalam menjalani pengobatan.

15

DAFTAR PUSTAKA
1. Budimulja U. Mikosis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S (editor). Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin.. 6th ed. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI 2010. p. 94-105.
2. Adiguna MS, Rusyati LM. Recent Treatment of Dermatomycosis. In: Kumpulan
Makalah Lengkap Peningkatan Profesionalisme di Bidang Infeksi Kulit dan Kelamin
Serta Pemakaian Anti Mikrobial yang Bijak. Denpasar: Bag/SMF Ilmu Kesehatan
Kulit & Kelamin FK UNUD/RS Sanglah, Bagian Mikrobiologi Klinik FK UNUD/RS
Sanglah 2011. p. 37-38.
3. Verma S, Hefferman MP. Tinea Cruris. In: Fitzpatricks Dermatology in General
Medicine. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ
(editor). 7th ed. New York: McGraw-Hill 2008. p. 1807-1821.
4. Kuswadji. Kandidosis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S (editor). Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI 2010. p. 106-109.
5. Gupta AK, Chaudhry M, Elewski B. Tinea Corporis, Tinea Cruris, Tinea Nigra, and
Piedra. Dermatologic Clinics 2003; vol (21). p. 395-400.

16

Anda mungkin juga menyukai