Anda di halaman 1dari 36

Oleh Kelompok 3

Anna Silfia
Irma Khikmawati
Imam Arifan Nurdani
Matthew Christianto
Nadhifan Humam F.
Wita Ade Imestiya

Jepang secara resmi menguasai


Indonesia pada 8 Maret 1942.
Jepang saat itu dengan mudahnya
menguasai Indonesia karena
memang tidak ada perlawanan dari
bangsa Indonesia.

Sebagai negara Imperialis baru,


Jepang membutuhkan banyak SDA
dan SDM.
Untuk itu, mereka membutuhkan
sesuatu yang bisa membuat mereka
mengalami kemajuan, baik dalam hal
ekonomi, ataupun pertahanan.

Jepang memanfaatkan daerah jajahan


untuk memenuhi kebutuhan mereka,
apalagi saat itu Jepang tengah terlibat
dalam perang Asia Pasifik.
Jepang tengah menjalankan pertempuran
menghadapi pasukan sekutu dan Jepang
membutuhkan lebih banyak pasukan untuk
membantu tentara mereka dalam perang
tersebut.

Gejolak dalam Perang Pasifik membuat


Jepang akhirnya memutuskan untuk
menambah pasukan.
Pemerintah Jepang mengerahkan agar
pemuda-pemuda Indonesia guna
membantu mereka dalam perang tersebut.
Padahal pada saat itu, pengetahuan
kemiliteran bangsa Indonesia masih sangat
minim.

Pada bulan Januari 1943 dibuka sebuah pusat


latihan militer untuk pemuda-pemuda Indonesia
yang dikenal dengan Sainen Dojo di
Tanggerang.
Seinen Dojo ini dipimpin oleh perwira pelatih
Jepang Yanagawa, dibantu oleh M.Nakajima
seorang Jepang yang besar di Indonesia dan pro
terhadap Kemerdekaan Indonesia.
Sainen Dojo menjadi cikal bakal organisasi
semimiliter dan militer di Indonesia dalam rangka
membantu tentara Jepang dalam peperangannya.

SEINENDAN

SEINENDAN
- BARISAN PEMUDA -

Seinendan dibentuk pada tahun 1943.


Organisasi ini dipimpin oleh Syaiko Sykikan
(panglima Angkatan Darat Jepang) di Jawa yang
bermarkas di Jakarta.
Organisasi ini bertujuan untuk membina para
kawula muda Jawa yang memiliki kesadaran akan
munculnya kemenangan dalam perang Asia Timur
Raya.
Tujuan utama Jepang mendirikan Seinendan
adalah untuk menyelamatkan pasukan Jepang
yang mulai terjepit di berbagai front Asia Pasifik.

Keberadaan Seinendan langsung


dipegang oleh Gunseikan atau
pimpinan pemerintahan militer
(Jakarta), dan secara struktural
diteruskan di darah administratif di
bawahnya seperti Syu (karesidenan),
Koci (daerah istimewa seperti
Yogyakarta), Ken (kabupaten), dan
Gun (kawedanan).

Seinendan beranggotakan para remaja putra


berusia 14-25 tahun.
Mereka diharuskan mengikuti latihan-latihan
kemiliteran dengan senapan-senapan tiruan
dan bambu runcing. Para pemuda lebih
diperkenalkan pada cara-cara berperang dan
menghadapi situasi yang keras. Hal ini
dimaksudkan
untuk
membiasakan
kedisiplinan, sehingga secara perlahan
semangat perang Asia Timur Raya mulai di
suntikkan kepada kawula muda Indonesia.

KEIBODAN

KEIBODAN

-BARISAN PEMBANTU POLISI--

Keibodan (Barisan Pembantu Polisi) Keibodan


merupakan organisasi semi militer yang dibentuk
pada tanggal 29 April 1943. Anggotanya terdiri
atas para pemuda usia 23 25 tahun.
Keibodan dibentuk sebagai pembantu polisi dalam
yang bertugas antara lain menjaga lalu lintas,
pengamanan desa, sebagai mata-mata.
Keibodan mendapat pengawasan ketat dari
tentara Jepang untuk menghindari pengaruh dari
kaum nasionalis dalam badan ini.

Latihan yang diberikan kepada Keibondan


meliputi penjagaan dan penyelidikan
terhadap berbagai berita dalam kehidupan
sosial, penjagaan kawasan dirgantara,
penjagaan wilayah pantai, penjagaan dan
bantuan bencana alam, serta penjagaan
dan keamanan kampung.

Sewaktu dengan meningkatnya suasana


ancaman perang antara Jepang dengan Sekutu,
Keibodan mulai disalahgunakan. Keibodan
digunakan sebagai mata-mata mengintip setiap
gejala dan fenomena sosial politik yang
dianggap menentang kekuasaan pendudukan
Jepang.

Dengan demikian Keibondan selain memperkuat


kewaspadaan dan disiplin masyarakat, juga
terlibat ke dalam politik pecah belah.

Menjelang akhir 1943 tidak banyak


perbedaan antara Seinendan dengan
Keibondan, sebab keduanya juga
mendapatkan latihan dasar-dasar
kemiliteran, sehingga kedua gerakan barisan
pemuda ini dapat dipergunakan untuk
tujuan pertahanan.

Bedanya, Keibodan jauh dari kaum


nasionalis. Sedangkan Seinendan
sebaliknya.

