Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN
Stroke hemoragik adalah adanya perdarahan spontan di dalam otak. Penyebab
utamanya adalah hipertensi kronik dan adanya degenerasi pembuluh darah cerebral.
Perdarahan dapat terjadi di dalam otak dan ruang subaraknoid karena ruptur dari arteri atau
ruptur dari aneurisma.
Lokasi perdarahan stroke hemoragik yang paling sering adalah putamen dan kapsula
interna ( 50%) dari semua kasus stroke hemoragik, daerah lobus (lobus temporal, parietal,
frontal), talamus, pons, serebelum. Lokasi perdarahan bisa sebagai prediktor keluaran stroke
hemoragik. Pada tahun 2010 stroke menempati posisi kedua penyakit terbanyak (kasus baru).
Pada tahun 2011 stroke kembali menempati posisi pertama penyakit terbanyak (kasus baru)
dengan jumlah kasus sebanyak 228 kasus. Peningkatan angka stroke di Indonesia
diperkirakan berhubungan dengan peningkatan angka kejadian faktor risiko stroke. Faktor
risiko stroke adalah diabetes mellitus, gangguan kesehatan mental, merokok, obesitas dan
hipertensi. Hipertensi adalah masalah yang sering dijumpai pada pasien stroke, dan menetap
setelah serangan stroke.
Perdarahan intraserebral merupakan salah satu penyebab stroke.

Perdarahan

intraserebral adalah ekstravasasi darah yang berlangsung spontan dan mendadak ke dalam
parenkim yang bukan disebabkan oleh trauma. Perdarahan intraserebral merupakan 10%
sampai 15% dari kejadian serangan stroke yang pertama kali (first-ever strokes), dengan
mortalitas 30-pada hari pertama sebesar 35% sampai 52%, dimana separuh kematian terjadi
pada 2 hari pertama. Dalam suatu studi yang melibatkan 1041 kasus Perdarahan intraserebral,
50% diantaranya merupakan perdarahan struktur dalam (deep in location), 35% perdarahan
lobar, 10% perdarahan serebellar dan 6% perdarahan batang otak.
Kematian pada 1 tahun pertama dari perdarahan intraserebral bervariasi bergantung
lokasi perdarahan: 51% untuk perdarahan struktur dalam (deep hemorrhage), 57% untuk
perdarahan lobar, 42% untuk perdarahan serebellar dan 65% untuk perdarahan batang otak.
Di Amerika Serikat, sebanyak 67.000 penderita perdarahan intraserebral yang diperkirakan
sepanjang tahun 2002, hanya 20% yang menunjukkan ketidak tergantungan fungsional
(functionally independent) setelah 6 bulan pertama serangan.
Computerized Tomography Scanner (CT Scan) merupakan pemeriksaan khusus
mutakhir, tidak berbahaya, sederhana, cepat dikerjakan dan banyak memberikan informasi
yang dapat diandalkan.1 CT Scan dapat memberikan gambaran kepala yang sangat jelas

tentang proses desak ruang intrakranial, misalnya tumor otak, infark otak, abses otak,
hidrosefalus, hematoma epidural dan hematoma subdural. Pada penyakit stroke, CT Scan
merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan infark dengan perdarahan.

BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama

: Tn.RA

Umur

: 50 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Suku

: Aceh

Agama

: Islam

Alamat

: Meunasah Blang

No CM

: 1-05-35-**

Tanggal Masuk

: 27 Mei 2015

Tanggal Pemeriksaan

: 06 Juni 2015

Anamnesa
Keluhan Utama

: Hemiparese sinistra

Perjalanan penyakit

: Pasien rujukan RSUD Tapaktuan dengan hemiparese sinistra e.c


dd/ stroke ICH, dengan Perdarahan intraserebral, disertai nyeri
kepala

sekunder,

pasien

memiliki

riwayat

hipertensi,

hiperkolesterolomia, serta hiperuricemia. Pasien merasa bdan


sebelah kiri terasa berat sejak 3 hari yang lalu disertai nyeri kepala,
tidak ada gangguan saat berbicara, semenjak 3 hari ini pasien
sering tidur.
RPD

: Riwayat menderita hipertensi diakui oleh pasien. Pasien tidak rutin


berobat dan jarang mengontrol sakit HT ini. Penyakit jantung,
ginjal, diabetes disangkal oleh pasien.

RPK

: Pasien menyangkal bahwa terdapat riwayat penyakit keluarga


seperti hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, ginjal
ataupun keganasan.

R Pengobatan

: Pasien sedang tidak mengkonsumsi obat-obatan HT.

R Psikososial

: Pasien perokok aktif. Makan teratur 3 x sehari. Sering makan


goreng-gorengan dan makanan berlemak, jarang berolahraga

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

GCS

: E3M6V5

Kesadaran

: Apatis

Tanda-tanda vital

Tekanan Darah
Nadi
Pernapasan
Suhu

: 130/90 mmHg
: 86 x / menit
: 16 x / menit
: 36.1C

Status Generalis

Kepala
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Leher
Thoraks

: Normochepal
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
: Normonasi, sekret (-/-), epistaksis (-/-).
: Normotia, serumen (-/-), sekret (-/-), darah (-/-).
: bibir kering (-), bibir simetris, sianosis (-)
: Pembesaran KGB (-), tiroid (-).
:

Paru
Inspeksi : simetris, retraksi dinding dada (-/-)
Palpasi

: vocal fremitus kedua paru sama

Perkusi

: sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)


Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi

: iktus kordis teraba pada ICS 5 midclavikula sinistra

Perkusi

: Batas kanan jantung ICS 4, linea parasternalis dextra


Batas kiri jantung ICS 4, linea midclavikularis sinistra

Auskultasi : BJ I>II regular , murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi

: bentuk datar

Auskultasi

: BU (+) normal pada 4 kuadran

Perkusi

: timpani pada seluruh abdomen, asites (-)

Palpasi
teraba.

: supel, nyeri tekan (-), nyeri epigastrium (-), hepar, lien

tidak

Extremitas
Ekstremitas
Atas
: akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
Bawah
: akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)

STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran

: Compos Mentis

- Kaku Kuduk : (-)


- Kernig sign : (-)
- Brudzinski I : Negatif
- Brudzinski II : Negatif

N. cranialis
N.I
(Olfaktorius)

Dextra

Sinistra

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Dextra

Sinistra

Daya pembau
N. cranialis

N.II (Optikus)
Visus

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Lapang Pandang

Normal

Normal

Funduskopi

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

N.III (Okulomotorius)
Ptosis

Ukuran Pupil

3 mm

3 mm

Bentuk Pupil

Bulat (isokor)

Bulat (isokor)

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Menggigit

Membuka Mata

Baik

Baik

Sensibilitas

Baik

Baik

Refleks Kornea

Tidak Dilakukan

Tidak Dilakukan

Normal

Normal

Gerakan
Mata

Bola

- Atas
- Bawah
- Medial
Refleks Cahaya
- Direk
- Indirek
N.IV (Trokhlearis)
Gerakan Mata Ke
Medial Bawah
N.V (Trigeminus)

N.VI (Abdusens)
Gerakan Mata Ke
Lateral

N. cranialis

Dextra

Sinistra

N.VII (Fasialis)
Kerutan Kulit Dahi

Normal

Normal

Lipatan Nasolabialis

Normal

Normal

Menutup Mata

Normal

Normal

Mengangkat Alis

Normal

Normal

Menyeringai

Normal

Normal

Daya Kecap Lidah 2/3


Depan

Tidak Dilakukan

N.VIII
(Vestibulokokhlearis)
Tes Bisik

Tidak dilakukan

Tes Rinne

Tidak dilakukan

Tes Weber

Tidak dilakukan

Tes Schwabach

Tidak dilakukan

N.IX
(Glosofaringeus) & X
(Vagus)
Daya Kecap Lidah 1/3
Belakang
Uvula Secara Pasif

Tidak dilakukan
Normal

Normal

Refleks Muntah
Menelan

Tidak dilakukan
Normal

N. cranialis

Dextra

Sinistra

N.XI
(Aksesorius)
Memalingkan
Kepala

Normal

Normal

Normal

Normal

Mengangkat Bahu
N.XII
(Hipoglosus)
Deviasi Lidah
Atrofi Otot Lidah

Fasikulasi Lidah

MOTORIK
Kekuatan Otot :
D

S
5555

1111

5555

1111

SENSORIK
Nyeri : Ektremitas Atas
Ekstremitas Bawah
Raba : Ektremitas Atas
Ekstremitas Bawah
Suhu : Ektremitas Atas
Ekstremitas Bawah

: dextra : Normal ; sinistra : Normal


: dextra : Normal ; sinistra : Normal
: dextra : Normal ; sinistra : Normal
: dextra : Normal ; sinistra : Normal
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan

FUNGSI VEGETATIF
8

Miksi

: baik

Defekasi

: baik

FUNGSI LUHUR
Afasia motorik
REFLEK FISIOLOGI
Reflek bisep

: (hiperreflek)

