Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI

ARGENTOMETRI
Selasa, 17 November 2015
Kelompok VII
Selasa, Pukul 13.00 16.00 WIB

Nama

NPM

Ruth Anneke

260110150074

LABORATORIUM KIMIA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015

Nilai

TTD

(Moses) (Popy)

ARGENTOMETRI

I.

TUJUAN
Praktikum kali ini dilakukan bertujuan untuk menentukan kadar
senyawa halogen atau garam halida dengan metode argentometri.

II.

PRINSIP
2.1 Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif merupakan analisis kimia yang berkaitan
dengan penetapan banyaknya suatu zat tertentu yang terkandung dalam
suatu sampel (Underwood, 2001).

2.2 Argentometri
Argentometri adalah titrasi pengendapan yang menggunakan
reagen pengendap perak nitrat untuk analisis halogen, anion-anion
mirip halogen (SCN-, CN-, CNO-), asam lemak, dan beberapa anion
anorganik divalen (Setyo, 2010).

2.3 Metode Mohr


Metode Mohr adalah metode yang digunakan dalam pengukuran
kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan standar
perak nitrat (AgNO3) dan penambahan kalium kromat (K2CrO4) sebagai
indikator (Khopkar, 2008).

2.4 Metode Volhard


Metode Volhard didasarkan pada pengendapan perak tiosianat
dalam larutan asam nitrat, dengan menggunakan ion besi (III) untuk
meneliti ion tiosianat berlebih. Metode ini dapat dipergunakan untuk
cara titrasi langsung dari perak, larutan tiosianat standar atau untuk
titrasi tak langsung dari ion klorida (Khopkar, 2008).

2.5 Metode Fajans


Metode

Fajans

adalah

metode

yang

digunakan

dalam

pengukuran kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan


larutan standar perak nitrat (AgNO3) dan penambahan indikator
absorbsi seperti cosine atau fluonescein menurut macam anion yang
diendapkan oleh Ag+ (Khopkar, 2008).

2.6 Pengendapan
Pengendapan merupakan reaksi titran dengan titrat membentuk
endapan yang sukar larut seperti misalnya ion klorida dititrasi dengan
larutan perak nitrat (AgNO3) membentuk endapan perak klorida (AgCl)
berwarna putih (Yuli, 2014).

III. REAKSI
3.1 Pembakuan AgNO3 dengan NaCl

(Vogel, 1985).

+2
[

3)]

3
+

3)]

+2

(Vogel, 1985).

+2

(Vogel, 1985).

Saat ditambahkan indikator Kalium Kromat :


4

+2
4

+2

+2

+4

4
+

2
3

(Vogel, 1985).
+

2
7

2[

2
4
3)2]

(Vogel, 1985).

(Vogel, 1985).

(Vogel, 1985).

3.2 Pembakuan NH4SCN dengan AgNO3

+2

(Vogel, 1985).
3

2[

+
3)2]

(Vogel, 1985).

3.3 Penentuan kadar NH4Cl


3

3
4

(Vogel, 1985).
3

(Vogel, 1985).

IV.

