(TERM OF REFERENCE)
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT
TAHUN 2016
JAKARTA
:
:
:
:
:
:
Kegiatan
Sub Kegiatan
MAK
:
:
:
Kementerian Perhubungan
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut
DKI Jakarta
Peningkatan Fungsi Pelabuhan dan Pengerukan Pusat
Program Pembangunan Transportasi Laut
Meningkatkannya Keandalan Prasaran dan Sarana
Transportasi Laut
Studi/Kajian/Survey/Master Plan
Studi/Kajian/Survey/Master Plan
Belanja Modal Lainnya
1. LATAR BELAKANG
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batasbatas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintah dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan
sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/bongkar muat barang
yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan
serta sebagai tempat perpindahan intra dan/ atau moda transportasi. Suatu pelabuhan harus
terlindung dari pengaruh gelombang di lautan agar operasional pelabuhan dapat berjalan
secara efektif dan efisien. Jika lokasi pelabuhan tidak terlindung secara alami, perlu
direncanakan pelindung agar pelabuhan terlindung dari gelombang sehingga keselamatan
pelayaran dapat dipertahankan
Pemecah gelombang adalah suatu struktur yang dibangun guna melindungi pelabuhan dari
pengaruh gelombang laut agar dapat memberikan akomodasi yang aman bagi kapal.
Bangunan ini memisahkan daerah perairan dari laut terbuka sehingga perairan pelabuhan tidak
banyak dipengaruhi oleh gelombang besar di laut. Dengan adanya pemecah gelombang ini
daerah perairan pelabuhan menjadi tenang dan kapal bisa melakukan bongkar muat barang/
naik turun penumpang dengan mudah.
Pada prinsipnya, pemecah gelombang dibuat sedemikian rupa sehingga mulut pelabuhan tidak
mengahadap ke arah gelombang dan arus dominan yang terjadi di lokasi pelabuhan.
Gelombang yang datang dengan menbentuk sudut terhadap garis pantai dapat menimbulkan
arus sepanjang pantai. Kecepatan arus yang besar ini dapat mengangkut sedimen dasar dan
membawanya searah dengan arus tersebut. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya
pendangkalan. Pemecah gelombang ditinjau dari bentuk dan bahan bangunan yang digunakan.
Menurut bentuknya pemecah gelombang dapat dibedakan menjadi pemecah gelombang sisi
miring, sisi tegak, dan campuran. Pemecah gelombang dapat dibuat dari tumpukan batu, blok
beton, beton massa, turap, dan sebagainya.
Hal-hal yang perlu diketahui dalam perencanaan pemecah gelombang antara lain tata letak,
penentuan kondisi perencanaan, dan seleksi tipe struktur yang akan digunakan. Dalam
penentuan tata letak (lay out) breakwater adalah kondisi lingkungan, ketenangan perairan,
kemudahan manuver kapal, efek lingkungan, dan rencana pengembangan. Kondisi-kondisi
perencanaan yang dipertimbangkan yakni angin, ketinggian pasang surut, gelombang,
kedalaman perairan dan kondisi tanah. Sedangkan dalam penentuan tipe struktur breakwater,
hal yang diperhitungkan adalah tata letaknya, kondisi lingkungan, kondisi penggunaan, kondisi
konstruksi, ketersediaan material, dan perawatan
Perlu disusun suatu pedoman dalam perencanaan breakwater untuk menjamin kehandalan dari
struktur breakwater tersebut untuk melindungi kolam pelabuhan. Pedoman Perencanaan
Breakwater berisikan tata cara perencanaan layout breakwater, perencanaan gelombang
rencana, perencanaan penentuan tipe struktur dan desain breakwater, perencanaan efek
lingkungan serta ketersediaan material dan perencanaan monitoring dan pemeliharaan
breakwater
Sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM 60 Tahun 2010 sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 68 Tahun 2013 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan, bahwa tugas dan fungsi Direktorat
Jenderal Perhubungan Laut adalah merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan
standarisasi teknis di bidang perhubungan laut yang salah satunya adalah penyusunan standar
dan pedoman dalam bidang pelabuhan
Sedangkan Direktorat Pelabuhan dan Pengerukan mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan
kebijakan, standar dan pedomana di bidang pengembangan pelabuhan dan perancangan
fasilitas pelabuhan, pengerukan dan reklamasi, pemanduan dan penundaan kapak, bimbingan
pelayanan jasa dan opersional pelabuhan. Dalam melaksanakan tugas tersebut Direktorat
Pelabuhan dan Pengerukan menyelenggarakan fungsi yang salah satunya yaitu penyusunan
standar dan pedoman dalam bidang perancangan fasilitas pelabuhan.
