Anda di halaman 1dari 26

BATUK DARAH

LI 1.1 M&M Anatomi Saluran Pernapasan Bawah


Lo 1.1 Makro

a. Trachea
rachea adalah tabung yang dapat bergerak dengan panjang kurang lebih 13 cm dan
berdiameter 2,5 cm. Trachea mempunyai dinding fibroelastis yang tertanam di dalam balokbalok cartilago hialin yang berbentuk huruf C yang mempertahankan lumen trachea tetap
terbuka. Trachea berpangkal di leher, di bawah cartilago cricoidea larynx setinggi corpus vertebrae
cervicalis VI. Ujung bawah trachea terdapat di dalam thorax setinggi angulus sterni (pinggir bawah
vertebra thoracica IV) membelah menjadi bronchus principalis dexter dan bronchus principales
sinister. Bifurcatio tracheae ini disebut carina. Pada inspirasi dalam, carina turun sampai setinggi
vertebra thoracica VI.
Persarafan trachea
Saraf-sarafnya adalah cabang-cabang nervus vagus, nervus laryngeus recurrens, dan truncus
symphaticus. Saraf-saraf ini mengurus otot trachea dan membrana mucosa yang melapisi trachea.

b.

Bronchi Principalis
ronchus principalis (primer) dexter lebih lebar, lebih pendek, dan lebih vertikal
dibandingkan dengan bronchus principalis sinister (Gambar 1-1). Panjangnya +
2,5 cm. Sebelum masuk ke dalam hilum pulmonis dexter, bronchus principalis
dexter mempercabangkan bronchus lobaris superior dexter. Saat masuk ke hilum,
bronchus principalis dexter membelah menjadi bronchus lobaris medius dan bronchus
lobaris inferior dexter.
Bronchus principalis sinister berjalan ke kiri di bawah arcus aorta dan di depan
oesophagus. Pada masuk ke hilum pulmonis sinister, bronchus principalis sinister

bercabang menjadi bronchus lobaris superior sinister dan bronchus lobaris inferior
sinister (Gambar 1-1).
c.

Pulmo
aru (pulmo) berbentuk kerucut dan diliputi oleh pleura visceralis, dan terdapat
bebas di dalam cavitas pleuralisnya; hanya diletakkan pada mediastinum oleh
radix pulmonis.
Masing-masing paru mempunyai apex pulmonis yang tumpul, yang menonjol ke
atas ke dalam leher sekitar 2,5 cm di atas clavicula. Basis pulmonis yang konkaf
merupakan tempat yang terdapat diaphragma. Facies costalis yang konveks disebabkan
oleh dinding thorax yang konkaf. Facies mediastinalis yang konkaf merupakan cetakan
pericardium dan struktur mediastinum lainnya. Di sekitar pertengahan facies
mediastinalis ini, terdapat hilum pulmonis, yaitu suatu cekungan tempat masuknya
bronchus, pembuluh darah, dan saraf yang membentuk radix pulmonis masuk dan
keluar dari paru.

Gambar 1-2. Pulmo dextra dan sinistra dilihat dari anterior

Margo anterior paru tipis dan meliputi jantung. Pada margo anterior pulmo sinister,
terdapat incisura cardiaca pulmonis sinistri. Pinggir posterior lebih tebal dan terletak
di samping columna vertebralis.
Pulmo dexter sedikit lebih besar dari pulmo sinister dan dibagi oleh fissura
obliqua dan fissura horizontalis pulmonis dextri menjadi tiga lobus: lobus superior,
lobus medius, dan lobus inferior (Gambar 1-2). Fissura obliqua berjalan dari pinggir
inferior ke atas dan ke belakang menyilang permukaan medial dan costalis sampai
memotong pinggir posterior sekitar 6,25 cm di bawah apex pulmonis. Fissura
horizontalis berjalan menyilang permukaan costalis setinggi cartilago costalis IV dan

bertemu dengan fissura obliqua pada linea axillaris media. Lobus medius merupakan
lobus kecil berbentuk segitiga yang dibatasi oleh fissura horizontalis dan fissura obliqua.
Pulmo sinister dibagi oleh fissura obliqua dengan cara yang sama menjadi dua
lobus: lobus superior dan lobus inferior (Gambar 1-2). Pada pulmo sinister, tidak
terdapat fissura horizontalis.

Gambar 1-3. Pulmo dextra dan sinistra dilihat dari posterior

SEGMENTA BRONCHIOPULMONALIA
Segmenta bronchiopulmonalia merupakan unit paru secara anatomi, fungsi, dan
pembedahan. Setiap bronchus lobaris (sekunder) yang berjalan ke lobus paru
mempercabangkan bronchi segmentales (tertier). Setiap bronchus segmentalis masuk ke
unit paru yang secara struktur dan fungsi adalah independen dan disebut segmenta
bronchiopulmonalia, dan dikelilingi oleh jaringan ikat.
Setelah masuk segmenta bronchopulmonaris, bronchus segmentalis segera
membelah. Pada saat bronchi menjadi lebih kecil, cartilago yang berbentuk huruf C yang
ditemui mulai dari trachea perlahan-lahan diganti oleh cartilago ireguler yang lebih kecil
dan lebih sedikit jumlahnya. Bronchi yang paling kecil membelah dua menjadi
bronchioli, yang diameternya <1 mm. Bronchioli tidak mempunyai cartilago di dalam
dindingnya dan dibatasi oleh epitel silindris bercilia. Jaringan submucosa mempunyai
lapisan serabut otot polos melingkar yang utuh.
Bronchioli kemudian membelah menjadi bronchioli terminales yang mempunyai
kantong-kantong lembut pada dindingnya. Pertukaran gas yang terjadi antara darah dan
udara terjadi pada dinding kantong-kantong tersebut. Oleh karena itu, kantong-kantong
lembut dinamakan bronchiolus respiratorius. Bronchioli respiratorius berakhir dengan
cabang sebagai ductus alveolaris yang menuju ke arah pembuluh-pembuluh membentuk
kantong dengan dinding yang tipis, yang disebut saccus alveolaris. Saccus alveolaris

terdiri atas beberapa alveoli yang terbuka ke satu ruangan. Masing-masing alveolus
dikelilingi oleh jaringan kapiler yang padat. Pertukaran gas terjadi antara udara yang
terdapat di dalam lumen alveoli, melalui dinding alveoli ke dalam darah yang ada di
dalam kapiler di sekitarnya.
Radix pulmonis dibentuk oleh alat-alat yang masuk dan keluar paru. Alat-alat
tersebut adalah bronchi, arteriae dan venae pulmonalis, pembuluh limfatik, arteriae dan
venae bronchialis, serta saraf-saraf. Radix pulmonis dikelilingi oleh pleura yang
menghubungkan pleura parietalis pars mediastinalis dengan pleura visceralis yang
membungkus paru.

Pendarahan Paru
Bronchi, jaringan ikat paru, dan pleura visceralis menerima darah dari arteriae
bronchiales yang merupakan cabang aorta ascendens. Venae bronchiales (yang
berhubungan dengan venae pulmonales) mengalirkan darahnya ke vena azygos dan
vena hemiazygos.
Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteriae
pulmonales. Darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler-kapiler alveoli masuk
ke cabang-cabang venae pulmonales yang mengikuti jaringan ikat septa
intersegmentalis ke radix pulmonis. Dua venae pulmonales meninggalkan setiap radix
pulmonis untuk bermuara ke dalam atrium sinistrum cor.