TEORI DASAR
Kimia analitik dibagi ke dalam dua bidang, yaitu analisis kualitatif
dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif berkaitan dengan identifikasi zatzat kimia, yaitu mengenali unsur atau senyawa apa yang terdapat dalam
suatu sampel. Analisis kuantitatif berkaitan dengan penetapan kadar ion atau
molekul yang terdapat dalam suatu sampel. Zat yang ditetapkan dinyatakan
sebagai konstituen atau analit, menyusun sebagian kecil atau sebagian besar
sampel yang dianalisis. Jika analit tersebut menyusun lebih dari 1% bagian
sampel, maka analit ini dianggap sebagai konstituen utama. Jika jumlahnya
berkisar antara 0,01 hingga 1% dari sampel, maka analit ini dianggap
sebagai konstituen minor. Terakhir, zat yang jumlahnya kurang dari 0,01%,
maka dianggap sebagai konstituen perunut (Underwood, 2001).
Analisis kuantitatif dapat dilakukan dengan beberapa cara, di
antaranya yaitu volumetri, gravimetri, dan instrumental. Analisis volumetri
berkaitan dengan pengukuran volume suatu larutan dengan konsentrasi yang
telah diketahui yang diperlukan untuk bereaksi dengan analit. Analisis
gravimetri menyangkut pengukuran berat endapan. Istilah analisis
instrumental berhubungan dengan pemakaian peralatan khusus pada langkah
pengukuran (Underwood, 1998).
Titrasi adalah suatu proses dalam analisis volumetrik dimana suatu
titran atau larutan standar yang sudah diketahui konsentrasinya diteteskan
melalui buret kedalam larutan lain yang belum diketahui konsentrasinya. Zat
yang akan ditentukan kadarnya disebut titran dan zat yang sudah diketahui
kadarnya tersebut disebut titer (Ika, 2009).
Pada analisis titrimetri atau volumetrik, untuk mengetahui saat reaksi
sempurna dapat dipergunakan suatu zat yang disebut indikator. Indikator
umumnya adalah senyawa yang berwarna, dimana senyawa tersebut akan
berubah warnanya dengan adanya perubahan pH. Indikator dapat
menanggapi munculnya kelebihan titran dengan adanya perubahan warna.
Indikator berubah warna karena system kromofornya diubah oleh reaksi
asam basa (Suirta, 2010).

Titrasi pengendapan adalah salah satu golongan titrasi di mana hasil


reaksi titrasinya merupakan endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip
dasarnya ialah reaksi pengendapan yang cepat mencapai kesetimbangan
pada setiap penambahan titran, tidak ada pengotor yang mengganggu serta
diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi. Hanya reaksi
pengendapan yang dapat digunakan pada titrasi (Khopkar, 1990).
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar
halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan
perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Metode ini disebut juga metode
pengendapan karena pada argentometri memerlukan pembentukan senyawa
yang relatif tidak larut atau endapan. Reaksi yang mendasari titrasi
argentometri yaitu :
AgNO3 + Cl- AgCl(s) + NO3 (Gandjar, 2007).
Dasar titrasi argentometri adalah reaksi pengendapan di mana zat
yang hendak ditentukan kadarnya diendapkan oleh larutan baku perak nitrat
(AgNO3) dan indikator kromat. Zat tersebut misalnya garam-garam
halogenida (Cl, Br, I), sianida, tiosianida dan fosfat. Titik akhir titrasi
ditunjukkan dengan adanya endapan berwarna (Yuli, 2014).
Titrasi argentometri memiliki 3 metode, yaitu : metode Mohr,
metode Fajans, dan metode Volhard. Metode Mohr adalah metode yang
digunakan dalam pengukuran kadar klorida dan bromida dalam suasana
netral dengan larutan standar perak nitrat (AgNO3) dan penambahan kalium
kromat

(K2CrO4) sebagai

indikator.

Titrasi dalam

suasana

asam

menyebabkan perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam


suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida. Apabila ion klorida
atau bromida telah habisdiendapkan oleh ion perak (Ag+), maka ion kromat
akan bereaksi

dengan perak (Ag) berlebih membentuk endapan perak

kromat (Ag2CrO4) yang berwarna coklat/merah bata sebagai titik akhir


titrasi (Khopkhar, 2008).
Metode Volhard didasarkan pada pengendapan perak tiosianat
dalam larutan asam nitrat, dengan menggunakan ion besi (III) untuk