Reflek trisep

: ((hiperreflek)

Reflek patella

: (hiperreflek)

Refleks tendo Achiles : (hiperreflek)


REFLEK PATOLOGIS
Babinski

: (-/-)

Chaddock

: (-/-)

Oppenheim

: (-/-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Laboratorium
Hematologi
Hemoglobin

: 15,1 g/dL

Trombosit

: 239 ribu/mm3

Hematokrit

: 45 %

Leukosit

: 19,5 ribu/mm3

Eritrosit

: 5.4 juta/uL

Kimia Klinik
Ginjal Hipertensi
Ureum darah : 43 mg/dL
Kreatinin darah :1,60 mg/dL
GDS

: 158 mg/dL

Elektrolit :
9

Natrium (Na) : 135 mmol/L


Kalium (K)

: 2,9 mmol/L

Clorida (Cl)

: 91 mmol/L

Foto CT-Scan :
10

Ekspertise:
-

CT Scan kepala irisan aksial tanpa kontras


Area hiperdens abnormal berukuran 2.3 x 4.3 cm pada capsula interna dengan area
hipodens mengelilinginya
Sistem ventrikel normal
Sulci dan gyri normal
Tidak tampak deviasi mid line structure
Tidak tampak kalsifikasi abnormal
Tidak tampak fraktur
Sinus maxillaris, ethmoidalis, sphenoidalis, dan frontalis normal
Orbita normal

Kesimpulan : ICH + perifokal edema.


11

Prognosis
Qou ad vitam

: dubia ad malam

Quo ad functionam

: dubia ad malam

Quo ad sanactionam

: dubia ad malam

RESUME :
Pasien rujukan RSUD Tapaktuan dengan hemiparese siniStra e.c dd/ stroke ICH, dengan
Perdarahan intraserebral, disertai nyeri kepala sekunder, pasien memiliki riwayat
hipertensi, hiperkolesterolomia, serta hiperuricemia. Pasien merasa bdan sebelah kiri
terasa berat sejak 3 hari yang lalu disertai nyeri kepala, tidak ada gangguan saat berbicara,
semenjak 3 hari ini pasien sering tidur.
Diagnosa :
Hemiparese sinistra e.c stroke haemorraghae
Penatalaksanaan :
IVFD NaCl 0,9 % XV/9tt/1
Inj. Citicoline 500 mg/12jam
Inj. Alineamine F/24 jam
Inj. Ranitidine/12jam
Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
KSR 2x2 Tab
Valsartom 1x80mg
Amilodipin 1x80mg
Fosenenema

12

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi otak
3.1.1 Jaringan Pelindung
Sistem saraf pusat (central nervous system/CNS) terdiri dari otak dan medula spinalis.
Sistem saraf perifer (peripheral nervous system) terdiri dari saraf-saraf kepala (cranial
nerves), saraf tulang belakang (spinal nerves) dan ganglia perifer (peripheral ganglia). CNS
dilindungi oleh tulang-tulang; sumsum tulang belakang dilindungi oleh ruas ruas tulang
belakang dan otak dilindungi oleh tengkorak. Sebagian besar otak terdiri dari neuron, glia,
dan berbagai sel pendukung. Otak merupakan bagian tubuh yang sangat penting oleh karena
itu selain dilindungi oleh tulang tengkorak yang keras, ia juga dilindungi oleh jaringan dan
cairan-cairan di dalam tengkorak. Dua macam jaringan pelindung utama dalam sistem saraf
adalah meninges dan sistem ventrikular.
1. Meninges
Jaringan pelindung di sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang) adalah
meninges (bentuk tunggal: meninx). Meninges terdiri dari tiga lapisan, yaitu:
a. Dura Mater, merupakan lapisan paling luar yang tebal, keras dan fleksibel tetapi tidak
dapat direnggangkan (unstretchable) .
b. Arachnoid Mater (berasal dari kata arakhe=spider), merupakan jaringan bagian tengah
yang bentuknya seperti jaring laba-Iaba. Sifatnya lembut, berongga-rongga dan terletak
di bawah lapisan durameter.
c. Pia Mater (berasal dari kata pious=small=kecil dan mater=mother=ibu), merupakan
jaringan pelindung yang terletak pada lapisan paling bawah, dan melekat langusung
pada permukaan otak dan medula spinalis. Lapisan ini mengandung pembuluh darah
yang mengalir di otak dan sumsum tulang belakang. Antara pia mater dan membran
arachnoid terdapat bagian yang disebut subarachnoid space yang dipenuhi oleh cairan
cerebrospinal fluid (CSF).
2.

Sistem Ventrikulus
Otak sangat lembut dan kenyal. Karena sifat fisiknya tersebut otak sangat mudah rusak,

oleh kerena itu perlu dilindungi dengan sempurna. Otak manusia dilindungi oleh cairan
serebrospinal di dalam ruang subarachnoid. Cairan ini menyebabkan otak dapat mengapung
sehingga beratnya yang sekitar 1400 gram dapat berkurang menjadi 80 gram dan kondisi ini
sekaligus mengurangi tekanan pada bagian bawah otak yang dipengaruhi oleh gravitasi.
13

Cairan cerebrospinal ini selain mengurangi berat otak juga melindungi otak dari goncangan
yang mungkin terjadi.
Cairan cerebrospinal diproduksi oleh pleksus koroideus (plexus choroideus) di ventrikel
ketiga, keempat, atau rongga otak. Pleksus koroideus adalah perluasan kapiler-kapiler kecil
berpori dan melebar yang menembus bagian dalam ventrikel otak.
Cairan cerebrospinal ini terletak dalam ruang-ruang yang saling berhubungan satu sama
lain. Ruang-ruang ini disebut dengan ventricles (ventrikel). Ventrikel berhubungan dengan
bagian subarachnoid dan kanalis sentralis medula spinalis. Ruang terbesar yang berisi cairan
terutama ada pada pasangan ventrikel lateral (lateral ventricle).
Ventrikel lateral berhubungan dengan ventrikel ketiga (third ventricle) yang terletak di
otak bagian tengah (midbrain). Ventrikel ketiga dihubungkan ke ventrikel keempat oleh
aquaductus cerebralis yang menghubungkan ujung caudal ventrikel keempat dengan kanalis
sentralis. Ventrikel lateral juga membentuk ventrikel pertama dan ventrikel kedua. Cairan
cerebrospinal merupakan konsentrasi dari darah dan plasma darah. Diproduksi oleh
choroid plexus yang terdapat dalam keempat ventrikel tersebut. Sirkulasi CSF dimulai dalam
ventrikel lateral ke ventrikel ketiga, kemudian mengalir ke aquaduktus cerebralis ke ventrikel
keempat. Dari ventrikel keempat mengalir ke lubang-Iubang subarachnoid yang melindungi
keseluruhan CNS. Selanjutnya cairan yang sudah digunakan diabsorpsi ke superior sagital
sinus dan mengalir ke durameter yang kemudian akan dikeringkan oleh pembuluh jugular di
bagian leher.
Volume total CSF sekitar 125 milimeter dan daya tahan hidupnya (waktu yang
dibutuhkan oleh sebagian CSF untuk berada pada sistem ventrikel agar diganti oleh cairan
yang baru) sekitar 3 jam.

Cerebrum
Otak depan
3.1.2 Struktur Utama Otak
Diencephalon
Berikut ini akan diuraikan bagian-bagian utama
n otak.
Otak tengah
Otak belakang
belakangBbelam
ndndBelakangbe
lakang

Pons
Medula oblongata
Cerebellum

14

Gambar 3.1 Bagian-bagian otak

1.

FOREBRAIN
Bila kita lihat pada perkembangan awal sistem saraf, tampak bahwa bagian forebrain

terletak di sekeliling ujung rostral dari otak. Bagian utamanya adalah diencephalon dan
telencephalon.
a. Telencephalon
Telencephalon terdiri dari kedua belah hemisfer yang simetris dan membentuk
otak besar (cerebrum). Kedua hemisfer tersebut dilapisi oleh cerebral cortex dan terdiri
dari basal ganglia dan sistem lymbic. Telencephalon merupakan bagian terbesar dari
otak manusia dan memiliki fungsi yang paling kompleks yaitu gerakan tidak disadari
(volunteer), mengintepretasikan input sensoris dan bertugas sebagai mediator
(perantara) bagi proses-proses kognitif seperti belajar, berbicara dan memecahkan
masalah.
b.