Berdasarkan hal-hal tersebut, dalam rangka perencanaan breawater yang baik dan memenuhi
syarat untuk kelancaran operasional dan keselamatan pelayaran, maka Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan perlu mengadakan Studi Pedoman
Perencanaan Breawater
2. MAKSUD DAN TUJUAN
Pekerjaan Studi Pedoman Perencanaan Breawater ini mempunyai maksud untuk acuan bagi
para perencana dan pelaksana dalam melakukan pekerjaan perencanaan breawater. Studi ini
juga dimaksud sebagai pedoman/ acuan dan bahan pelengkap dalam persyaratan teknis untuk
pekerjaan pembangunan breawater.
3. SASARAN
Hasil dari kegiatan ini pada prinsipnya untuk dijadikan acuan bagi para perencana dan
pelaksana dalam melakukan perencanaan breakwater. Secara substansial, penyusunan
dokumen studi ini diperlukan dalam menjamin kepastian dan pelaksanaan pembangunan
pelabuhan yang terencana, terpadu, tepat sasaran, efisien dan berkesinambungan.
4. RUANG LINGKUP STUDI
Studi ini berisikan tata cara perencanaan layout breakwater, perencanaan tinggi gelombang
rencana, perencanaan penentuan tipe dan desain struktur breakwater, perencanaan kondisi
lingkungan serta material dan perencanaan monitoring dan pemeliharaan breakwater
Perencanaan Breakwater dalam studi ini tidak mencakup floating breakwater.
5. KELUARAN
Keluaran dari Studi Pedoman Perencanaan Breakwater adalah sebuah sebagai berikut:
a. Kajian terhadap perencanaan breakwater (antara lain penentuan tata cara perencanaan
layout breakwater, perencanaan tinggi gelombang rencana, perencanaan penentuan tipe
struktur breakwater beserta perhitungan sturkturnya, perencanaan kondisi lingkungan serta
material), metode pelaksanaan pembangunan breakwater dan perencanaan monitoring
serta pemeliharaan breakwater;
b. Evaluasi terhadap studi kasus breakwater yang dianalisa dengan berbagai acuan standar
yang ada;
c. Pedoman perencanaan breakwater yang aplikatif di Indonesia : perhitungan perencanaan,
risk analysis, metode pelaksanaan pekerjaan dan metode perbaikan/monitoring/perawatan.
6. LANDASAN HUKUM
Landasan hukum pelaksanaan kegiatan penyusunan studi kelayakan dalam rangka
pembangunan pelabuhan laut ini adalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
b. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
c. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan dengan
perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011;
d. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan;
e. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian;
f. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan
Pelabuhan Laut;
g. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 60 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Perhubungan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 68 Tahun 2013;
h. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 62 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor PM 44 Tahun 2011;
i. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP.414 tahun 2013 tentang Penetapan Rencana
Induk Pelabuhan Nasional;
j. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor PP 72/2/28-99 Tahun 1999 Tentang
Standar Kinerja Pelayanan Operasional Pelabuhan Laut;
7. LOKASI STUDI
Studi Pedoman Perencanaan Breakwater akan dilaksanakan di Jakarta, studio penyedia jasa
konsultansi dan dilakukan kunjungan ke lapangan untuk mendapatkan data, informasi dan
masukan dari stakeholder terkait.
