Anda di halaman 1dari 121

Oleh

Arief Dwi

Asal kata serta pengertian Harfiah dari korupsi


Kata korupsi berasal dari bahasa latin
Corruptio atau Corruptor dan berasal dari bahasa latin
yang lebih tua Corrumpere. Dari bahasa latin kemudian
turun
ke banyak bahasa Eropa seperti:
Inggris
:
Corruption, corrupt
Perancis
:
Corruption
Belanda
:
Corruptie (korruptie)
Dari bahasa Belanda kemudian turun ke bahasa
Indonesia
Korupsi arti Harfiah ialah kebusukan, keburukan,
kebejatan,
ketidakjujuran dapat disuap, tidak bermoral,
penyimpangan dari kesucian.

Arti kata korupsi yang telah diterima dalam


perbedaharaan kata bahasa Indonesia disimpulkan oleh
Poerwodarminto dalam ilmu bahasa Indonesia
Korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan
uang, penerimaan uang sogok,dan sebagainya. Di
Malaysia terdapat juga peraturan arti korupsi, disitu
tidak dipakai kata korupsi melainkan kata peraturan
Anti Kerakusan.
Korupsi dalam statistik kriminal/perkara bisa dilihat di
Mabes
Polri, pusat statistik tetapi sangat terbatas karena
masalah
korupsi merupakan masalah White Collar Crime. Hanya
berapa persen perkara korupsi yang diselesaikan
melalui

Melalui saluran hukum dari sekian banyak korupsi yang


sesungguhnya terjadi di Indonesia atau korupsi sebagai
hidden crime (tersembunyi).
Penyebab meluasnya korupsi di Indonesia
Kurangnya gaji/pendapatan pegawai negeri dibanding
dengan kebutuhan yang makin meningkat.
-Akibat kemajuan Teknologi
-Pemotongan gaji
- Karena kultur atau latar belakang kebudayaan
- Management yang kurang baik dan kontrol yang
kurang efektif dan efisien dalam
arti akan memberi peluang orang untuk korupsi.
Sehingga dikatakan semakin besar anggaran
pembangunan semakin besar pula kemungkinan
terjadinya kebocoran.

Ada penulis yang mengatakan penyebab korupsi ialah


modernisasi yaitu Huting ton mengatakan:
- Modernisasi membawa perubahan-perubahan
pada nilai dasar atas masyarakat
- Modernisasi juga ikut mengembangkan korupsi
karena membuka sumber-sumber kekayaan
dan kekuasaan baru.
- Modernisasi merangsang korupsi karena perubahanperubahan yang diakibatkan dalam bidang kegiatan
sistem politik. Yaitu memperbesar kekuasaan
pemerintah dan melipat gandakan kegiatankegiatan yang diatur oleh peraturan
pemerintah. Dikatakan bahwa korupsi tidak selalu
berakibat negatif, manakala.

3. Korupsi mengakibatkan turunnya disiplin sosial uang


suap tidak hanya memperlancar produk
administrasi,tetapi ada kejayaan untuk
memperlambat administrasi untuk dapat menerima
uang suap.
Rencana pembangunan diperlambat atau dipersulit
karena alasan yang sama
Istilah Tindak Pidana
Istilah Tindak Pidana adalah dimaksudkan sebagai
terjemahan dalam bahasa Indonesia untuk istilah
bahasa Belanda strafbaarfeit
Dalam terjemahan Bahasa Indonesia disamping istilah
Tindak Pidana juga dipakai istilah.
-Perbuatan yang dapat dihukum
-Perbuatan yang boleh dihukum

Peristiwa pidana
-Pelanggaran pidana
-Perbuatan pidana
Jadi strafbaarfeit atau delict diterjemahkan
dalam 6 pengertian.
Namun yang paling sering digunakan adalah
Tindak Pidana atau Perbuatan Pidana
seperti UU No. 3/71 kemudian diganti dengan
UU No. 31/99.
Apakah Tindak Pidana?
Dikemukakan oleh Prof. Moeljatno, SH
(beliau memakai perbuatan pidana):
Perbuatan yang oleh aturan hukum pidana
dilarang dan diancam dengan pidana barang
siapa yang melanggar larangan tersebut
. Suatu Tindak Pidana atau perbuatan pidana
harus memenuhi unsur:

a.Melawan hukum
b.Merugikan masyarakat
c.Dilarang oleh aturan pidana
d.Pelakunya diancam dengan pidana
Mana yang memastikan perbuatan itu menjadi
Tindak Pidana. Mana yang menunjukkan sifat
perbuatannya. Dari mana kita dapat mengetahui
bahwa perbuatan itu merupakan perbuatan
pidana?
Ketentuan hukum Pidana termuat dalam:
-KUHP
-Diluar KUHP

TINDAK PIDANA KORUPSI


Wajah Tindak Pidana Korupsi
1.Korupsi di kalangan pegawai negeri atau birokrasi
negara dilakukan dengan melanggar sumpah jabatan
dengan menerima uang sogok, uang kopi, selalu
tempel, uang semir dan sebagainya, baik dalam
bentuk uang tunai maupun benda atau malahan
juga wanita.
2.Di bidang swasta, korupsi dapat berbentuk menerima
pembayaran uang untuk membuka rahasia perusahaan
tempat seseorang bekerja, mengambil komisi yang
seharusnya hak perusahaan.
3.Baik pegawai birokrasi negara maupun swasta dapat
melakukan korupsi, dengan langsung mencuri
uang negar atau perusahaan lewat manipulasi
tender dan kontrak dan sebagainya

4. Andaikata pejabat resmi maupun swasta tidak


menerima imbalan langsung, tetapi diatur agar
diterima istri, anak dan sebagainya. Tetapi
dianggap korupsi karena si pejabat berbuat
sesuatu untuk si pemberi imbalan.
5. Bentuk korupsi yang lebih halus, lebih
mengasyikkan dan sulit dikejar hukum dan
sudah sejak lama dipraktekkan dalam berokrasi
pemerintahan kolonial Hindia-Belanda yaitu
imbalan atas jasa-jasanya pada
pejabat/penguasa baru diberikan atau
dibayarkan ketika dia pindah tempat tugas atau
dipensiun. Misalnya dengan membeli barangbarangnya dengan harga yang amat tinggi.