Diencephalon
Diencephalon adalah bagian dari forebrain yang terletak antara telencephalon dan
midbrain, dan mengelilingi ventrikel ketiga. Diencephalon terdiri dari dua struktur
utama, yaitu thalamus dan hypothalamus. Thalamus terletak di bagian dorsal dari
diencephalon dan melingkupi dua sisi otak. Tiap bagian terletak pada sebelah sisi
ventrikel ketiga (ventriculus tertius). Kedua lobus thalamus ini dihubungkan oleh massa
intermedia yang terletak dibagian ventrikel ketiga. Thalamus menerima sebagian besar
input saraf yang menuju ke cortex cerebri. Sedangkan hypothalamus terletak di kedua
sisi bagian dasar dan lateral ventriculus tertius, persis di bawah thalamus.
Hypothalamus mengontrol sistem saraf otonom dan sistem endokrin, serta memegang
peranan penting dalam pengaturan perilaku bermotivasi (motivated behavior).
15

2.

MIDBRAIN
Midbrain sering juga disebut dengan istilah mesencephalon yang menghubungkan otak

depan dan otak belakang. Mesencephalon mengelilingi cerebral aquaduct dan terdiri dari
dua struktur utama, yaitu tectum dan tegmentum.
Tectum terletak di bagian dorsal dari mesencephalon. Struktur utama dari tectum ini
adalah superior colliculi dan inferior colliculi. Superior colliculi maupun inferior colliculi
berupa pasangan tonjolan (superior sepasang dan inferior sepasang) pada permukaan batang
otak (brain stem). Superior colliculi memiliki fungsi visual (penglihatan), sedang inferior
colliculi memiliki fungsi auditory (pendengaran).
Periaqueductal gray matter adalah subtansi berwarna abu-abu yang terletak
disekeliling cerebral aqueduct. Saluran (duct) tersebut menghubungkan ventrikel ketiga
dengan ventrikel keempat. Disebut substansi gray (abu-abu) karena sebagian besar terdiri
dari soma sel. Substansi ini memiliki suatu sistem sirkuit saraf yang mengontrol gerakangerakan yang mencirikan suatu karakteristik gerakan dari species tertentu. Red nucleus
(nukleus merah) dan substansia nigra (substansi hitam) adalah komponen yang penting
dalam sistem sensorimotorik. Kumpulan axon yang berasal dari red nucleus membawa
informasi motorik dari otak ke tulang belakang. Substansia nigra terdiri dari neuron yang
memproyeksikan informasi ke basal ganglia. Degenerasi pada substansia nigra dan red
nucleus akan menyebabkan Parkinson's disease.
3.

HINDBRAIN
Hindbrain terletak disekeliling ventrikel keempat. Terdiri dari dua struktur utama, yaitu

metencephalon dan myelencephalon.


a.

Metencephalon
Metencephalon (= behind brain/otak samping) terdiri dari dua struktur utama,
yaitu: PONS dan CEREBELLUM.
1) Pons. Pons berarti bridge atau jembatan. Bila dilihat dari gambar 4.20., tampak
bahwa di dalam metencephalon terdapat saluran-saluran (traktus) yang naik
(ascending) dan turun (descending), nuclei dari cranial nerves, nuclei yang mengatur
tidur dan terjaga dari tidur, dan bagian dari reticular formation. Bagian-bagian
tersebut membentuk suatu gundukan pada bagian permukaan ventral dari batang
otak yang disebut pons. Letaknya secara lebih rinci adalah diantara mesencephalon
dan medulla oblongata dan di bagian ventral cerebellum.
16

2) Cerebellum. Cerebellum (otak kecil) merupakan versi miniatur dari cerebrum


(permukaanya juga bergelombang). Cerebellum dilindungi oleh cerebellar cortex
dan memiliki satu kumpulan deep cerebellar nuclei yang memproyeksikan informasi
ke cortex dan menerima proyeksi dari cortex. Cerebellum terletak di permukaan
lateral dan dorsal dari pons Cerebellum merupakan stuktur yang memiliki peran
penting

dalam

sistem

sensorimotorik.

Kerusakan

pada

cerebellum

akan

mengakibatkan ketidakstabilan dalam berdiri, berjalan, dan gerakan-gerakan


koordinasi yang lain (gerakannya cenderung tergesa-gesa). Cerebellum menerima
informa sivisual, auditory, vestibular, dan somatosensory (seperti yang sudah
dijelaskan di atas). Selain itu ia juga menerima informasi tentang gerakan muskular
(otot) individu yang dikontrol oleh otak. Cerebellum mengintegrasikan informasiinformasi yang didapat dan memodifikasi dalam bentuk gerakan-gerakan motorik
yang terkoordinasi dan halus. Kerusakan pada cerebellum yang parah dapat
menyebabkan seseorang tidak mampu untuk berdiri.
b.

Myelencephalon
Myelencephalon hanya terdiri dari satu struktur utama, yaitu Medulla Oblongata
sering juga disebut dengan medulla. Myelencephalon merupakan bagian otak yang
letaknya paling ujung posterior (cauda), sebagian besar terdiri dari traktus (saluransaluran) yang membawa sinyal di seluruh bagian otak dan bagian tubuh, iajuga
mengandung nuclei dari saraf cranial yang meninggalkan otak. Batas bagian bawah dari
myelencephalon ini adalah ujung rostral dari tulang belakang. Medulla terdiri dari
sebagian reticular formation, termasuk didalamnya nuclei yang mengatur fungsi organorgan vital seperti pengaturan sistem kardiovaskuler, respirasi, dan gerakan otot kepala.
Ia juga mengandung nuclei yang menyampaikan informasi somatosensory dari tulang
belakang ke thalamus. Gambar 3.2 dan 3.3 menunjukkan berbagai potongan jaringan
otak.

17

Gambar 3.2 Potongan sagital jaringan otak.

Gambar 3.3 Potongan horizontal jaringan otak

18

3.1.3

Sirkulasi Darah Otak


Otak disuplai oleh dua a. carotis interna dan dua a. vertebralis. Keempat arteri ini

beranatomosis dan membentuk Circulus .Willisi (circulus ateriosus).


Arteri carotis interna. A. carotis interna keluar dari sinus cavernosus pada sisi ,medial
proceccus clinoideus anterior dengan menembus duramater. Kemudian arteri ini membelok
ke belakang menuju sulcus cerebri lateralis. Di sini arteri ini bercabang menjadi a. cerebri
anterior dan a. cerebri media. Adapun cabang-cabang Cerebral A. carotis interna:
a. A. Opthalmica dipercabangkan sewaktu a. carotis interna keluar dari sinus
cavernosus. pembuluh ini masuk orbita melalui canalis opticus, di bawah dan di
lateral terhadap n. opticus.
b. A. communicans posterior adalah pembuluh kecil yang berjalan ke belakang untuk
bergabung dengan a. cerebri posterior.
c. A. choroidea, sebuah cabang kecil, berjalan ke belakang, masuk ke dalam cornu
inferior ventriculus lateralis, dan berakhir di dalam plexus choroideus.
d. A. cerebri anterior berjalan ke depan dan ke medial, dan masuk ke dalam fissura
longitudinalis cerebri. arteri tersebut bergabung dengan arteri yang sama dari sisi
yang lain melalui a. communicans anterior. Pembuluh ini membelok ke belakang di
atas corpus callosum, dan cabang-cabang kortikalnya menyuplai permukaan medial
korteks cerebri sampai ke sulcus parieto-occipitalis. Pembuluh ini juga menyuplai
sebagian korteks selebar 1 inci (2,5 cm) pada permukaan lateral yang berdekatan
dengan demikian arteri cerebri anterior menyuplai area tungkai gyrus
precentralis. Cabang-cabang centralis menembus substransi otak dan mensuplai
massa substansia grisea di bagian dalamhemisferum cerebri.
e. A. cerebri media, adalah cabang terbesar dari a. carotis interna, berjalan ke lateral
dalam sulcus lateralis. Cabang-cabang cortical menyuplai seluruh permukaan
lateral hemisphere, kecuali daerah sempit yang disuplai oleh a. serebri anterior,
polus occipitalis dan permukaan inferolateral hemisphere yang disuplai A. cerebri
posterior. Dengan demikian arteri ini menyuplai seluruh area motoris kecuali area
tungkai. Cabang-cabang centralis masuk ke substantia periforata anterior dan
menyuplai massa substansia grisea di bagian dalam hemisphere serebri.
A. vertebralis, cabang dari bagian pertama a. subclavia, berjalan ke atas melalui
foramen proceccus transversus vertebra. Pembuluh ini masuk ke tengkorak melaluiforamen
magnum dan berjalan ke atas, depan dan medial medula oblongata. Pinggir bawah pons
arteri ini bergabung dengan arteri dari sisi lainnya embentuk a. basilaris. A. basilaris
terbentuk dari gabungan kedua a. vertebralis, berjalan naik di dalam alur pada permukaan
19

anterior pons. Pada pinggir atas pons bercabang dua menjadi a. cerebri posterior.A. cerebri
posterior pada masing-masing sisi melengkung ke lateral dan belakang di sekeliling
mesencephalon. Cabang-cabang cortical menyuplai permukaan inferolateral lobus temporalis
dan permukaan lateral dan medial lobus accipitalis (korteks visual.). Cabang-cabang central
menembus substansi otak dan menyuplai massa substansia grisea di dlam hemisphere cerebri
dan mesenchepalon.
Circulus Willisi teretak di dalam fossa intra peduncularis pada dasar otak. Arteri
dibentuk oleh anatomosis antara kedua a.carotis interna dan kedua a. vertebralis. A.
communicans anterior, a. cerebri anterior, a. carotis interna, a. communicans posterior, a.
cerebri psterior, dan arteri basilaris ikut membentuk circulus ini. Circulus willisi
memungkinkan darah yang masuk melalui A. carotis interna atau a. vertebralis
didistribusikan ke setiap bagian kedua hemisfer cerebri. Cabang-cabang cortical dan central
dari circulus ini menyuplai substansi otak.

