Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang Masalah

Salah satu energi alternatif yang menjanjikan adalah bioetanol.


Bioethanol adalah ethanol yang bahan utamanya dari tumbuhan dan umumnya
menggunakan proses farmentasi. Ethanol atau ethyl alkohol C 2H5OH berupa
cairan bening tak berwarna, terurai secara biologis (biodegradable), toksisitas
rendah dan tidak menimbulkan polusi udara yg besar bila bocor. Ethanol yg
terbakar menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air. Ethanol adalah bahan
bakar beroktan tinggi dan dapat menggantikan timbal sebagai peningkat nilai
oktan dalam bensin. Dengan mencampur ethanol dengan bensin, akan
mengoksigenasi campuran bahan bakar sehingga dapat terbakar lebih sempurna
dan mengurangi emisi gas buang (seperti karbonmonoksida/CO).
Dewasa ini, kebutuhan energi dunia semakin meningkat sementara
persediaan energi dari bahan bakar fosil yang selama ini diandalkan jumlahnya
terbatas. Oleh karena itu, diperlukan sumber energi alternatif yang mampu
mengatasi krisis energi tersebut. Salah satu sumber energi alternatif yang sedang
dikembangkan adalah bioetanol. Bioetanol dapat diproduksi dengan cara
fermentasi glukosa menggunakan ragi Saccharomyces cerevisiae.
Kulit buah pisang merupakan bahan buangan yang cukup banyak
jumlahnya yaitu kira-kira 1/3 buah pisang yang belum dikupas. Tingginya
produksi pisang di Indonesia akan juga menghasilkan limbah kulit buah pisang
yang banyak pula. Kulit buah pisang yang merupakan bahan organik dan
bersifat semi basah dan banyak ditemukan pada limbah rumah tangga.
Secara sederhana limbah kulit pisang dapat dimanfaatkan sebagai
makanan ternak dan bahan baku pembuatan etanol . Limbah kulit pisang dapat
menimbulkan permasalahan pada lingkungan antara lain dapat meningkatkan
keasaman tanah. Kulit pisang yang banyak mengandung karbohidrat tersebut
akan terfermentasikan menghasilkan asam organik yang dapat meningkatkan
keasaman tanah. Selain itu kulit pisang dalam jumlah banyak yang dibuang ke
perairan akan mengakibatkan terganggunya kehidupan organisme perairan.
1

Dengan demikian perlu diupayakan penanganan limbah kulit pisang tersebut,


bahkan bila memungkinkan dapat dimanfaatkan dalam rangka memberikan nilai
tambah. Salah satu upaya dalam pemanfaatan limbah kulit pisang adalah
memfermentasikan limbah kulit pisang menjadi etanol.
Etanol banyak digunakan sebagai bahan bakar, pelarut antiseptik, bahan
untuk sterilisasi (sterilant), senyawa anti beku (antifreeze) dan digunakan pula
dalam bioindustri minuman beralkohol. Ini membuktikan kini cukup banyak
perhatian dialihkan pada fermentasi alkohol Saat ini banyak negara maju telah
mengalihkan perhatian pada beberapa sumber energi alternatif selain minyak,
antara lain adalah etanol. Penggunaan etanol sebagai sumber energi bukanlah
hal yang baru, karena teknologi ini telah dicoba di banyak negara. Selain itu,
etanol juga dimanfaatkan dalam banyak hal dankebutuhannya akan terus
meningkat di masa mendatang. Salah satu metode untuk memproduksi etanol
adalah dengan fermentasi. Sejumlah mikrobia yaitu khamir, bakteri dan jamur
mempunyai kemampuan untuk menghasilkan etanol yaitu dari genus
Saccharomyces, Kluyveromyces, Candida, Schwanniomyces, Endomycopsis,
Pichia, Fusarium, Rhizopus, Zymomonas, Clostridium, Thermoanae robium,
dan Thermobacteriodes, Aspergillus niger.
1.2

1.3

Rumusan masalah
a. Mengapa Kulit pisang dipilih sebagai bahan baku pembuatan
bioetanol?
b. Apa saja kandungan yang terdapat dalamu kulit pisang?
c. Bagaimana proses pembuatan bioetanol berbahan baku kulit pisang?
Tujuan