Persarafan Paru
Pada radix setiap paru terdapat plexus pulmonalis yang terdiri atas serabut eferen
dan aferen saraf otonom. Plexus ini dibentuk dari cabang-cabang truncus symphaticus
dan menerima serabut-serabut parasimpatis dari nervus vagus.
Serabut-serabut eferen simpatis mengakibatkan bronchodilatasi dan
vasokonstriksi.
Serabut-serabut
eferen
parasimpatis
mengakibatkan
bronchokonstrinksi, vasodilatasi, dan peningkatan sekresi kelenjar.
Impuls aferen yang berasal dari mucosa bronchus dan dari reseptor regang pada
dinding alveoli berjalan ke susunan saraf pusat dalam saraf simpatis dan parasimpatis.

Lo 1.2 Mikro

a. Trachea
Trachea mempunyai dinding yang relatif tipis, lentur, dan berkemampuan untuk memanjang
saat bernapas dan gerakan badan. Tetap terbukanya trachea disebabkan oleh tunjangan
serangkaian cartilago berbentuk huruf C yang berjumlah kira-kira 20, yang tak beraturan,
tersusun dari atas ke bawah dengan bagian terbuka mengarah ke belakang.

Trachea dilapisi oleh


suatu membran mucosa yang
terdiri dari epitel bertingkat
silindris bercilia dan bersel
goblet, yang terletak pada
lamina basal dan ditunjang
oleh lamina propria. Yang
paling banyak adalah sel
silindris tinggi yang bercilia di
mana cilianya meyapu ke atas
ke arah pharynx, dan sel
goblet (mucus). Terdapat pula
sel silindris tanpa cilia; di
antaranya merupakan sel sikat
(kaveola), mirip dengan sel yang terdapat di dalam epitel usus dengan mikrovili
panjang-lurus dan memperlihatkan sinaps dendrit di permukaan basalnya.

Gambar 1-5. Potongan memanjang trachea dengan pembesaran menggunakan mikroskop elektron
6480x. Dapat terlihat sel bercilia (CC), aparatus Golgi (GA), sel goblet (GC), dan retikulum
endoplasma bergranula (rER).

b.

Bronchus
usunan bronchi ekstrapulmonar sangat mirip trachea dan hanya berbeda dalam
garis tengahnya yang lebih kecil. Pada bronchi principalis, cincin tulang rawan
juga tidak sempurna, celah pada bagian posterior ditempati oleh otot polos.
Bronchus intrapulmonar berbeda dari bronchus ekstrapulmonar dalam beberapa
gambaran dasar. Bronchus intrapulmonar tampak bulat dan tidak memperlihatkan bagian
posterior yang rata seperti yang terlihat pada trachea atau bronchus ekstrapulmonar. Hal
ini disebabkan oleh tidak terdapatnya cincin cartilago yang berbentuk huruf C,
melainkan terdiri dari lempeng-lempeng cartilago hyaline yang bentuknya tidak
beraturan dan sebagian melingkari lumen secara lengkap. Lempeng cartilago hyaline
dikitari oleh jaringan ikat padat fibrosa yang banyak mengandung serat elastin. Pada
perbatasan antara submucosa dengan mucosa, pemadatan jaringan elastin seperti pada
trachea dan bronchi ekstrapulmonar, diperkuat oleh suatu selubung luar yang terdiri dari
serat-serat otot polos. Serat-serat ini tidak menyusun lapisan-lapisan yang nyata seperti
misalnya pada saluran pencernaan, tetapi membentuk berkas serat-serat yang terputusputus yang tersusun sebagai spiral terbuka mengelilingi bronchus; beberapa membelit ke
kiri, lainnya membelit ke kanan.
Bronchus menjadi lebih kecil dengan percabangannya, namun susunan dasarnya
tetap tidak berubah seperti yang telah diuraikan. Sekalipun demikian, bronchus yang
terkecil mengandung lebih sedikit tulang rawan dan tidak lagi membentuk cincin yang
sempurna. Epitel yang membatasinya adalah epitel silindris bercilia, bersel goblet, dan
kurang tebal bila dibandingkan dengan epitel bertingkat silindris bercilia yang melapisi
bronchus besar.

c.

Bronchiolus
ronchiolus mempunyai ciri tidak mengandung tulang rawan, kelenjar, dan
kelenjar limfe; hanya terdapat adventisia tipis yang terdiri dari jaringan ikat.
Lamina propria terutama tersusun oleh berkas otot polos yang cukup mencolok

serta serat-serat elastis. Epitel yang membatasi bronchiolus besar merupakan epitel
silindris bercilia dengan sedikit sel goblet; dan pada bronchiolus kecil (kira-kira 0,3
mm), sel goblet hilang dan sel bersilia merupakan sel kubis atau silindris rendah. Di
antara sel-sel itu, tersebar sejumlah sel silindris berbentuk kubah, tak bercilia, bagian
puncaknya menonjol ke dalam lumen. Sel-sel ini disebut sel bronchiolar atau sel Clara.
Sel ini bersifat sebagai sel sekresi dengan retikulum bergranula di basal, aparatus Golgi
di atas inti dan di dalam sitoplasma apikal terdapat granula-granula sekret serta
retikulum agranula yang mencolok. Fungsi sel ini tidak diketahui, tetapi diduga ikut
berperan terhadap pembentukan cairan bronchiolar, yang mengandung protein,
glikoprotein, dan kolesterol. Sel-sel ini juga mengeluarkan sejumlah kecil surfaktan yang
terdapat di dalam sekret bronchiolar. Di bronchiolus terminalis, epitelnya juga memiliki
sejumlah sel sensorik (berbentuk sikat) dan sel neuroendokrin bergranula kecil.

Gambar 1-6. Kiri: Potongan melintang bronchus dengan lumen (L), lamina propria (LP), cel Clara
(CC), otot polos (Sm), dan jaringan parunya (LT). Kanan: Bronchiolus, potongan melintang. Tampak
bronchiolus terminalis (TB) beserta epitelnya (E) dan cel Clara (CC), juga peralihannya menjadi
bronchiolus respiratorius (RB).

Bronchiolus Respiratorius
Bronchiolus respiratorius merupakan saluran pendek, bercabang-cabang, panjangnya 1-4
mm, biasanya bergaris tengah <0,5 mm, berasal dari bronchiolus terminalis. Perbedaan
dari bronchiolus terminalis adalah bahwa dinding bronchiolus respiratorius diselingi oleh
kantung-kantung (alveoli) tempat terjadinya pertukaran gas. Bronchiolus respiratorius
yang lebih besar dilapisi oleh epitel kubis bercilia yang akan menjadi epitel selapis
kubis pada saluran yang lebih kecil dan dilanjutkan dengan epitel selapis gepeng yang
membatasi alveolus pada muara alveolus. Di luar lamina epitel, dindingnya disusun oleh
anyaman berkas otot polos dan jaringan ikat fibro-elastis. Bronchiolus respiratorius
melanjutkan diri ke ductus alveolaris.
d.