Gambar 3.4 Arteri otak dilihat dari permukaan interior otak

20

Gambar 3.5. Potongan koronal hemisfer serebri; memperlihatkan daerah pembuluh darah
besar yang merupakan cabang dari arteri karotis interna.
Dinding arteri median dan arteri lentikulostriata memang diketahui lebih tipis dari
pada arteri-arteri kortikal yang letaknya distal. Arteri-arteri kecil ini (small, perforating
artheries) di derah lentikulostriata dan pons masing-masing berasal dari arteri serebri dan
arteri basilaris, sehingga pada peningkatan tekanan darah, arteri-arteri ini akan lebih rentan
oleh peningkatan tekanan intravaskular ketimbang arteri-arteri kortikal distal yang dilindungi
cabang-cabang sebelumnya. Anatomi ini menjelaskan mengapa perubahan struktur pembuluh
darah pada penderita hipertensi dan perdarahan yang diakibatkan mempunyai predileksi di
gangglia basalis atau daerah pons.
Selain itu, mikroaneurisma lebih sering didapatkan di daerah putamen, globus
pallidus, dan thalamus dan sedikir di daerah nukleus kaudatus, kapsula interna dan substansia
alba. Keadaan ini dapat menjelaskan mengapa perdarahan intra serebral hipertensi terutama
didapatkan di luar kapsula interna.
Jika terjadi kerusakan pada arteri meningea media yang memperdarahi parenkim otak
yang diperdarahinya akan timbul tanda dan gejala sebagai berikut:
1. Paralisis wajah, anggota gerak atas dan bawah kontralateral
2. Afasia motorik (pada area bicara motorikpada hemisfer yang dominan)

21

3. Afasia sentral, agrafia sensorik, akalkulasia, aleia, agnosia jari, (pada area
suprasylvian dan korteks preoksipital hemisfer yang dominan)
4. afasia konduksi (pada area bicara sentral)
5. Hemianopia homonim (gambar 3.6)

Gambar 3.6 Distribusi dan cabang-cabang arteri serebri media

3.2

PERDARAHANINTRASEREBRAL/INTRACEREBRALHEMORAGHAE

(ICH)
A.

Definisi
Perdarahan intraserebral primer atau stroke perdarahan intraserebral adalah suatu

sindroma yang ditandai adanya perdarahan spontan ke dalam substansi otak. Perdarahan
intraserebral adalah perdarahan yang terjadi di otak yang disebabkan oleh pecahnya (ruptur)
pada pembuluh darah otak. Perdarahan dalam dapat terjadi di bagian manapun di otak. Darah
dapat terkumpul di jaringan otak, ataupun di ruang antara otak dan selaput membran yang
melindungi otak. Perdarahan dapat terjadi hanya pada satu hemisfer (lobar intracerebral
hemorrhage), atau dapat pula terjadi pada struktur dari otak, seperti thalamus, basal ganglia,
pons, ataupun cerebellum (deep intracerebral hemorrhage).

22

B. Epidemiologi
Perdarahan intraserebral lebih sering terjadi pada pria dari pada wanita, terutama yang
lebih tua dari 55 tahun, dan dalam populasi tertentu, termasuk orang kulit hitam dan Jepang.
Selama periode 20 tahun studi The National Health and Nutrition Examination Survey
Epidemiologic menunjukkan insiden perdarahan intraserebral antara orang kulit hitam adalah
50 per 100.000, dua kali insiden orang kulit putih.
C.

Faktor Risiko
Hipertensi merupakan penyebab terbanyak perdarahan intraserebral (72-81%).

Perdarahan

intraserebral

spontan

yang

tidak

berhubungan

dengan

hipertensi,

biasanya berhubungan dengan diskrasia darah, hemartroma, neoplasma, aneurisma, AVM,


tumor otak metastasis, pengobatan dengan antikoagulans, gangguan koagulasi seperti pada
leukemia atau trombositopenia, serebralarteritis, amyloid angiopathy dan adiksi narkotika.
Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh :
1.

Hipertensi
Hipertensi lama akan menimbulkan lipohialinosis dan nekrosis fibrinoid yang

memperlemah dinding pembuluh darah yang kemudian menyebabkan ruptur intima dan
menimbulkan aneurisma. Selanjutnya dapat menyebabkan mikrohematoma dan edema.
Hipertensi kronik dapat juga menimbulkan aneurisma-aneurisma kecil (diameternya 1 mm)
yang tersebar di sepanjang pembuluh darah, aneurisma ini dikenal sebagai aneurisma
Charcot Bouchard.
2.

Cerebral Amyloid Angiopathy


Cerebral Amyloid Angiopathy adalah suatu perubahan vaskular yang unik ditandai

oleh adanya deposit amiloid di dalam tunika media dan tunika adventisia pada arteri kecil dan
arteri sedang di hemisfer serebral. Arteri-arteri yang terkena biasanya adalah arteri-arteri
kortical superfisial dan arteri-arteri leptomening. Sehingga perdarahan lebih sering di daerah
subkortikal lobar ketimbang daerah basal ganglia. Deposit amiloid menyebabkan dinding
arteri menjadi lemah sehingga kemudian pecah dan terjadi perdarahan intraserebral. Di
samping hipertensi, amyloid angiopathy dianggap faktor penyebab kedua terjadinya
perdarahan intraserebral pada penderita lanjut usia.

3.

Arteriovenous Malformation
23

4.

Neoplasma intrakranial. Akibat nekrosis dan perdarahan oleh jaringan neoplasma

yang hipervaskular.
Perdarahan di putamen, thalamus, dan pons biasanya akibat ruptur a. lentikulostriata,
a. thalamoperforating dan kelompok basilar-paramedian. Sedangkan perdarahan di serebelum
biasanya terdapat di daerah nukleus dentatus yang mendapat perdarahan dari cabang a.
serebelaris superior dan a. serecelaris inferior anterior.

Gambar 1. Lokasi tersering sumber perdarahan intraserebral


D.

Patofisiologi
Kasus Perdarahan intraserebral umumnya terjadi di kapsula interna (70 %), di fossa

posterior (batang otak dan serebelum) 20 % dan 10 % di hemisfer (di luar kapsula interna).
Gambaran patologik menunjukkan ekstravasasi darah karena robeknya pembuluh darah otak
dan diikuti adanya edema dalam jaringan otak di sekitar hematom. Akibatnya terjadi
diskontinuitas jaringan dan kompresi oleh hematom dan edema pada struktur sekitar,
termasuk pembuluh darah otak dan penyempitan atau penyumbatannya sehingga terjadi
iskemia pada jaringan yang dilayaninya, maka gejala klinis yang timbul bersumber dari
destruksi jaringan otak, kompresi pembuluh darah otak / iskemia dan akibat kompresi pada
jaringan otak lainnya.
Benes dan kawan-kawan menjelaskan ada dua jenis perdarahan intraserebral
hipertensif:
1. Adanya perdarahan masif yang merusak jaringan otak disekitarnya, masuk dan menyumbat
sistim ventrikel dan menyebabkan peningkatan fatal tekanan intrakranial. Pasien yang
termasuk jenis ini mempunyai prognosa buruk apakah dilakukan operasi atau diberi
pengobatan medikamentosa

