Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH ILMU LINGKUNGAN

Gangguan Aktivitas Pembangunan Peternakan


Terhadap Daur Biogeokimia
OLEH:
KELOMPOK 1
M. Hafidz

200

Ega Erlangga

200110140178

Hendri Irawan

200110140

Nur Muhamad Ghifari

200110140249

Riki Riswara

200110140250

Kevin Fahrizal

200110140

Denela Nisa A.

200110140

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2015

I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Metana adalah hidrokarbon paling sederhana yang berbentuk gas dengan
rumus kimia CH4. Metana murni tidak berbau, tapi jika digunakan untuk
keperluan komersial, biasanya ditambahkan sedikit bau belerang untuk
mendeteksi kebocoran yang mungkin terjadi. Metana termasuk salah satu gas
atmosfir yang memberikan efek rumah kaca (green house gas). Komposisi metana
di atmosfir lebih rendah dibandingkan dengan gas karbondioksida (CO2) yaitu
hanya 0,5% dari jumlah CO2, namun koefisien daya tangkap panas metana jauh
lebih tinggi, yaitu 25 kali gas CO2, sehingga 15% pemanasan global disumbang
dari gas metana. Pemanasan global terjadi karena meningkatnya jumlah emisi gas
rumah kaca, termasuk gas metana di atmosfer bumi. Metana bereaksi dengan ozon
atmosfer bumi, memproduksi karbondioksida dan air, sehingga efek rumah kaca
dari metana yang dilepaskan ke udara relatif berlangsung sesaat. Namun, metana
akan menipiskan lapisan ozon sebagai pelindung bumi sehingga memicu
pemanasan global. Selain dari dekomposisi limbah organik sampah, gas metana
juga dihasilkan dari produksi pertanian dan kegiatan transportasi. Sekitar 50%
emisi gas metana merupakan hasil aktivitas manusia yang berasal dari kegiatan
pertanian. Dari kegiatan pertanian ada sekitar 66 % emisi gas metana berasal dari
peternakan terutama ternak ruminansia (Martin,C. at al., 2008). Sapi potong dapat
mengemisi gas metana 60 - 70 kg/th, sapi perah 110 145 kg/th dan domba 8
kg/th (Morgavi, 2008). Universitas Sumatera Utara Gambar 1. Emisi Gas Metana
dari Kegiatan Pertanian (Henry,B. 2008) Emisi gas metana (CH4) oleh ternak
ruminansia tersebut dihasilkan melalui proses metanogenesis di dalam sistem

pencernaan rumen. Gas metana dihasilkan dari rumen sebesar 80 95 % dan 5


20 % dihasilkan dari usus besar. Gas ini dikeluarkan melalui mulut ke atmosfir .
Proses metanogenesis disamping berdampak buruk bagi atmosfir, juga
berpengaruh negatif terhadap ternak ruminansia itu sendiri, yaitu dapat
menyebabkan kehilangan energi hingga 15% dari total energi kimia yang tercerna.
Untuk mengeliminasi produksi gas metana yang berasal dari ternak ruminansia
ada beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu melalui bioteknologi (vaksinasi dan
probiotik), aditif (antibiotic, zat kimia, ekstrak tanaman dan asam organik), dan
pakan konsentrat. Eliminasi emisi gas metana melalui ekstrak tanaman meliputi
penggunaan minyak essensial (ekstrak garlic, cinnamon dan lain-lain),
penggunaan tanin dan saponin. Pemberian ekstrak tanaman ini bertujuan
menghambat kerja bakteri metanogenik dan protozoa sehingga pembentukan gas
metana dapat ditekan/dikurangi. Dari pemaparan diatas perlu direview sejauh
mana keberhasilan eliminasi emisi gas metana melalui ekstrak tanaman pada
ternak dan upaya apa yang perlu dilakukan kedepannya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan gas metana?
2. Apa efek gas metana peternakan terhadap daur biogeokimia?
3. Bagaimana cara menanggulangi efek dari gas metana tersebut?
1.3 Maksud dan Tujuan
1. Dapat menjelaskan mengenai gas metana
2. Mengetahui dampak atau efek gas metan peternakan terhadap daur
biogeokimia
3. Mengetahui cara menanggulangi efek gas metan terhadap daur biogeokimia

