Anda di halaman 1dari 12

PERKEMBANGAN, PARADIGMA, VISI DAN MISI SERTA TRILOGI PROFESI

BIMBINGAN DAN KONSELING


A. Perkembangan Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling mengalami perkembangan selama beberapa tahun ini.
Pada tahun 1962, Kriteria penentapan konselor ketika itu tidak jelas. Pada awal dekade 1960-an,
LPTK-LPTK mendirikan jurusan untuk menyiapkan konselor yang dinamakan Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan, dengan program studi yang diselenggarakan pada 2 jenjang yaitu
jenjang Sarjana Muda yang bisa diteruskan ke jenjang Sarjana. Pada akhir dekade 1970-an
dilebur menjadi program S-1. Pada dekade 1970-an itu pula mulai ada lulusan program Sarjana
(lama) di bidang Bimbingan dan Konseling.
Kurikulum 1975 mengacarakan layanan Bimbingan dan Konseling sebagai salah satu dari
wilayah layanan dalam sistem persekolahan mulai dari jenjang SD sampai dengan SMA. Pada
tahun 1976, ketentuan yang serupa juga diberlakukan untuk SMK. Pada tanggal 17 Desember
1975 di Malang didirikanlah Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI), yang menghimpun
konselor lulusan Program Sarjana Muda dan Sarjana yang bertugas di sekolah dan para pendidik
konselor yang bertugas di LPTK. Pada tahun 2001 dalam kongres di Lampung Ikatan Pertugas
Bimbingan Indonesia (IPBI) berganti nama menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling
Indonesia (ABKIN). Dengan diberlakukannya Kurikulum 1994, mulailah ada ruang gerak bagi
layanan ahli bimbingan dan konseling dalam sistem persekolahan di Indonesia.
Pada tahun 2003 diberlakukan UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang menyebut adanya jabatan konselor dalam pasal 1 ayat (6), akan tetapi tidak
ditemukan kelanjutannya dalam pasal-pasal berikutnya. Pasal 39 ayat (2) dalam UU nomor 20
tahun 2003 tersebut menyatakan bahwa Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,
terutama pendidik pada perguruan tinggi. Dengan diberlakukannya PP nomor 19 tentang
Standar Nasional Pendidikan dan UU nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pun, juga
belum ditemukan pengaturan tentang Konteks Tugas dan Ekspektasi Kinerja Konselor. Oleh
karena itu, tiba saatnya bagi ABKIN sebagai organisasi profesi untuk mengisi kevakuman legal
ini, dengan menyusun Rujukan Dasar bagi berbagai tahap dan/atau sisi penyelenggaraan layanan
ahli bimbingan dan konseling yang memandirikan khususnya dalam jalur pendidikan formal di
tanah air, dimulai dengan penyusunan sebuah naskah akademik yang dinamakan Naskah

Akademik Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling
dalam Jalur Pendidikan Formal
B. Paradigma Bimbingan dan Konseling
Paradigma secara harfiah berarti memperagakan atau mendemostrasikan. Paradigma
diartikan sebagai model atau pola, sebuah contoh (tertera dalam Oxford English Dictionary).
Paradigma juga sering ditafsirkan sebagai kerangka berfikir. Dijabarkan secara luas dalam buku
fragmen fantasi kebudayaan Indonesia baru disebutkan bahwa paradigma adalah keseluruhan
susunan kepercayaan, teknik dan nilai yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota masyarakaat
tertentu. Dalam keadaan norma, paradigma adalah system acuan menyeluruh yang membimbing
aktvitas masyarakat.
Paradigma bimbingan dan konseling adalah psiko-pedagogis dalam acuan budaya
Indonesia. Yaitu, para pelaksana BK perlu mengusai materi psikologi (psikologi umum,
perkembangan, belajar, kepribadian, dan social) serta materi pedagogis (filsafat antropologi,
dasar-dasar pendidikan, kurikulum, proses belajar dan pembelajaran, dan penilaian pendidikan).
Dikemas dalam ilmu-teknologi BK dengan warna budaya (termasuk nilai dan norma) Indonesia.
Arah bimbingan dan konseling mengembangkan potensi siswa agar dapat memenuhi tugas-tugas
perkembangannya secara optimal.
C. Visi dan Misi Bimbingan dan Konseling
Visi
Visi secara harfiah artinya penglihatan yang akan dicapai atau sesuatu yang akan dicapai.
Visi sendiri menggambarkan aspirasi, juga pandangan di masa depan tentang tujuan-tujuan yang
akan dicapai.
Visi Bimbingan dan Konseling adalah terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang
membahagiakan