Ductus Alveolaris

uctus alveolaris adalah saluran berdinding tipis, berbentuk kerucut, dilapisi oleh
epitel selapis gepeng. Lapisan ini sangat tipis sehingga dengan mikroskop
cahaya sulit ditentukan. Di luar epitel, dindingnya dibentuk oleh jaringan
fibroelastis. Di sekeliling muara ductus alveolaris terdapat banyak alveolari tunggal dan
saccus alveolaris (sekelompok alveoli). Serat-serat otot polos tampak mencolok,
terutama pada muara alveoli dan saccus alveolaris. Sesungguhnya, muara alveoli pada
ductus alveolaris sedemikian banyaknya sehingga sulit untuk dapat melihat dinding
ductus alveolaris; walaupun ada potongan tebal, hal ini lebih jelas dan dapat dilihat
berkas-berkas serat elastis, kolagen, dan serat otot berselang-seling di antara muara
alveoli di sepanjang dinding ductus alveolaris.
e.

Atria, Saccus Alveolaris, dan Alveoli


uctus alveolaris bermuara ke dalam atria, yaitu suatu ruang tak teratur atau
gelembung tempat alveoli dan saccus alveolaris bermuara. Biasanya dua atau
lebih saccus alveolaris muncul dari tiap atria. Saccus alveolaris adalah
multikular, yaitu sekelompok alveoli yang bermuara ke dalam suatu ruangan pusat

Gambar 1-7. Kiri: Bagian lanjutan dari bronchus terminalis dan merupakan suatu tafsiran dari potngan, dengan ductu

sedikit lebih besar. Masing-masing alveolus dilapisi oleh epitel gepeng yang sangat
halus tapi sempurna. Pada potongan tipis, dapat dilihat adanya celah pada septum
interalveolaris sehingga memungkinkan hubungan antara dua alveoli yang saling
berdampingan. Celah ini disebut porus alveolaris. Septum interalveolaris dibungkus
pada masing-masing permukaannya oleh epitel tipis yang membatasi alveoli serta
mengandung banyak kapiler di dalam kerangka jaringan ikat penyokongnya.

Li 2 M&M Fisiologi Pernapasan

aru dan dinding dada adalah struktur elastik. Pada keadaan normal, hanya ditemukan
selapis tipis cairan di antara paru dan dinding dada. Paru dengan mudah dapat bergeser
sepanjang dinding dada, tetapi sukar untuk dipisahkan dari dinding dada seperti halnya
dua lempengan kaca yang direkatkan dengan air dapat digeser tetapi tidak dapat dipisahkan.
Tekanan di dalam ruang antara paru dan dinding dada (tekanan intrapleura) bersifat
subatmosferik. Apabila dinding dada dibuka, paru akan kolaps; dan apabila paru kehilangan
elastisitasnya, dada akan mengembang menyerupai bentuk gentong (barrel shaped).
Inspirasi merupakan proses aktif. Kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan volume
intratorakal. Tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari nilai normal sekitar 2,5
mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi, menjadi 6 mmHg. Jaringan
paru semakin teregang. Tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih negatif, dan udara
mengalir ke dalam paru. Pada akhir inspirasi, daya rekoil paru mulai menarik dinding dada
kembali ke kedudukan ekspirasi, sampai tercapai keseimbangan kembali antara daya rekoil
jaringan paru dan dinding dada. Tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih positif,
dan udara mengalir meninggalkan paru. Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan proses
pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume intratorakal. Namun,
pada awal ekspirasi, masih terdapat kontraksi ringan otot inspirasi. Kontraksi ini berfungsi
sebagai peredam daya rekoil paru dan memperlambat ekspirasi.
VOLUME PARU
Jumlah udara yang masuk ke dalam/keluar dari paru setiap inspirasi/ekspirasi dinamakan
volume alun napas (tidal volume/TV). Jumlah udara yang masih dapat masuk ke dalam paru
pada inspirasi maksimal, setelah inspirasi normal disebut volume cadangan inspirasi
(inspiratory reserve volume/IRV). Begitu juga sebaliknya, jumlah udara yang masih dapat
dikeluarkan secara aktif dari dalam paru melalui kontraksi otot ekspirasi setelah ekspirasi biasa
disebut volume cadangan ekspirasi (expiratory reserve volume/ERV), dan udara yang masih
tertinggal di dalam paru setelah ekspirasi maksimal disebut volume residu (residu volume/RV).
Ruang di dalam saluran napas yang berisi udara yang tidak ikut serta dalam proses pertukaran
gas dengan darah dalam kapiler paru disebut ruang rugi pernapasan.
SURFAKTAN
Tegangan permukaan yang rendah pada waktu alveolus kecil disebabkan oleh adanya surfaktan
(suatu lipid yang merendahkan tegangan permukaan) di dalam cairan yang melapisi alveolus.
Surfaktan merupakan campuran dipalmitoilfosfatidilkolin (DPPC), berbagai lipid lain, dan
protein. Apabila tegangan permukaan tersebut tidak dipertahankan rendah saat alveolus
mengecil selama ekspirasi, sesuai dengan hukum LaPlace, alveolus akan kolaps. Surfaktan juga
berfungsi membantu mencegah terjadinya edema paru.
Surfaktan dihasilkan oleh sel epitel alveolus tipe II. Badan Lamelar spesifik, yaitu
organel yang mengandung gulungan fosfolipid dan terikat pada membran sel, dibentuk dalam
sel-sel tersebut dan disekresikan ke dalam lumen alveolus secara eksositosis.
Surfaktan mempunyai peranan penting pada kelahiran. Janin di dalam uterus melakukan gerakan
pernapasan, namun jaringan parunya tetap kolaps sampai saat kelahiran. Setelah lahir, bayi
melakukan beberapa kali gerakan inspirasi kuat dan parunya akan mengembang. Adanya surfaktan
mencegah agar jaringan paru tidak kolaps kembali. Defisiensi surfaktan merupakan penyebab
penting terjadinya surfaktan gawat pernapasan bayi baru lahir (IRDS = infant respiratory
distress syndrome; penyakit membran hyaline), suatu penyakit paru serius yang terjadi pada bayi
yang lahir sebelum sistem surfaktannya berfungsi. Proses pematangan surfaktan dalam paru juga
dipercepat oleh hormon glukokortikoid. Menjelang umur kehamilan cukup bulan, didapatkan

peningkatan kadar kortisol fetal dan maternal, serta jaringan parunya kaya akan reseptor
glukokortikoid
Li 3 M&M Mycobacterium Tuberculosis
Lo 3.1 Definisi
1.Taksonomi : mycobacterium tuberculosis
2. Kingdom : Plant
3. Phylum : Scizophyta
Klas : Scizomycetes
Ordo : Actinomycetales
Family :Mycobacteriaceae
Genus :Mycobacterium
Spesies :Mycobacterium tuberculosis

Lo 3.2 Klasifikasi & Morfologi


Bentuk.
berbentuk batang lurus atau agak bengkok dengan ukuran 0,2-0,4 x 1-4 um.
Pewarnaan Ziehl-Neelsen dipergunakan untuk identifikasi bakteritahan asam.
Tidak dapat digolongkan gram negatif atau gram positif
Biakan
Kuman ini tumbuh lambat, koloni tampak setelah lebih kurang 2minggu bahkan kadangkadangsetelah 68 minggu.
Suhu optimum 37C, tidak tumbuh pada suhu 25C atau lebihdari40C.
Medium padat yang biasa dipergunakan adalah Lowenstein- Jensen. PH optimum 6,4-7,0.
Terdapat 3 formulasi umu yang dapat di gunakan;
1.medium agar semi sintetikmedium ini mengandung garam, vitamin, kofaktor, asamoleat, albumin,
katalase, gliserol, glukosa, dan malakit hijau.Medium ini digunakan untuk mengobservasi morfologi
koloni,untuk uji sensitifitas, dan menambahkan antibiotik sebagaimedium selektif.
2.medium telur inspissatedmedium ini mengandung garam, gliserol, dan substansiorganik kompleks.
Medium ini digunakan sebagai mediumselektif dengan menambahkan antibiotic
3.medium kaldumedium ini mendorong prolifersi inokulum kecil.
Sifat-sifat.
Mycobacterium tidak tahan panas, akan mati pada 6C selama 15-20 menit.