Survei primer di lapangan untuk studi kasus breakwater dilaksanakan pada lokasi sebagai
berikut :
a. Pelabuhan laut Pulau Baai, Bengkulu; (asesment awal)
b. Pelabuhan laut Tanjung Priok, Jakarta;(primer)
c. Pelabuhan laut Batang, Jawa Tengah; (asesment awal)
d. Pelabuhan laut Manado, Sulawesi Utara; (ases, hidro,tanah)
e. Pelabuhan laut Makassar, Sulawesi Selatan; (asesment awal)
f. Pelabuhan perikanan ikan Pelabuhan Ratu, Jawa Barat;
g. TPPI, Gresik, Jawa Timur
Analisa Perbaikan
Monitoring dan
Perawatan
breakwater
berdasarkan
hasil
investigasi
assesment
awal
terhadap
struktur
breakwater
Data
Hidrooceanograf
penyelidikan
tanah
shallow
boring
bathymetri
laboratoriu
arus
sedimen
dasar dan
layang
quary
pasang surut
sample air
No
Lokasi Pelabuhan
3
4
5
dilaksanakan
Data
Hidrooceanografi
Data sekunder
Data sekunder
dilaksanakan
Data Primer
Data Primer
dilaksanakan
Data sekunder
Data sekunder
dilaksanakan
Data Primer
Data Primer
dilaksanakan
Data sekunder
Data sekunder
Assesment Awal
Data Tanah
Data Hidrooceanografi
Data hidrooceanografi dapat diambil melalui data sekunder pada studi perencanaan
terdahulu, data tersebut antara lain :
- mendapatkan gambaran tentang konfigurasi dasar laut/sungai disekitar pelabuhan
rencana,
- profil/potongan melintang pantai, laut/sungai dan areal darat
- kedudukan pasang surut
- kedudukan dan arah arus
- arah gelombang dominan, tinggi gelombang dan periode gelombang
- sampel sedimen dasar dan layang
Namun untuk beberapa lokasi yang diperlukan adanya pengambilan data primer
maka dilakukan survey sebagai berikut :
8.7.2.1 Survey bathymetri
Wilayah luasan survey bathymetri yang diperlukan adalah sebagai berikut, namun
hal tersebut dapat berubah sesuai dengan hasil assesment awal yang dilakukan.
No
1
2
3
4
Lokasi Pelabuhan
Pelabuhan laut Tanjung Priok, DKI Jakarta
Pelabuhan laut Manado
Pelabuhan perikanan ikan Pelabuhan Ratu,
Jawa Barat
TPPI, Gresik, Jawa Timur
Peralatan Utama
7
Kapal yang akan melakukan pekerjaan survei harus sesuai dengan semua
peraturan yang relevan, izin, lengkap dan mampu beroperasi dengan aman dan
melakukan pekerjaan survei pada dua puluh empat jam sehari.
- Kapal yang digunakan mempunyai system pasokan listrik yang mampu memasok
semua instrumen survei dan sistem komputer secara berkelanjutan dan stabil.
- Kapal memiliki peralatan keselamatan standard.
- Peralatan didalam kapal, mampu untuk menunjang kegiatan survey, seperti:
1. Kegiatan perekaman dan akuisisi data lapangan yang tersambung dan
terintegrasi pada peralatan survey. Dengan tidak melupakan kegiatan
keamanan dan keselamatan navigasi kapal.
2. Mampu menarik peralatan survey pada tingkat kestabilan tertentu yang
dibutuhkan untuk pengambilang data lapangan.
Acuan / Referensi
Sebagai acuan kedalaman maupun ketinggian dipergunakan 0,00 LWS, pekerjaan
selanjutnya referensi ini harus dipindahkan kepada Bench Mark (BM) yang telah
ada di lokasi pelabuhan.
-
2. Bila terdapat areal di dekat garis pantai yang tidak dapat di-sounding, maka
kedalamannya harus diukur dengan bandul pengukur hand-load atau disipat
datar (levelling) dari darat.
3. Selama pekerjaan sounding, kecepatan kapal harus tetap dipertahankan konstan
(maksimum 4 knot) dan berada dalam satu jalur, dengan posisi echosounder
tetap diaktifkan.
4. Haluan perum diusahakan tegak lurus pantai atau dermaga, sedangkan untuk
pengontrolan kedalaman pada jalur sounding dilakukan dengan cara sounding
silang minimal 3 jalur.
5. Jarak antar raai pada area rencana
Haluan perum / sounding.