6. Bentuk korupsi yang lain juga dipraktekkan


sejak jaman kolonial belanda dan sulit untuk
dituntut, sogok yang di berikan dalam bentuk
mengangkat si pejabat setelah pensiun
atau meninggalkan dinas pemerintah ,
menjadi anggota direksi yang dulu meminta jasanya
waktu menjabat
7. Korupsi politik (manipulasi pemilihan umum, menyogok
pemilik dan sebagainya.

Latar Belakang Sejarah Korupsi


Jika diteliti dengan baik, korupsi telah berakar
jauh ke masa silam, tidak saja di masyarakat
Indonesia tetapi hampir di semua bangsa.
Korupsi sementara akan timbul jika dalam budaya
suatu masyarakat tidak ada nilai yang memisahkan
secara tajam antara milik masyarakat dengan milik
pribadi. Yang dapat mengaburk antara milik
masyarakat dan milik pribadi tentulah para penguasa.
Hal tersebut terdapat pada masa kerajaan-kerajaan
di masa lampau. Pemungutan yang berupa upeti oleh
raja dan sang pembesar di anggap patut dan Hak
mereka meski si pemberi upeti menggerutu dan
merasa berat serta ditindas tetapi praktek-praktek
tersebut didasarkan pada nilai budaya dan
masyarakat yang berlaku, di anggap sebagai hal yang
wajar.

Korupsi yang kini merajalela di RI, berakar


pada masa tersebut dan kekuasaan bertumpu
pada apa yang disebut kekuasaan Birokrasi
Patrimonial (Jabatan yang turun-temurun.
Masyarakat yang menganggap segala tindakan
(yang merupakan tindakan korupsi) adalah
sesuatu yang wajar dan pandangan tersebut
demikian maka tidaklah dilihat masyarakat
sebagai sesuatu yang salah.
Ditambah lagi dengan nilai budaya yang memiliki
nilai solidarisasi utama pada sanak saudara baru
kemudian teman-teman dan terakhir orang lain.

Contoh : Seorang pejabat yang tidak mau


mengindahkan permintaan bantuan keluarganya atau
kawan-kawannya untuk menolong memberi pekerjaan,
fasilitas dapat dikatakan kacang lupa kulitnya. Tetapi
yang mau menolong dianggap sebagai orang yang baik,
berbudi luhur, tidak berubah meski sudah menjadi
pejabat tinggi.
Masyarakat Tempat Korupsi Merajalela
Salah satu lingkungan yang baik bagi berkembangnya
tindakan korupsi tiada lain adalah kehadiran birokrasi
patrimonial tidak saja dalam bentuk yang tradisional
tetapi dalam bentuk yang baru (modern) seperti badan
pengawas keuangan negara. Inspektur jenderal, alat
penuntut umum, dan sebagainya

Dalam hal ini kita lihat bahwa si pengawas ikut korupsi


dengan yang diawasinya sampai alat penyidik, penuntut
umum, dan hakim sendiri banyak yang terlibat dalam
tindak pidana korupsi.
Warisan birokrasi patrimonial masa
feodalisme menimbulkan birokrasi nepolisme yang
memberi jabatan pada sanak dan sahabat korupsi
dianggap wajar.
Obatnya tranformasi budaya
Korupsi akan berhenti apabila:
-Mereka diberi motivasi baru
-Diberi teladan yang baik dan diberi ancaman
yang berat
-Masyarakat ikut membantu dengan sikap
budaya baru, dengan tidak membenarkan dan
selalu menolak untuk terlibat dalam penyogokan.
-Dimasyarakatkan budaya malu dan hina,
jika menerima sogok atau membayar sogok.

Kronologis Perkembangan Peraturan TPK


Asas ketentuan hukum pidana diklasifikasikan:
-Hukum pidana umum (Ius commune)
-Hukum pidana khusus (Ius singulare, Ius speciale
atau bijzonder strafrecht
6 Fase peraturan yang mengatur mengenai TPK di
Indonesia
1.Fase ketidakmampuan tindak pidana jabatan
(ambtsdelicten)
Dalam KUHP diatur alam Bab XXVIII KUHP,
dalam pasal 415, 416, 418, 419, 420 KUHP, dan
pasal 423, 425, 435 KUHP

2.Fase keputusan presiden Nomor 40 tahun 1957


jo regeling of de staat van oor log en van
beleg (stb 39 582 jo 40 79 tahun 1939)
tentang keadaan perang.
Pada fase ke 2 ini muncul peraturan-peraturan
korupsi:
a.Prt/pm-06/1957 tanggal 9 April 1957
tentang pemberantasan korupsi.
b.Prt/pm-08/1957 tanggal 27 Mei 1957
tentang pemilikan terhadap harta benda.
c.Prt/pm-011/1957 tanggal 1 Juli 1957
tentang penyitaan dan perampasan
barang-barang.

3. Fase keputusan presiden nomor 225 tahun 1957


jo undang: nomor 74 tahun 1957 jo undang-undang
nomor 79 tahun 1957 tentang keadaan bahaya.
Fase keputusan presiden melahirkan:
-Peraturan penguasa perang pusat kepala staf
angkatan darat Prt/peperpn/013/1958 tanggal 16
April 1958 jo peraturan penguasa perang kepala
staf angkatan laut nomor prt/2.1/1/7 tanggal 17
April 1988 tentang pengusutan, penuntutan, dan
pemeriksaan perbuatan korupsi pidana dan
pemilikan harta benda
Peraturan penguasa perang ini memperkenalkan dan
mengklasifikasikan batasan perbuatan korupsi
sebagai perbuatan korupsi pidana dan
perbuatan korupsi lainnya.

Perbedaannya:
-Melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran
-Melakukan perbuatan melawan hukum
4.Fase peraturan pemerintah pengganti
undang- undang nomor 24 tahun 1960
(HNRI 1960 60; TLNRI 2011) tentang
pengusutan, penuntutan, dan pemeriksaan
Tindak Pidana Korupsi.
Sejak tanggal 1 Januari 1961 berdasarkan
undang-undang nomor 1 tahun 1961 telah
ditetapkan menjadi undang-undang nomor 24 PRP
tahun 1960 dikenal dengan undang-undang
Anti Korupsi.