melalui

tersedianya

pelayanan

bantuan

dalam

pemberian

dukungan

perkembangan dan pengentasan masalah agar individu berkembang secara optimal, mandiri, dan
bahagia.
Misi
Misi sendiri sebenarnya merupakan sebuah pernyataan yang menggambarkan visi. Secara
singkatnya misi adalah cara-cara untuk mencapai visi. Misi Bimbingan dan Konseling adalah
1.

sebagai berikut :
Misi pendidikan, yaitu mendidik individu dan/atau kelompok melalui pengembangan perilaku
efektif-normatif dalam kehidupan keseharian dan terkait dengan masa depan.

2.

Misi pengembangan, yaitu memfasilitasi pengembangan potensi dan kompetensi individu kea rah

3.

perkembangan yang optimal.


Misi pengentasan masalah, yaitu membantu dan memfasilitasi pengentasan masalah yang
dihadapi individu mengacu pada kehidupan seghari-hari yang efektif.
D. Trilogi Profesi Bimbingan dan Konseling
Saat ini dunia pendidikan Indonesia telah memasuki era profesional. Hal ini ditandai
bahwa pendidik merupakan tenaga profesional (UU No.20 Tahun 2003 Pasal 39 Ayat 2),
sedangakan profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang memerlukan keahlian, kemahiran,
atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan
profesi. (UU No.14 tahun 2005 pasal 1 butir 4).
Sedangkan untuk menjadi professional, dalam bidang apapun, seseorang harus menguasai
dan memenuhi tiga komponen trilogy profesi, yaitu (1) komponen dasar keilmuan, (2) komponen
substansi profesi, dan (3) komponen praktik profesi.
Komponen dasar keilmuan adalah sebagai landasan bagi calon tenaga professional dalam
wawasan, nilai, juga sikap agar selalu tercemin sebagai pribadi yang professional dalam
profesinya. Komponenen substansi profesi membekali calon tenaga professional tentang spesifik
dan focus objek profesinya. Sedangkan Komponen praktik profesi adalah sebagai arahan atau
acuan calaon tenaga professional untuk menyelenggarakan praktik profesinya kepada sasaran
pelayanan secara tepat dan efektif.
Penguasaan dan penyelenggaraan trilogi profesi secara mantap merupakan
jaminan bagi suksesnya penampilan profesi tersebut demi kebahagiaan sasaran pelayanan.
Penguasaan ketiga komponen profesi tersebut diperoleh di dalam program pendidikan profesi
dan pendidikan akademik yang mendasarinya.
Konselor, yang adalah pendidik (UU No.20 Tahun 2003 Pasal 1 Butir 6) , sebagai
tenaga professional dituntut untuk menguasai dan memenuhi trilogi profesi dalam
bidang pendidikan, khususnya bidang konseling, yaitu
Komponen Dasar Keilmuan
Komponen Substansi Profesi

: Ilmu Pendidikan
: Proses pembelajaran terhadap pengembangan diri/ pribadi

individu melalui modus pelayanan konseling.


Komponen Praktik Profesi
: Penyelenggaraan proses pembelajaran terhadap sasaran pelayanan
melalui modus pelayanan konseling.