1. Mengetahui proses pengolahan limbah kulit pisang raja dan kepok menjadi
bioetanol.
2. Menganalisis perbandingan kadar bioetanol yang dihasilkan dari jenis kulit
pisang kepok dan raja.
3. Menganalisis pengaruh lama fermentasi dan jumlah ragi terhadap
perbandingan kadar bioetanol pada variasi jenis kulit pisang raja dan kepok.
4. Untuk mengetahui pengaruh waktu hidrolisis pati secara
kimiawi dengan penambahan HCl dan secara biologis dengan
penambahan Aspergillus niger terhadap produktivitas etanol
selama proses fermentasi etanol dari kulit pisang ambon
oleh Saccharomyces cerevisiae.
5. Untuk membuat bioetanol dari kulit pisang raja.
2

BAB II
DATA
2.1 Bahan Baku
Amilum atau dalam bahasa sehari-hari disebut pati terdapat dalam
berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang disimpan dalam akar, batang buah, kulit,
dan biji sebagai cadangan makanan. Pati adalah polimer D-glukosa dan
ditemukan sebagai karbohidrat simpanan dalam tumbuh-tumbuhan, misalnya
ketela pohon, pisang, jagung,dan lain-lain.
Kulit pisang kepok digunakan karena mengandung karbohidrat.
Karbohidrat tersebut diurai terlebih dahulu melalui proses hidrolisis kemudian
di fermentasi dengan menggunakan Saccharomyces cereviseae menjadi alkohol.
Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan dari fermentasi gula dari sumber karbohidrat
menggunakan bantuan mikroorganisme (Anonim, 2007). Bioetanol diartikan
juga sebagai bahan kimia yang diproduksi dari bahan pangan yang mengandung
pati, seperti ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan sagu. Bioetanol merupakan bahan
bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak premium.
Tabel kandungan kulit pisang
Unsur
Air
Karbohidrat
Lemak
Protein
Kalsium
Pospor
Besi
Vitamin B
Vitamin C

Komposisi
69,80 %
18,50%
2,11%
0,32%
715mg/100gr
117mg/100gr
0,6mg/100gr
0,12mg/100gr
17,5mg/100gr

Berdasarkan tabel di atas komposisi terbanyak kedua pada kulit pisang


adalah karbohidrat. Mengingat akan hal tersebut dan prospek yang baik di masa
yang akan datang, maka penyusun mencoba mencari peluang untuk
memanfaatkan kulit pisang sebagai bahan baku dalam pembuatan bioethanol.

2.2 Mikroorganisme pada Fermentasi


Alkohol dapat diproduksi dari beberapa bahan secara fermentasi dengan
bantuan mikroorganisme, sebagai penghasil enzim zimosa yang mengkatalis
reaksi biokimia pada perubahan substrat organic. Mikroorganisme yang dapat
digunakan untuk fermentasi terdiri dari yeast (ragi), khamir,jamur, dan bakteri.
Mikroorganisme tersebut tidak mempunyai klorofil, tidak mampu memproduksi
makanannya dengan cara fermentasi, dan menggunakan substrat organic untuk
sebagai makanan.
Saccharomyces cereviseae lebih banyak digunakan untuk memproduksi
alkohol secara komersial dibandingkan dengan bakteri dan jamur. Hal ini
disebabkan karena Saccharomyces cereviseae dapat memproduksi alkohol
dalam jumlah besar dan mempunyai toleransi pada kadar alcohol yang tinggi.
Kadar alcohol yang dihasilkan sebesar 8-20% pada kondisi optimum.
Saccharomyces cereviseae yang bersifat stabil, tidak berbahaya atau
menimbulkan racun, mudah di dapat dan malah mudah dalam pemeliharaan.
Bakteri tidak banyak digunakan untuk memproduksi alkohol secara komersial,
karena kebanyakan bakteri tidak dapat tahan pada kadar alkohol yang tinggi

2.3 . Hidrolisis
Hidrolisis adalah reaksi kimia antara air dengan suatu zat lain yang
menghasilkan satu zat baru atau lebih dan juga dekomposisi suatu larutan
dengan menggunakan air. Proses ini melibatkan pengionan molekul air ataupun
peruraian senyawa yang lain (Pudjaatmaka dan Qodratillah, 2002).Hidrolisis
diterapkan pada reaksi kimia yang berupa organic atau anorganik dimana air
mempengaruhi dekomposisi ganda dengan campuran yang lain, hydrogen akan
membentuk satu komponen
4