Undang-undang ini dibuat karena peraturan


penguasa tersebut dibuat dalam keadaan darurat
dan undang-undang No. 24 PRP 1960 dimaksudkan
untuk menyaring beberapa perbuatan korupsi yang
dilakukan oleh Badan Hukum tertentu dengan
menggunakan fasilitas modal dan kelonggaran dari
negara atau masyarakat.
5.Fase undang-undang nomor 3 tahun 1971 (LNRI
1971-19 TLNRI 2958) tentang pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi
Undang-undang No 3 tahun 1971 terdiri dari 7
bab dan 37 pasal diundangkan tanggal 20 maret
1971. Dasar pertimbangan /konsiderans
dicabutnya undang-undang No. 24 PRP 1960
tentang pengusutan,penuntutan dan pemeriksaan
Tindak

Pidana korupsi berhubung sehingga perlu diganti


.Apabila diperinci maka dari 37 pasal undang-undang
No. 3 tahun 1971 terdapat 25 pasal perumusan hukum
pidana formal serta 11 pasal huku pidana material
6.Fase undang-undang nomor 31 tahun 1999 (HM RI
1999 140; TLN RI 387) tentang pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
Undang-undang No. 31 tahun 1999 merupakan Hukum
Positif Indonesia (Ius Constitutum-Ius Operatum) bagi
pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Undang-undang nomor 31 tahun 1999 terdiri dari 7
Bab, 45 pasal, disahkan diundangkan dan mulai berlaku
sejak tanggal 16 Agustus 1999.

Dalam undang-undang nomor 31/1999 selaku Hukum


Positif untuk memberantas Tindak Pidana Korupsi,
ada beberapa Nuansa Yuridis yang cukup signifikan
yaitu:
-Bahwa subyek pelaku Tindak Pidana korupsi selain
untuk setiap orang, juga dapat dilakukan oleh
korupsi.
-Bahwa pasal-pasal undang-undang nomor 35 tahun
1999 dalam ancaman pidana penjara/pidana denda
mempergunakan rentang waktu minimum khususspeciale straf minima dan maximum (pasal 2, 3, 5,
6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 21, 22, 23 undang-undang
nomor 31 tahun 1999) serta dapat dijatuhi pidana
tambahan sebagaimana diatur dalam pasal 18
undang-undang nomor 31 tahun 1999.

-Undang-undang no. 31 tahun 1999 menentukan


pengembalian kerugian keuangan negara atau
perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya
pelaku.
-Dalam hal penyidikan menemukan dan berpendapat
bahwa satu atau lebih unsur tindak pidana tidak
terdapat cukup bukti, sedangkan secara nyata telah
ada kerugian keuangan negara maka dapat dilakukan
gugatan perdata.
-Apabila telah diperiksa di pengadilan kemudian
dijatuhkan putusan bebas maka tidak menghapuskan
hak untuk menuntut kerugian terhadap keuangan
negara.
-Bahwa ahli waris dari tersangka/terdakwa tindak
pidana korupsi yang meninggal dunia pada saat
penyidikan/peradilan dimana ternyata ada kerugian
negara, maka jaksa pengacara negara atau instansi
yang dirugikan dapat melakukan gugatan perdata.

-Undang-undang nomor 31/1999 dapat


mempergunakan sistem pembuktian terbalik
terbatas antara terdakwa dan penuntut umum dan
dimungkinkan adanya peradilan in absentia.
-Adanya peran serta masyarakat dalam hal
pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana
korupsi dan rentang 2 tahun setelah undang-undang
ini berlaku dibentuk komisi pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
PENGERTIAN DAN TIPE TINDAK PIDANA
KORUPSI
Pengertian Tindak Pidana Korupsi secara harafiah
berasal dari Tindak Pidana dan Korupsi. Secara
yuridis formal pengertian Tindak Pidana Korupsi
dalam bab II, bab III tentang tindak pidana lain
yang berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi.

Pengertian Korupsi Tipe Pertama


Pengertian ini terdapat dalam ketentuan pasal 2
undang-undang No. 31/99.
Unsur-unsurnya/bestandellen
1.Perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi
2.Perbuatan tersebut sifatnya melawan hukum
.
3.Dapat
merugikan keuangan atau perekonomian
negara
4. Dalam hal tertentu pelaku tindak pidana korupsi
dijatuhi pidana mati.
Pasal 2 ayat 2 UU No. 31/99 merupakan pemberatan
terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi.
Keadaan tertentu adalah pada waktu terjadi bencana
alam nasional, pengulangan tindak pidana korupsi
atau pada waktu negara dalam keadaan krisis
ekonomi dan moneter.

Pengertian Korupsi Tipe Kedua


Korupsi tipe ke-2 diatur dalam pasal 3 undangundang No. 31/99.
Unsur-unsurnya:
1.Menyalahgunakan kewenangan kesempatan
atau sarana yang ada padanya karena jabatan
atau kedudukan
2.Perbuatan tersebut menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau korporasi.
3.Perbuatan tersebut dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara

Pengertian korupsi tipe ke Tiga


Pada asasnya, pengertian korupsi tipe ke 3
terdapat dalam ketentuan pasal 5, 6, 7, 8, 9,
10, 11, 12, undang-undang No. 20/2001 dan
pasal 13 undang-undang No. 31/99.
Pengertian Korupsi Tipe ke Empat
Pada asasnya, pengertian korupsi tipe keempat
adalah tipe korupsi percobaan, pembantuan, atau
permufakatan jahat serta pemberian kesempatan,
sarana atau keterangan terjadinya Tindak Pidana
korupsi yang dilakukan oleh di luar wilayah
Indonesia. (pasal 15, 16 undang-undang No.
31/99).
Terhadap pelaku TPK pada tipe
ke 4 ini dapat dijatuhi pidana sebagaimana
termuat dalam pasal 17 UU No. 31/99 dan pasal
18 UU No. 31/99.

