Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terapi kognitif adalah jenis psikoterapi yang di kembangkan oleh Aaron Beck. Ia
adalah seorang psikiate dengan latar belakang psikoanalis. Ia mengajar di University
of Pennsylvania Medical School dan memimpin Center for Cognitive Therapy. Ia berjasa
menyumbangkan secara sukarela dalam pengembangan terapi kognitif untuk menyembuhkan
bagi gagasan kedaan jiwa, terutama depresi.
Terapi kognitif adalah terapi yang mempergunakan pendekatan terstruktur, aktif,
derektif dan berjangka waktu singkat, untuk menghadapi berbagai hambatan dalam
kepribadian, misalnya ansietas atau depresi. Terapi ini didasarkan pada teori bahwa afek
(keadaan emosi, perasaan) dan tindakan seseorang sebagaian besar ditentukan oleh
bagaimana seseorang tersebut membentu dunianya. Pikiran manusia memberi gambaran
tentang rangkaian kejadian di dalam kesadarannya. Gejala perilaku yang berkelainan atau
menyimpang, berhubungan erat dengan isi pikiran, misalnya, seorang menderita ansietas
karena mengantisipasi akan mengalami hal-hal yang tidak enak pada dirinya.
Dalam hal seperti ini, terapi kognitif dipergunakan untuk mengidentifikasi,
memperbaiki gejala prilaku dan fungsi kognisi yang terhambat, yang mendasari aspek
kongnitifnya yang ada. Terapi dengan pendekatan kognitif mengajar pasien atau klien agar
berpikir lebih realistis dan sesuai sehingga dengan demikian akan menghilangkan atau
mengurangi gejala yang berlebihan.
Dari latar belakang diatas penulis akan membahas lebih lanjut mengenai pendekatan
kognitif dalam konseling yang meliputi terapi rasional-emotif dan terapi realitas. Penulis akan
menjelaskan konsep dasar terapi, tujuan konseling, proses dan teknik-teknik yang dilakukan
dalam konseling hingga peran konselor dalam proses terapi sesuai dengan pendekatan
kognitif.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
1) Apakah yang dimaksud dengan pendekatan kognitif dalam proses konseling?
2) Bagaimana terapi rasional-emotif oleh Albert Ellis dapat menyelesaikan masalah
klien dalam proses konseling?
3) Bagaimana terapi realitas oleh William Glasser dapat menyelesaikan masalah klien
dalam proses konseling?
ii
C. Tujuan
Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Konseling, penulisan makalah
inijuga memiliki tujuan sebagai berikut:
1) Mahasiswa dapat mengetahui berbagai macam pendekatan dalam proses konseling,
terutama pendekatan kognitif.
2) Mahasiswa dapat memahami bagaimana proses terapi rasional-emotif dan terapi
realitas dapat berguna dalam menyelesaikan masalah klien.
3) Dengan mengetahui proses dan peran konselor dalam terapi rasional-emotif dan
terapi realitas diharapkan mahasiswa dapat menjadi konselor yang baik, dan
menerapkan ilmu yang sudah didapat dari makalah ini dengan sebaik-baiknya.
BAB II
PEMBAHASAN
ii
A. Pendekatan Kognitif
Terapi kognitif adalah terapi yang mempergunakan pendekatan terstruktur, aktif,
direktif dan berjangka waktu singkat, untuk menghadapi berbagai hambatan dalam
kepribadian, misalnya ansietas atau depresi. Terapi ini didasarkan pada teori bahwa afek
(keadaan emosi, perasaan) dan tindakan seseorang sebagian besar ditentukan oleh bagaimana
seseorang tersebut membentuk dunianya. Jadi bagaimana seseorang berpikir, menentukan
bagaimana perasaan dan reaksinya. Pikiran seseorang memberikan gambaran tentang
rangkaian kejadian di dalam kesadarannya. Gejala perilaku yang berkelainan atau
menyimpang berhubungan erat dengan isi pikiran, misalnya seorang menderita ansietas
karena mengantisipasi akan mengalami hal-hal yang tidak enak pada dirinya.