Biakan dapatmati jika terkena sinar matahari lansung selama 2 jam.


Dalam dahak dapat bertahan 20-30p jam.
Basil yang berada dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari.
Biakan basil inidalam suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapatdisimpan dalam lemari dengan
suhu20C selama 2 tahun.
Myko bakteri tahan terhadap berbagai khemikalia dandisinfektanantara lain phenol 5%, asam sulfat 15%,
asam sitrat 3%dan NaOH 4%.
Basil ini dihancurkanoleh jodium tinctur dalam 5 minit, denganalkohol 80 % akan hancur dalam 2-10
menit.
Bersifat aerob obligat
Struktur

Komponen dinding sel :


1. Lipid
Mikobakterium tuberculosis kaya akan lipid yang secara luas berikatan dengan protein dan
polisakarida. Lipid bertanggung jawab atas ketahanan asam. Strain yang virulensi membentuk
korda serpentin mikroskopik yang dimana basil cepat asam disusun dalam rantai parallel.
Pembentukan korda dihubungkan dengan virulensi. Sebuah factor korda (trehalosa-6, 6dimikolat) diekstrak dari basil virulen dengan petroleum eter. Hal ini hambat migrasi leukosit
granuloma kronik dan bertindak sebagai imunologi adjuvant.
2. Protein
Protein mendatangkan reaksi tuberculin. Ikatan protein dengan fraksi lilin menyebabkan
sensitivitas tubekulin dan menimbulkan pembentukan antibody
3. Polisakarida
Peran polisakarida pada pathogenesis belum jelas, dapat menyebabkan reaksi
hypersensitivitas tipe cepat dan dapat bertindak sebagai antigen dalam reaksi dengan serum
orang yang terinfeksi
Untuk membiakkan bakteri digunakan medium biakan. Medium untuk biakan primer
mikobakterium harus meliputi media selektif maupun non-selektif. Terdapat tiga formulasi
umum yang dapat digunakan untuk media biakan bakteri :
1 Medium agar semi-sintetik (middlebrook 7H10 dan 7H11)
Mengandung garam, vitamin, kofaktor, asam oleat, albumin, katalase, gliserol, glukosa, dan
malakit hijau. Untuk 7H11 ditambahkan kasein hidrolisat. Albumin berfungsi untuk
menetralisir efek toksik dan efek inhibisi asam lemak dalam spesimen atau medium. Karena
inokulum besar mungkin diperlukan, medium ini mungkin kurang sensitif dengan medium
lain untuk isolasi primer mikobakterium. Media ini cocok untuk observasi morfologi koloni,
untuk uji sensitifitas, apabila ditambahkan antibiotik maka dapat menjadi media selektif.
2

Medium telur inspissated (Lowenstein-Jensen)


Mengandung garam, gliserol, dan substansi organik kompleks (telur segar atau kuning telur,
tepung kentang dan lain-lain dalam berbagai macam kombinasi). Malakit hijau ditambahkan
untuk menghambat pertumbuhan bakteri lain. Inokulum yang kecil dalam spesimen akan

tumbuh pada medium ini dalam waktu tiga sampai enam minggu. Untuk penggunaan medium
selektif cukup ditambahkan antibiotik.
3

Medium kaldu (middlebrook 7H9 dan 7H12)


Mendorong proliferasi inokulum yang kecil. Awalnya, mikobakterium tumbuh dalam bentuk
rumpun karena sifat hidrofobik permukaan selnya. Jika ditambahkan twins (ester asam lemak
yang larut air zat ini akan membasahi permukaannya dan memungkinkan terjadinya
penyebaran pertumbuhan pada medium cair. Pertumbuhan pada medium ini lebih cepat
daripada medium kompleks.
(Jawets, dkk, 2008)
Selanjutnya, untuk identifikasi dapat dilakukan dengan pewarnaan tahan asam, Pada
pewarnaan tahan asam digunakan dua macam zat warna yaitu zat warna fukhsin karbol dan
zat warna metilen blue. Kuman tahan asam akan mengikat zat warna fukhsin karbol dan tetap
mempertahankannya walaupun dicuci dengan larutan asam alkohol, sehingga bewarna merah.
Sedangkan, kuman yang tidak tahan asam saat dilakukan pencucian dengan larutan asam
alkohol akan melepaskan zat warnanya dan menyerap zat warna kedua yaitu metilen blue,
sehingga bewarna biru.

Beberapa cara pewarnaan kuman tahan asam, yaitu cara Ziehl-Neelsen dan cara Tan Thiam
Hok, dikenal juga sebagai pewarnaan Kinyoun-Gabbet.
(Penuntun Praktikum Mahasiswa Blok Respirasi, 2012

Li 4 M & M TB
Lo 3.1 Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB(Mycobacterium
Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya
Lo 3.2 EpidemiOLOGI
Angka insiden, prevalensi dan kematian Berdasarkan Global Tuberculosis Control Tahun 2009 (data tahun
2007) angka prevalensi semua tipe kasus TB, insidensi semua tipa kasus TB dan Kasus baru TB Paru BTA
Positif dan kematian kasus TB dapat dilihat di tabel 1. Berdasarkan tabel 1 tersebut menunjukkan bahwa pada

tahun 2007 prevalensi semua tipe TB sebesar 244 per 100.000 penduduk atau sekitar 565.614 kasus semua tipe
TB, insidensi semua tipe TB sebesar 228 per 100.000 penduduk atau sekitar 528.063 kasus semua tipe TB,
Insidensi kasus baru TB BTA Positif sebesar 102 per 100.000 penduduk atau sekitar 236.029 kasus baru TB
Paru BTA Positif sedangkan kematian TB 39 per 100.000 penduduk atau 250 orang per hari

Lo 3.3 Etiologi

TB paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Dapat menular melalui


Percikan dahak (droplet) saat penderita tuberculosis BTA (+) batuk atau bersin. Droplet yang
mengandung kuman TB dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam, sekali
batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam
ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi
jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman, percikan dapat
bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Orang dapat terinfeksi
kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan.(Bambang Ruswanto, 2010)
Selain itu, dapat juga melalui inokulasi langsung pada TB kulit.
Bila infeksi oleh M. bovis dapat disebabkan karena meminum susu yang tidak steril. (Zulkifli
Amir, 2009)
Lo 3.4 Klasifikasi

a. Klasifikasi penyakit berdasarkan organ yang terinfeksi


1) Tuberkulosis Paru.
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura
(selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi dalam:
a. Tuberkulosis Paru BTA Positif. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya
BTA positif atau 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
b. Tuberkulosisi Paru BTA Negatif. Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
dan foto rontgen dada menunjukkan tuberkulosis aktif. TBC Paru negatif Rotgen Positif
dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu berat dan ringan.
2) Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis ektra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung, kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus,
ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. Tuberkulosis ekstra paru dibagi lagi pada
tingkat keparahan penyakitnya, yaitu tuberkulosis ekstra paru ringan dan tuberkulosis ekstra
paru berat (Depkes RI, 2002).
b. Tipe Penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Menurut Depkes RI
(2002). Tipe penderita dibagi dalam:
1) Kasus Baru adalah penderita yang tidak mendapat Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lebih dari
satu bulan.