Haluan sounding diusahakan tegak lurus pantai / dermaga. Untuk kontrol
kedalaman pada jalur sounding dilakukan dengan cara sounding silang minimal
3 jalur. Dan dilakukan dengan jarak antar lintasan 10 hingga 100 m, tergantung
proporsi desain. Untuk sounding di daerah, breakwater, areal reklamasi dan
kolam pelabuhan jarak antar lintasan adalah 10 m, sedangkan untuk daerah alur,
jarak antar lintasan dapat lebih besar dari 10 m;
Peta dasar laut yang dihasilkan dari kegiatan survey lapangan diwajibkan
merupakan area yang akan diidentifikasi sesuai dengan yang sudah
diasistensikan dan disetujui,
6. Tumpang tindih pengambilan data pada saat pelaksanaan kegiatan, diserahkan
atas kebijaksanaan penyedia jasa, akan tetapi tidak ada kekosongan data dapat
diterima.
7. Peta keluaran hasil pekerjaan, merupakan peta situasi dan hasil rekayasa
penggambaran berupa potongan memanjang dan potongan melintang, pada
skala penggambaran 1:1000 dan 1:2500 yang dilakukan pada piranti lunak
penggambaran.
8.7.2.2 Survey pengukuran besar dan arah arus
- Pengamatan kecepatan dan arah arus dilakukan minimal pada 2 lokasi.
- Pengamatan dilakukan selama 25 jam terus menerus dengan interval waktu 30
menit, menggunakan alat current meter dan floater yang dilakukan pada saat
pasang tertinggi (Spring Tide) dan pada saat pasang terendah (Neap Tide) pada
bulan yang sama.
- Posisi pengamatan arus adalah 0,2d; 0,6d; dan 0,8d dari permukaan air, dimana d
= kedalaman di lokasi pengamatan arus.
- Apabila memungkinkan, hasil simulasi arus dengan menggunakan perangkat
lunak agar ditampilkan pada saat pembahasan laporan dengan Tim Evaluasi.
- Lokasi pengamatan diplotkan dalam peta hidrografi dan hasil pengamatan arus
dilampirkan pada laporan dalam bentuk:
1. Grafik hubungan antara pergerakan pasang surut dan kecepatan arus.
2. Peta arah arus.
- Pengolahan data hasil survey arus:
1. Membuat scatter plot dan mawar arus
2. Membuat statistic kejadian pada periode ulang
8.7.2.3 Pengambilan Contoh Air
- Pengambilan contoh air dilakukan dengan water sampler pada posisi pengamatan
arus pada kedalaman 0,2d; 0,6d dan 0,8d.
- Pengambilan contoh air dilakukan pada saat Spring Tide dan Neap Tide pada
bulan yang sama.
Contoh air kemudian diuji di laboratorium dalam hal kadar endapan/sedimen dan
kadar garam/salinitas. Satuan kadar garam dalam 0/0 dan satuan sedimen dalam
mg/l.
8.7.3
pekerjaan penyelidikan tanah ini dimaksudkan sebagai data yang akan dipergunakan
untuk melaksanakan konstruksi yang akan dibangun di lokasi bersangkutan. Hasil
tersebut harus memadai sebagai bahan analisa perencanaan dan perhitungan yang
meliputi, antara lain :
1. Perencanaan sistem pondasi breakwater
2. Analisa daya dukung tanah breakwater
3. Analisa kegagalan struktur breakwater pada substrukturnya
Kegiatan yang dilakukan pada saat survey penyelidikan tanah antara lain:
1. Boring laut : 2 titik sedalam, 10 m/titik boring dilaksanakan di lokasi titik sekitar
breakwater.
2. Uji lapangan Undisturbed dan disturbed soil
3. Uji Laboratorium Undisturbed dan disturbed soil
Pekerjaan lapangan disyaratkan mengikuti prosedur ASTM.
10 titik pengeboran untuk perencanaan alur pelayaran dan kolam putar pelabuhan.
dilaksanakan sampai kedalaman -10 meter dari dasar laut dengan pengambilan
contoh tanah dan pelaksanaan SPT setiap interval 2 meter.
-
Peralatan
1. Peralatan pokok :
Alat bor harus mampu menembus lapisan tanah keras dengan kapasitas
mesin bor
2. Peralatan Bantu
Penggunaan stuktur pembantu pelaksanaan kegiatan pengeboran diatas air,
menggunakan pasangan bamboo, kayu, atau metode sejenis lainnya.