24

2. Jenis kedua ialah dimana perdarahan berlangsung secara bertahap, sehingga hematoma
berkembang secara perlahan. Tindakan operasi mengeluarkan hematoma lebih berhasil pada
kelompok ini. Perdarahan awal di parenkim otak , akan berhenti karena adanya tahanan
jaringan otak . Hematoma akan mencapai ukuran maksimal dalam waktu 10-20 menit dengan
sedikit penambahan volume setelah itu , kecuali bila terjadi eksaserbasi akut. Dalam hal
demikian hematoma tiba-tiba akan bertambah besar, dalam waktu 6 jam setelah iktus, sering
sebagai akibat dari batuk,.
Pada perkembangan selanjutnya perdarahan ulang jarang terjadi pada perdarahan
intraserebral hipertensif. Ditemukan 63 75 % perdarahan intraventrikular adalah fatal,
walaupun begitu dengan adanya pemeriksaan rutin dengan CT Scan, terbukti perdarahan
intraventrikular yang ringan dapat sembuh. Kematian otak ( brain death ) dapat segera terjadi
karena distorsi atau kompresi yang disebabkan peningkatan tekanan intracranial yang
menekan batang otak .
Perdarahan di thalamus dapat secara langsung meluas ke bagian atas batang otak dan
dapat,mengakibatkan kematian jaringan otak seperti halnya peningkatan tekanan intrakranial
Perdarahan sekunder kedalam batang otak dapat terjadi dan merupakan 30% penyebab
kematian dari penderita-penderita dengan perdarahan supratentorial dengan peningkatan
tekanan intrakranial. Regional cerebral blood flow (rCBF) juga berubah karena adanya
hematoma didalam parenkim otak. Hematoma ini dapat merusak fungsi autoregulasi sehingga
terjadi pengurangan Rcbf. Daerah hipoperfusi disekitar hematoma ini sesuai dengan besarnya
kompresi terhadap mikrosirkulasi sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.
Suzuki dan Elbina menemukan adanyaperubahan histologis progresif jang terjadi
pada jaringan otak disekitar hematoma, mereka menemukan adanya daerah nekrosis, daerah
dengan perdarahan perivaskular dan apa yang dikatakan sebagai status spongiosus ; keadaan
ini terjadi dalam waktu 30 menit setelah terbentuknya hematoma.
Berdasarkan letak hematoma dikenal istilah-istilah sebagai berikut:
1. Perdarahan putamen atau thalamus, menunjukkan perdarahan di ganglia basalis dan
thalamus
2. Perdarahan subkortikal, menunjukkan perdarahan di substansia alba daerah subkortkal
3. Perdarahan pons, menunjukkan perdarahan di pons
4. Perdarahan serebelum, menunjukkan perdarhan di serebelum.
Dalam suatu seri dari 5255 pasien yang didiagnosa dengan CT Scan kepala,
ditemukan:
25

Perdarahan Putamen 61%


Perdarahan Subkortikal 18%
Perdarahan Thalamus 12%
Perdarahan Pons dan Serebelum 9%

Perdarahan Intraserebral Primer


Hipotesa bahwa perdarahan intraserebral hipertensif (PISH) disebabkan ruptur dari
mikroneurisma arteri intraserebral dikemukakan pertama kali oleh Charcot dan Bouchart
pada tahun 1868 . Hampir satu abad mekanisme di anggap sebagai suatu hipotesa yang paling
dapat diterima. Russel, Cole dan Yates

juga secara terpisah menjelaskan adanya

mikroaneurisma yang berhubungan hipertensi arterial yang kronik. Mikroaneurisma ini


mempunyai ukuran 0.2 1.0 mm dan mempunyai predileksi tempat di arteri-arteri basal
ganglia. Charcot dan Bouchart menyatakan bahwa mikroaneurisma ini tampak dengan mata
telanjang dan mempunyai distribusi yang simetris pada kedua belah jaringan otak, yang
distribusinya kadang-kadang tidak harus berada ditempatnya perdarahan (hematoma).
Penelitian dengan mikroskop pada penderita hipertensi menunjukkan adanya
degenerasi pembuluh darah otak. Hipertensi arterial dan betambahnya usia menunjukkan
hubungannya dengan degenerasi pembuluh darah di daerah striatal. Bila dinding arteri
menjadi lebih tipis, ini disebut mikroaneurisma , bila dinding arteri menjadi tebal disebut
fibrinohialinosis. Hipertensi arterial yang kronik dapat menyebabkan kedua perubahanperubahan seperti diatas. Proses patologis ini dapat menyebabkan sumbatan pembuluh darah
kecil (microinfarct) atau terbentuknya mikroaneurisma yang merupakan penyebab perdarahan
intracerebral .
Dinding dari arteri lenticulostriata dan arteri median memang diketahui lebih tipis
daripada arteri- arteri kortical yang letaknya distal. Arteri-arteri kecil ini (small , perforating
arteries) didaerah lentikulostriata dan pons masing-masing berasal langsung dari arteri
serebri media dan arteri basilaris., sehingga pada peningkatan tekanan darah , arteri-arteri ini
akan lebih terancam oleh peningkatan tekanan intravaskular ketimbang arteri-arteri kortikal
distal yang dilindungi oleh cabang-cabang sebelumnya.
Anatomi ini dapat menjelaskan mengapa perubahan struktur pembuluh darah pada
penderita hipertensi dan perdarahan yang diakibatkannya mempunyai predileksi di basal
ganglia atau daerah pons. Menurut Cole dan Yates mikroaneurisma lebih sering didapatkan
pada daerah putamen, globus pallidus dan thalamus dan sedikit di daerah nukleus kaudatus,
kapsula interna dan substansia alba. Keadaan ini dapat menjelaskan mengapa PISH terutama
26

didapatkan diluar kapsula interna yaitu di daerah putamen dan thalamus (65%) , pons (11%) ,
serebelum (8%) , substansia alba subkortikal (16%). Sebaliknya perdarahan intraserebral nonhipertensif terutama didapatkan di daerah substansia alba subkortikal (45%), substansia
grisea bagian dalam (36%), pons 16% dan serebelum (3%). Angka-angka ini terdokumentasi
jelas dari pemeriksaan autopsi dan di buktikan dengan pemeriksaan CT Scan.
Perdarahan Intraserebral Sekunder
Perdarahan intraserebral spontan yang tidak berhubungan dengan hipertensi, biasanya
berhubungan dengan aneurisma, AVM, glioma, tumor metastasis, infark, pengobatan dengan
antikoagulans, gangguan koagulasi seperti pada leukemia atau trombositopenia, serebral
arteritis, amyloid angiopathy dan adiksi narkotika.
Cerebral Amyloid Angiopathy
Cerebral Amyloid Angiopathy adalah suatu perubahan vaskular yang unik ditandai
oleh adanya deposit amiloid di dalam tunika media dan tunika adventisia pada arteri kecil dan
arteri sedang di hemisfer serebral. Arteri-arteri yang terkena biasanya adalah arteri-arteri
kortikal superfisial dan arteri-arteri leptomening.
Sehingga perdarahan lebih sering di daerah subkortikal lobar ketimbang daerah basal
ganglia. Deposit amiloid menyebabkan dinding arteri menjadi lemah sehingga kemudian
pecah dan terjadi perdarahan intraserebral. Disamping hipertensi, amyloid angiopathy
dianggap faktor penyebab kedua terjadinya perdarahan intraserebral pada penderita lanjut
usia.
Intraventricular Hemorrhage (IVH)
Intraventricular Hemorrhage (IVH) merupakan perdarahan intraserebral non
traumatik yang terbatas pada sistem ventrikel atau yang timbul di dalam atau pada sisi dari
ventrikel. Faktor resiko pada IVH sebagian besar berasal dari perdarahan hipertensi pada
arteri parenkim yang sangat kecil dari jaringan yang sangat dekat dengan sistem ventrikuler.
Sindrom klinis IVH menurut Caplan menyerupai gejala SAH, berupa sakit kepala mendadak,
kaku kuduk, muntah dan letargi. Angka kejadian IVH di antara seluruh pasien dengan
perdarahan intrakranial adalah 3,1%. Dilaporkan terdapat banyak faktor yang berhubungan
dengan IVH, namun hipertensi merupakan faktor yang paling sering ditemukan. Perdarahan

27

intraventrikuler dapat terjadi dalam setiap rentan usia, namun dengan puncak antara usia 4060 tahun, dengan rasio angka kejadian pada pria:wanita 4:1.
Intraventricular hemoragik dibagi menjadi dua yaitu primary Intraventricular
hemorrhage (PIVH) yang dikemukakan pertama kali oleh Sanders, pada tahun 1881, yaitu
terdapatnya darah hanya dalam sistem ventrikuler, tanpa adanya ruptur atau laserasi dinding
ventrikel. Disebutkan pula bahwa PIVH merupakan perdarahan intraserebral nontraumatik
yang terbatas pada sistem ventrikel. Sedangkan perdarahan sekunder intraventrikuler muncul
akibat pecahnya pembuluh darah intraserebral dalam dan jauh dari daerah periventrikular,
yang meluas ke sistem ventrikel. Darah memasuki ventrikel melalui robekan ependim.
Primary menandakan tampilan patologik dan bukan menandakan etiologi yang tidak
diketahui. PIVH merupakan kejadian yang jarang pada dewasa, dan kadang-kadang dapat
dibedakan dari malformasi pembuluh darah atau neoplasma dari pleksus koroideus atau salah
satu arteri koroideus, ketika darah masuk ke ventrikel tanpa menyebabkan bekuan besar pada
parenkim.
Sindrom klinis IVH menurut Caplan menyerupai gejala subarachnoid haemorage
(SAH), dengan sakit kepala mendadak, kaku kuduk, muntah dan letargi. Pada saat yang sama
didapatkan hiperr refleksia dan respon plantar ekstensor yang simetris dan bila perdarahan
terutama pada satu ventrikel lateral, akan didapatkan tanda fokal yang asimetris. Menurut
Butler et al gambaran klinis pada PIVH dapat berbeda tergantung dari jumlah perdarahan dan
daerah kerusakan otak di sekitarnya. Pasien dengan gejala neurologis fokal, meskipun tanda
fokalnya ringan dapat dijelaskan dari perdarahannya yang asimetris. Pada CT Scan kepala
pasien tampak bahwa darah sebagian besar mengisi ventrikel sebelah kiri, hal ini yang
menjelaskan terdapatnya hemiparesis dekstra pada pasien ini. Kerusakan pada reticular
activating system (RAS) dan talamus selama fase akut dari perluasan perdarahan dapat
menyebabkan menurunnya derajat kesadaran.
Diagnosis klinis dari PIVH sangat sulit dan jarang dicurigai sebelum CT scan
meskipun gejala klinis menunjukkan diagnosis mengarah ke IVH, namun CT Scan kepala
diperlukan untuk konfirmasi. CT scan sangat sensitif dalam mengidentifikasi perdarahan akut
dan dipertimbangkan sebagai baku emas. Rekomendasi AHA Guideline 2010 untuk
pencitraan pada kasus stroke adalah:
1. Pencitraan segera dengan CT scan atau MRI direkomendasikan untuk membedakan stroke
iskemik dari stroke hemoragik.
28

