: Ny. R
: 23 tahun
: Perempuan
: Warung Boto, Yogyakarta
: 4 Maret 2016
: Dahlia Kelas 3 putri
DATA SUBJEKTIF (Auto dan Alloanamnesis 4 Maret 2016 PUKUL 17.00 WIB) DI
BANGSAL DAHLIA
A. Keluhan Utama: Nyeri perut kanan bawah
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang perempuan usia 22 tahun dengan keluhan nyeri pada perut kanan bawah dirasakan
hilang timbul sejak 2 bulan yang lalu, memberat sejak satu minggu ini keluhan lain seperti
sesak nafas (-) batuk (-) mual (-) muntah (-) pusing (-).
C. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat keluhan serupa (-)
2. Riwayat asma (-)
3. Alergi obat dan atau makanan/minuman (-)
4. Riwayat mondok (-)
5. Riwayat operasi sebelumnya (-)
D. Riwayat Penyakit pada keluarga
1. Riwayat keluhan serupa (-)
2. Riwayat asma atau alergi (-)
3. Riwayat hipertensi, DM (-)
E. Anamnesis Sistem
Sistem SSP
: nyeri telan (-) sesak nafas (-), batuk (-), pilek (-)
Sistem gastrointestinal : mual (-), muntah (-), nyeri perut kanan bawah (+), diare (-),
sembelit (-)
Sistem urogenital
DATA OBJEKTIF (28 Juli 2015 PUKUL 17.00 WIB) DI BANGSAL BOUGENVILE
A. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kesan Umum : baik, compos mentis
2. Tanda Utama : Nadi
: 86 x/menit, isi & tegangan cukup, teratur, simetris
Suhu
: 36,5 OC (axila)
Pernapasan : 20 x/menit, tipe thorakoabdominal
3. Antropometri :
TB : 145
BB : 45
4. Pemeriksaan Umum
a. Kulit: sianosis (-), pucat (-), ikterik (-), rash (-)
b. Otot: eutrofi (+), tonus baik (+), tanda radang (-), kekuatan : 5/5/5/5
c. Tulang: tanda radang (-), deformitas (-)
d. Sendi: tanda radang (-), gerakan bebas (+)
5. Pemeriksaan Khusus dan Status Interna
a. Kepala: mesosefal, rambut: hitam, tidak mudah dicabut
- Mata: CA -/-, SI -/-, edema palpebra -/- Hidung: rhinorea -/-, epistaksis -/- Sinus: tanda peradangan (-)
- Mulut: mukosa bibir basah (+), stomatitis (-), gusi berdarah (-),
hiperemis faring (-), tonsil hipertrofi (+)
- Telinga: ottorea - /-, tragus pain - / b. Leher
Simetris (+), pembesaran limfonodi (-), pembesaran kelenjar gondok (-),
pembesaran massa (-), peningkatan JVP (-),
c. Thorak
Cor
Pulmo
Inspeksi:
- Iktus kordis tidak tampak
Palpasi:
- Ictus kordis tidak teraba
Perkusi:
- Batas
jantung
mengalami pergeseran
Auskultasi:
- Suara jantung:
tidak
Inspeksi:
- Bentuk dada simetris (+) N
- Nafas thorakoabdominal (+)
- Ketinggalan gerak (-)
- Retraksi (-)
Palpasi:
- Fremitus suara hemithorak dextra
= sinistra (+)
- Pergerakkan dada kesan simetris
Perkusi:
- Sonor pada semua lapang paru,
- Pemeriksaan batas paru hepar
SIC V
Auskultasi:
- Suara paru: Suara dasar vesikuler
RM 02
Superior
Dextra/Sinistra
Hangat
+/+, kuat
Inferior
Dextra/Sinistra
Hangat
Perfusi akral
Pulsasi a. Brachialis
Pulsasi a. Dorsalis Pedis
+/+, kuat
Kekuatan
5/5
5/5
Reflek fisiologis
+/+, N
+/+, N
c. Anogenital: tidak dilakukan.