meneliti ion tiosianat berlebih. Metode ini dapat dipergunakan untuk cara
titrasi langsung dari perak, larutan tiosianat standar atau untuk titrasi tak
langsung dari ion klorida.Indikator yang dipakai adalah Fe3+ dengan titran
NH4CNS, untuk menentralkan kadar garam perak dengan titrasi kembali
setelah ditambah larutan standar berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi
dengan larutan KCNS, dimana kelebihan larutan KCNS akan diikat oleh ion
Fe3+ membentuk warna merah darah dari Fe(SCN)3 (Khopkhar, 2008).
Titrasi Argentometri dengan metode Fajans adalah sama seperti pada
cara Mohr, hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan.
Indikator yang digunakan dalam cara ini adalah indikator absorbsi seperti
cosine atau fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+.
Titrannya adalah AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah. Indikator
absorpsi adalah zat yang dapat diserap oleh permukaan endapan dan
menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi
pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator yang
dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam
lapisan primer dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit
AgNO3 menyebabkan ion Cl- akan digantikan oleh Ag+ sehingga ion Clakan berada pada lapisan sekunder (Khopkhar, 2008).
Titrasi Argentometri dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi pembentukan endapan. Faktor-faktor tersebut antara
lain :
1. Temperatur
Kelarutan semakin meningkat dengan naiknya suhu, jadi dengan
meningkatnya suhu maka pembentukan endapan akan berkurang
disebabkan banyak endapan yang berada pada larutannya.
2. Sifat alami pelarut
Garam anorganik mudah larut dalam air dibandingkan dengan
pelarut organik seperti alkohol atau asam asetat. Perbedaan kelarutan
suatu zat dalam pelarut organik dapat dipergunakan untuk memisahkan
campuran antara dua zat. Setiap pelarut memiliki kapasitas yang berbeda

dalam melarutkan suatau zat, begitu juga dengan zat yang berbeda
memiliki kelarutan yang berbeda pada pelarut tertentu.
3. Pengaruh ion sejenis
Kelarutan endapan akan berkurang jika dilarutkan dalam larutan
yang mengandung ion sejenis dibandingkan dalam air saja. Sebagai
contoh kelarutan Fe(OH)3 akan menjadi kecil jika kita larutkan dalam
larutan NH4OH dibanding dengan kita melarutkannya dalam air, hal ini
disebabkan dalam larutan NH4OH sudah terdapat ion sejenis yaitu OHsehingga akan mengurangi konsentrasi Fe(OH)3 yang akan terlarut. Efek
ini biasanya dipakai untuk mencuci endapan dalam metode gravimetri.
4. Pengaruh pH
Kelarutan endapan garam yang mengandung anion dari asam
lemah dipengaruhi oleh pH, hal ini disebabkan karena penggabungan
proton dengan anion endapannya. Misalnya endapan AgI akan semakin
larut dengan adanya kenaikan pH disebabkan H+ akan bergabung dengan
I- membentuk HI.
5. Pengaruh hidrolisis
Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air maka akan
dihasilkan perubahan konsentrasi H+ dimana hal ini akan menyebabkan
kation garam tersebut mengalami hidrolisis dan hal ini akan
meningkatkan kelarutan garam tersebut.
6. Pengaruh ion kompleks
Kelarutan garam yang tidak mudah larut akan semakin meningkat
kelarutannya dengan adanya pembentukan kompleks antara ligan dengan
kation garam tersebut. Sebagai contoh AgCl akan naik kelarutannya jika
ditambahkan larutan NH3, hal ini disebabkan karena terbentuknya
kompleks Ag(NH3)2Cl (Khopkhar, 2008).

V.

ALAT DAN BAHAN


5.1 Alat

Beaker glass

Mortir

Buret

Neraca analitik

Cawan

Pipet tetes

Gelas ukur

Plastik hitam

Kertas perkamen

Selotip

Klem

Statif

Labu erlenmeyer

5.2 Bahan

VI.