TRILOGI PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING


Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menurut keahlian dari para
petugasnya.
Untuk menjadi profesional, profesional dalam bidang apapun, seseorang harus
menguasai dan memenuhi ketiga komponen trilogi profesi, yaitu (1) komponen
dasar keilmuan, (2) komponen substansi profesi, dan (3) komponen praktik profesi
Komponen dasar keilmuan memberikan landasan bagi calon tenaga profesional
dalam wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap berkenaan dengan
profesi yang dimaksud. Komponen substansi profesi membekali calon profesional
apa yang menjadi fokus dan objek praktis spesifik pekerjaan profesionalnya.
Komponen praktik mengarahkan calon tenaga profesional untuk menyelenggarakan
praktik profesinya itu kepada sasaran pelayanan atau pelanggan secara tepat dan
berdaya guna. Penguasaan dan penyelenggaraan trilogi profesi secara mantap
merupakan jaminan bagi suksesnya penampilan profesi tersebut demi kebahagiaan
sasaran pelayanan. Penguasaan ketiga komponen profesi tersebut diperoleh di
dalam program pendidikan profesi dan pendidikan akademik yang mendasarinya.
Konselor, yang adalah pendidik (UU No.20 Tahun 2003 Pasal 1 Butir 6) , sebagai
tenaga professional dituntut untuk menguasai dan memenuhi trilogi profesi dalam
bidang pendidikan, khususnya bidang konseling, yaitu :
1. Komponen Dasar Keilmuan : Ilmu Pendidikan
Konselor diwajibkan menguasai ilmu pendidikan sebagai dasar dari keseluruhan
kinerja profesionalnya dalam bidang pelayanan konseling, karena konselor
digolongkan ke dalam kualifikasi pendidik; dan oleh karenanya pula kualifikasi
akademik seorang konselor pertama-tama adalah Sarjana Pendidikan. Atas dasar
keilmuan inilah konselor akan menguasai dengan baik kaidah-kaidah keilmuan
pendidikan sebagai dasar dalam memahami peserta didik (sebagai sasaran
pelayanan konseling) dan memahami seluk beluk proses pembelajaran yang akan
dijalani peserta didik melalui modus pelayanan konseling. Dalam hal ini proses
konseling tidak lain adalah proses pembelajaran yang dijalani oleh sasaran layanan
bersama konselornya. Dalam arti yang demikian pulalah, konselor sebagai pendidik
diberi label juga sebagai agen pembelajaran.
2. Komponen Substansi Profesi : Proses pembelajaran terhadap pengembangan
diri/ pribadi individu melalui modus pelayanan konseling.
Di atas kaidah-kaidah ilmu pendidikan itu konselor membangun substansi profesi
konseling yang meliputi objek praktis spesifik profesi konseling, pendekatan, dan
teknologi pelayanan, pengelolaan dan evaluasi, serta kaidah-kaidah pendukung
yang diambil dari bidang keilmuan lain. Semua subtansi tersebut menjadi isi dan
sekaligus fokus pelayanan konseling. Secara keseluruhan substansi tersebut
sebagai modus pelayanan konseling.
Objek praktis spesifik yang menjadi fokus pelayanan konseling adalah kehidupan
efektif sehari-hari (KES). Dalam hal ini, sasaran pelayanan konseling adalah kondisi
KES yang dikehendaki untuk dikembangkan dan kondisi kehidupan efektif seharihari yang terganggu (KES-T). Dengan demikian, pelayanan konseling pada dasarnya
adalah upaya pelayanan dalam pengembangan KES dan penanganan KES-T.

Berkenaan dengan pendekatan dan teknologi, pengelolaan dan evaluasi pelayan


konseling, konselor wajib menguasai berbagai jenis layanan dan kegiatan
pendukungnya dengan landasan teori, acuan praksis, standar prosedur operasional
(SPO), serta implementasinya dalam praktik konseling. Pendekatan dan teknologi,
pengelolaan dan evaluasi pelayanan itu perlu didukung oleh kaidah-kaidah keilmuan
dan teknologi seperti psikologi, sosiologi, teknologi- informasi-komunikasi sebagai
alat untuk lebih menepatgunakan dan mendayagunakan pelayanan
konseling.
3. Komponen Praktik Profesi : Penyelenggaraan proses pembelajaran terhadap
sasaran pelayanan melalui modus pelayanan konseling.
Praktik pelayanan konseling terhadap sasaran pelayanan merupakan puncak dari
keberadaan bidang konseling pada setting tertentu. Mutu pelayanan konseling
diukur dari penampilan paktik pelayanan oleh konselor terhadap sasaran pelayanan.
Pada setting satuan pendidikan misalnya, mutu kinerja konselor di sekolah/
madrasah dihitung dari penampilannya dalam praktik pelyaanan konseling terhadap
siswa yang menjadi tanggung jawabnya.
Penguasaan konselor atas materi ketiga komponen trilogi profesi konseling tersebut
diperolah dari studi pada program bidang konseling tingkat sarjana (S-1) ditambah
dengan pendidikan profesi konselor (PPK). Seluruh materi tersebut dipadukan dalam
bentuk praktik pelayanan konseling melalui persiapan yang matang berupa
berbagai program pelayanan sesuai dengan kebutuhan sasaran pelayanan.