Terapi kognitif dipergunakan untuk mengidentifikasi, memperbaiki gejala perilaku
manusia dan fungsi kognisi yang terhambat, yang mendasari aspek kognitifnya yang ada.
Terapis dengan pendekatan kognitif mengajakan pada pasien atau klien agar berpikir lebih
realistik dan sesuasi sehingga dengan demikian akan menghilangkan atau mengurangi gejala
berkelainan yang ada.terapi kognitif-behaviouristik mendasarkan penggabungan antara tiga
pendekatan terhadap manusia, yakni pendekatan biomedik, intrapsikik dan lingkungan.
Terapi kognitif-behaviouristik ini mendasarkan pada tiga dasar pokok, yaitu:
1) Aktivitas kognitif mempengaruhi perilaku
2) Aktivitas kognitif dapat dipantau dan diubah-ubah
3) Perubahan perilaku yang dikehendaki dapat dilakukan melalui perubahan kognitif.
Salah satu tokoh yang banyak membicarakan mengenai pendektan kognitif
behaviouristik ialah Meichenbaum. Ia terkenal dengan pengubahan perilaku kognitif
(cognitive behaviour modification, CBM), teknik yang antara lain mempergunakan terapi
menginstruksi diri-sendiri (self instructional therapy) yang pada hakikatnya adalah bentuk
dari menstruktur kembali aspek kognitif. Menurut Meinchenbaum, pernyataan terhadap dirisendiri sama pengaruhnya dengan pernyataan yang dibuat orang lain terhadap dirinya.
Perubahan perilaku terjadi melalui proses yang melibatkan interaksi dari berbicara dalam
pikiran (inner speech), struktur kognitif dan perilaku yang terjadi dengan saling berkaitan,
yakni:
Tahap pertama adalah pengamatan terhadap diri sendiri, proses di mana orang belajar
bagaimana melihat perilakunya sendiri. Dialog internal yang terjadi ditandai oleh penilaian
negatif terhadap keadaannya. Kesulitan dapat terjadi kalau orang yang bersangkutan tidak
mau mendengarkan apa yang ada sebagai kenyataan dan mendengarnya sendiri. Jadi agar
terjadi perubahan konstruktif, perlu melepaskan diri pada pikiran-pikiran yang negatif.
ii
Tahap kedua ditandai dengan dimulainya dialog internal yang baru. Melalui
hubungannya denga terapis, pasien menyadari akan perilakunya yang melampaui dan mulai
melihat kemungkinan-kemungkinan perubahan pada aspek-aspek perilakunya, baik yang
kognitif maupun yang afektif. Kalau pada pasien ada kemungkinan terjadi perubahan, dialog
yang terjadi di dalam dirinya akan memprakarsai terbentuknya rangkaian perilaku yang
mengarah ke hilangnya perilaku manusia. Perubahan dialog internal pada pasien terjadi
melalui terapi yang dilakukan oleh terapis dengan pendekatan-pendekatan tertentu.
Tahap ketiga adalah tahap di mana pasien diajarkan bagaimana ia mempergunakan
keterampilannya secara lebih efektif yang diperlukan dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Pada pasien akan terjadi proses penstrukturan kembali, menghilangkan pikiran-pikiran
negatif dan dengan bantuan yang dibentuk oleh terapis, sedikit demi sedikit menstruktur pola
kognitif yang baru yang sesuai dengan lingkungannya dan tidak menimbulkan kegoncangan
atau persoalan.kemantapan dalam pola kognitif yang baru, sangat teergantung dari bagaimana
proses dialog internal yang terjadi di dalam diri pasien. Karena sasarannya lebih
mengutamakan pada perubahan yang terjadi secara langsung terhadap perilaku yang nyata,
maka meskipun banyak kesamaan dengan terapi kognitif behaviouristik (cognitive
behaviouristic therapy, CBT) pada adasarnya ada perbedaan. Terapi kognitif behaviouristik
yang menitikberatkan pada perubahan yang terjadi pada aspek kognitif dengan keyakinan
akan diikuti oleh perubahan pada perilakunya, dengan demikian lebih luas dari pada
pengubahan kognitif-behaviouristik (CBM).