Pengertian Korupsi Tipe Ke lima


Sebenarnya pengertian korupsi tipe kelima ini bukan
bersifat murni Tindak Pidana, tetapi Tindak Pidana
lain yang berkaitan dengan TPR sebagaimana diatur
dalam Bab III pasal 21 sampai dengan pasal 24
undang-undang No. 31/99.
SUBYEK DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA
A.
Subyek Delik Korupsi
1.
Manusia
2.
Korporasi
3.
Pegawai Negeri
4.
Setiap orang

Ad.1 Manusia
Manusia berarti dia adalah orang laki-laki dan
perempuan bukan subyek binatang.
-Manusia mempunyai budaya
binatang tidak
-Manusia makhluk berpikir binatang instink
-Manusia dirumuskan kata : Hij atau barang siapa atau
setiap orang juga ibu (RS 341.342 KUHP).
Dalam memori penjelasan pasal 59 KUHP dikatakan suatu
strafbaarfeit hanya dapat diwujudkan oleh manusia.
Ad.2 Korporasi
Korporasi adalah kumpulan orang dan atau
kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum
maupun bukan badan hukum. Pasal 1 ayat 1 UU No.
31/99.

Ad.3 Pegawai Negeri


Pengertian pegawai negeri pada umumnya
ialah orang yang bekerja pada pemerintah.
Karena pasal : KUHP diangkat kedalam
undang-undang No. 31 tahun 1949, maka pengertian
pegawai negeri diperluas menjadi:
a.
Pegawai negeri sebagaimana dimaksudkan
dalam undang-undang tentang kepegawaian.
b.
Pegawai negeri sebagaimana dimaksudkan
dalam KUHP.
c.
Orang yang menerima gaji atau upah dari
keuangan negara atau daerah (BUMN, BUMD).
d.
Orang yang menerima gaji atau upah dari
koperasi yang menerima bantuan dari keuangan negara
atau daerah.

e.Orang yang menerima gaji atau upah dari


korporasi yang mempergunakan modal atau
fasilitas dari negara atau masyarakat. Jadi yang
obyek penderita delik korporasi itu meliputi
keuangan negara, keuangan daerah, atau
masyarakat.
Ad.4 Setiap Orang
Yang dimaksud setiap orang adalah disini orang
perseorangan (individu) atau termasuk korporasi:
Bagi Moeljatno : ungkapan tersebut diatas
berarti orang tidak mungkin
dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana), kalau
dia tidak melakukan delik, tetapi meskipun dia
melakukan delik, tidak selalu di pidana

Dengan demikian ternyata untuk adanya


kesalahan terdakwa harus:
1.Melakukan delik
2.Usia dewasa, karena mampu bertanggungjawab
3.Terdapat kesengajaan atau kealpaan
4.Tidak ada alasan pemaafB. Mampu
Bertanggungjawab
Mampu bertanggungjawab dijelaskan
sebagai keadaan batin orang normal, yang sehat.
Dalam KUHP tidak ada batasan tentang
mampu bertanggungjawab yang ada dalam
KUHP ialah sebaliknya, pengertian negatifnya
yakin tidak dapat dipertanggungjawabkan yang
disebut pasal 44 KUHP.

Untuk adanya kemampuan bertanggungjawab,


terdakwa harus :
-Mampu
membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan
yang buruk, yang sesuai dengan Hukum dan yang
melawan hukum.
-Mampu menentukan kehendaknya
menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya
perbuatan tadi.
C.Cara menentukan suatu keadaan Tidak
mampu bertanggungjawab
A)Methode Biologis
Methode biologis yaitu suatu cara dengan mengurai
atau meninjau jiwa seseorang. Seorang psychiater
telah menyatakan seseorang sakit gila dengan
sendirinya orang tersebut tidak dipidana.Cara
menentukan suatu keadaan Tidak mampu

B)Methode Psychologis
Methode psychologis yaitu dengan cara menunjukkan
hubungan keadaan jiwa abnormal dengan perbuatannya.
Methode ini yang dipentingkan adalah akibat penyakit
jiwa terhadap perbuatannya. Sehingga dapat dikatakan
tidak mampu bertanggungjawab dan tidak dipidana.
C)Methode Gabungan
Methode gabungan dari kedua cara tersebut, yakni
methode Biologis dan methode Psychologis, dengan
menunjukkan disamping menyatakan keadaan jiwa oleh
sebab keadaan jiwa itu, kemudian dinilai dengan
perbuatannya untuk dinyatakan tidak mampu
bertanggungjawab

RUMUSAN DELIK KORUPSI MENURUT UNDANGUNDANG NO. 31/99


A.Cara merumuskan
Untuk perumusan delik ada dua pendapat:
1. Aliran Monisme (Simon)
2. Aliran Dualisme (Moeljatno, Roeslan Saleh)
- Aliran Monisme ; Suatu perbuatan yang oleh
hukum diancam dengan pidana, bertentangan dengan
hukum, dilakukan oleh orang yang bersalah dan orang
itu dianggap bertanggung jawab atas perbuatannya.
- Aliran Dualisme : Perbuatan yang oleh aturan
hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana,
barang siapa melanggar aturan tersebut

Perbedaan
1 -Aliran Monisme dalam suatu perbuatan delik
tidak ada pemisahan unsur obyektif dan unsur
subyektif.
-Aliran Dualisme ; Ada pemisahan unsur
obyektif (perbuatannya sendiri) dan unsur subyektif
(manusia yang berbuat) dalam suatu delik.
2.-Aliran Monisme dapat dianggap bahwa semua
unsur delik (obyektif dan subyektif) merupakan syarat
pemberian pidana. Konsekwensi kedua aliran
tersebut :
1.Aliran Monisme :-Bila salah satu unsur tidak
terbukti maka harus dibebaskan (Vrijspraak)
-Aliran Dualisme dianggap ada 2 golongan yakni
golongan obyektif dan golongan subyektif merupakan
syarat dari pemberian pidana

Konsekwensi kedua aliran tersebut :


1.Aliran Monisme: -Bila salah satu unsur tidak
terbukti maka harus dibebaskan (Vrijspraak)
-Bila terbukti subyek dan
obyek harus dipidana
2.Aliran Dualisme:-Kalau yang tidak terbukti
unsur obyektif maka amar putusnya bebas
(Vrijspraak)
-Kalau yang tidak
terbukti unsur subyektif, maka amar putusannya :
dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van recht
ver volging)
-Jika semua unsur
(subyektif dan obyektif) terbukti, maka si pelaku
harus dijatuhi pidana.