Di awal abad ke-21 ini dunia pendidikan di Indonesia mulai memasuki era profesional. Hal ini
ditandai dengan penegasan bahwa " Pendidik merupakan tenaga profesional" (UU No. 20 Tahun
2003 Pasal 39 Ayat 2 ), dan "Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan
seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran,
atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan
profesi" (UU No. 14 Tahun 2005 Pasal 1 Butir 4 ).
Untuk menjadi profesional seseorang harus mengusai dan memenuhi ketiga komponen trilogi
profesi, yaitu (1) komponen dasar keilmuan, (2) komponen subtansi profesi, dan (3) komponen
praktek profesi, sebagaimana berikut.

Komponen dasar keilmuan memberikan landasan bagi calon tenaga profesional dalam wawasan,
pengetahun, keterampilan, nilai dan sikap berkenaan dengan profesi yang dimaksud. komponen
substansi profesi membekli calon profesional apa yang menjadi fokus dan objek praktis spesifik
pekerjaan profeonalnya, komponen praktik mengarahkan calon tenaga profesional untuk
menylenggarakan praktik profesinya. itu kepada sasaran pelayanan atau pelanggan secara tepat
dan
berdaya
guna.
Penguasaan dan penyelenggaraan trilogi profesi secara mantab merupakan jaminan bagi
suksesnya penampilan pfofesi tersebut demi kebahagiaan sasaran pelayanan. Penguasaan ketiga
komponen profesi tersebu diperoleh di dalam program pendidikan profesi dan pondidikan
akademik
yang
mendasarinya.
Guru pembimbing / konselor sekolah, yang adalah pendidik (UU No. 20 Tahunb 2003
Pasal 1 Butir 6), sebagai tenaga profesional dituntut untuk menguasai dan memenuhi trilogi
pfofesi dalam bidang pendidikan, khususnya bidang konseling, yaitu

Komponen Dasar Keilmuan

Komponesn Subtansi Profesi


: Proses pembelajaran terhadap pengembangan
diri/pribadi individu melalui modus pelayanan konseling.

Komponen Praktek Profesi


: Penyelenggaraan proses pembelajaran terhadap
sasaran pelayanan melalui modus pelayanan konseling.

: Ilmu Pendidikan

Triologi Profesi Guru

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Profesi pendidik merupakan suatu bidang yang memerlukan profesionalisme dalam
menjalankannya. Untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan diperlukan para
pendidik yang profesional yang ditopang dengan pengelola kependidikan yang profesional pula
dan perlu kebersamaan dalam menjalankannya.

Memperhatikan ciri-ciri mendasar tentang profesi dan arah pengembangan profesi serta
pembinaan tenaga profesional, dikonsepsikan adanya komponen-komponen pokok yang
membentuk profesi itu dalam konsep/teori, praksis dan praktiknya. Ada tiga komponen profesi
yang membentuk trilogi profesi pada umumnya, yaitu: dasar keilmuan, substansi profesi, dan
praktek profesi.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Trilogi Profesi Pendidik


Di awal abad ke-21 ini dunia pendidikan di Indonesia mulai memasuki era profesional. Hal
ini ditandai dengan penegasan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional (UU No.20
Tahun 2003 Pasal 39 Ayat 2), dan profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan
seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran,
atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan
profesi (UU No.14 Tahun 2005 Pasal 1 Butir 4).
Untuk menjadi profesional, profesional dalam bidang apapun, seseorang harus menguasai
dan memenuhi ketiga komponen trilogi profesi, yaitu (1) komponen dasar keilmuan, (2)
komponen substansi profesi, dan (3) komponen praktik profesi.
Komponen dasar keilmuan memberikan landasan bagi calon tenaga profesional dalam
wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap berkenaan dengan profesi yang
dimaksud. Komponen substansi profesi membekali calon profesional apa yang menjadi fokus

dan objek praktis spesifik pekerjaan profesionalnya. Komponen praktik mengarahkan calon
tenaga profesional untuk menyelenggarakan praktik profesinya itu kepada sasaran pelayanan
atau pelanggan secara tepat dan berdaya guna. Penguasaan dan penyelenggaraan trilogi profesi
secara mantap merupakan jaminan bagi suksesnya penampilan profesi tersebut demi kebahagiaan
sasaran pelayanan. Penguasaan ketiga komponen profesi tersebut diperoleh di dalam program
pendidikan profesi dan pendidikan akademik yang mendasarinya.
Guru, yang adalah pendidik (UU No.20 Tahun 2003 Pasal 1 Butir 6) , sebagai tenaga
professional dituntut untuk menguasai dan memenuhi trilogi profesi dalam bidang pendidikan,
khususnya bidang konseling, yaitu
Komponen Dasar Keilmuan
Komponen Substansi Profesi

: Ilmu Pendidikan
: Proses pembelajaran terhadap pengembangan diri/ pribadi

individu melalui modus pelayanan konseling.