HIZBULLAH

BARISAN PELOPOR DARI HIZBULLAH

Rencana Jepang untuk membentuk pasukan khusus Islam


mendapat sambutan positif dari tokoh-tokoh Masyumi dan
pemuda islam. Bagi Masyumi pasukan itu digunakan untuk
persiapan menuju cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Pada tanggal 15 Desember 1944 berdiri pasukan sukarelawan
pemuda Islam yang dinamakan Hizbullah (Tentara Allah) yang
dalam istilah Jepangnya disebut Kaikyo Seinen Teishinti.
Tugas pokok Hizbullah sebagai tentara cadangan dengan
tugas: melatih diri, jasmani maupun rohani dengan segiatgiatnya, membantu tentara Dai Nippon, menjaga bahaya
udara dan mengintai mata-mata musuh, dan menggiatkan
dan menguatkan usaha-usaha untuk kepentingan perang.
Sebagai pemuda Islam, dengan tugas: menyiarkan agama
Islam, memimpin umat Islam agar taat menjalankan agama,
dan membela agama dan umat Islam Indonesia.

Hizbullah diketuai oleh KH. Zainul Arifin, dan


wakilnya adalah Moh. Roem. Anggota pengurusnya
antara lain, Prawoto Mangunsasmito, Kiai Zarkasi,
dan Anwar Cokroaminoto. Pendaftaran anggota
Hizbullah melalui Syumubu (kantor Agama).
Para anggotanya dilatih secara kemiliteran dan
dipusatkan di Cibarusa, Bogor, Jawa Barat. Pada
tanggal 28 Februari 1945.
Para pelatihnya berasal dari komandan-komandan
Peta dan di bawah pengawasan perwira Jepang,
Kapten Yanagawa Moichiro (pemeluk Islam, yang
kemudian menikah dengan seorang putri dari Tasik).


Para anggota Hizbullah menyadari bahwa tanah
Jawa adalah pusat pemerintahan tanah air
Indonesia, maka harus dipertahankan. Apabila Jawa
yang merupakan garis terdepan diserang musuh,
Hizbullah akan mempertahankan dengan penuh
semangat. Semangat ini tentu pada hakikatnya
bukan karena untuk membantu Jepang, tetapi demi
tanah air Indonesia. Jika Barisan Pelopor disebut
sebagai organisasi semi militer di bawah naungan
Jawa
Hokokai,
maka
Hizbullah
merupakan
organisasi semi militer berada di bawah naungan
Masyumi.

HEIHO

HEIHO

-TENTARA PEMBANTU-

Terdesaknya posisi pertahanan pasukan Jepang


oleh Sekutu menyebabkan pemerintah Jepang
pada bulan April 1943 memberikan kesempatan
kepada pemuda Indonesia untuk menjadi
pembantu angkatan perang Jepang (Heiho).

Kelahiran Heiho dimaksudkan untuk kalangan


pemuda yang dipersiapkan sebagai barisan
kesatuan-kesatuan angkatan perang, sehingga
keberadaan Heiho dimasukkan sebagai bagian
dari ketentaraan Jepang. Oleh karena itu, Heiho
sering dibawa sebagai tenaga pekerja yang
melayani kegiatan angkatan perang seperti
memindahkan senjata dan peluru dari gudang ke
atas truk.

Persyaratan perekrutan anggota Heiho


bervariasi. Di Sumatra yang dapat diterima
sebagai Heiho adalah para pemuda yang
sudah tamat sekolah rendah dan berumur
18-30 tahun. Sementara itu, pada
kesatuan tentara ke-16 di Jawa yang
diterima adalah para pemuda
berpendidikan sekolah menengah yang
telah berumur 16-25 tahun.

Namun dalam perkembangannya, Heiho


dipersenjatai dan dilatih untuk
diterjunkan di medan perang. Menjelang
akhir pendudukan Jepang di Indonesia,
jumlah pasukan Heiho diperkirakan
mencapai 42.000 orang dan
setengahnya berada di Pulau Jawa.

Heiho dibubarkan oleh Panitia Persiapan


Kemerdekaan Indonesia (PPKI) setelah
Jepang menyerah kepada Sekutu.

PETA

PETA

-PEMBELA TANAH AIR-

Anggota peta Peta berasal dari bangsa Indonesia. Dan


dibentuk pada tangga 3 Oktober 1943.

Pasukan-pasukan Peta dibentuk di setiap Syu


(karesidenan) yang bertugas untuk mengamankan dan
mempertahankan daerah masing-masing.

Penerimaan anggota Peta hanya memetingkan skill


management kepemimpinan, dan tidak terpaku pada
tingkat pendidikan layaknya Heiho.

Mengenai persyaratan umur hanya diebutkan untuk


calon komandan peleton berusia di bawah 30 tahun,
sedangkan untuk calon komandan regu dan prajurit
harus di bawah 25 tahun.

Sekali pun demikian mereka yang diterima


menjadi komandan batalyon ternyata terdiri
dari para tokoh seperti guru dan kyai yang
telah mempunyai pengaruh kuat atau sebagai
agent of change dalam masyarakat.

Para calon perwira di Peta dibagi dalam tiga


kelompok, yaitu Daidanco (calon komandan
batalyon), Gudanco (calon komandan kompi),
dan Syudanco (calon komandan peleton).
Para calon perwira sudah menjalani latihan
militer di Bogor sejak mulai akhir 1943 hingga
pertengahan 1944.

Peta mempunyai kewajiban menyiapkan dan


menghimpun tenaga kawula muda apabila
Sekutu mendarat di Indonesia.

Perlakuanperlakuan tentara Jepang terhadap


para perwira putra Indonesia seringkali
menyebabkan tekanan psikologis.

Bahkan berawal dari masalah masalah


psikologis di kalangan periwa Peta seperti
inilah yang menjadi salah satu sebab
meletusnya pemberontakan Peta di Blitar
pada tanggal 14 Pebruari 1945.

Latihan perang

Anda mungkin juga menyukai