6. Status Anestesi
a. Airway: jalan nafas bersih, buka mulut > 3 jari, gigi palsu (-), pembesaran
kelenjar tiroid (-).
b. Breathing: suara dasar vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-, sesak (-),
ekspansi paru simetris (+)
c. Circulation: nadi 86 x/menit, s1-s2 reguler, bising (-), gallop (-), akral
hangat nadi kuat dengan CRT < 2
d. Disability: GCS E4V5M6, Kesadaran kompos mentis, KU: baik
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 28 Juli 2015 pukul 12.30
WIB
PARAMETER
HASIL
HEMATOLOGI
Leukosit
5,8
Eritrosit
4,69
Hemoglobin
13,4
Hematokrit
40,4
MCV
86,2
MCH
28,6
MCHC
33,1
Trombosit
438
Differential Telling Mikroskopis
NILAI
RUJUKAN
UNIT
4.0-10
4.00-5.50
11.0-16.0
32-44
81-99
27-31
33-37
150-450
10e3/ul
10e3/ul
gr/dl
%
Fl
Pg
Gr/dl
10e3/ul
RM 03
68,0
24,6
2,0
5,1
0,3
12,74
4,61
0,39
0,94
0,06
A
Positif (+)
200
810
50-70
20-40
3-12
0,5-5,0
0-1
2-7
0,8-4
0,12-1,2
0,02-0,50
0-1
91
70-140
%
%
%
%
%
10e3/ul
10e3/ul
10e3/ul
10e3/ul
10e3/ul
<6
<12
mg/dl
III.
DIAGNOSIS KERJA
1. Diagnosis klinis : Observasi abdominal pain suspek app kronik
2. Status anestesi : ASA I
IV.
V.
: Ny. R
Umur
: 22 tahun
Bangsal/ kelas
:I
Ahli anestesi
Ahli bedah
Perawat anestesi
: Rohim
RM 04
:
Nadi
: 87x/menit
Suhu
: 36,2 oC
Respiration rate
: 20 x/menit
- Berat badan
: 45 kg
- Jantung dan Paru : BJ regular, bising (-), ronkhi -/-, wheezing -/Jenis anestesi: General Anesthesia
-
: ETT
Ijin Operasi
: (+)
Tanggal Operasi
: 5 Maret 2016
Jenis Operasi
: Appendiktomi
GDS
: 91 mg/dl
Obat-obat
Ondansentron 4 mg
Ketorolac 30 mg
Jumlah Cairan
Infus:
: RL 20 tpm
b. Antibiotika
VI.
c. Analgesika
d. Anti muntah
: Ondansentron 4 mg (k/p)
e. Posisi pasien
: Supine
f. Roborantia
g. Lain-lain
:-
PROGNOSIS
Dubia ad bonam
VII.
PEMBAHASAN
Tonsilektomi didefinisikan
sebagai
operasi
pengangkatan
seluruh
tonsil
palatine.
a. Indikasi Absolut
Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat, gangguan
b. Indikasi Relatif
Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat.
Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis.
Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian
antibiotik -laktamase resisten.
c. Kontraindikasi
Gangguan perdarahan
Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat
Anemia
Infeksi akut yang berat
A. Persiapan Praoperasi
a. Penilaian Praanestesia
RM 06
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik minimum: evaluasi jalan napas, test Malampatti untuk feasibility
intubasi, evaluasi paru-paru, jantung dan catatan mengenai tanda vital pasien.
Penilaian praanestesia dilakukan sebelum pelaksanaan operasi.
B. Teknik Anestesi
Pemilihan jenis anestesi untuk tonsilektomi ditentukan berdasarkan usia pasien, kondisi
kesehatan dan keadaan umum, sarana prasarana serta keterampilan dokter bedah, dokter
anestesi dan perawat anestesi. Di Indonesia, tonsilektomi masih dilakukan di bawah anestesi
umum, teknik anestesi lokal tidak digunakan lagi kecuali di rumah sakit pendidikan dengan
tujuan untuk pendidikan.
a.
dibutuhkan.
Menyediakan rapid emergence.
b. Premedikasi
RM 07
induksi
inhalasi
bisa
membantu
menenangkan
anak
yang
gelisah.
Intubasi endotrakea dilakukan dalam anestesi inhalasi yang dalam atau dibantu dengan
pelemas otot nondepolarisasi kerja pendek. Untuk menghindari masuknya darah ke
dalam trakea, jika ETT tidak memiliki cuff, perlu diletakkan kasa bedah di daerah
supraglotik
tepat
di
atas
pita
suara
dan
sekitar
endotrakeal
tube.