Pandangan KUHP
-Dalam pemberian pidana mengikuti aliran Dualisme
-Dalam merumuskan delik KUHP menganut kedua-duanya
karena ada kesamaan pendapat, bahwa perumusan delik
harus mencocoki perundang-undangan.
Rumusan Delik Korupsi
Dalam undang-undang No. 31/99 sebagai tindak pidana
korupsi secara tegas dirumuskan sebagai pidana formil.
Pelukisan dalam korupsi secara formil, mempunyai
kelemahan dan sebagai konsekwensinya, jika ada
perbuatan korupsi yang tidak tercakup dalam pelukisan
secara formil, maka si pelaku tidak dapat diajukan ke
muda hakim, dengan alasan Nullum delictum nulla poena
sine previla lege poenali. Pasal 1 ayat 1 KUHP. Hal
tersebut sebenarnya menyulitkan dalam penyidikan dan
dalam penuntutan, namun sebaliknya memudahkan hakim
dalam membuktikan

Dari rumusan pasal 1 ayat 1 untuk memenuhi syarat


delik harus dicantumkan unsur Melawan Hukum
secara tegas, sehingga unsur lainnya sebagai
berikut:
1.Setiap orang
2.Melawan hukum
3.Memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi.
4.Yang dapat merugikan kenangan negara dan
perekonomian negara.
Perbedaan antara perbuatan delik korupsi pada
ayat 1 dan ayat 2 adalah:
*Pada ayat 1 dan 2 mengandung unsur yang sama
ayat 2 ditambah yang dilakukan dalam keadaan
tertentu

Sanksi pidana
Ayat 1 diancam dengan pidana penjara
Ayat 2 diancam dengan hukuman mati
Delik korupsi merupakan delik formil yaitu adanya
delik korupsi cukup dipenuhinya unsur-unsur
perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan
timbulnya akibat.
Keadaan tertentu
Dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku
delik korupsi apabila delik tersebut dilakukan pada
negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undangundang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana
alam nasional, sebagai pengulangan delik korupsi atau
negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.
Jadi keadaan telah diberi penjelasan secara otentik
dalam undang-undang:
Bagaimana kalau bencana alam lokal?
Bagaimana seperti devaluasi

HUKUM PEMBUKTIAN
Teori Pembuktian
Dalam pemeriksaan delik korupsi selain
diterapkan KUHP, diterapkan juga sekelumit hukum
acara pidana yang diatur dalam undang-undang No.
31/99
Dalam hal pembuktian undang-undang No. 31/1999
menerapkan pembuktian terbalik yang bersifat
berbatas dan berimbang. Sedangkan dalam KUHP :
sistem pembuktian dengan menggunakan alat bukti atau
sistim pembuktian negatif menurut undang-undang
(negatif wettelijk) 183 KUHAP dan pasal 294 ayat
1 HIR

Teori Modern
1.Teori pembuktian dengan keyakinan belaka.
Aliran ini tidak membutuhkan suatu peraturan
tentang pembuktian
dan mengenalkan segala sesuatunya kepada
kebijaksanaan hukum dan terkesan hakim
sangat bersifat subyektif.
2.Teori pembuktian menurut undang-undang
secara positif
Aliran ini undang-undang menetapkan
alat-alat bukti mana yang dapat dipakai oleh
hakim, dan cara bagaimana hakim
mempergunakan alat-alat bukti serta kekuatan
pembuktian dari alat-alat itu sedemikian rupa.
3.Teori pembuktian menurut undang-undang
secara negatif dan
4.Teori keyakinan atas alasan logis

5.
Teori pembuktian negatif menurut undangundang
Dianut oleh HIR maupun KUHAP (HIR Pasal
294;1; KUHAP pasal 183
6.
Pembuktian terbalik
Upaya pembentuk undang-undang dalam
menyelesaikan kasus TPK, maka diterapkan 2 sistem
yaitu sistem undang-undang No. 31/99 dan sistem
KUHAP
Kedua teori ini adalah sistem pembuktian negatif menurut
undang-undang dan sistem pembuktian terbalik yang
bersifat terbatas dan berimbang, jadi tidak berbalik yang
murni.
Sikap Terdakwa
Dalam menggunakan hak terdakwa ada 2 hal yang
harus diperhatikan:
1.Untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah

2.Berkewajiban untuk memberi keterangan tentang


seluruh harta bendanya sendiri, istrinya, suaminya,
harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga
ada hartanya dengan perkara yang bersangkutan.
Syarat yang pertama ini merupakan penyimpangan dari
ketentuan KUHP, yang menentukan bahwa penuntut
umum wajib membuktikan dilakukan Tindak Pidana,
bukan terdakwa. Menurut ketentuan ini terdakwa dapat
membuktikan deliknya bahwa ia tidak melakukan Tindak
Pidana korupsi
Sikap Penuntut Umum
Penuntut umum tiada mempunyai hak tolak atas hak
yang diberikan undang-undang kepada terdakwa, namun
tidak berarti penuntut umum tidak memiliki hak untuk
menilai dari sudut pandang penuntut umum dalam
Requisitornya.
Sebab penuntut umum tetap berkewajiban membuktikan
dakwaannya sesuai sisi negatif.

2.
Berkewajiban untuk memberi keterangan tentang
seluruh harta bendanya sendiri, istrinya, suaminya,
harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga
ada hartanya dengan perkara yang bersangkutan.
Syarat yang pertama ini merupakan penyimpangan
dari ketentuan KUHAP, yang menentukan bahwa
penuntut umum wajib membuktikan dilakukan Tindak
Pidana, bukan terdakwa. Menurut ketentuan ini
terdakwa dapat membuktikan deliknya bahwa ia tidak
melakukan Tindak Pidana korupsi.
Sikap Penuntut Umum
Penuntut umum tiada mempunyai hak tolak atas
hak yang diberikan undang-undang kepada terdakwa,
namun tidak berarti penuntut umum tidak memiliki hak
untuk menilai dari sudut pandang penuntut umum dalam
Requisitornya.
Sebab penuntut umum tetap berkewajiban
membuktikan dakwaannya sesuai sisi negatif.