Pelaksanaan
1. Pekerjaan Pengeboran Lubang Bor
Pengecekan jenis sampel tanah ditempat dilakukan oleh tenaga ahli geoteknik
di lapangan. Beberapa persyaratan yang harus dilakukan pada saat melekukan
kegiatan pengeboran, antara lain:
a. Jika terdapat koreksi atau perubahan penyesuaian yang dilakukan di
lapangan, pengawas kegiatan harus mencatat semua penyesuaian yang
dilakukan.
b. Informasi kalibrasi alat yang digunakan disertakan didalam laporan.
c. Setiap pengambilan sampel tanah harus dilakukan pengambilan foto
berwarna.
d. Persyaratan yang lain mengikuti pedomana SNI yang berlaku atau ASTM.
11
12
3.
8.7.4
8.7.4.1
Evaluasi
Setelah assesment awal, data hidrooceanografi dan data tanah telah didapatkan
maka dilakukan evaluasi terhadap struktur breakwater. Evaluasi tersebut harus diuji
dengan berbagai metode/perumusan sesuai dengan hasil studi literatur yang telah
dikumpulkan sebelumnya.
Permodelan gelombang, arus dan sedimentasi
Kegiatan pemodelan wajib dilakukan pada keadaan ekstrim yang menggambarkan
simulasi hydrodinamika untuk keperluan desain selanjutnyai, antara lain:
1. Level permukaan air;
2. Angin;
3. Tinggi / periode gelombang dominan;
4. Pola arus;
5. Pola sedimentasi;
6. Perencanaan breakwater.
Hasil kegiatan pemodelan harus menggabungkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Pasang surut (termasuk resonansi superposisi, jika terjadi) Interaksi pasang surut
dan air tawar pada lokasi studi di dalam sungai;
2. Dispersi gelombang pada area Pelabuhan;
3. Dispersi gelombang pada perairan disekitar Pelabuhan
4. Kegiatan hindcasting harus mendapatkan input data desain untuk 5, 10, 25, dan
50, tahun periode ulang, termasuk jika terjadi probabilitas gabungan;
5. Sedimen deposit pada alur pelayaran;
6. Prediksi volume sedimentasi pada perencanaan alur pelayaran dan volume keruk
untuk perawatan alur pelayaran yang diperlukan;
7. Penanggulangan terhadap sedimentasi yang terjadi;
8. Simulasi olah gerak kapal.
8.7.4.2
Kriteria Desain
Dalam penentuan kriteria desain harus berdasarkan hasil permodelan yang telah
dilakukan, diantaranya meliputi kapal terbesar di lokasi pelabuhan (guna mengetahui
manuver kapal), kondisi bathymetri, gelombang rencana dan faktor lainnya yang
diperlukan dalam perencanaan breakwater.
8.7.4.3
Layout Breakwater
Layout breakwater eksisting di lokasi pelabuhan dianalisa apakah telah memenuhi
aspek dalam perencanaan layout breakwater. Dalam melaksanakan analisa harus
berdasarkan beberapa acuan dan kajian studi literatur yang telah dilakukan.
8.7.4.4
8.7.4.5
Desain Struktur
14
8.7.4.7
8.8
8.9
8.10
Pelaksanaan Focus Group Discussion (diskusi intensif)
Pelaksanaan FGD dilaksanakan setelah Konsep Pedoman Perencanaan Breakwater telah
selesai disusun. Pelaksanaan FGD dilakukan dengan tujuan
9
TENAGA AHLI
9.1 Kebutuhan Tenaga Ahli
Kualifikasi minimal dari personil yang dipersyaratkan untuk pekerjaan ini adalah sebagai
berikut:
1. Ahli Perencanaan Kepelabuhanan (Team Leader)
Seorang Sarjana Teknik Sipil / Kelautan / dengan sertifikasi keahlian madya dengan
pengalaman minimum 10 tahun di bidang kepelabuhanan dengan pendidikan S2
dengan tugas sebagai berikut:
a. Sebagai penanggung jawab pekerjaan secara keseluruhan dan bertanggung
jawab secara langsung kepada Pemberi Tugas.
b. Menyusun program dan rencana kerja serta jadual penugasan personal.
c. Memberikan pengarahan dan bimbingan kepada seluruh anggota tim dalam hal
teknis operasional pekerjaan.