AgNO3

Indikator ferri aluin

Akuades

NH4Cl

CHCl3

NH4CNS

HNO3

PROSEDUR
Pada praktikum kali ini, hal yang pertama kali dilakukan adalah
pembakuan larutan standar AgNO3 dan NH4CNS. Untuk pembakuan
AgNO3, pertama-tama disiapkan buret dan 3 buah labu erlenmeyer yang
dilapisi dengan plastik hitam. Setelah itu, ke dalam 2 labu erlenmeyer,
masing-masing dimasukkan 10 mL larutan NaCl, 15 mL akuades, dan 1 mL
indikator K2CrO4. Sementara itu, ke dalam 1 labu erlenmeyer yang lain,
dimasukkan 15 mL akuades dan 1 mL indikator K2CrO4. Masing-masing
labu erlenmeyer dititrasi hingga terjadi perubahan warna dan dicatat volume
AgNO3 yang digunakan. Adapun pada pembakuan NH4CNS, 10 mL
larutan AgNO3 0,1 N ditambah dengan 50 mL akuades, 5 mL HNO3 6N,
dan 3 mL indikator ferri aluin dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dan
dikocok. Setelah itu, labu erlenmeyer dititrasi dengan larutan thiosianat 0,1
N hingga terjadi perubahan warna merah coklat pada larutan.

Dengan menggunakan neraca analitik, ditimbang sampel berupa


serbuk NH4Cl sebanyak 200 mg dan dilakukan triplo. Sampel yang telah
ditimbang kemudian dilarutkan dalam 35 mL akuades di dalam labu
erlenmeyer. Setelah itu, ditambahkan 15 mL HNO3 4N, 5 mL CHCl3, dan
50 mL AgNO3 0,1N ke dalam labu erlenmeyer. Labu erlenmeyer lalu
dikocok selama 1 menit. Langkah terakhir yaitu labu erlenmeyer dititrasi
dengan NH4CNS sampai larutan berubah warna menjadi merah coklat.

VII. DATA PENGAMATAN


No.

Perlakuan

Hasil

1.

Dibakukan larutan standar


AgNO3 dan NH4CNS.

Larutan standar
AgNO3 0,1058 N
dan NH4CNS
0,1125 N.

2.

Ditimbang sampel berupa


serbuk NH4Cl dan
dilakukan triplo.

Sampel sebanyak
0,2005 g; 0,2 g;
dan 0,2004 g.

3.

Sampel dilarutkan dalam 35


mL akuades di dalam labu
erlenmeyer.

Sampel larut
dalam akuades.

Foto

4.

Ditambahkan 15 mL HNO3,
5 mL CHCl3, dan 50 mL
AgNO3 ke dalam labu
erlenmeyer lalu dikocok
selama 1 menit.

Campuran larutan
berwarna putih
dan terbentuk
endapan putih
pada larutan.

5.

Ditambahkan indikator ferri


aluin ke dalam labu
erlenmeyer sebanyak 5 mL.

Larutan berwarna
kuning muda.

6.

Larutan dititrasi dengan


NH4CNS.

Larutan berubah
warna menjadi
merah coklat dan
diperoleh volume
titrasi sebesar
45,3 mL; 42,7
mL; dan 44,1 mL.

7.

Dicampurkan 35 mL
akuades, 15 mL HNO3, 5
mL CHCl3, dan 50 mL
AgNO3 di dalam labu
erlenmeyer.

Campuran
blanko.

8.

9.

Ditambahkan 5 mL
indikator ferri aluin ke
dalam labu erlenmeyer.

Larutan berwarna
kuning muda.

Labu erlenmeyer yang


berisi campuran blanko
dititrasi dengan NH4CNS.

Larutan berubah
warna menjadi
merah coklat dan
diperoleh volume
titrasi sebesar 0,1
mL.

VIII. PERHITUNGAN
7.1 Pembakuan AgNO3
N1 . V1 (AgNO3)
n1 . V1 . M1
9,45 . M1
M1

=
=
=
=

N2 . V2 (NaCl)
n2 . V2 . M2
10 . 0,1
0,1058 M

1 grol = 1 grek N AgNO3 = M AgNO3 = 0,1058 N


7.2 Pembakuan NH4CNS
N1 . V1 (NH4CNS) = N2 . V2 (AgNO3)
9,4 . N1 = 10 . 0,1058
N1 = 0,1125 N
7.3 Penentuan kadar NH4Cl
n analit = n AgNO3 n NH4CNS
mg analit = (V . N AgNO3 V. N NH4CNS) . BE analit