Komponen Praktik Profesi

: Penyelenggaraan proses pembelajaran terhadap sasaran

pelayanan melalui modus pelayanan konseling.


B. Komponen Profesi Guru
1.

Ilmu Pendidikan
Guru diwajibkan menguasai ilmu pendidikan sebagai dasar dari keseluruhan kinerja
profesionalnya dalam bidang pelayanan konseling, karena guru digolongkan ke dalam kualifikasi
pendidik; dan oleh karenanya pula kualifikasi akademik seorang guru pertama-tama adalah
Sarjana Pendidikan. Atas dasar keilmuan inilah guru akan menguasai dengan baik kaidah-kaidah
keilmuan pendidikan sebagai dasar dalam memahami peserta didik (sebagai sasaran pelayanan
konseling) dan memahami seluk beluk proses pembelajaran yang akan dijalani peserta didik

melalui modus pelayanan konseling. Dalam hal ini proses konseling tidak lain adalah proses
pembelajaran yang dijalani oleh sasaran layanan bersama gurunya. Dalam arti yang demikian
pulalah, guru sebagai pendidik diberi label juga sebagai agen pembelajaran.

2.

Substansi Profesi Konseling


Di atas kaidah-kaidah ilmu pendidikan itu guru membangun substansi profesi konseling
yang meliputi objek praktis spesifik profesi konseling, pendekatan, dan teknologi pelayanan,
pengelolaan dan evaluasi, serta kaidah-kaidah pendukung yang diambil dari bidang keilmuan
lain. Semua subtansi tersebut menjadi isi dan sekaligus fokus pelayanan konseling. Secara
keseluruhan substansi tersebut sebagai modus pelayanan konseling.
Objek praktis spesifik yang menjadi fokus pelayanan konseling adalah kehidupan efektif
sehari-hari (KES). Dalam hal ini, sasaran pelayanan konseling adalah kondisi KES yang
dikehendaki untuk dikembangkan dan kondisi kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu
(KES-T). Dengan demikian, pelayanan konseling pada dasarnya adalah upaya pelayanan dalam
pengembangan KES dan penanganan KES-T.
Berkenaan dengan pendekatan dan teknologi, pengelolaan dan evaluasi pelayan
konseling, guru wajib menguasai berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukungnya dengan
landasan teori, acuan praksis, standar prosedur operasional (SPO), serta implementasinya dalam
praktik konseling. Pendekatan dan teknologi, pengelolaan dan evaluasi pelayanan itu perlu
didukung oleh kaidah-kaidah keilmuan dan teknologi seperti psikologi, sosiologi, teknologiinformasi-komunikasi sebagai alat untuk lebih menepatgunakan dan mendayagunakan
pelayanan konseling.

3.

Praktik Pelayanan Konseling


Praktik pelayanan konseling terhadap sasaran pelayanan merupakan puncak dari
keberadaan bidang konseling pada setting tertentu. Mutu pelayanan konseling diukur dari
penampilan paktik pelayanan oleh guru terhadap sasaran pelayanan. Pada setting satuan
pendidikan misalnya, mutu kinerja guru di sekolah/ madrasah dihitung dari penampilannya
dalam praktik pelayanan konseling terhadap siswa yang menjadi tanggung jawabnya.
Penguasaan guru atas materi ketiga komponen trilogi profesi konseling tersebut diperolah
dari studi pada program bidang konseling tingkat sarjana (S-1) ditambah dengan pendidikan
profesi guru (PPK). Seluruh materi tersebut dipadukan dalam bentuk praktik pelayanan
konseling melalui persiapan yang matang berupa berbagai program pelayanan sesuai dengan
kebutuhan sasaran pelayanan.
Memenuhi trilogi profesinya guru menguasai kaidah-kaidah keilmuan pendidikan.
Dalam kaidah-kaidah keilmuan pendidikan inilah guru, dan juga para pendidik lainnya bertemu.
Guru sama-sama sebagai agen pembelajaran bagi para siswa dalam KTSP. Apabila dalam praktik
profesionalnya guru terfokus pada pengembangan PMP dan penanganan KPMP siswa dengan
modus pengajaran untuk matapelajaran tertentu maka konselor terfokus pada pengembangan
KES dan penanganan KES-T siswa dengan modus pelayanan konseling yang meliputi sembilan
jenis layanan (yaitu layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, penguasaan
konten, konseling perorangan, bimbingan kelompok, konseling kelompok, konsultasi dan
mediasi) serta enam kegiatan pendukung, yaitu aplikasi instrumentasi, himpunan data, koferensi
kasus, kunjungan rumah, tampilan kepustakaan, dan alih tangan kasus). Disekolah/madrasah
pengembangan potensi siswa, didukung secara bersama-sama melalui praktek pengajaran (oleh