Karena reaksi antara pati dengan air berlangsung sangat lambat, maka
untuk memperbesar kecepatan reaksinya diperlukan penambahan katalisator.
Penambahan katalisator ini berfungsi untuk memperbesar keaktifan air,
sehingga reaksi hidrolisis tersebut berjalan lebih cepat. Katalisator yang sering
digunakan adalah asam sulfat, asam nitrat, dan asam klorida.
Dalam reaksi ini menggunakan katalis asam klorida sehingga persamaan
reaksi yang terbentuk
(C6H10O5)n+ nH2O

n(C6H12O6)

2.4. Fermentasi
Fermentasi adalah suatu proses oksidasi karbohidrat anaerob jenih atau
anaerob sebagian. Dalam suatu proses fermentasi bahan pangan seperti natrium
klorida bermanfaat untuk membatasi pertumbuhan organisme pembusuk dan
mencegah pertumbuhan sebagian besar organisme yang lain. Suatu fermentasi
yang busuk biasanya adalah fermentasi yang mengalami kontaminasi,
sedangkan fermentasi yang normal adalah perubahan karbohidrat menjadi
alkohol.
Mikroba yang digunakan untuk fermentasi dapat berasal dari makanan
tersebut dan dibuat pemupukan terhadapnya. Tetapi cara tersebut biasanya
berlangsung agak lambat dan banyak menanggung resiko pertumbuhan mikroba
yang

tidak

dikehendaki

lebih

cepat.

Maka

untuk

mempercepat

perkembangbiakan biasanya ditambahkan mikroba dari luar dalam bentuk


kultur murni ataupun starter (bahan yang telah mengalami fermentasi serupa).
Manusia memanfaatkan Saccharomyces cereviseae untuk melangsungkan
fermentasi, baik dalam makanan maupun dalam minuman yang mengandung
alcohol. Jenis mikroba ini mampu mengubah cairan yang mengandung gula
menjadi alcohol dan gas CO2 secara cepat dan efisien (Sudarmadji K., 1989).
Proses

metabolisme

pada

Saccharomyces

cereviseae

merupakan
5

rangkaian reaksi yang terarah yang berlangsung pada sel. Pada proses ini terjadi
serangkaian reaksi yang bersifat merombak suatu bahan tertentu dan
menghasilkan energy serta serangkaian reaksi lain yang bersifat mensintesis
senyawa-senyawa tertentu dengan membutuhkan energi. Saccharomyces
cereviseae sebenarnya tidak mampu langsung melakukan fermentasi terhadap

makromolekul seperti karbohidrat, tetapi karena mikroba tersebut memiliki


enzim yang disekresikan mampu memutuskan ikatan glikosida sehingga dapat
difermentasi menjadi alcohol atau asam.
Fermentasi bioethanol dapat didefenisikan sebagai proses penguraian
gula menjadi bioethanol dan karbondioksida yang disebabkan enzim yang
dihasilkan oleh massa sel mikroba.
Perubahan yang terjadi selama proses fermentasi adalah:Perubahan
glukosa menjadi bioethanol oleh sel-sel Saccharomyces cereviseae.
C6H12O6

saccharomyces cereviseae

Glukosa

enzim zimosa

C2H5OH + 2CO2
etanol

Fermentasi bioethanol dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain :


a. Media
Pada umumnya bahan dasar yang mengandung senyawa organik terutama
glukosa dan pati dapat digunakan sebagai substrat dalam proses fermentasi
bioethanol (Prescott and Dunn, 1959)
b. Suhu
Suhu optimum bagi pertumbuhan Saccharomyces cereviseae dan
aktivitasinya adalah 25-35oC. suhu memegang peranan penting, karena secara
langsung dapat mempengaruhi aktivitas Saccharomyces cereviseae dan secra
tidak langsung akan mempengaruhi kadar bioethanol yang dihasilkan (Prescott
and Dunn, 1959).Pada penelitian ini pertumbuhan Saccharomyces cereviseae
dijaga pada suhu 27oC .