2. CT angiografi, CT venografi, contrast-enhanced CT, contrast-enhanced MRI, magnetic


resonance angiography, dan magnetic resonance venography dapat digunakan untuk
mengevaluasi lesi struktural yang mendasari, termasuk malformasi pembuluh darah dan
tumor jika terdapat kecurigaan klinis atau radiologis.
Menurut luasnya darah pada gambaran CT Scan kepala, IVH diklasifikasikan menurut
Graeb IVH grading system. Nilai adanya darah. (kemungkinan total nilai sebanyak 012).
Skala Graeb merupakan skala yang paling banyak dilaporkan pada dewasa dan berhubungan
secara nyata dengan keluaran jangka pendek (Nilai Glasgow Outcome Score dalam 1 bulan).
Nilai Graeb >6 secara nyata berhubungan dengan hidrosefalus akut, sedangkan nilai <5
berhubungan dengan Glasgow Coma Scale (GCS) >12 pada saat datang sistem Graeb menilai
jumlah darah pada setiap masing-masing ventrikel lateralis, sebagai: 0= tidak terdapat darah,
1=sedikit terisi darah, 2= <50% terisi darah, 3= >50% terisi darah, 4= diisi dan meluas
dengan adanya darah. Dan nilai untuk
ventrikel ketiga dan keempat, sebagai: 0=tidak terdapat darah, 1= terdapat beberapa darah, 2=
diisi dan meluas.
Komplikasi dari IVH antara lain:
1. Hidrosefalus. Hal ini merupakan komplikasi yang sering dan kemungkinan disebabkan
karena obstruksi cairan sirkulasi serebrospinal atau berkurangnya absorpsi meningeal.
Hidrosefalus dapat berkembang pada 50% pasien dan berhubungan dengan keluaran yang
buruk.
2. Perdarahan ulang (rebleeding), dapat terjadi setelah serangan hipertensi.
3. Vasospasme. Beberapa laporan telah menyimpulkan hubungan antara intraventricular
hemorrhage (IVH) dengan kejadian dari vasospasme serebri, yaitu adanya disfungsi
arteriovena hipotalamik berperan dalam perkembangan vasospasme intrakranial serta
penumpukkan atau jeratan dari bahan spasmogenik akibat gangguan dari sirkulasi cairan
serebrospinal.
Perdarahan Serebelum
Lokasi yang pasti dari tempat asal perdarahan di serebelum sulit diketahui.
Tampaknya sering terjdi di daerah nucleus dentatus dengan arteri serebeli superior sebagai
suplai utama. Perluasan perdarahan ke dalam ventrikel IV sering terjadi pada 50% dari kasus
perdarahan di serebelum. Batang otak sering mengalami kompresi dan distorsi sekunder
terhadap tekanan oleh gumpalan darah. Obstruksi jalan keluar cairan serebrospinal dapat
29

menyebabkan dilatasi ventrikel III dan kedua ventrikel lateralis sehingga dapat terjadi
hidrosefalus akut dan peningkatan tekanan intrakranial dan memburuknya keadaan umum
penderita. Kematian biasanya disebabkan

tekanan dari hematoma yang menyebabkan

herniasi tonsil dan kompresi medula spinalis.


Perdarahan Pons
Perdarahan pons merupakan hal yang jarang terjadi dibandingkan dengan perdarahan
intraserebral supratentorial, tetapi 50% dari perdarahan infratentorial terjadi di pons. Gejala
klinik yang sangat menonjol pada perdarahan pons ialah onset yang tiba-tiba dan terjadi
koma yang dalam dengan defisit neurologik bilateral serta progresif dan fatal.
E.

Gejala klinis
Secara umum gejala klinis perdarahan

intraserebral merupakan gambaran klinis

akibat akumulasi darah di dalam parenkim otak. Perdarahan intraserebral khas terjadi
sewaktu aktivitas, onset pada saat tidur sangat jarang. Perjalanan penyakitnya, sebagian besar
(37,5-70%) per akut. Biasanya disertai dengan penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran
ini bervariasi frekuensi dan derajatnya tergantung dari lokasi dan besarnya perdarahan tetapi
secara keseluruhan minimal terdapat pada 60% kasus. dua pertiganya mengalami koma, yang
dihubungkan dengan adanya perluasan perdarahan ke arah ventrikel, ukuran hematomnya
besar dan prognosis yang jelek.
Sakit kepala hebat dan muntah yang merupakan tanda peningkatan tekanan
intrakranial dijumpai pada perdarahan intraserebral, tetapi frekuensinya bervariasi. Tetapi
hanya 36% kasus yang disertai dengan sakit kepal sedang muntah didapati pada 44% kasus.
Jadi tidak adanya sakit kepala dan muntah tidak menyingkirkan perdarahan intraserebral,
sebaliknya bila dijumpai akan sangat mendukung diagnosis perdarahan intraserebral atau
perdarahan subarakhnoid sebab hanya 10% kasus stroke oklusif disertai gejala tersebut.
Kejang jarang dijumpai pada saat onset perdarahan intraserebral
F.

Pemeriksaan Fisik
Hipertensi arterial dijumpai pada 91% kasus perdarahan intraserebral. Tingginya

frekuensi hipertensi berkorelasi dengan tanda fisik lain yang menunjukkan adanya hipertensi
sistemik seperti hipertrofi ventrikel kiri dan retinopati hipertensif. Pemeriksaan fundus okuli
pada kasus yang diduga Perdarahan intraserebral mempunyai tujuan ganda yaitu mendeteksi
adanya tanda-tanda retinopati hipertensif dan mencari adanya perdarahan subhialoid (adanya
30

darah di ruang preretina, yang merupakan tanda diagnostik perdarahan subarakhnoid) yang
mempunyai korelasi dengan ruptur aneurisma. Kaku kuduk terdapat pada 48% kasus
perdarahan intraserebral.
Gerakan mata, pada perdarahan putamen terdapat deviation conjugae ke arah lesi,
sedang pada perdarahan nukleus kaudatus terjadi kelumpuhan gerak horisontal mata dengan
deviation conjugae ke arah lesi. Perdarahan thalamus akan berakibat kelumpuhan gerak mata
atas (upward gaze palsy), jadi mata melihat ke bawah dan kedua mata melihat ke arah
hidung. Pada perdarahan pons terdapat kelumpuhan gerak horisontal mata dengan ocular
bobbing.
Pada perdarahan putamen, reaksi pupil normal atau bila terjadi herniasi unkus maka
pupil anisokor dengan paralisis N. III ipsilateral lesi. Perdarahan di thalamus akan berakibat
pupil miosis dan reaksinya lambat. Pada perdarahan di mesensefalon, posisi pupil di tengah,
diameternya sekitar 4-6 mm, reaksi pupil negatif. Keadaan ini juga sering dijumpai pada
herniasi transtentorial. Pada perdarahn di pons terjadi pinpoint pupils bilateral tetapi masih
terdapat reaksi, pemeriksaannya membutuhkan kaca pembesar.
Pola pernafasan pada perdarahan diensefalon adalah Cheyne-Stroke, sedang pada lesi
di mesensefalon atau pons pola pernafasannya hiperventilasi sentral neurogenik. Pada lesi di
bagian tengah atau caudal pons memperlihatkan pola pernafasan apneustik. Pola pernafasan
ataksik timbul pada lesi di medula oblongata. Pola pernafasan ini biasanya terdapat pada
pasien dalam stadium agonal.
G.