guru), praktek pelayanan konseling (oleh guru), dan kegiatan ekstrakurikuler (oleh pembina
khusus).

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari ciri-ciri mendasar tentang profesi dan arah pengembangan profesi serta pembinaan
tenaga profesional, dikonsepsikan adanya komponen-komponen pokok yang membentuk profesi
itu dalam konsep/teori, praksis dan praktiknya. Ada tiga komponen profesi yang membentuk
trilogi profesi pada umumnya, yaitu: dasar keilmuan, substansi profesi, dan praktek profesi.
Komponen dasar keilmuan memberikan landasan bagi calon tenaga profesional dalam
wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap berkenaan dengan profesi yang
dimaksud. Komponen substansi profesi membekali calon profesional apa yang menjadi fokus
dan objek praktis spesifik pekerjaan profesionalnya. Komponen praktik mengarahkan calon
tenaga profesional untuk menyelenggarakan praktik profesinya itu kepada sasaran pelayanan
atau pelanggan secara tepat dan berdaya guna. Penguasaan dan penyelenggaraan trilogi profesi
secara mantap merupakan jaminan bagi suksesnya penampilan profesi tersebut demi kebahagiaan
sasaran pelayanan. Penguasaan ketiga komponen profesi tersebut diperoleh di dalam program
pendidikan profesi dan pendidikan akademik yang mendasarinya.

Jakarta, Kemdikbud --- Tingkat kelulusan Ujian Nasional (UN) jenjang SMA/MA tahun 2014
mencapai 99,52 persen. Dari total peserta UN SMA/MA yang berjumlah 1.632.757 siswa,
sebanyak 7.811 (0,48 persen) dinyatakan tidak lulus UN. Demikian dijelaskan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh saat menggelar jumpa pers
mengenai hasil UN SMA/SMK tahun pelajaran 2014 di Gedung Ki Hajar Dewantara
Kemdikbud, Jakarta, (19/05/2014).
Mendikbud juga menjelaskan tingkat kelulusan untuk jenjang SMK/MAK, yaitu sebesar 99,90
persen. Dari 1.171.907 peserta UN SMK/MAK, ada 1.159 siswa yang tidak lulus. Kelulusan
peserta didik SMA/MA dan SMK/MAK ditetapkan berdasarkan perolehan nilai akhir (NA). Nilai
akhir merupakan gabungan dari 60 persen nilai UN dan 40 persen nilai ujian sekolah/madrasah.
Peserta didik SMA/SMK/MA/MAK dinyatakan lulus UN apabila nilai rata-rata NA paling
rendah 5,5 dan nilai mata pelajaran paling rendah 4,0. Dari keseluruhan nilai nasional, terdapat
16.497 sekolah (89,40 persen) dengan tingkat kelulusan 100 persen. Sementara itu tidak ada
sekolah dengan tingkat kelulusan 0 persen.
Terkait dugaan kecurangan yang terjadi selama penyelenggaraan UN, Mendikbud mengatakan
hal tersebut sulit dibuktikan melihat hasil analisis perolehan nilai UN yang nilai rata-rata setiap
mata pelajarannya mencapai nilai 5 ke atas. "Agak susah diterima dengan logika yang simpel
kalau ada kecurangan yang masif rata-rata bisa 5 koma. Kami tetap berdasarkan realita analisis,"
tuturnya. (Desliana

Anda mungkin juga menyukai