c. Nutrisi
Selain sumber karbon, Saccharomyces cereviseae juga memerlukan
sumber nitrogen, vitamin dan mineral dalam pertumbuhannya. Pada umumnya
sebagian besar Saccharomyces cereviseae memerlukan vitamin seperti biotin
dan thiamin yang diperlukan untuk pertumbuhannya. Beberapa mineral juga
harus ada untuk pertumbuhan Saccharomyces cereviseae seperti phospat,
kalium, sulfur, dan sejumlah kecil senyawa besi dan tembaga (Prescott and
Dunn,1959).
d. pH
pH substrat atau media fermentasi merupakan salah satu faktor yang
menentukan

kehidupan

Saccharomyces cereviseae. Salah satu sifat

Saccharomyces cereviseae adalah bahwa pertumbuhan dapat berlangsung


dengan baik pada kondisi pH 4 6 (Prescott and Dunn, 1959).
e. Volume starter
Volume starter yang ditambahkan 3-7% dari volume media fermentasi.
Jumlah volume starter tersebut sangat baik dan efektif untuk fermentasi serta
dapat menghasilkan kadar alcohol yang relative tinggi (Monick, J. A., 1968).
Penambahan volume starter yang sesuai pada proses fermentasi adalah
5% dari volume fermentasi (Prescott and Dunn, 1959).Volume starter yang
terlalu sedikit akan mengakibatkan produktivitas menurun karena menjadi lelah
dan keadaan ini memperbesar terjadinya kontaminasi. Peningkatan volume
starter akan mempercepat terjadinya fermentasi terutama bila digunakan
substrat berkadar tinggi. Tetapi jika volume starter berlebihan akan
mengakibatkan hilangnya kemampuan bakteri untuk hidup sehingga tingkat
kematian bakteri sangat tinggi.
f. waktu fermentasi
Waktu fermentasi yang normal yaitu 3-14 hari, jika waktunya terlalu
7

cepat, bakteri Saccharomyces cerevisiae masih dalam masa pertumbuhan, dan


jika terlalu lama maka bakteri akan mati dan etanol yang dihasilkan tidak
maksimal.
g. konsentrasi gula
Konsentrasi gula yang cocok adalah 10-18 %, jika konsentrasi gulanya
rendah menyebabkan fermentasi tidak optimal sedangkan apabila konsentrasi

gulanya terlalu tinggi akan menyebabkan terhambatnya perkembangan


Saccharomyces cereviseae.
2.5. Alkohol
Alkohol dapat dihasilkan dari tanaman yang banyak mengandung pati
dengan

menggunakan bantuan

dari

aktivitas

mikroba.Bioethanol

merupakan senyawa organik yang mengandung gugus hidroksida


mempunyai rumus umum CnHn+1OH. Istilah

bioethanol

dalam

dan

industri

digunakan untuk senyawa etanol atau etil bioethanol dengan rumus kimia
C2H5OH. Etanol termasuk bioethanol primer yaitu bioethanol yanh gugus
hidroksinya terikat pada atom karbon primer. Sifat-sifat bioethanol yang mudah
menguap, mudah terbakar, berbau spesifik, cairannya tidak berwarna, dan
mudah larut dalam : air, eter, khloroform, dan aseton.
2.6 ALAT DAN BAHAN

Alat :
Kertas pH
Pipet tetes
Gelas piala
Blender
Batang pengaduk
Gelas ukur
Kertas saring
Oven
Kompor
Erlenmeyer
8

Labu leher tiga


Tabung reaksi
Kaca arloji
Corong
Penyumbat gabus
Autoklav

2.

Bahan
Kulit pisang raja
Bakteri Saccharomyces cereviseae
Larutan H2SO4 0,5 N
Ammonium sulfat
Urea
2.7 PEMBAHASAN
A. CARA KERJA

1.

Persiapan Bahan

2.

Hidrolisis Pati

3.

Kulit pisang raja


Dipotong kecil
Diblender
Disaring
Filtrat
Diendapkan
Disaring dan dikeringkan pada oven suhu 45-500C
Analisis kadar air dan kadar pati

Pati kulit pisang Ditambahkan H2SO4 0,5 N


Panaskan sampai suhu 1000C selama 2,5 jam
Dinginkan pada suhu ruangan
Saring
Filtrat
Atur pada pH = 5

Fermentasi
100 mL filtrat
9

4.