Diagnosis
Perdarahan intraserebral khas terjadi sewaktu aktivitas, onset pada saat tidur sangat

jarang
Biasanya disertai dengan penurunan kesadaran.
Sakit kepala hebat dan muntah yang merupakan tanda peningkatan tekanan

intrakranial dijumpai pada Perdarahan intraserebral, tetapi frekuensinya bervariasi


Pada perdarahan pons terdapat kelumpuhan gerak horisontal mata dengan ocular

bobbing.
Perdarahan di thalamus akan berakibat pupil miosis dan reaksinya lambat
Pada perdarahan di mesensefalon, posisi pupil di tengah, diameternya sekitar 4-6

mm, reaksi pupil negatif


Pada perdarahn di pons terjadi pinpoint pupils bilateral tetapi masih terdapat reaksi,

pemeriksaannya membutuhkan kaca pembesar


Pola pernafasan pada perdarahan diensefalon adalah Cheyne-Stroke
Lesi di mesensefalon atau pons pola pernafasannya hiperventilasi sentral neurogenik
31

Pada lesi di bagian tengah atau caudal pons memperlihatkan pola pernafasan

apneustik
Gejala klinik yang sangat menonjol pada perdarahan pons ialah onset yang tiba-tiba
dan terjadi koma yang dalam dengan defisit neurologik bilateral serta progresif dan
fatal. Bahkan perdarahan kecil segera menyebabkan koma, pupil pinpoint (1 mm)
namun reaktif, gangguan gerak okuler lateral, kelainan saraf kranial, kuadriplegia,
dan postur ekstensor. Nyeri kepala, mual dan muntah jarang.
Cara yang paling akurat untuk mendefinisikan stroke hemoragik dengan stroke non

hemoragik adalah dengan CT scan tetapi alat ini membutuhkan biaya yang besar
sehingga diagnosis ditegakkan atas dasar adanya suatu kelumpuhan gejala yang
dapat membedakan manifestasi klinis antara perdarahan infark.
Pemeriksaan Penunjang

H.

Kimia darah
Lumbal punksi
EEG
CT scan
Arteriografi
Pemeriksaan koagulasi harus dikerjakan pada pasien.
Penanganan Perdarahan Intraserebral
Semua penderita yang dirawat dengan intracerebral hemorrhage harus mendapat

pengobatan untuk :
1.

Normalisasi tekanan darah

2.

Pengurangan tekanan intrakranial

3.

Pengontrolan terhadap edema serebral

4.

Pencegahan kejang
Hipertensi dapat dikontrol dengan obat, sebaiknya tidak berlebihan karena

adanya beberapa pasien yang tidak menderita hipertensi; hipertensi terjadi karena
cathecholaminergic discharge pada fase permulaan. Lebih lanjut autoregulasi dari aliran
darah otak akan terganggu baik karena hipertensi kronik maupun oleh tekanan intrakranial
yang meninggi. Kontrol yang berlebihan terhadap tekanan darah akan menyebabkan iskemia
pada miokard, ginjal dan otak.
Dalam suatu studi retrospektif memeriksa dengan CT-Scan untuk mengetahui
hubungan tekanan darah dan pembesaran hematoma terhadap 79 penderita dengan PISH,
32

mereka menemukan penambahan volume hematoma pada 16 penderita yang secara bermakna
berhubungan dengan tekanan darah sistolik. Tekanan darah sistolik 160 mmHg tampak
berhubungan dengan penambahan volume hematoma dibandingkan dengan tekanan darah
sistolik 150 mmHg. Obat-obat anti hipertensi yang dianjurkan adalah dari golongan:
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors
Angiotensin Receptor Blockers
Calcium Channel Blockers
Tindakan segera terhadap pasien dengan perdarahan intraserebral ditujukan langsung
terhadap pengendalian TIK serta mencegah perburukan neurologis berikutnya. Tindakan
medis seperti hiperventilasi, diuretik osmotik dan steroid (bila perdarahan tumoral)
digunakan untuk mengurangi hipertensi intrakranial yang disebabkan oleh efek massa
perdarahan. Sudah dibuktikan bahwa evakuasi perdarahan yang luas meninggikan survival
pada pasien dengan koma, terutama yang bila dilakukan segera setelah onset perdarahan.
Walau begitu pasien sering tetap dengan defisit neurologis yang jelas. Pasien
memperlihatkan tanda-tanda herniasi unkus memerlukan evakuasi yang sangat segera dari
hematoma. Angiogram memungkinkan untuk menemukan kelainan vaskuler. Adalah sangat
serius untuk memikirkan pengangkatan Perdarahan intraserebral yang besar terutama bila ia
bersamaan dengan hipertensi intrakranial yang menetap dan diikuti atau telah terjadi defisit
neurologis walau telah diberikan tindakan medis maksimal.
Adanya hematoma dalam jaringan otak bersamaan dengan adanya kelainan neurologis
memerlukan evakuasi bedah segera sebagai tindakan terpilih. Beratnya perdarahan inisial
menggolongkan pasien ke dalam tiga kelompok :
1.

Perdarahan progresif fatal.


Kebanyakan pasien berada pada keadaan medis buruk. Perubahan hebat tekanan darah
mempengaruhi kemampuan otak untuk mengatur darahnya, gangguan elektrolit umum
terjadi dan pasien sering dehidrasi. Hipoksia akibat efek serebral dari perdarahan serta
obstruksi jalan nafas memperburuk keadaan. Perburukan dapat diikuti sejak saat
perdarahan dengan bertambahnya tanda-tanda peninggian TIK dan gangguan batang
otak. Pengelolaan inisial pada kasus berat ini adalah medikal dengan mengontrol tekanan
darah ke tingkat yang tepat, memulihkan kelainan metabolik, mencegah hipoksia dan
menurunkan tekanan intrakranial dengan manitol, steroid ( bila penyebabnya perdarahan
tumoral) serta tindakan hiperventilasi. GCS biasanya kurang dari 6.

2.

Kelompok sakit ringan (GCS 13-15).


33

3.

Kelompok intermediet, dimana perdarahan cukup berat untuk menimbulkan defisit


neurologis parah namun tidak cukup untuk menyebabkan pasien tidak dapat bertahan
hidup (GCS 6-12). Tindakan medikal di atas diberikan hingga ia keluar dari keadaan
berbahaya, namun keadaan neurologis tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Pada
keadaan ini pengangkatan hematoma dilakukan secara bedah.

I.

Prognosis
Perdarahan yang besar jelas mempunyai morbiditas dan mortalitas yang tinggi.

diperkirakan mortalitas seluruhnya berkisar 26-50%. Mortalitas secara dramatis meningkat


pada perdarahan talamus dan serebelar yang diameternya lebih dari 3 cm, dan pada
perdarahan pons yang lebih dari 1 cm. Untuk perdarahan lobar mortalitas berkisar dari 6-30
%. Bila volume darah sesungguhnya yang dihitung (bukan diameter hematomnya), maka
mortalitas kurang dari 10% bila volume darahnya kurang dari 20 mm 3 dan 90% bila volume
darahnya lebih dari 60 mm3.
Kondisi neurologik awal setelah terserang perdarahan juga penting untuk prognosis
pasien. Pasien yang kesadarannya menurun mortalitas meningkat menjadi 63%. Mortalitas
juga meningkat pada perdarahan yang besar dan letaknya dalam, pada fossa posterior atau
yang meluas masuk ke dalam ventrikel. Felmann E mengatakan bahwa 45% pasien
meninggal bila disertai perdarahan intraventrikular. Suatu penilaian dilakukan untuk
memperkirakan mortalitas dalam waktu 30 hari pertama dengan menggunakan 3 variabel
pada saat masuk rumah sakit yaitu Glasgow Coma Scale (GCS), ukuran perdarahan dan
tekanan nadi. Perdarahan kecil bila ukurannya kurang dari satu lobus, sedangkan perdarahan
besar bila ukurannya lebih dari satu lobus. Bila GCS lebih dari 9, perdarahannya kecil,
tekanan nadi kurang dari 40 mmHg, maka probabilitas hidupnya dalam waktu 30 hari adalah
98%. Tetapi bila pasien koma, perdarahannya besar dan tekanan nadinya lebih dari 65
mmHg, maka probabilitas hidupnya dalam waktu 30 hari hanya 8%. Pada Perdarahan
intraserebral hipertensif jarang terjadi perdarahan ulang.

34

BAB IV
MODALITAS RADIOLOGI
Neuroimaging merupakan salah satu peranan radiodiagnostik di bidang ilmu penyakit
saraf. Dalam neuroimaging, selalu memperhatikan kondisi anatomi yang ada. Perubahan
yang kecil maupun signifikan akan tetap menegakkan berbagai macam kelainan neurologic.
Neuroimaging memiliki banyak modalitas, antara lain Cranium X-Ray, CT Scan
kepala, angiography, selain itu terdapat pula MRI dan USG transcranial droppler yang
dilakukan oleh dokter ahli pada beberapa kasus.
A. Cranium X-Ray

35

Pemanfaatan foto polos cranium dalam praktek umum sangat jarang. Pada umumnya
dilakukan pada kejadian fraktur cranium. Beberapa fraktur cranium :
a. Fraktur Linier : ditandai dengan hasil foto polos cranium yang menunjukkan
adanya garis tajam
b. Fraktur Impress : fraktur linier ke dalam, bisa berisiko brain injury.
c. Fraktur Diastasis : fraktur disertai sutura yang melebar.
B. Computed Tomography Scan (CT-Scan)
CT-Scan banyak dilakukan untuk penegakan diagnosis penyakit dan kelainan
neurologic. Penggunaan CT-Scan disarankan pada :
a.
b.
c.
d.