Tujuan Konseling
Mengahapus / menghilangkan tingkah laku maldaptif (masalah) untuk digantikan
dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan klien.
Tujuan yang sifatnya umum harus dijabarkan ke dalam perilaku yang spesifik :
a) diinginkan oleh klien
b) konselor mampu dan bersedia membantu mencapai tujuan tersebut
c) klien dapat mencapai tujuan tersebut
d) dirumuskan secara spesifik
ii
Konselor dan klien bersama-sama (bekerja sama) menetapkan / merumuskan tujuantujuan khusus konseling.
hasilnya.
dan
area
masalahnya)
Konselor
mendorong
klien
untuk
ii
dengan
menetapkan
teknik
yang
akan
dilaksanakan,
ii
Terapi rasional-emotif menurut Ellis mendasarkan pada konsep bahwa berpikir dan
berperasaan saling berkaitan, namun dalam pendekatannya lebih menitikberatkan pada
pikiran daripada ekspresi emosi seseorang.
Pandangan Ellis (1980) terhadap konsep manusia adalah:
1) Manusia mengkondisioning diri sendiri terhadap munculnya perasaan mengganggu
pribadinya.
2) Kecenderungan biologisnya sama halnya dengan kecenderungan kultural untuk
berpikir salah dan tidak ada gunanya, berakibat mengecewakan diri sendiri.
3) Kemanusiaannya yang unik menemukan dan menciptakan keyakinan yang salah
dan mengganggu, sama halnya dengan kecenderungan mengecewakan dirinya
sendiri karena gangguan-gangguannya.
4) Kemampuannya yang luar biasa untuk mengubah proses-proses kognitif, emosi
dan perilaku, memungkinkan dapat:
a) Memilih reaksi yang berbeda dengan yang biasanya dilakukan
b) Menolak mengecewakan diri sendiri terhadap hampir semua hal yang mungkin
terjadi
c) Melatih diri-sendiri agar secarasetengah otomatis mempertahankan gangguan
sedikit mungkin sepanjang hidupnya.
Konsep Dasar
Manusia padasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir
rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan
efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu
itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh
evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan
psikologis atau emosional adalah akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan
ii
irasional. Emosi menyertai individu yang berpikir dengan penuh prasangka, sangat
personal, dan irasional. Berpikir irasional diawali dengan belajar secara tidak logis yang
diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan
tercermin dari verbalisasi yang digunakan. Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan
cara berpikir yang salah dan verbalisasi yang tepat menunjukkan cara berpikir yang
tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara
berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta
menggunakan cara verbalisasi yang rasional.
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari
konsep-konsep kunci teori Albert Ellis, ada tiga pilar yang membangun tingkah laku
individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C).
Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar
individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap
orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi
calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu
terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang
rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief
atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang
tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak
rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk
akal, emosional, dan keran itu tidak produktif.
Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat
atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam
hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat
langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk
keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
ii
ii
e) penderitaan emosional dari seseorang muncul dari tekanan eksternal dan bahwa
individu hanya mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk menghilangkan
penderitaan emosional tersebut;
f) pengalaman masa lalu memberikan pengaruh sangat kuat terhadap kehidupan
individu dan menentukan perasaan dan tingkah laku individu pada saat sekarang;
g) untuk mencapai derajat yang tinggi dalam hidupnya dan untuk merasakan sesuatu
yang menyenangkan memerlukan kekuatan supranatural; dan (h) nilai diri sebagai
manusia dan penerimaan orang lain terhadap diri tergantung dari kebaikan
penampilan individu dan tingkat penerimaan oleh orang lain terhadap individu.