Dimasukkan dalam erlenmeyer


Tambahkan 6 gr amonium sulfat
Tambahkan 6 gr urea
Pasteurisasi pada suhu 1200C selama 15 menit
Dinginkan
Inkolum awal ke dalam medium fermentasi
Inkubasi pada 27-300C
Ulangi dengan waktu dan berat pati bervariasi
Analisis kadar bioetanolnya

Uji kandungan alkohol

1 mL hasil fermentasi
Ditambahkan 1 mL Na2Cr2O7
Ditambahkan 1 tetes H2SO4 pekat
Amati perubahan yang terjadi

Note: adanya perubahan warna larutan dari oren ke hijau menandakan adanya
alkohol di dalam larutan tersebut.
2.8 DATA PENGAMATAN
Sampel

: kulit pisang raja

Waktu fermentasi : 7 hari

Tahapan pelaksanaan

Hasil Pengamatan
Pati yang dihasilkan berwarna

Persiapan Bahan

coklat kehitaman dengan berat


kurang dari 5 gr

Hidrolisis Pati

Filtrat berwarna kecoklatan

Fermentasi

10

v. ragi 30 mL

Filtratnya terdapat keputihan

v.ragi 50 Ml

Filtratnya terdapat keputihan

Uji alkohol

2.9

v.ragi 30 mL

Oren-oren (negatif)

v.ragi 50 mL

Oren-oren (negatif)

PEMBAHASAN
Dalam pratikum mandiri kali ini kami mengangkat sebuah judul yaitu
mengenai Pembuatan Bioetanol Dari Kulit Pisang Raja, kulit pisang raja ini
mengandung serat kasar dengan karbohidrat yang tinggi yaitu, senyawa
sellulosa. Bioetanol ini dibuat melalui proses anaerob dengan bantuan mikroba
yaitu Saccharomyses cerevisiae dengan teknik fermentasi.
Proses pembuatan etanol ini dilakukan dengan beberapa tahap yaitu yang
pertama tahap pengambilan pati dari kulit pisang raja tersebut, dimana kulit
pisang ini dipotong kecil-kecil dan diblender, kemudian disaring dan diambil
filtratnya. Filtrat tersebut kemudian diendapkan dan dikeringkan pada oven
dengan suhu 45-500 C, sehingga diperoleh pati pisang raja.
Selanjutnya tahap kedua yaitu hidrolisis pati dari kulit pisang raja.
Hidrolisis merupakan suatu reaksi kimia antara air dengan suatu zat lain yang
menghasilkan zat baru :
(C6H10O5)n + nH2O
Pati

air

(C6H12O6)
glukosa

dimana pati kulit pisang raja tadi ditambahkan H 2SO4 0,5 N sebanyak 50 ml
sebagai katalisator karena reaksi air dengan pati berlangsung sangat lambat.

11

Kemudian campuran tadi direfluks sampai suhu 100 0C selama 2,5 jam, setelah
itu didinginkan sampai suhu ruangan dan disaring sehingga diperoleh filtrat.
Tahap ketiga dari percobaan ini adalah tahap fermentasi, fermentasi
adalah suatu proses oksidasi karbohidrat yang bersifat anaerob. Dimana
fermentasi

ini

mengubah

glukosa

menjadi

bioethanol

oleh

sel-sel

Saccharomyces cereviseae dengan reaksi :


C6H12O6

saccharomyces cereviseae

Glukosa

enzim zimosa

C2H5OH + 2CO2
etanol

dimana langkahnya filtrat hasil hidrolisis dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan


ditambahkan 3 gram amonium sulfat dan 3 gram urea sebagai nutrisi bagi
mikroorganisme yang akan digunakan untuk fermentasi nantinya. Kemudian
disterilkan dalam autoklav selama 15 menit, dan dikondisikan pada suhu 27-30 0
C.
Selanjutnya filtrat yang telah disterilkan tadi dibagi menjadi dua, dengan
volume yang sama. Kemudian masing-masing filtrat tadi ditambahkan bakteri
saccharomyces cerevisiae dengan volume yang berbeda, volume tabung
pertama dimasukkan 50 ml biakan bakteri dan tabung yang kedua dengan 30 ml
biakan bakteri pula. Biakan bakteri ini menggunakan media cair yaitu yang
terbuat dari glukosa, yeast ekstrak dan pepton yang dicampur menggunakan
aquadest sampai volume 100 ml, dimana campuran ini berfungsi untuk nutrisi
bagi bakteri yang akan ditanam untuk berkembang pada media. Semua
campuran itu dimasukkan kedalam erlenmeyer, dan ditutup serapat mungkin
agar bakteri ini tidak terkontaminasi oleh bakteri lain, selanjutnya dimasukkan
kedalam autoklav dengan tekanan 15 lb selama 15 menit dan didinginkan.
Sehingga sudah siap untuk ditanamkan bibit saccharomyces. Setelah media ini
ditanamkan bibit bakteri, agar bakteri dapat berkembang dengan baik, media ini
dishaker selama 3 jam dengan beberapa kali sampai 4 hari. Setelah dilakukan
fermentasi, dibiarkan selama 7 hari pada suhu ruangan, untuk mengubah
glukosa menjadi ethanol.
12