RM 010
hippotensi
dan
henti jantung
Hipersensitif terhadap obat anestesi
Pada pasien ini dilakukan tonsilektomi atas indikasi absolut yaitu pembengkakan tonsil yang
menyebabkan obstruksi sehingga terjadi gangguan tidur dan nyeri telan. Sebelum melakukan
operasi ada beberapa hal yang harus dilakukan terlebih dahulu, yaitu menilai kondisi pasien
praanastesi. Pada penilaian praanastesi dilakukan anamnesis untuk mengetahui riwayat
kesehatan pasien. Pada pasien ini tidak ditemukan adanya permasalahan pada jalan nafas yang
dapat menimbulkan kesulitan dalam anastesi. Sedangkan hasil pemeriksaan fisik pada
pemeriksaan airway, breating dan circulation tidak ditemuakan kelainan. Pada pemeriksaan
penunjang darah rutin tida ditemukan kelainan. Setelah menilai keaadaan pasien praanastesi
selanjutnya menentukan teknik anastesi yang akan dilakukan. Teknik anastesi dipilih
berdasarkan beberapa hal, yaitu jenis operasi, lokasi operasi, usia, kondisi kesehatan pasien,
serta ketersediaan alat dan ketrampilan anastesi. Pada pasien ini jenis operasi yang akan
dilakukan adalah tonsilektomi, yang lokasinya di leher (jalan nafas) dan pada pasien anak anak,
sehingga teknik anastesi yang akan dilakukan adalah general anastesi (intravena dan inhalasi)
dengan manipulasi jalan nafas menggunakan ETT yang dimasukan melalui hidung. Teknik ini
adalah teknik yang direkomendasikan karena dapat menjaga jalan nafas tetap bebas. Selain itu
ETT juga dapat meningkatkan saturasi oksigen dan memudahkan dalam mengontrol obat
anastesi. Pada pasien ini sebelum dilakukan induksi dengan obat intravena, dilakukan induksi
dengan obat inhalasi terlebih dahulu. Hal ini dilakukan sebagai pertimbangan bahwa pasien
adalah anak anak yang kemungkinan akan kurang kooperatif saat dilakukan induksi intravena.
Pada pasien ini tidak dilakukan general anastesi dengan manipukasi jalan nafas menggunakan
LMA karena akan mengganggu kenyaman operator dalam melakukan tindakan bedah. Selain itu
pemasangan LMA akan sulit dilakukan pada pasien dengan pembesaran tonsil dan
RM 011
VIII.
KESIMPULAN
Tonsilektomi didefinisikan sebagai operasi pengangkatan seluruh tonsil palatine. Terdapat 2
indikasi dilakukannya tonsilektomi yaitu indkasi absolut dan indikasi rekatif. Selain itu terdapat
pula kontraindikasi tonsilektomi seperti gangguan perdarahan, anemia, infeksi akut yang berat.
Pada persiapan preoperasi dimulai dengan penilaian praanastesi yang meliputi anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Teknik anastesi ditentukan berdasarkan usia pasien, kondisi kesehatan dan
keadaan umum, sarana prasarana serta keterampilan dokter bedah, dokter anestesi dan perawat
anestesi. Di Indonesia, tonsilektomi masih dilakukan di bawah anestesi umum. Alat bantu yang
dapat digunakan untuk mempertahan jalan nafas saat melakukan anatesi antara lain dengan
pemasangan ETT atau dengan LMA. Selama operasi dimulai amati tanda tanda vital, saturasi
oksigen harus diatas 95%, jumlah perdarahan serta jumlah cairan yang masuk. Setelah operasi
selesai maka lakukan observasi minimal 6 jam, pastikan tidak terjadi komplikasi pasca operasi
Idealnya, penilaian rutin postoperasi meliputi pulse oximetry, pola dan frekuensi respirasi,
frekuensi denyut dan irama jantung, tekanan darah dan suhu. Pemberian antibiotik ataupun
analgesik dapat diberikan sesuai dengan indikasi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Brodsky L and Poje C. Tonsilitis, Tonsillectomy and adenoidectomy. In: Bailey. Head and neck
surgery-otolaryngology. Philadelphia. 2001:980-91
RM 012
Williams PJ, Bailey PM. Comparison of the reinforced laryngeal mask airway and tracheal
intubation for adenotonsillectomy. Br J Anaesth 1993;70:30-3.
3.
Webster AC, Morley-Forster PK, Dain S, Ganapathy S, Ruby R, Au A, Cook MJ. Anaesthesia
for adenotonsillectomy: a comparison between tracheal intubation and the armoured laryngeal
mask airway. Can J Anaesth 1993;40:1171-7.
RM 013