Tujuan Konseling
Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta
pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang
rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan selactualizationnya seoptimal mungkin melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang
positif.
Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti
rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.
Tiga tingkatan insight yang perlu dicapai klien dalam konseling dengan
pendekatan rasional-emotif:
Pertama insight dicapai ketika klien memahami tentang tingkah laku penolakan
diri yang dihubungkan dengan penyebab sebelumnya yang sebagian besar sesuai
dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang diterima (antecedent event)
pada saat yang lalu.
Kedua, insight terjadi ketika konselor membantu klien untuk memahami bahwa
apa yang menganggu klien pada saat ini adalah karena berkeyakinan yang irasional
terus dipelajari dari yang diperoleh sebelumnya.
ii
Ketiga, insight dicapai pada saat konselor membantu klien untuk mencapai
pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hembatan emosional
kecuali dengan mendeteksi dan melawan keyakinan yang irasional.
Klien yang telah memiliki keyakinan rasional terjadi peningkatan dalam hal:
1) minat kepada diri sendiri
2) minat sosial
3) pengarahan diri
4) toleransi terhadap pihak lain
5) fleksibel
6) menerima ketidakpastian
7) komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya
8) penerimaan diri
9) berani mengambil risiko
10) menerima kenyataan.
ii
Teknik Konseling
Pendekatan konseling rasional emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat
kogntif, afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. Beberapa teknik
dimaksud antara lain adalah sebagai berikut.
Teknik-Teknik Emotif (Afektif)
1) Assertive adaptive
Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk
secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan.
Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
2) Bermain peran
Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaanperasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa
sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran
tertentu.
3) Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu
dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang
negatif.
Teknik-teknik Behavioristik
1) Reinforcement
Teknik untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis
dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment).
eknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang
irrasional pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif.
ii
Dengan
memberikan
reward
ataupun
punishment,
maka
klien
akan
imitasi
(meniru),
mengobservasi,
dan
menyesuaikan
dirinya
dan
kemampuan
klien
mengekspresikan
berbagai
hal
yang
ii
Konsep Dasar
Terapi Realitas merupakan suatu bentuk hubungan pertolongan yang praktis,
relatif sederhana dan bentuk bantuan langsung kepada konseli, yang dapat dilakukan
oleh guru atau konselor di sekolah daam rangka mengembangkan dan membina
kepribadian/kesehatan mental konseli secara sukses, dengan cara memberi tanggung
jawab kepada konseli yang bersangkutan. Terapi Realitas berprinsip seseorang dapat
dengan penuh optimis menerima bantuan dari terapist untuk memenuhi kebutuhankebutuhan dasarnya dan mampu menghadapi kenyataan tanpa merugikan siapapun.
Terapi Realitas lebih menekankan masa kini, maka dalam memberikan bantuan tidak
perlu melacak sejauh mungkin pada masa lalunya, sehingga yang paling dipentingkan
adalah bagaimana konseli dapat memperoleh kesuksesan pada masa yang akan datang.
William Glasser adalah tokoh yang mengembangkan bentuk terapi ini. Menurutnya,
bahwa tentang hakikat manusia adalah:
1) Bahwa manusia mempunyai kebutuhan yang tunggal, yang hadir di seluruh
kehidupannya,
sehingga
menyebabkan
dia
memiliki
keunikan
dalam
kepribadiannnya.
2) Setiap orang memiliki kemampuan potensial untuk tumbuh dan berkembang sesuai
pola-pola tertentu menjadi kemampuan aktual. Karennya dia dapat menjadi
seorang individu yang sukses.
3) Setiap potensi harus diusahakan untuk berkembang dan terapi realitas berusaha
membangun anggapan bahwa tiap orang akhirnya menentukan nasibnya sendiri
ii
2) Berfokus pada perilaku nyata guna mencapai tujuan yang akan datang penuh
optimisme.