Setelah dianalisa secara kualitatif untuk uji alkohol yaitu dengan cara
penambahan 1 ml natrium bikromat 1% dengan katalis H 2SO4 terhadap1 ml
bioetanol yang terbentuk diperoleh hasil negatif ditandai dengan tidak
berubahnya warna orange menjadi warna hijau. Reaksi yang seharusnya terjadi
untuk uji positif adanya ethanol adalah sebagai berikut:
3CH3CH2OH(aq) + Na2Cr2O7(aq) + 4H2SO4(l)

3CH3COOH(aq)+

Cr2(SO4)3(aq)

Na2SO4(aq) + 7H2O(l)
Praktikum ini tidak berhasil dikarenakan oleh beberapa faktor, yang
pertama proses fermentasi ini berlangsung secara anaerob yang tidak
membutuhkan oksigen, sedangkan pada saat dilakukan pratikum tepatnya pada
penutupan fermentasi tidak dilakukan secara rapat sehingga ada kemungkinan
oksigen dapat masuk kedalam fermentasi sehingga memicu tumbuhnya jamur
sehingga mengganggu kerja bakteri untuk mengubah glukosa menjadi etanol.
Kesalahan yang kedua yaitu rentang dilakukannya refluk dan fermentasi
sangat renggang sehingga ada kemungkinan hasil hidrolisisnya sudah rusak,
sehingga ada kemungkinan tidak ada glukosa yang terbentuk yang akan diubah
oleh bakteri menjadi ethanol. Dan kemungkinan terakhir bahwa bakteri
Sacchromyces tidak tumbuh dalam media akibat terganggu mikroorganisme
lain.
Menurut teori ada beberapa faktor yang mempengaruhi fermentasi
bioetanol yaitu media, suhu, nutrisi, pH, volume starter, waktu fermentasi, dan
konsentrasi gula. pH untuk media fermentasi adalah 4-6 sedangkan pada
percobaan tidak ditentukan pH nya, waktu fermentasi yang normal yaitu 3-14
hari, jika waktunya terlalu cepat, bakteri Saccharomyces cerevisiae masih dalam
masa pertumbuhan, sedangkan pada percobaan hanya dilakukan selama 7 hari,
ada kemungkinan bakteri masih dalam proses pertumbuhan.

13

Jika bahan yang digunakan kulit pisang raja dan


kepok maka:
Bahan yang digunakan yaitu kulit pisang raja dan kepok
masing masing sebanyak 4 Kg. Bahan bahan lain yang
digunakan antara lain HCl 7%,NaOH, aquadest,ragi. Sedangkan
peralatan yang digunakan adalah: gelas beker, botol 500ml,
alat destilasi, timbangan analitik, pH meter, kromotografi gas,
panci, pengaduk.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan pola faktorial 3 4
dengan 3 kali pengulangan (triplo). Jenis pisang tersebut terdiri
dari 2 macam yaitu kepok dan raja. Faktor I ialah variasi jumlah
ragi (3 gram, 5 gram dan 7 gram) dan faktor II adalah variasi
waktu fermentasi (2 hari, 4 hari, 6 hari, 8 hari). Dari dua faktor
tersebut diperolah rancangan penelitian seperti pada tabel
berikut:

Keterangan: R3 = Ragi 3 gram


R5 = Ragi 5 gram
R7 = Ragi 7 gram

Bagan proses pembuatan

14

Jumlah Ragi

Waktu Fermentasi
H2
H4
H6
R3 8.30%;
12.70%;
15.16%;
Kepok
R5 14.50%;
15.12%;
16.77%;
R7 13.87%;
15.90%;
17.22%;
R3 9.08%;
10.15%;
12.88%;
Raja
R5 11.05%;
12.10%;
13.20;%
R7 12.90%;
14.08%;
15.62%
Kadar Bioetanol yang di hasilkan:
Jenis
Pisang

H8
16.20%
17.08%
17.05%.
13.81%
15,67%
16.55%.