II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Gas Metana
Gas metana merupakan tipikal GRK yang diemisi pada sektor pertanian
termasuk peternakan, terutama dari ternak ruminansia, yakni sebagai hasil kerja
bakteri metanogenik dalam rumen. Metana merupakan hasil dari fermentasi
mikroba saluran pencernaan pada ternak ruminansia terhadap komponen pakan.
Metana adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau, 87% diproduksi di
rumen dan 13% di usus besar (Vlaming, 2008).
Data dari World Meteorologycal Organization (2007) menunjukkan metana
(CH4) berkontribusi sebanyak 18,6% dari total radiasi yang diterima bumi.
Metana secara tiddak langsung dapat menimbulkan efek negatif pada iklim
permukaan bumi dengan cara mempengaruhi ozon pada lapisan troposfer dan uap
air pada lapisan stratosfer. Metana teremisikan ke atmosfer melalui proses alami
(~40%, contoh :lahan basah dan rayap) dan sumber-sumber antropogenik (~60%,
contoh : eksploitasi bahan bakar fosil, lahan sawah, ruminansia, pembakaran
biomassa, dan pengolahan lahan).
Selain

waktu tinggalnya

yang

lama,

CH4 memiliki

kemampuan

memancarkan panas 21 kali lebih besar dari CO2. Bakteri metanotrop padda lahan
sawah adalah satu-satunya mikroorganisme yang dapat menggunakan CH4
sebagai bagian proses metabolismenya untuk kemudian diubah menjadi CO2.
Dngan berat molekulnya yang ringan, gass metana juga mampu menempus
sampai lapisan ionosfer dimana tempat senyawa radikal O yang berfungsi sebagai
pelindung bumi dari serangan radiasi gelombang pendek ultraviolet (UV-B)
(Setyanto, 2008).

Emisi metana merupakan gas emisi yang juga potensial mencemari


lingkungan bahkan berkontribusi dalam pemanasan global. Walaupun gas
karbondioksida merupakan gas paling berpengaruh terhadap pemanasan global,
radiasi gas metana lebih tinggi dibandingkan CO2. Pemanasan metana terhadap
atmosfer meningkat 1% setiap tahunnya, dan hewan ternak berkontribusi
menghasilkan metana sebesar 3% dari total gas rumah kaca (Tyler dan Ensmiger,
2006).
Informasi terakhir yang paling hangat membuktikan bahwa gas metana
mempunyai efek pemanasan 25 kali lebih kuat dalam menyebabkan pemanasan
global dibandingkan CO2. Perhitungan ini berdasarkan rata-rata dari efek
pemanasan metana selama 100 tahun. Akan tetapi, setelah 1 dekade, gas metana
sulit dilacak dan hampir menghilang setelah 20 tahun, dengan demikian secara
dramatis akan menghabiskan rata-rata 1 abad untuk mengurangi dampaknya. Dan
karena kita tidak mempunyai waktu 100 tahun untuk mengurangi efek gas rumah
kaca kita maka perhitungan terbaru menunjukkan bahwa selama periode 20 tahun
efek pemanasan metana menjadi 72 kali lebih kuat.
Emisi gas metana berasal dari alam seperti lautan, lapisan es permanen,
tanah-tanah yang gembur, serta berasal dari aktivitas manusia. Metana yang
dihasilkan akibat aktivitas manusia merupakan salah satu penyumbang metana
yang terbesar yang khususnya berasal dari pembakaran tanaman organik
(pembakaran tumbuhan untuk membuka lahan dan pemanfaatan lahan) serta
industri peternakan. Metana dari sektor industri pertambangan batu bara, kilang
minyak, dan kebocoran saluran pipa gas dapat diminimalkan melalui perubahan
dan kemajuan teknologi. Akan tetapi metana dari industri peternakan merupakan
penyumbang emisi terburuk dan terbesar dari aktivitas manusia.