2) Kasus Kambuh (relaps) adalah penderita yang pernah dinyatakan sembuh dari tuberkulosis
tetapi kemudian timbul lagi tuberkulosis aktifnya.
3) Gagal adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada
akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau lebih. Gagal adalah penderita
dengan hasil BTA negatif Rontgen positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2
pengobatan.
4) Kasus Kronik adalah penderita yang BTA-nya tetap positif setelah mendapat pengobatan
ulang lengkap yang disupervisi dengan baik.
Pada tahun 1974 American Thoracic Soceity memberikan klsifikasi baru yang diambil
berdasarkan aspek kesehatan masyarakat.
Kategori 0 : tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negatif, test tuberkulin
negatif.
Kategori I : terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Disini riwayat kontak positif,
test tuberkulin negatif.
Kategori II : terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Test tuberkulin positif, radiologis dan
sputum negatif.
Kategori III: terinfeksi tuberkulosis dan sakit
Lo 3.5 Patofisiologi

a Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi pada seseorang yang terpapar pertama kali dengan kuman tuberkulosis.
Droplet yang terhisap sangat kecil ukurannya sehingga dapat melewati sistem pertahanan
mukosiller bronkus dan terus berjalan sampai di alveolus terminalis dan menetap di sana. Infeksi
dimulai saat kuman tuberkulosis berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru
yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman
tuberkulosis ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer.
Waktu antara terjadi infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu (Depkes
RI, 2010).
b. Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary Tuberculosis)
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi
primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang
buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya kavitas atau efusi pleura (Depkes RI, 2002).
Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat
menulari sekitarnya.
Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umunya terletak di segmen apikal
dari lobus superior maupun lobus inferior. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu
jalan:
1. Diresorpsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat
2. Sarang tadi mula-mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan
jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran,
dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi

aktif kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti, bila jaringan keju
dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul
dengan dibatukkannya jaringan keju tadi keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian
dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Nasib kaviti ini:
a. Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang pneumonik
ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang sebutkan di atas.
b. Dapat pula memadat dan membungkus diri dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat
mengapur dan menyembuh, tapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi
kaviti lagi.
c. Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau
kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir
sebagai kaviti yang terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan sebagai bintang (stellate
shaped).
Lo 3.6 Manifestasi Klinis

Demam. Biasanya subfebril menyerupai demam influenza, tetapi kadang-kadang


panas badan dapat mencapai 40-41oC. Serangan demam bersifat hilang-timbul
sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza.
Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat-ringannya
infeksi kuman TB yang masuk.
Batuk/batuk darah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya
iritasi pada bronchus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk
radang keluar dari saluran pernapasan. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (nonproduktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat
pembuluh darah yang pecah.
Sesak napas. Sesak napas akan ditemukan bila penyakit sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
Nyeri dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
Malaise. Penyakit TB bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dan lain-lain.
Gejala malaise ini makin lama makin berat dan hilang-timbul secara tidak teratur.

Lo 3.7 Diagnosis & diagnosis banding

Pemeriksaan Fisik
1 Konjuntiva mata atau kulit yang pucat karena anemia
2 Suhu demam (subfebris)

3 Badan kurus atau berat badan menurun


4 Sering tidak menunjukkan kelainan apapun terutama pada kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi
secara asimtomatik.
5 Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak) paru. Bila
dicurigai adanya infiltrate yang agak luas, maka di dapatkan perkusi yang redup dan
aauskultasi suara nafas bronchial. Akan di dapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronki
basah, kasar, dan nyaring.tetapi bila infiltrate ini di liputi oleh penebalan pleura, suara
nafasnya menjadi vesicular melemah. Bila kavitas cukup besar, perkusi memberikan suara
hipersonor atau timpani dan auskultasimemberikan suara amforik.
6 Pada tuberculosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering di temukan atrofi dan retraksi
otot-otot interkostal.
Pemeriksaan Radiologis
1 Radiologis dada cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberculosis.
2 Lokasi lesi umumnya di daerah apeks paru, dapat juga pada lobus bawah atau di daerah hilus
menyerupai tumor paru.
3 Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologis
berupa bercak seperti awan dan dengan batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi
jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini
dikenal sebagai tuberkuloma.
4 Gambaran tuberculosis milier berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada
sluruh lapangan paru.
5 Gambaran radiologi lain yang sering menyertai tuberculosis paru adalah penebalan pleura
(peuritis), massa cairan di bagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitam
radiolusen di pinggir paru/pleura (pneumotoraks).
6 Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus (pada tuberkuloisis
yang sudah lanjut) seperti infiltrate, garis-garis fibrotic, kalsifikasi, kavitas (non/sklerotik)
maupun atelektasis dan emfisema.
7 Foto kesalahan dapat mencapai 25%, oleh karena itu sering dilakukan juga foto lateral, top
lordotik, oblik, tomografi, dan foto dengan proyeksi densitas keras.
8 Pemeriksaan khusus yang kadang-kadang di perlukan adalah bronkografi, yakni untuk melihat
kerusakan bronkus atau paru yang di sebabkan oleh tuberculosis. Pemeriksaan dilakukan
bila pasien akan melakukan pembedahan paru.
9 Pemeriksaan radiologis dada yang lebihcanggih adalah Computed Tomography Scanning (CT
scan). Pemeriksaan lain yang lebih canggih adalah Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang meragukan,
hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan
didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah
limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai
sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah
mulai turun ke arah normal lagi.

Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga : anemia ringan dengan gambaran normokrom dan
normositer, gama globulin meningkat, kadar natrium darah menurun pemeriksaan tersebut di atas
nilainya juga tidak spesifik.
b. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis
tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan
evaluasi terhadap pengobatan yang sudah dapat diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah
sehingga dapat dikerjakan dilapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk
mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non produktiv. Dalam hal
ini dianjurkan dalam satu hari sebelum pemeriksaan sputum dianjurkan minum air sebanyak
2ltr dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan memberikan tambahan obatobat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20 30 menit.
Bila masih sulit , sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi di ambil dengan brushing
atau bronchial washing atau BAL ( broncho alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga di
dapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka
sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan di periksa hendaknya sesegar mungkin.
Sputum diperiksa pada waktu:
S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada
saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari
kedua.
P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot
dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
Bila sputum sudah di dapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman baru dapat
ditemukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka keluar, sehingga sputum yang
mengandung kuman BTA mudah keluar. Diperkiran di Indonesia ditemukan pasien BTA positif
tetapi kuman tersebut tidak ditemukan di dalam sputum mereka.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA
pada satu sediaan. Dengan kata lain 5000 kuman dalam 1mL sputum.
Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiam Hok yang merupakan muldifikasi
gabungan cara pulasan Kinyoun dan Gabbet.
Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah :
Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa
Pemeriksaan sediiaan langsung dengan mikroskop fluoresens (pewarnaan khusus)
Pemeriksaan dengan biakan ( kultur )
Pemeriksaan terhadap resistensi obat
Saat ini sudah dikembangkan pemeriksaan biakan sputum BTA dengan cara Bactec (Bactec 400
Radiometric System), dimana kuman sudah dapt dideteksi dalam 7-10 hari.
c. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Dapat dideteksi DNA kuman TB dalam waktu yang lebih cepat atau mendeteksi M. tuberculosae
yang tidak tumbuh pada sediaan biakan. Dari hasil biakan biasanya dilakukan juga pemeriksaan
terhadap resistensi obat dan identifikasi kuman.

Kadang-kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat kuman BTA (positif), tetapi
pada biakan hasilnya negatif. Ini terjadi pada fenomen dead bacilli atau non culturable bacilli
yang disebabkan keampuhan panduan obat antituberkulosis jangka pendek yang cepat
mematikan kuman BTA dalam waktu pendek.
Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan sediaan biakan, bahan-bahan selain
sputum dapat juga diambil dari bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan pleura, cairan
lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin dan tinja.
d. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis
terutama pada anak-anak (balita). Biasanaya dipakai test Mantoux yakni dengan menyuntikkan
0,1 cc tuberkulin P.P.D. (Purfied Protein Derivative) intrcutan berkekuatan 5 T.U. (intermediate
strength). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U. dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U. (first
strength. Kadang-kadang bila denga 5 T.U. masih memberikan hasil negatif dapat diulangi
dengan 250 T.U.(second sterngth). Bila dengan 250 T.U. masih memberikan hasil negatif, berarti
tuberkulosis dapat disingkirkan. Umumnya tes mantuox dengan 5 T.U. saja sudah cukup berarti.
Setelah 48-72 jam setelah tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan
yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi seluler dan antigen
tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi selular dan antigen tuberkulin amat
dipegaruhi oleh antibodi humoral, makin besar pengaruh antibodi humoral, makin kecil indurasi
yang ditimbulkan.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, hasil test mantoux ini dibagi dalam:
1) Indurasi 0-5mm (diameternya) : Mantoux negatif= golongan non sensitivy. Disini peranan
antibodi humoral apaling menonjol.
2) Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan= golongan low grade sensitivy. Disini peran antibodi
humoral masih menonjol.
3) Indurasi 10-15 mm : Mantoux positif= golonagan normal sensitivy. Disini peran kedua
antibodi seimbang.
4) Indurasi lebih dari 15 mm : Mantoux positif kuat= golongan hypersensitivy. Disini peran
antibodi selular paling menonjol.
Untuk pasien dengan HIV positif, Test Mantoux 5 mm, dinilai positif

iagnosis tuberkulosis paru masih banyak ditegakkan berdasarkan kelainan klinis dan
radiologis saja. Kesalahan diagnosis dengan cara ini masih banyak sehingga memberikan
efek pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan. Oleh sebab itu, dalam diagnosis
tuberkulosis paru, sebaiknya dicantumkan status klinis, status bakteriologis, status radiologis, dan
status kemoterapi. WHO tahun 1991 memberikan kriteria pasien tuberkulosis paru.
Pasien dengan BTA positif:
a. pasien pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopik ditemukan BTA, sekurangkurangnya pada 2x pemeriksaan, atau
b. satu sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang mengambarkan
tuberkulosis aktif, atau
c. satu sediaan sputum positif disertai biakan yang positif.
Pasien dengan biakan sputum BTA negatif:

a. pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopik tidak ditemukan BTA
sedikitnya pada 2x pemeriksaan tetapi gambaran radiologis sesuai dengan gambaran
TB aktif, atau
b. pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopik tidak ditemukan BTA
sama sekali tetapi biakannya positif.
Disamping TB paru, didapatkan juga TB ekstra paru, yakni pasien dengan kelainan
histologis atau dengan gambaran klinis sesuai dengan TB aktif atau pasien dengan satu
sediaan dari organ ekstra parunya menunjukkan hasil bakteri Mycobacterium tuberculosae.
Di luar pembagian tersebut di atas pasien digolongkan lagi berdasarkan riwayat
penyakitnya, yakni :
Kasus baru, yakni pasien yang tidak mendapatkan obat anti TB lebih dari 1 bulan.
Kasus kambuh, yakni pasien yang oernah dinyatakan sembuh dari TB, tetapi timbul lagi
TB aktifnya.
Kasus gagal (smear positive failure), yakni:
- Pasien yang sputum BTAnya tetap positif setelah mendapat obat anti TB lebih dari 5
bulan, atau
- Pasien yang menghentikan pengobatannya setelah mendapat obat anti TB 1-5 bulan
dan sputum BTAnya masih positif.
Kasus kronik, yakni pasien yang sputum BTAnya tetap positif setelah mendapat pengobatan ulang
lengkap yang disupervisi dengan baik
DIAGNOSIS BANDING
1. Pneumonia
2. Abses paru
3. Kanker paru
4. Bronkiektasis
5. Pneumonia aspirasi
PENYULIT
a. Pleuritis sika
b. Efusi pleura
c. Empiema
d. Laringitis tuberkulosis
e. Tuberkulosis pada organ lain
f. Kor pulmonale

Lo 3.8 Tatalaksana
Pencegahan

Tujuan pengobatan tuberculosis adalah untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,


kekambuhan, komplikasi, terjadinya resistensi kuman terhadap OAT dan memutuskan rantai
penularan. (Depkes, 2010)
1. Promotif
a. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC

b. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan, cara
pencegahan, faktor resiko
c. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
2. Preventif
a. Vaksinasi BCG
b. Menggunakan isoniazid (INH)
c. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
d. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui secara dini.
3. Kuratif
Pengobatan tuberkulosis terutama pada pemberian obat antimikroba dalam jangka waktu
yang lama. Obat-obat dapat juga digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis pada
seseorang yang sudah terjangkit infeksi. Penderita tuberkulosis dengan gejala klinis harus
mendapat minuman dua obat untuk mencegah timbulnya strain yang resisten terhadap obat.
Penatalaksanaan TB meliputi penemuan pasien dan pengobatan yang dikelola dengan
menggunakan strategi DOTS.
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap yaitu:
Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk
mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara
tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian
besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit yang diminum 3x seminggu,
namun dalam jangka waktu yang lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman
persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (Depkes, 2004).
Pelaksanaan pengobatan terhadap penderita harus memenuhi prinsip berikut (Depkes, 2001):
Tempat pelayanan pengobatan harus mudah dicapai oleh penderita serta diberikan secara
cuma-cuma. Tidak diperkenankan memungut biaya pengobatan dari penderita tubekulosis.
Pelayanan pengobatan harus dapat diterima dan digunakan oleh masyarakat. Petugas
kesehatan harus dapat berkomunikasi dengan penderita secara baik dalam bahasa mereka,
serta mampu mengatasi permasalahan mereka.
Paduan obat harus tersedia sesuai dengan yang telah direncanakan dan diterima dalam jumlah
cukup dan baik untuk menjamin keteraturan pengobatan dengan cadangan obat (buffer stok)
yang cukup.
Pengobatan harus berada dalam penyawasan, baik dosis maupun wktu pelaksanaannya
sehingga keteraturan berobat dapat dilakukan dengan baik agar dapat dicapai angka
kesembuhan yang tinggi.
1

Pencegahan
Promotif
Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC

Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan, cara
pencegahan, faktor resiko
Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.