Kadar bioetanol tertinggi didapat pada sampel kulit pisang


kepok ragi 7 gram pada waktu 8 hari senilai 17.05%.
Sedangkan kadar bietanol terkecil didapat pada sampel kulit
pisang kepok dengan ragi sebanyak 3 gram pada waktu 2 hari
senilai 8.30%.
Semakin lama fermentasi, mikroorganisme semakin aktif
dan semakin bertambahnya ragi hasil etanol semakin
meningkat yang terdapat pada sampel kulit pisang dengan
berat ragi 3 gram, 5 gram, 7 gram kadar etanol lebih
meningkat pada hari ke 8.

15

BAB III
KESIMPULAN
1. Pembuatan Bioetanol dari kulit pisang raja ini dibuat melalui
proses anaerob dengan bantuan mikroba yaitu saccharomyses
cerevisiae dengan teknik fermentasi.
2. Proses pembuatan etanol ini dilakukan dengan beberapa
tahap yaitu tahap pertama pengambilan pati dari kulit pisang
raja, tahap kedua yaitu hidrolisis pati dari kulit pisang raja dan
tahap ketiga adalah tahap fermentasi.
3. Hidrolisis merupakan suatu reaksi kimia antara air dengan
suatu zat lain yang menghasilkan zat baru, pada percobaan ini
di ubah pati menjadi glukosa.
4. Proses fermentasi yang dilakukan pada percobaan adalah
mengubah glukosa menjadi bioethanol oleh saccharomyces
cereviseae.
5.Uji analisa etanol pada percobaan ini adalah negatif (tidak
menghasilkan etanol). Ini disebabkan oleh beberapa kesalahan,
diantaranya pengaturan pH yang tidak dilakukan, jarak waktu
refluks dengan fermentasi terlalu lama, dll.
6.Proses pengolahan kulit pisang menjadi bioetanol yaitu
dengan tahap tahap proses penghalusan, hidrolisis,
fermentasi dengan ragi masing masing sebanyak 3, 5, 7 gram
dengan lama waktu 2, 4, 6, 8 hari, destilasi.
7.Semakin lama fermentasi, mikroorganisme semakin aktif dan
semakin bertambahnya ragi hasil etanol semakin meningkat
yang terdapat pada sampel kulit pisang dengan berat ragi 3
gram, 5 gram, 7 gram kadar etanol lebih meningkat pada hari
ke 8.

16

Daftar Pustaka
Azizah, Nur, Mulyani S. 2012. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol 1 No.2.
Isra, Darma. 2007. Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylan sp.) Sebagai
Sumber Karbon Pada Fermentasi Etanol Oleh Saccharomyces
cerevisiae. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.
Jumari, Arif., Indah, Ariyani. 2009. Pembuatan Bioetanol dari Jambu Mete
dengan Metode Fermentasi. Mahasiswa Teknik Kimia FT-UNS. Solo.
Karlina, Simbolon. 2008. Pengaruh Persentase Ragi Tape dan Lama
Fermentasi Terhadap Mutu Tape Ubi Jalar. Teknologi Pertanian Fakultas
Pertanian USU. Medan.
Kunaipah. 2009. Pengaruh Lama Fermentasi dan Konsentrasi Glukosa
Terhadap Aktivitas Antibakteri, Polifenol Total dan Mutu Kimia Kefir
Susu Kacang Merah. Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan. Makasar.
Retno, Dyah., Wasir N. 2011. Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang. Jurusan
Teknik Kimia FTI, UPN Veteran. Yogyakarta.
Riswan, Simanjutak. 2009. Studi Pembuatan Etanol Dari Limbah Gula.
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
Pudjatmaka,A.H dan Qodratillah,M.T. 2002. Kamus Kimia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Rhonny dan Danang. 2003. Laporan Penelitian Pembuatan Bioethanol dari
Kulit Pisang. Yogyakarta: Universitas Pembangunan Nasional

17

Lampiran
Proses Pemotongan kulit pisang

Proses Penghalusan Kulit Pisang

18

Bioetanol yang dihasilkan dari kulit pisang

19

Anda mungkin juga menyukai