2.2 Aktivitas Pembagunan Peternakan Terhadap Daur Biogeokimia


Sektor peternakan telah menyumbang 9 persen karbon dioksida, 37 persen
gas metana (mempunyai efek pemanasan 72 kali lebih kuat dari CO2 dalam
jangka 20 tahun, dan 23 kali dalam jangka 100 tahun), serta 65 persen dinitrogen
oksida (mempunyai efek pemanasan 296 kali lebih lebih kuat dari CO2).
Peternakan juga menimbulkan 64 persen amonia yang dihasilkan karena campur
tangan manusia sehingga mengakibatkan hujan asam.
Menurut Laporan Perserikatan Bangsa Bangsa tentang peternakan dan
lingkungan yang diterbitkan pada tahun 2006 mengungkapkan bahwa, industri
peternakan adalah penghasil emisi gas rumah kaca yang terbesar (18%). Hal ini
menyebabkan daur biogeokimia tidak berjalan selaras. Limbah berupa kotoran
ternak mengandung senyawa NO (Nitrogen Oksida) yang notabene 300 kali lebih
berbahaya dibandingkan CO2 mengandung 65% nitrooksida dan 64% ammonia
yang menyebabkan hujan asam.
Gangguan aktivitas pembangunan peternakan yang mengganggu siklus daur
biogeokimia, antaralain:
1) Emisi karbon dari pembuatan pakan ternak
Dalam proses pembuatan pakan ternak memerlukan proses terlebih dahulu pada
saat pengolahan lahan pertanian untuk pakan ternak dapat menghasilkan gas
karbon dioksida sebanyak 28 juta ton pertahunnya. Sedangkan karbon dioksida
yang terlepas daripadang rumput yang terkikis menjadi gurun sebesar 100 juta
ton pertahunnya. Pembukaan lahan yang di gunakan untuk peternakan
menyumbang emisi 2,4 miliar ton karbon dioksida pertahunnya. Sedangkan
untuk penggunaan bahan bakar fosil, peternakan menyumbang 90 juta ton
karbon dioksida setiap tahunnya.

2) Emisi karbon dari pencernaan hewan ternak


Dalam proses pencernaan hewan ternak khususnya ruminansia dibantu oleh
bakteri metanogen. Bakteri ini menimbulkan produksi gas metan, gas metan
yang di hasilkan dari pencernaan hewan ternak dalam setahun dapat mencapai
86 juta ton pertahunnya. Sedangkan metana yang terlepas dari pupuk dari
kotoran hewan dapat mencapai 18 juta ton pertahunnya.
3) Emisi karbon dari pengangkutan serta pengolahan hasil ternak
Pada saat pengolahan daging hasil peternakan dapat menghasilkan emisi
karbon sebesar puluhan juta ton pertahunnya. Sedangkan dari pengangkutan
hasil ternak ke konsumen dapat menghasilkan emisi gas karbon dioksida dapat
mencapai 10 juta ton pertahunnya.
Selain itu banyaknya kerusakan tanah dan polusi air akibat pembukaan lahanlahan baru untuk peternakan. Diperkirakan sekitar 30% dari permukaan tanah
bumi di pakai untuk lahan peternakan. Selain itu lahan dan air yang di gunakan
untuk penanaman pakan ternak juga banyak memakan lahan.
2.3 Cara Penanggulangan Gangguan Aktivitas Pembangunan Peternakan
Hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampak buruk pada siklus
daur biogeokimia adalah:
a. Pembuatan biogas, hal ini ditujukan untuk mereduksi kandungan gas
metan yang bebas di udara sehingga dapat mengurangi perusakan
lingkungan.
b. Penanaman hijauan diselingi leguminosa, hal ini ditujukan agar terjadi
perputaran daur nitrogen sehingga nitrogen bebas dapat difiksasi.