% kadar analit =

x 100%

Sampel 1 V AgNO3 = 50 mL
V titrasi = 45,3 0,1 = 45,2 mL
mg analit = (50 . 0,1058 45,2 . 0,1125) . 53,5
mg analit = 10,97 mg
% kadar =

x 100% = 5,47%

Sampel 2 V AgNO3 = 50 mL
V titrasi = 42,7 0,1 = 42,6 mL
mg analit = (50 . 0,1058 42,6 . 0,1125) . 53,5
mg analit = 26,6 mg
% kadar =

x 100% = 13,3%

Sampel 3 V AgNO3 = 50 mL
V titrasi = 44,1 0,1 = 44 mL
mg analit = (50 . 0,1058 44 . 0,1125) . 53,5
mg analit = 18,19 mg
% kadar =

Kadar rata-rata =

IX.

,
,

, %

x 100% = 9,077%

= 9,28%

PEMBAHASAN
Praktikum kali ini yaitu mengenai argentometri dengan tujuan untuk
menentukan kadar senyawa halogen atau garam halida dengan metode
argentometri. Kelompok kami (kelompok 7) mendapatkan sampel berupa
padatan NH4Cl (2). NH4Cl atau amonium klorida merupakan garam yang

terbentuk dari hasil reaksi netralisasi antara NH3 dan HCl dan di dalam air
terionisasi sempurna menghasilkan ion NH4+ dan Cl-. Amonium klorida
(NH4Cl) berbentuk kristal padat berwarna putih yang memiliki berbagai
manfaat. Dalam industri, senyawa ini digunakan sebagai bahan solder dan
cetak tekstil serta sebagai komponen pembuat sel baterai kering. Amonium
klorida terjadi secara alami di sebagian besar wilayah vulkanik dan dapat
pula diproduksi secara sintetis. Penggunaan utama amonium klorida dalam
bidang medis adalah sebagai ekspektoran. Ekspektoran merupakan obat
yang merangsang, menekan, atau memodifikasi sekresi selaput lendir
bronkial atau tenggorokan. Dalam kata lain, ekspektoran digunakan untuk
merangsang produksi dahak untuk kemudian dikeluarkan saat batuk.
Sebagai bahan yang umum dalam obat batuk, amonium klorida dianggap
efektif dan aman untuk mengatasi batuk. Amonium klorida juga lazim
digunakan sebagai suplemen makanan. Senyawa ini digunakan untuk
menjaga tingkat pH yang tepat dan memperbaiki situasi saat darah
mengandung terlalu banyak basa atau terlalu banyak klorida. Amonium
klorida juga digunakan untuk mendukung mekanisme tubuh yang berkaitan
dengan retensi nitrogen dan pengaturan kreatinin, nitrogen urea darah, serta
asam urat. Pada praktikum kali ini, dilakukan penentuan kadar NH4Cl.
Dalam menganalisis kadar NH4Cl ini, digunakan metode argentometri
dengan menggunakan metode Volhard. Argentometri merupakan salah satu
metode analisis kimia kuantitatif, yaitu analisis kimia yang berkaitan dengan
penetapan banyaknya (kadar) suatu zat tertentu yang terkandung dalam
suatu sampel. Argentometri sendiri merupakan metode umum untuk
menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk
endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Argentometri
merupakan titrasi pengendapan, yaitu salah satu golongan titrasi di mana
hasil reaksi titrasinya merupakan endapan atau garam yang sukar larut.
Prinsip dasarnya ialah reaksi pengendapan yang cepat mencapai
kesetimbangan pada setiap penambahan titran, tidak ada pengotor yang
mengganggu, serta diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi.