Trauma akut, untuk menilai perubahan parenkim otak akibat perdarahan


Pasien stroke iskemik dan hemoragik
Penyakit tulang cranium : metastasis atau keganasan
Pasien dengan kontraindikasi MRI (ex: pasien dengan pacemaker logam).

Hasil CT-Scan menunjukkan gambaran radiologis :


a. Hipodens : hitam, pada infark
b. Isoden : parenkim otak
c. Hiperden : padat, kalsifikasi, perdarahan

Hounsfields Unit (HU)


Atenuasi jaringan
Udara
Air
Tulamg
Perdarahan
Parenkim

Hounsfields Unit (HU)


-1000
0-30
400
50-70
30-40

CT-Scan polos atau tanpa kontras dilakukan paa suspect diagnose stroke baik infark
maupun hemorraghe, sedangkan CT-Scan dengan kontras dilakukan pada kondisi inflamasi,
tumor, tumor, metastasis atau ekstravasasi perdarahan, maka akan mncul enhancement.
Perdarahan yang tampak pada CT-Scan
Beberapa jenis perdarahan :
a. Epidural hematom (EDH)
Perdarahan terdapat pada daerah duramater dan tulang cranium. Gambarannya
hiperdens bikonveks, tanpa melewati sutura. Beberapa kasus terjadi lucid iterval. Pasien
36

trauma kepala datang dengan kondisi umum bail, namun secara mendadak mengalami
kehilangan kesadaran. Pada kasus ini arteri yang terkena adalah arteri meningen media. arteri
besar, sehingga dengan cepat dapat terjadi penekanan intracranial hingga dapat menimbulkan
herniasi batang otak.

Terdapat gambaran hiperdens bikonveks pada hemisfer kanan


b. Subdural hemadom (SDH)
Perdarahan terjadi pada lapisan antara duramater dan arachnoid, biasanya yang
terkena adalah bridging vein, bentuk gambaran CT-Scan hiperdens dengan bentuk bikonkaf,
terjadi cross sutura atau perdarahannya melewati sutura.

Terdapat gambaran hiperdens bikonkav pada hemisfer kiri


c. Subarachnoid hematom (SAH)
Perdarahan terjadi pada lapisan antara arachnoid dan piamater, perdarahan masuk
kedalam sulcus, sehingga tampak gambaran hiperden pada sulcus dengan CT-Scan polos atau
tanpa kontras Biasa terjadi pada pasien stroke akibat pecahnya arteri communicating anterior.

37

Terdapat gambaran hiperdens pada sulcus di kedua hemisfer


d. Intracerebral hematom (ICH)
Perdarahan terjadi pada parenkim otak. Terdapat lesi hiperdens dengan batas tidak
tegas. Lesi hiperdens bisa terdapat pada parenkim otak, putamen, thalamus, serta pons.

38

Terdapat lesi hiperdens pada A) Parenkim otak, B) Putamen, C) Intraventrikular D) Nucleus


Caudatus yang menyebar hingga ventrikel

C. MRI
Dilakukan untuk melakukan pemeriksaan soft tissue pada parenkim otak, seperti pada
kasus tumor otak.

39

Gambaran MRI pada ICH pada T-1 (kolom kiri) dan T-2 (kolum kanan) yang menunjukkan
perbedaan staging hematoma
Intensitas sinyal MRI pada perdarahan tergantung pada keadaan kimia dari atom besi
dalam molekul hemoglobin dan integritas sel darah merah. Lapangan magnet menjadi
inhomogen akibat atom besi yang terperangkap dalam sel darah merah. Setelah hemoglobin
terdegradasi, besi terdistribusi menjadi lebih homogen sehingga pada perdarahan
menunjukkan gambaran hyperintense pada MRI.
Perdarahan Intra Parenkim Berdasarkan Waktu
Fase

Waktu

Hiperakut

<24 h

Hemoglobin, lokasi
Oxyhemoglobin, intraseluler

Kesan
T1
Isointens

T2
Hiperintens
40

atau
Akut
Sub akut awal
Sub akut akhir
Kronik

1-3 d
>3 d

>7 d
>14 d

Deoxyhemoglobin, intraseluler
Methemglobin intraseluler
Methemoglbin ekstraseluler
Feritin dan hemsiderin

hipointens
Hipointens
Hiperintens
Hiperintens
Hipointens

Hipointens
Hipointens
Hiperintens
Hipointens

Gambaran MRI pada ICH fase subakut setelah 4 hari onset timbulnya gejala; (A)
Gambaran hematoma (area hypointense) yang dikelilingi oleh gambaran yang memiliki
intensitas yang lebih terang. (B) T-1 menunjukkan hematoma (area hyperintense) di lobus
parieto-oksipital kiri. (C) FLAIR. (D) Gambaran T-2 gradient-echo konvensional
menunjukkan hematoma (area hypointense).
D. Angiography
Dilakukan pada diagnosis vaskuler cerebral dengan bantuan kontras, misalnya pada
aneurisma asrteria carotis interna.

41

BAB V
KESIMPULAN
Perdarahan intraserebral adalah perdarahan fokal dari pembuluh darah dalam
parenkim otak. Penyebabnya biasanya hipertensi kronis. Gejala umum termasuk defisit
neurologis fokal, seringkali dengan onset mendadak sakit kepala, mual, dan penurunan
kesadaran. Kebanyakan perdarahan intraserebral juga dapat terjadi ganglia basal, lobus otak,
otak kecil, atau pons. Perdarahan intraserebral juga dapat terjadi di bagian lain dari batang
otak atau otak tengah. Sindroma utama yang menyertai stroke hemoragik menurut Smith
dapat dibagi menurut tempat perdarahannya yaitu putaminal hemorrhage, thalamic
hemorrhage, pontine hemorrhage, cerebellar hemorrhage, lobar hemorrhage.
Pemeriksaan penunjang dengan lumbal pungsi, CT-scan, MRI, serta angiografi.
Adapun penatalaksanannya di ruang gawat darurat (evaluasi cepat dan diagnosis, terapi
umum, stabilisasi jalan napas dan pernapasan, stabilisasi hemodinamik, pemeriksaan awal
fisik umum, pengendalian peninggian TIK, pengendalian kejang, pengendalian suhu tubuh,
pemeriksaan penunjang) kemudian penatalaksanaan di ruang rawat inap (cairan, nutrisi,
pencegahan dan mengatasi komplikasi, penatalaksanaan medik yang lain. Penatalaksanaan
stroke perdarahan intraserebral meliputi terapi medik pada Perdarahan intraserebral akut
(terapi hemostatik, reversal of anticoagulation) dan tindakan operatif.
Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi dan volume perdarahan.
Semakin rendah nilai GCS, maka prognosis semakin buruk dan tingkat mortalitasnya tinggi.
Semakin besar volume perdarahan maka prognosis semakin buruk. Dan adanya darah di
dalam ventrikel berhubungan dengan angka mortalitas yang tinggi. Adanya darah di dalam
ventrikel meningkatkan angka kematian sebanyak 2 kali lipat.

42

DAFTAR PUSTAKA
1.

Castel JP, Kissel P. Spontaneous intracerebral and infratentorial hemorrhage.

In:Youmans JR. ed. Neurological Surgery, 3rd ed, vol.IIIl. Philadelphia: WB Saunders
Company; 2006 .p. 1890-1913.
2.

Luyendijk W. Intracerebral hemorrhage. In : Vinken FG, Bruyn GW, editors.

Handbook of Clinical Neurology. New York : Elsevier ; 2005; 660-719.


3.

Perdarahan Intraserebral Hipertensif Abdul Gofar Sastrodiningrat Divisi Ilmu Bedah

Saraf Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan
Suplemen Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006.
4.

Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin

Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.


5.

Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical

Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.


6.

Rumantir CU. Pola Penderita Stroke Di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas

Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Periode 19841985. Laporan Penelitian Pengalaman Belajar Riset Dokter Spesialis Bidang Ilmu Penyakit
Saraf. 2000.
7.

Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victors Priciples

of Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.


8.

Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam : Guideline

Stroke 2007. Jakarta.


9.

Baehr M, Frotscher M. Duus : Topical Diagnosis in Neurology. 4th revised edition.

New York : Thieme. 2005.


10.

El-Mitwalli, A., Malkoff, M D.,.2008. Intracerebral Hemorrhage. The Internet Journal

of Advanced Nursing Practice.

43

Anda mungkin juga menyukai