Preventif
Vaksinasi BCG
Menggunakan isoniazid (INH)
Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui secara dini.
terbagi menjadi 2 fase:
- fase intensif (2-3 bulan)
- fase lanjutan 4 atau 7 bulan.
Obat Anti Tuberkulosis
1. Jenis obat utama yang digunakan adalah :
a. Rifampisin
b. INH
c. Pirazinamid
d. Streptomisin
e. Etambutol
2. Kombinasi dosis tetap ( Fixed dose combination )
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 4 obat antituberkulosis, yaitu rifamsinin, INH,
pirazinamid dan etambutol dan 3 obat antituberkulosis, yaitu rifampisin, INH dan
pirazinamid.
3. Jenis obat tambahan lainnya
a. Kanamisin
b. Kuinolon
c. Obat lain masih dalam penelitian : makrolid, amaksilin + asam klavulanat
d. Derivat rifampisin dan INH
Dosis OAT
1. Rifampisin 10 mg/kg BB, maksimal 600 mg 2-3 x / minggu atau
BB > 60 kg : 600 mg
BB 40-60 kg : 450 mg
BB < 40 kg : 300 mg
Dosis intermiten 600 mg/ kali
2. INH 5 mg/kg BB, maksimal 300 mg,
- 10 mg/kg BB 3 x seminggu,
- 15 mg/kg BB 2 x seminggu
- 300 mg/hari untuk dewasa.
- Intermiten : 600 mg / kali
3. Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 x seminggu, 50 mg/kg BB 2 x
seminggu atau :
BB > 60 Kg : 1500 mg

BB 40-60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
4. Etambutol : fase intensif 20 mg/kg BB, fase lanjutkan 15 mg/kg
BB, 30 mg/kg BB 3 x seminggu, 45 mg/kg BB 2 x seminggu atau:
BB > 60 kg : 1500 mg
BB 40-60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
Dosis intermiten 40 mg/kg BB /kali
5. Streptomisin : 15 mg/kg BB/kali
BB > 60 kg : 1000 mg
BB 40-60 kg : 750 mg
BB < 40 kg : sesuai BB
6. Kon\mbinasi dosis tetap
Efek samping OAT :
1. Isoniazid (INH)
- Efek samping ringan: tanda-tanda keracunan pada syarat tepi, kesemutan, rasa terbakar di
kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan dosis
100 mg perhari atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan
dapat diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin ( syndrom
pellagra)
- Efek samping berat : hepatitis. Hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman
TB pada keadaan khusus.
2. Rifampisin
a. Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simtomatik ialah :
Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
Sindrom perut
Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
b. Efek samping yang berat tapi jarang:
Hepatitis
Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal.
Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat. Air mata, air liur.
karena proses metabolisme obat
3. Pirazinamid
Efek samping utama: hepatitis, Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadangkadang dapat menyebabkan sarangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan sisebabkan
berkurangnya ekskresi dan penimbuhan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam,
mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
4. Etambutol
Gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah
dan hijau. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah
obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan
okuler sulit untuk dideteksi.

5. Streptomisin
Efek samping utama: kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan
dan pendengaran. Gejala efekya samping yang terlibat ialah telinga mendenging (tinitus),
pusing dan kehilangan keseimbangan.
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit
kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang
terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera
setelah suntikan.
Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada
wanita hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.
Panduan Obat Anti Tuberkulosis
-

Kategori I ( 2 HRZE/4H3R3 atau 2 HRZE/4HR atau 2 HRZE/6HE )


~ Penderita baru TBC Paru BTA (+)
~ Penderita TBC Paru BTA (-) Rontgen (+) yang sakit berat dan
~ Penderita TBC Ekstra Paru berat
- Kategori II ( 2 HRZES/HRZE/5H3R3E3 atau 2 HRZES/HRZE/5HRE)
~ Penderita kambuh (relaps)
~ Penderita gagal ( failure )
~ Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)
- Kategori III ( 2HRZ/4 H3R3 atau 2HRZ/4HR atau 2HRZ/6HE )
~ Penderita baru BTA (-) dan Rontgen (+) sakit ringan
~ Penderita Ekstra Paru ringan
- Kategori IV ( Sesuai Uji Resistensi atau INH seumur hidup )
~ Penderita TB Paru kasus kronik
KETERANGAN
R = Rifampisin, Z = Pirazinamid, H = INH, E = Etambutol
S = Streptomisin.
Pada kasus dengan resistensi kuman, pilihan obat ditentukan sesuai hasil
uji resistensi.

Dosis obat berdasarkan berat badan :


Jenis obat

BB < 30 kg

BB 30 50 kg

BB > 50 kg

R
H
Z
S
E

300 mg
300 mg
750 mg
500 mg
500 mg

450 mg
300 mg
1000 mg
750 mg
750 mg

600 mg
400 mg
1500 mg
750 mg
1000 mg

Pengobatan Suportif / Simtomatik


a. Makan-makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan (tidak ada
larangan makanan untuk penderita tuberkulosis)
b. Bila demam obat penurunan panas/demam
c. Bila perlu obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan lain.
Indikasi rawat inap :

Batuk darah (profus)


Keadaan umum buruk
Pneumotoraks
Empiema
Efusi pleura masif / bilateral
Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)

TB ekstra paru yang mengancam jiwa :


TB paru milier
Meningitis TB
Lo 3.9 Komplikasi

Pnemutoraks spontan terjadi bila udara memasuki rongga pleura sesudah terjadi robekan pada
kavitas tuberkulosis.
Kor pulmunale adalah gagal jantung kongestif karena tekanan balik akibat kerusakan paru,
dapat terjadi bila terdapat destruksi paru yang amat luas.
Aspergilomata dimana kavitas tuberkulosis yang sudah diobati dengan baik dan sudah
sembuh kadang-kadang tinggal terbuka dan dapat terinfeksi dengan jamur Aspergillus
fumigatus (Muherman, 2002).
Hemoptis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian
karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkhial.
Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada
proses pemulihan) pada paru.
Insufisiensi Kardio Pulmoner.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya
(Depkes RI, 2002).