Titrasi argentometri memiliki 3 metode, yaitu metode Mohr, metode Fajans,


dan metode Volhard. Metode Mohr adalah metode yang digunakan dalam
pengukuran kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan
standar perak nitrat (AgNO3) dan penambahan kalium kromat (K2CrO4)
sebagai indikator. Adapun titik akhir titrasi ditandai dengan warna coklat /
merah bata pada endapan. Metode Volhard didasarkan pada pengendapan
perak tiosianat dalam larutan asam nitrat, dengan menggunakan ion besi
(III) untuk meneliti ion tiosianat berlebih. Metode ini dapat dipergunakan
untuk cara titrasi langsung dari perak, larutan tiosianat standar atau untuk
titrasi tak langsung dari ion klorida.Indikator yang dipakai adalah Fe3+
dengan titran NH4CNS, untuk menentralkan kadar garam perak dengan
titrasi kembali setelah ditambah larutan standar berlebih. Metode Volhard
dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama dengan penambahan larutan
standar AgNO3 dan diikuti oleh titrasi dengan NH4CNS pada tahap kedua.
Idikator yang digunakan adalah ferri aluin atau Fe(NH4)(SO4)2. Karena
berlangsung dalam dua tahap, maka metode Volhard ini disebut dengan
metode tidak langsung. Metode terkahir, yaitu metode Fajans adalah sama
seperti pada cara Mohr, hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang
digunakan. Indikator yang digunakan dalam cara ini adalah indikator
absorbsi seperti eosine atau fluorescein menurut macam anion yang
diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah AgNO3 hingga suspensi violet
menjadi merah. Percobaan yang kami lakukan bekerja sesuai prinsip metode
Volhard, di mana kami menentukan kadar NH4Cl dengan menggunakan
larutan standar AgNO3 dan NH4CNS menggunakan indikator ferri aluin.
Sebelum titrasi argentometri dilakukan, terlebih dahulu dilakukan
pembakuan terhadap larutan standar AgNO3 dan NH4CNS yang akan
digunakan dalam titrasi argentometri nantinya. Pembakuan dilakukan untuk
mengetahui (memastikan) kadar dari masing-masing larutan standar
tersebut. Standarisasi larutan AgNO3 dengan NaCl merupakan titrasi yang
tergolong dalam presipitimetri jenis argentometri. Reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut :

AgNO3 (aq) + NaCl(aq) AgCl (s) + NaNO3 (aq)


Ketika NaCl dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dan ditambahkan
indikator K2CrO4 yang kemudian dititrasi sedikit demi sedikit dengan
AgNO3 akan terbentuk endapan putih yang merupakan AgCl. Dan ketika
NaCl sudah habis bereaksi dengan AgNO3 sementara jumlah AgNO3 masih
ada maka AgNO3 akan bereaksi dengan indikator K2CrO4 yang berwarna
krem. Dalam titrasi ini, perlu dilakukan secara cepat dan pengocokannya
pun juga kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang menyebabakan
titik akhir titrasi menjadi sulit dicapai. Kadar garam dalam larutan dapat
ditentukan dengan megukur volume larutan standar yang digunakan
sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan. Pada titik akhir titrasi
akan menunjukkkan perubahan warna suspensi dari kuning manjadi kuningcoklat. Perunbahan ini terjadi karena timbulnya Ag2CrO4 saat hampir
mencapai titik ekivalen, hampir semua ion Cl- berikatan manjadi AgCl.
Larutan standar yang digunakan dalam metode ini adalah AgNO3 yang
memiliki normalitas 0,1 N, adanya indikator K2CrO4 menyebabkan
terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran sehingg terbentuk endapan
yang berwarna merah bata, yang menunjukkan titik akhir adalah perubahan
warnanya dari warna endapan analit dengan Ag+. Pengaturan pH sangat
diperlukan agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi jadi pengendalian pH
sangat diperlukan untuk memberikan konsentrasi yang tepat dari anion
indikator tanpa mengendapkan zat yang tidak diinginkan. Apabila pH terlalu
tinggi maka akan tenrbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai
menjadi Ag2O sehingga titran terlalu banyak terpakai. Dari pembakuan
diperoleh normalitas AgNO3 sebesar 0,1058 N melalui rumus N1.V1 =
N2.V2. Adapun proses pembakuan NH4CNS menggunakan larutan AgNO3
menghasilkan kadar NH4CNS sebesar 0,1125 N. Setelah kadar larutan
standar AgNO3 dan NH4CNS diperoleh melalui pembakuan, maka
percobaan dilanjutkan dengan penentuan kadar NH4Cl menggunakan titrasi
argentometri. Dalam penentuan kadar NH4Cl menggunakan metode Volhard
ini, ada dua tahap yang dilakukan. Tahap pertama yaitu sampel berupa