d. Memantau dan mengevaluasi seluruh kegiatan pekerjaan yang sedang berjalan.
e. Menyelesaikan seluruh kegiatan dalam pelaksanaan pekerjaan dari awal hingga
akhir yang ditandai dengan berita acara serah terima pekerjaan
16
2. Ahli Struktur
Adalah seorang sarjana teknik sipil yang mempunyai pengalaman dan pengetahuan
dalam perencanaan fasilitas pelabuhan, baik untuk perencanaan fasilitas pelabuhan
sisi laut dan darat pada pelabuhan umum, pelabuhan perikanan dan bangunan
pelengkap lainnya lebih dari 7 (tujuh) tahun. Ahli Struktur itu juga berpengalaman
khususnya dalam perhitungan struktur gempa dan material.
3. Ahli Geoteknik
Sarjana Teknik Sipil/ Geoteknik dengan pengalaman minimal 5 tahun di bidang
perencanaan struktur pelabuhan atau bangunan air.
4. Ahli Spesifikasi dan Dokumen Tender
Sarjana teknik Sipil dengan pengalaman minimal 3 (tiga) tahun dalam penyusunan
spesifikasi teknis dan engineering estimate konstruksi dermaga, trestle, causeway,
prasarana sandar/tambat kapal dan fasilitas darat untuk dokumen tender.
9.2 Kebutuhan Tenaga Pendukung teknis
1. Tenaga Surveyor (1 orang)
Pendidikan Diploma Teknik Sipil (D3) minimal 3 tahun yang memiliki pengalaman di
bidang survey teknis maupun data di bidang kepelabuhanan
2. Operator Komputer (1 orang)
Tenaga operator computer dengan pendidikan minimal Diploma (D3). Mampu
membuat laporan dan tampilan menarik untuk laporan hasil studi. Memiliki
pengalaman dibidangnya minimal 3 tahun
3. Administrasi Proyek (1 orang)
Lulusan D3 Administrasi berpengalaman sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dalam
administrasi proyek
10 JANGKA WAKTU PELAKSANAAN KEGIATAN
Pelaksanaan kegiatan diselesaikan dalam jangka waktu 270 (dua ratus tujuh puluh) hari
kalender
11PELAPORAN
Sesuai dengan Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan, maka laporan pekerjaan yang harus
dihasilkan oleh pihak konsultan terdiri dari laporan sebagai berikut:
11.1Laporan Pendahuluan
Laporan Pendahuluan berisi rencana kerja yang meliputi pendekatan dan cara
pelaksanaan yang digunakan, jadwal dan organisasi pelaksanaan serta berbagai hal
yang menyangkut persiapan pekerjaan.
Laporan disampaikan sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar, yang diserahkan kepada
pemberi tugas 4 (empat) minggu setelah Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) diterbitkan.
Isi laporan, minimal meliputi:
a. hasil kajian terhadap pedoman dan standar perencanaan breakwater yang
digunakan secara nasional maupun internasional;
b. hasil kajian terhadap jenis dan tipe breakwater ;
c. hasil kajian terhadap pedoman dan standar perawatan breakwater;
d. hasil kajian terhadap peraturan yang berlaku terkait dengan perancangan,
perawatan dan rehabilitasi breakwater, serta referensi studi sejenis yang telah ada;
e. hasil kajian terhadap mode kegagalan breakwater;
f. hasil kajian terhadap peta karakteristik gelombang di Indonesia;
17
18
berdasarkan hasil kesimpulan studi kasus yang ada dan hasil masukan dari FGD yang
telah dilaksanakan.
Hasil yang diperlukan sebagai berikut:
2016
MAURITZ H.M.SIBARANI
Pembina Tk. I (IV/b)
NIP. 19681129 199403 1 002
19
Dec
2015
Jan 2016
Feb
Maret
Aprl
Mei
Juni
Juli
Agustus
September Oktober
November
2016
Proses
Lelang
2.
Tandatanga
n SPMK
3. Lap.Pendahuluan
4. Laporan Antara
6. Laporan Draft
Final
8. Laporan Final
Catatan : # Setiap tahap penyampaian laporan akan dilakukan pembahasan oleh Tim Teknis Kementerian Perhubungan dengan melibatkan
stakeholder terkait
20