.Sikap Penuntut Umum


Penuntut umum tiada mempunyai hak tolak atas
hak yang diberikan undang-undang kepada terdakwa,
namun tidak berarti penuntut umum tidak memiliki hak
untuk menilai dari sudut pandang penuntut umum dalam
Requisitornya.
Sebab penuntut umum tetap berkewajiban
membuktikan dakwaannya sesuai sisi negatif.

Sikap Hakim
Setiap hakim terhadap keterangan terdakwa
bebas dalam menentukan pendapatannya:
1.
Keterangan terdakwa itu hanya berlaku
bagi terdakwa sendiri saja.
2.
Jika keterangan terbukti tidak melakukan
delik korupsi, maka keterangan itu dipakai sebagai hal
yang menguntungkan pribadinya.
3.
Jika tidak dapat membuktikan tentang
kekayaan yang tidak seimbang/sebanding dengan
penghasilan, maka dapat dipergunakan untuk
memperkuat bukti yang sudah ada bahwa terdakwa
telah melakukan TPK

Alat-alat Bukti
Diatur dalam pasal 184 ayat 1 KUHP
Keterangan saksi
Keterangan ahli
Surat
Petunjuk
Keterangan terdakwa
Kekuatan Pembuktian Keterangan Saksi
Dapat tidaknya seorang saksi dipercaya tergantung dari
banyak hal yang harus diperhatikan hakim.
-Persesuaian antara keterangan saksi yang satu dengan
saksi yang lain.
-Penyesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti
yang lain.
-Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi
memberikan keterangan tertentu.
-Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu
yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya

Keterangan Ahli
Perbedaan antara keterangan ahli dan keterangan
saksi.
1.-Saksi memberi keterangan yang sebenarnya
mengenai peristiwa yang dilihat.
-Ahli memberi keterangan mengenai penghargaan dari
hal-hal yang sudah ada dan mengambil kesimpulan
mengenai sebab akibat dalam suatu perbuatan
terdakwa.
2.-Pada saksi dikenal asas unus testis, nulus testis
-Pada ahli tidak dikenal, artinya hakim membangun
keyakinannya dengan alat-alat bukti yang lain.
3.-Saksi memberi keterangan secara lisan
-Ahli bisa lisan maupun tulisan

4.-Hakim bebas menilai keterangan saksi


-Hakim tidak wajib turut kepada pendapat, kesimpulan
dan saksi ahli bilamana bertentangan dengan keyakinan
hakim.
5.Kedua alat bukti-bukti saksi dan saksi ahli digunakan
hakim dalam mengejar dan mencari kebenaran sejati.
-Surat
-Petunjuk (188 ayat 1) KUHAP
-Keterangan Terdakwa
Pengertian Korporasi
Berbicara masalah korporasi maka tidak bisa melepaskan
pengertian tersebut dari bidang Hukum Perdata, sebab
korporasi merupakan terminologi yang erat kaitannya
dengan badan Hukum. (Rechtspersoon).

Secara Etimologis kata korporasi (corporatie;


Belanda); Corporation (Inggris) Korporation (Jerman)
Corporatio (latin)
Dengan demikian maka Corporation berarti hasil dari
pekerjaan membadankan atau badan yang dijadikan
orang atau badan yang diperoleh dengan perbuatan
manusia sebagai lawan terhadap badan manusia.
Korporasi adalah suatu badan hasil ciptaan hukum oleh
karena itu kematiannya pun juga ditentukan oleh
hukum. Kalau manusia diatur oleh hukum.
Korporasi sebagai badan hukum keperdataan dapat
dirinci dalam beberapa golongan:
1.Korporasi Egoistis : Korporasi yang
menyelenggarakan kepentingan para anggotanya,
terutama kepentingan harta kekayaan, misalnya :
Perseroan, terbatas, CV.

2.Korporasi yang altruistis : korporasi yang tidak


menyelenggarakan kepentingan para anggotanya seperti:
Perhimpunan yang menyelenggarakan nasib orang-orang
Tuna Netra; Tuna Rungu; Penyakit TBC; Penyakit
Jantung; Penderita Cacat; dsb.
Sebagai badan hukum maka pendiriannya harus dipenuhi
beberapa persyaratan:
1.PT. harus didirikan dengan akta otentik yaitu akta
notaris (pasal 38 KUHP), oleh paling sedikit dua orang.
Akta pendirian itu mengandung Anggaran Dasar yang
memuat aturan, tentang bagaimana PT. itu akan diatur,
diurus menuntut batas yang ditetapkan oleh undangundang
2.
Sebelum suatu PT. berdiri dengan sah, maka akta
pendiriannya atau naskah rancangannya harus
disampaikan lebih dahulu kepada menteri kehakiman,
untuk memperoleh persetujuan/ijin dikenal dengan
pengesahan (pasal 36 ayat 2 KUHP).

3.Para persero dalam PT (biasanya diwakili oleh direksi


atau kuasa yang ditunjuk dalam akta pendirian)
berkewajiban mendapatkan akta pendirian dan
perubahannya dalam register umum yang tersedia di
kantor panitera pengadilan negeri dimana PT itu
bertempat kedudukan, dan mengumumkannya dalam
berita negara (pasal 38 ayat (2); (3) dan (4); pasal 39
KUHP).
Sanksi atau akibat tidak didaftarkan dan diumumkan
tersebut bahwa semua pengurus (direksi) PT itu
bertanggungjawab renteng tindakan terhadap pihak ketig
Pengertian Korporasi di dalam hukum pidana sebagai Ius
Contituendum dapat dijumpai dalam usul rancangan
KUHP baru buku I 1987/1988, Pasal 120 yang
mengatakan korporasi adalah kumpulanterorganisasi dari
orang atau kekayaan baik merupakan badan hukum
ataupun bukan.