c. Pemilihan lokasi dalam pembangunan peternakan, hal ini dilakukan agar


tidak merusak lingkungan karena pembukaan lahan yang menyebabkan
populasi tanaman semakin berkurang sehingga tidak ada lagi yang dapat
mereduksi kadar CO2 di alam.
d. Penambahan ionofor, lemak, penggunaan hijauan berkualitas tinggi, dan
meningkatkan penggunaan biji-bijian (konsentrat).
e. Pengurangan emisi gas metana dapat dilakukan dengan memanipulasi
proses fermentasi di dalam rumen baik itu dengan langsung menghambat
methanogen dan protozoa, atau dengan mengalihkanmolekul hidrogen
dari methanogen.
f. Penambahan probiotik, acetogens, bakteriosin, virus archaea, asam
organik, ekstrak tumbuh-tumbuhan (misalnya, minyak esensial) untuk
pakan, serta imunisasi, dan seleksi genetik sapi (Boadi et al., 2004).
g. Pemberian pakan yang mengandung tanin pada ternak ruminansia karena
tanin dapat menurunkan produksi gas metana (Jayanegara et al., 2011).

III
KESIMPULAN

1) Metana adalah hidrokarbon paling sederhana yang berbentuk gas dengan


rumus kimia CH4.
2) Gas metana yang berasal dari industri peternakan mempunyai efek
pemanasan 25 kali lebih kuat dalam menyebabkan pemanasan global
dibandingkan CO2, berdampak buruk bagi atmosfir,mengganggu siklus
daur biogeokimia, juga berpengaruh negatif terhadap ternak ruminansia itu
sendiri, yaitu dapat menyebabkan kehilangan energi hingga 15% dari total
energi kimia yang tercerna.
3) Cara menanggulangi efek gas metan terhadap daur biogeokimiaadalah
dengan cara pembuatan biogas, penanaman hijauan diselingi leguminosa,
pemilihan

lokasi

ionofor,pengurangan

dalam
emisi

pembangunan

peternakan,

gas

dapat

metana

penambahan

dilakukan

dengan

memanipulasi proses fermentasi di dalam rumen baik itu dengan langsung


menghambat methanogen dan protozoa, atau dengan mengalihkanmolekul
hidrogen dari methanogen.

DAFTAR PUSTAKA
Boadi, D., Benchaar, C., Chiquette, J., Masse, D., 2004. Mitigation strategies to
reduce enteric methane emissions from dairy cows: update review. Can. J.
Anim. Sci. 84, 319335.
Ensminger, M. E dan Tyler, H. D 2006. Dairy Cattle Science. 4th Ed. Danville:
The Interstate Printers and Publisher, Inc.
Henry,B. 2008. R and D for Livestock Methane Reductiion. meat & liivestock
australliia
Jayanegara, A., Marquardt, S., Kreuzer, M., Leiber, F., 2011. Nutrient and energy
content, in vitro ruminal fermentation characteristics and methanogenic
potential of alpine forage plant species during early summer. J. Sci. Food
Agric. 91, 1863 1870.
Martin,C., M. Doreau, D. P. Morgavi. 2008. Methane Mitigation In Ruminants:
From Rumen Microbes To The Animal. Inra, Ur 1213, Herbivores Research
Unit, Research Centre Of Clermont-Ferrand-Theix, F-63122 St Gens
Champanelle,France.
Morgavi. 2008. Manipulacion del ecosistema ruminal Que perspectivas.
Reunion Cientifica Annual de la Asociacion Peruana de Produccion Anima
VLAMING, J.B. 2008. Quantifying variation in estimated methane emission from
ruminants using the SF6 tracer technique. A Thesis of Doctor of Phylosophy
in Animal Science. Massey University, Palmerston North, New Zealand

Anda mungkin juga menyukai