padatan NH4Cl ditimbang sebanyak 200 mg dan dilarutkan dalam 35 mL


akuades lalu ditambahkan 15 mL HNO3, 5 mL CHCl3, dan 50 mL AgNO3.
Pada proses ini, terbentuk endapan putih pada labu erlenmeyer, di mana
endapan tersebut merupakan hasil reaksi antara ion Cl- dengan AgNO3
membentuk AgCl. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
NH4Cl + AgNO3 AgCl + NH4NO3
Setelah terbentuk endapan AgCl pada larutan, maka larutan di dalam labu
erlenmeyer kemudian dititrasi dengan NH4CNS. Namun sebelum itu,
terlebih dahulu ditambahkan indikator ferri aluin ke dalam larutan. Ferri
aluin atau ferri amonium sulfat dengan rumus kimia Fe(NH4)(SO4)2
merupakan indikator yang bekerja pada larutan dengan suasana asam. Ferri
aluin dibuat dengan mencampurkan larutan ferri aluin 10% dalam air
ditambah dengan sedikit HNO3 6N. Setelah titrasi dilakukan, terjadi
perubahan warna pada larutan menjadi merah kecoklatan. Hal ini
menandakan bahwa titrasi telah mencapai titik akhir, maka titrasi pun
dihentikan. Dari titrasi, dicatat volume NH4CNS yang diperlukan untuk
bereaksi dengan larutan di dala labu erlenmeyer. Setelah itu, dengan
menggunakan rumus yang ada, dihitung kadar NH4Cl dan didapatkan kadar
sebesar 9,28%. Kadar yang kami peroleh berbeda jauh dengan kadar yang
seharusnya. Kesalahan ini mungkin disebabkan oleh kesalahan pada saat
mencampurkan bahan-bahan di dalam labu erlenmeyer, di mana
kemungkinan kami menambahkan bahan-bahan dengan volume yang tidak
sesuai dengan yang seharusnya. Kemungkinan lain juga disebabkan karena
adanya zat pengotor lain yang ikut masuk dan bercampur dengan larutan
sehingga proses titrasi terganggu jalannya.

X.

KESIMPULAN
Dapat ditentukan kadar senyawa halogen atau garam halida dengan
metode argentometri, yaitu kadar sampel berupa NH4Cl (2) sebesar 9,28%.

DAFTAR PUSTAKA
Gandjar, I.G & Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Ika, Dani. 2009. Alat Otomatisasi Pengukur Kadar Vitamin C Dengan Metode
Titrasi Asam

Basa. Jurnal neutrino, Vol 1, No. 2.

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik Edisi Pertama. Jakarta : UI


Press.
Khopkhar, S. M. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik Edisi Keempat. Jakarta : UI
Press.
Setyo, Didik. 2010. Kimia Analisis Kuantitatif Edisi Pertama. Yogyakarta : Graha
Ilmu.
Suirta. 2010. Sintesis Senyawa orto-Fenilazo-2-Naftol sebagai Indikator dalam
Titrasi. Jurnal Kimia, Vol 1, No. 4.
Underwood A.L. dan Day R.A. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima.
Jakarta : Erlangga.
Underwood A.L. dan Day R.A. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Jakarta : Erlangga.
Vogel. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.
Jakarta : PT Kalman Media Pustaka.
Yuli, Ni Putu, dkk. 2014. Pengaruh Ion Tiosulfat terhadap Pengukuran Kadar
Klorida

Metode

Argentometri.

Available

online

http://stikeswiramedika.ac.id/wp-content/uploads/2014/10/18PENGARUH-ION-TIOSULFAT-TERHADAP-PENGUKURANKADAR-KLORIDA-METODE-ARGENTOMETRI.pdf

at

Anda mungkin juga menyukai