Latar Belakang Korporasi sebagai Subyek Hukum Pidana


-Di Eropa perkembangan korporasi ditandai dengan
adanya dewan Gereja yang dipengaruhi oleh Hukum
Pidana.
Gereja ini mempunyai kekayaan yang terpisah
dengan kekayaan para anggotanya dan berbeda dengan
subyek manusia. Gereja sebagai suatu korporasi yang
berdiri pertama kali diperkenalkan oleh Paus Innocent
IV (tahun 1243 1254).
-Perkembangan korporasi pada permulaan jaman modern
dipengaruhi oleh bisnis perdagangan yang sejatinya
makin kompleks dengan pembentukan beberapa usaha
dagang/perusahaan yang merupakan embrio korporasi
pada jaman sekarang.

-Perkembangan akibat revolusi industri di Inggris maka


perkembangan di bidang industri pemintalan benang dan
revolusi dibidang tenaga dengan diketemukan mesin uap,
diperlukan modal besar dengan organisasi yang mapan
serta perangkat hukum yang memadai.
-Subyek hukum pidana korporasi di Indonesia sudah
mulai dikenal sejak tahun 1957 yaitu dalam undangundang penimbunan barang dikenal secara luas dalam
undang-undang TPE, Tindak Pidana subversi Tindak
Pidana Narkotika.
Sehingga korporasi sebagai subyek Hukum Pidana
di Indonesia hanya kita temukan dalam undang-undang
khusus diluar KUHP. Sebagai pelengkap sebab KUHP
masih menganut subyek hukum Pidana secara umum yaitu
manusia [pasal 59KUHP]

5.
Bahwa dalam prakteknya tidak mudah menentukan
norma-norma atas dasar apa yang dapat diputuskan,
apakah pengurus saja atau korporasi itu sendiri atau
kedua-duanya.
Adapun yang setuju
1.Ternyata dipidananya pengurus saja tidak cukup
untuk mengadakan reprise terhadap delik-delik yang
dilakukan oleh atau dengan suatu korporasi. Karenanya
diperlukan pula untuk dimungkinkan memidana korporasi,
korporasi dan pengurus; atau pengurus saja.
2.Mengingat dalam kehidupan sosial dan ekonomi
ternyata korporasi semakin memainkan pidana yang
penting pula

Korporasi sebagai subyek hukum pidana sampai


sekarang masih terjadi pro dan kontra.
Adapun yang tidak setuju alasannya:
1.Menyangkut masalah kejahatan sebenarnya
kesengajaan dan kesalahan hanya terdapat pada para
persona alamiah.
2.Bahwa tingkah laku materiil yang merupakan
syarat dapat di pidananya beberapa macam delik
hanya dapat dilakukan oleh persona alamiah (mencuri
barang, menganiaya dsb)
3.Bahwa pidana dan tindakan yang berupa
merampas kebebasan orang, tidak dapat dikenakan
terhadap korporasi.
4.Bahwa tuntutan dan pemidanaan terhadap
korporasi dengan sendirinya mungkin menimpa orang
yang tidak bersalah

3.Hukum pidana harus mempunyai fungsi dalam


masyarakat yaitu melindungi masyarakat dan
menegakkan norma-norma dan ketentuan yang ada
dalam masyarakat. Kalau hukum pidana hanya
ditentukan pada segi perorangan yang hanya berlaku
pada manusia, maka tujuan tidak efektif oleh karena
itu ada tidak ada alasan untuk selalu menekan dan
menentang dapat dipidananya korporasi.
4.Dipidananya korporasi dengan ancaman pidana
adalah salah satu upaya untuk menghindarkan
tindakan pemidanaan terhadap para pegawai korporasi
itu sendiri.

Kedudukan badan hukum/korporasi sebagai subyek hukum


pidana telah terdapat suatu putusan MA tanggal 1
Maret 1964 nomor 1361 KR/1966 dalam perkara PT
Kosmo dan PT Sinar Sahara yang menyatakan bahwa
Suatu badan Hukum tidak dapat disita sehingga PT
Kosmo dan Sinar Sahara bukan benda melainkan
merupakan Subyek Hukum.
Dengan demikian putusan MA menegaskan bahwa badan
Hukum/Korporasi merupakan subyek hukum dalam hukum
pidana
Tahap-tahap Perkembangan dan Perubahan Korporasi
sebagai Subyek Hukum Pidana
Tahap Pertama
Tahap ini ditandai dengan usaha-usaha agar sifat delik
yang dilakukan korporasi dibatasi pada perorangan
(natuurlijk person).

Sehingga apabila suatu Tindak Pidana terjadi dalam


lingkungan korporasi maka tindak pidana tersebut
dianggap dilakukan oleh pengurus korporasi.
Dengan melihat ketentuan tersebut diatas maka para
penyusun KUH Pidana dipengaruhi oleh asas Societies
delinquere non potest yaitu badan hukum tidak dapat
melakukan tindak pidana.
Tahap Kedua
Timbul sesudah perang dunia ke pertama, dalam
perumusan undang-undang bahwa suatu tindak pidana,
dapat dilakukan oleh perserikatan atau badan usaha
(korporasi). Perumusan khusus untuk ini adalah jika
suatu tindak pidana dilakukan oleh atau karena suatu
badan hukum, tuntutan pidana dan hukuman pidana harus
dijatuhkan terhadap pengurus

Secara perlahan-lahan tanggung jawab pidana


beralih dari anggota pengurus kepada mereka yang
memerintahkan, atau apabila melalaikan memimpin
secara sesungguhnya.
Tahap ke 2 ini pertanggungjawaban pidana secara
langsung dari korporasi masih belum muncul.
Tahap Ketiga
Tahap ketiga ini setelah perang Dunia ke 2 tahap
ini dibuka kemungkinan untuk menuntut korporasi
dan meminta pertanggungjawabannya menurut
hukum Pidana alasan lain:
-Dalam delik Ekonomi dan Fiskal keuntungan yang
diperoleh korporasi atau kerugian yang diderita
masyarakat dapat demikian besarnya sehingga
tidak akan mungkin seimbang bilamana pidana
hanya dijatuhkan kepada pengurus saja.