3) Berorientasi pada keadaan yang akan datang dengan fokus pada perilaku yang
sekarang yang mungkin diubah, diperbaiki, dianalisis dan ditafsirkan. Perilaku
masa lampau tidak bisa diubah tetapi diterima apa adanya, sebagai pengalaman
yang berharga.
4) Tidak menegaskan transfer dalam rangka usaha mencari kesuksesan. Konselor
dalam memberikan pertolongan mencarikan alternatif-alternatif yang dapat
diwujudkan dalam perilaku nyata dari berbagai problema yang dihadapi oleh
konseli.
5) Menekankan aspek kesadaran dari konseli yang harus dinyatakan dalam perilaku
tentang apa yang harus dikerjakan dan diinginkan oleh konseli . Tanggung jawab
dan perilaku nyata yang harus diwujudkan konseli adalah sesuatu yang bernilai dan
bermakna dan disadarinya.
6) Menghapuskan adanya hukuman yang diberikan kepada individu yang mengalami
kegagalan., tetapi yang ada sebagai ganti hukuman adalah menanamkan disiplin
yang disadari maknanya dan dapat diwujudkan dalam perilaku nyata.
7) Menekankan konsep tanggung jawab agar konseli dapat berguna bagi dirinya dan
bagi orang lain melalui perwujudan perilaku nyata.
Tujuan Terapi
1) Menolong individu agar mampu mengurus diri sendiri, supaya dapat menentukan
dan melaksanakan perilaku dalam bentuk nyata.
2) Mendorong konseli agar berani bertanggung jawab serta memikul segala resiko
yang ada, sesuai dengan kemampuan dan keinginannya dalam perkembangan dan
pertumbuhannya.
ii
ii
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan di atas dapatlah diketahui bahwa di dalam melaksanakan
proses bimbingan dan konseling seorang konselor memiliki tanggung jawab yang besar,
ii
B. Saran
Dari kesimpulan di atas penulis memberikan saran kepada para konselor, ataupun
seorang guru pembimbing agar dapat menguasai teknik-teknik di dalam proses bimbingan
dan konseling karena hal tersebut akan lebih mempermudah di dalam memperoleh informasi
dari klien serta di dalam mengajak klien untuk mempercayai apa-apa yang dikatakan oleh
konselor.
ii
DAFTAR PUSTAKA
ii
DAFTAR ISI
ii
Kata Pengantar
Daftar Isi
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendekatan Kognitif
BAB III
13
PENUTUP
A. Kesimpulan
17
B. Saran
17
Daftar Pustaka
18
ii
ii
DISUSUN OLEH:
NO.
1
2
3
4
5
6
7
8
NAMA
NIM
Ratna Fitriana
Nadya Ayu Hapsari
Diah Amalia Oktaviani
Zahra Mutiah Rianza
Ziskie Maharani
Puspita Anggraeny
Miftahussaadah
Shaviera Indar Dhanty
1124090285
1124090306
1124090310
1124090313
1124090328
1124090331
1124090351
1124090372
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga tugas mata kuliah Psikologi Konseling ini
dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Makalah
yang
berjudul
TUJUAN
DAN
FUNGSI
KONSELOR
DALAM
PENDEKATAN KOGNITIF ini membahas tentang apa yang dimaksud dengan pendekatan
kognitif dalam proses konseling termasuk juga di dalamnya terdapat terapi rasional-emotif
Albert Ellis dan terapi realitas William Glasser.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun
saya menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan dan bimbingan dosen, sehingga kendala-kendala yang saya hadapi dapat teratasi.
Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada:
ii
1. Dosen mata kuliah Psikologi Konseling, Ibu Erdina Indrawati yang telah memberikan
tugas serta membimbing saya dalam menyelesaikan makalah ini.
2. Temanteman yang telah membantu mengatasi masalah yang saya hadapi dalam
menyusun makalah ini serta dukungan moril yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis sadar makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saya sangat
menerima kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sehingga kedepannya bisa
lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para
pembaca.
Penulis
ii