Lo 3.10 Prognosis

Prognosis umumnya baik jika infeksi terbatas di paru, kecuali jika disebabkan oleh strain resisten
obat atau terjadi pada pasien berusia lanjut, dengan debilitas, atau mengalami gangguan
kekebalan, yang berisiko tinggi menderita tuberkulosis milier
(Patologi vol. 2, Robbins, dkk)
Li 4 M & M Etika Batuk dalam Islam

Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh di saluran pernapasan dan merupakan gejala
suatu penyakit atau reaksi tubuh terhadap iritasi di tenggorokan karena adanya lendir, makanan,
debu, asap dan sebagainya.Batuk terjadi karena rangsangan tertentu, misalnya debu di reseptor
batuk (hidung, saluran pernapasan, bahkan telinga).
Jenis-jenis dan penyebab dari masing-masing batuk.

Batuk kering. Batuk dengan suara nyaring dan membuat perut ikut sakit, biasanya makin
parah saat malam hari. Bisa disebabkan karena masuk angin, radang, atau asma.
Batuk produktif/batuk basah. Batuk yang sering diiringi dengan riak atau lendir, yang
biasanya disebabkan oleh infeksi atau asma.

Cara batuk yang benar


Langkah 1
Sedikit berpaling dari orang yang ada disekitar anda dan tutup hidung dan mulut anda dengan
menggunakan tissue atau saputangan atau lengan dalam baju anda setiap kali anda merasakan
dorongan untuk batuk atau bersin.
Langkah 2
Segera buang tissue yang sudah dipakai ke dalam tempat sampah.
Langkah 3
Tinggalkan ruangan/tempat anda berada dengan sopan dan mengambil kesempatan untuk pergi
cuci tangan di kamar kecil terdekat atau menggunakan gel pembersih tangan.
Langkah 4
Gunakan masker
Hukum Menelan Dahak
Syaikh Shaleh Munajid memberikan kesimpulan:
Mengingat dahak tidaklah najis, bukan termasuk makanan maupun minuman, dan juga tidak bisa
dianalogikan dengan makan maupun minum, maka jika orang yang shalat menelan dahaknya,
shalatnya sah. Lebih-lebih jika dia terpaksa harus menelannya dan tidak mungkin
meludahkannya.
Hukum Merokok
Imam al-Syafie telah mengeluarkan fatwa dalam kitabnya yang masyhur al-Umm yaitu: Jika
mereka mengambil (sesuatu makanan, minuman atau sesuatu yang dihisap, dihidu dan disedut)
yang boleh memabukkan, maka perbuatan itu adalah jelas haram. (Termasuklah) yang
mengandungi racun yang menyebabkan kematian. Aku tetap menganggap (menfatwakan) ia
adalah haram. Allah swt mengharamkan (apapun jenis) pembunuhan kerana pembunuh
bermakna membunuh diri sendiri.
4 Program Pemerintah Memberantas TBC
A. Paradigma Sehat
Meningkatkan penyuluhan untuk menemukan kontak sedini mungkin serta meningkatkan
cakupan Program.
Promosi Kesehatan dalam rangka meningkatkan perilaku hidup sehat.
Perbaikan perumahan serta peningkatan status gizi pada kondisi tertentu.
B. Strategi DOTS, sesuai rekomendasi WHO, terdiri atas 5 kompomen
Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana.
Diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis.

Pengobatan dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek dengan
pengawasan langsung oleh Pengawas menelan obat (PMO)
Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.
Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi
program penanggulangan TBC.

Sejak tahun 1994, WHO menetapkan DOTS sebagai strategi yang paling ampuh dan cost
effective untuk memerangi TB. DOTS adalah strategi penyembuhan TB jangka pendek dengan
pengawasan secara langsung. Strategi DOTS memberikan angka kesembuhan hingga 95% dan
tidak mengharuskan pasien dirawat di rumah sakit sehingga masih dapat beraktivitas seperti
biasa. DOTS menekankan pentingnya pengawasan terhadap penderita TB agar menelan obatnya
secara teratur sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh (Depkes, 2004).
Di Indonesia sendiri DOTS diperkenalkan pada tahun 1995 dengan tingkat kesembuhan 87
persen pada tahun 2000. Strategi DOTS mensyaratkan lima komponen yang harus ada secara
bersamaan, yaitu komitmen politis dari para pengambil keputusan, diagnosis penyakit TB
melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik, pengobatan dengan OAT jangka pendek, dan
adanya pencatatan dan pelaporan yang sesuai standar. Rencana kerja strategi penanggulangan TB
2006-2010 merupakan kelanjutan dari Renstra sebelumnya, yang mulai difokuskan pada
perluasan jangkauan pelayanan dan kualitas DOTS. Untuk itu, diperlukan suatu strategi dalam
pencapaian target yang telah ditetapkan, yang dituangkan pada tujuh strategi utama pengendalian
TB, yang meliputi Ekspansi Quality DOST dan didukung dengan penguatan system
kesehatan :
Perluasan dan peningkatan pelayanan DOTS berkualitas
Menghadapi tantangan baru, TB-HIV , MDR-TB dll
Melibatkan seluruh penyedia pelayanan
Melibatkan penderita dan masyarakat
Penguatan kebijakan dan kepemilikan daerah
Kontribusi terhadap system pelayanan kesehatan
Penelitian operasional (Depkes, 2004)
C. Peningkatan mutu pelayanan
Pelatihan seluruh tenaga pelaksana.
Ketepatan diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik.
Kualitas laboratorium diawasi melalui pemeriksaan uji silang (cross check)
Untuk menjaga kualitas pemeriksaan laboratorium, dibentuklah KPP (kelompok
Puskesmas Pelaksana) terdiri dari 1 (satu) PRM (Puskesmas Rujukan Mikroskopik) dan
beberapa PS (Puskesmas Satelit) Untuk daerah dengan geografis sulit dapat dibentuk
PPM (Puskesmas Pelaksana Mandiri).
Ketersediaan OAT bagi semua penderita TBC yang ditemukan.
Pengawasan kualitas OAT dilaksanakan secara berkala dan terus menerus.
Keteraturan menelan obat sehari-hari diawasi oleh Pengawas Menelan Obat (PMO)
keteraturan pengobatan tetap merupakan tanggung jawab petugas kesehatan.
Pencatatan dan pelaporan dilaksanakan dengan teratur, lengkap dan benar.

D. Pengembangan program dilakukan secara bertahap ke seluruh UPK.


E. Peningkatan kerjasama dengan semua pihak melalui kegiatan advokasi diseminasi informasi
dengan memperhatikan peran masing-masing.
F. Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program meliputi : Perencanaan pelaksana
monotoring dan evaluasi serta mengupayakan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan
prasarana).
G. Kegiatan penelitian dan pengembangan dilaksanakan dengan melibatkan semua unsur terkait.
H. Memperhatikan komitmen internasional.
I. Imunisasi BCG
Vaksin TBC, yang dikenal dengan nama BCG terbuat dari bakteri M. Tuberculosis strain
Bacillus Calmette-Guerin (BCG). Bakteri ini menyebabkan TBC pada sapi, tapi tidak pada
manusia. Vaksin ini dikembangkan pada tahun 1950 dari bakteri M. Tuberculosis yang hidup
(live vaccine), karenanya bisa berkembang biak di dalam tubuh dan diharapkan bisa
mengindus antibodi seumur hidup. Selain itu, pemberian dua atau tiga kali tidak berpengaruh.
Karena itu, vaksinasi BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup. Di Indonesia, imunisasi
BCG diberikan sebelum berumur dua bulan.

Anda mungkin juga menyukai