-Dengan memidana para pengurus tidak atau belum


ada jaminan bahwa korporasi tidak akan mengulangi
delik tersebut.
Dengan memidana korporasi dengan jenis dan
beratnya yang sesuai dengan sifat korporasi itu dapat
dipaksa korporasi untuk mentaati peraturan.
Tahap ke tiga ini diatur dalam:
-Tindak pidana ekonomi
-Tindak pidana subversi
-Tindak pidana narkotika
-Tindak pidana korupsi
Hal ini masih diatur dalam undang-undang
khusus diluar KUHP. Didalam KUHP masih dalam RUU.

Sifat Pertanggungjawaban Pidana Koperasi


a. Pengurus korporasi sebagai pembuat dan penguruslah
yang bertanggung jawab. Dasar pemikiran :
Korporasi itu sendiri tidak dapat
dipertanggungjawabkan terhadap suatu pelanggaran,
melainkan selalu penguruslah yang melakukan delik itu
sehingga penguruslah yang diancam pidana dan
dipidana.
Korporasi sebagai pembuat dan pengurus
bertanggungjawab yang dilakukan oleh koperasi adalah
apa yang dilakukan oleh alat perlengkapan korporasi
menurut wewenang berdasarkan anggaran dasar.
Orang yang memimpin koperasi bertanggungjawab
pidana, terlepas apakah ia tau atau tidak tentang
dilakukan perbuatan.

c.Koperasi sebagai perbuatan dan juga yang


bertanggungjawab. Ternyata dengan dipidananya
pengurus saja tidak cukup untuk mengadakan represi
terhadap delik-delik dilakukan oleh atau dengan suatu
koperasi karenanya diperlukan pula untuk dimungkinkan
memidana koperasi, dan pengurus atau pengurusnya
saja. Akan tetapi peraturan perundang-undangan tidak
mengatur dengan jelas, kapan suatu koperasi dapat
dikatakan melakukan tindak pidana. Atas dasar
kenyataan tersebut, proses penegakan hukum
menyangkut koperasi sebagai pelakunya dalam praktek
sulit ditemukan. Sehingga beberapa putusan pengadilan
sulit ditemukan yurisprodensi tentang korporasi
sebagai subyek tindak pidana

Dampak Pemidanaan Korporasi


Dalam hal pemidanaan korporasi dampaknya sangat luas
bukan saja terhadap pelaku tetapi juga orang-orang
yang tidak ikut serta ikut merasakan dampaknya.
Misal : pemegang saham, buruh pabrik, konsumen, dan
sebagainya.
Jenis-jenis Penyatuhan Pidana dalam UU NO. 31 / 99
1.Terhadap orang yang melakukan TPK
-Pidana mati (pasal ayat 1 UU No. 31 / 99)
-Pidana penjara
-Pidana tambahan diatur dalam pasal 18 UU No.
31/99 ayat 1,2,3

Gugatan Pidana Kepada Ahli Warisnya


Dalam hal terdakwa meninggal pada saat
dilakukan pemeriksaan di sidang pengadilan, sedangkan
secara nyata telah ada kerugian keuangan negara,
maka penuntut umum segera menyerahkan salinan
berkas berita acara sidang tersebut kepada jaksa
pengacara negara atau diserahkan kepada instansi
yang dirugikan untuk melakukan gugatan perdata pada
ahli warisnya.
Terhadap tindak pidana yang dilakukan
oleh atau atas nama koperasi. Diatur dalam pasal 20
ayat 1,2,3,4,5,6,7 UU No. 31 / 99

Bentuk Putusan Hakim


a.Putusan vrijspraak
b.Putusan onslag van alle recht vervolging
c.Putusan Veroordeling

PENANGKAPAN DAN PENAHANAN


Penangkapan
Pasal 1butir 20 : Penangkapan adalah suatu
tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu
tersangka atau terdakwa apabila cukup bukti guna
kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau
peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini.
Kalau definisi ini dibandingkan dengan bunyi pasal
16 yang mengatur penangkapan ternyata tidak cocok
Pasal 16 KUHAP :
1.Untuk kepentingan penyelidikan penyidik atas perintah
penyidik berwenang melakukan penangkapan.
2.Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dan penyidik
pembantu berwenang melakukan penangkapan

Tidak cocok karena tidak hanya penyidik tetapi juga


penyelidik bahkan setiap orang dalam hal tertangkap
tangan dapat melakukan penangkapan. Alasan
penangkapan ternyata bukan saja untuk kepentingan
penyidikan tapi juga untuk kepentingan penyelidikan.
Penahanan
Penahanan merupakan salah satu bentuk
perampasan kemerdekaan bergerak seseorang. Disini
letak keistimewaan Hukum Acara Pidana oleh karena
itu, penahanan seharusnya dilakukan jika perlu sekali.
Kekeliruan dalam penahanan dapat mengakibatkan halhal yang fatal bagi penahanan ganti rugi Pra
Peradilan.
Ketentuan sahnya penahanan diatur dalam
pasal 21 ayat 4 dan perlunya penahanan diatur dalam
pasal 21 : 1.

Pejabat yang Berwenang Menahan dan Lamanya


Penahanan
Pejabat yang berwenang menahan : Penyidik / penyidik
pembantu, penuntut umum, dan hakim PN, PT, MA.
Pembantaran : untuk menghindari harusnya penahanan
di penyidik.
Rincian Penahanan dalam Hukum Acara Pidana :
1.Penahanan oleh penyidik atau pembantu penyidik 20
hari
2.Perpanjangan oleh penuntut umum 40 hari
3.Penahanan oleh penuntut umum
20 hari

4. Perpanjangan oleh Ketua PN


30 hari
5. Penahanan oleh Hakim PN
30 hari
6. Perpanjangan oleh Ketua PN
60 hari
7. Penahanan oleh Hakim PT
30 hari
8. Perpanjangan oleh Ketua PT
60 hari
9. Penahanan oleh MA
50 hari
10.Perpanjangan oleh Ketua MA
60 hariPengecualian
penahanan tersebut diatur dalam pasal 29 KUHAP.
Dan perpanjangan tersebut berlaku pada semua
tingkat.
Macam-Macam Penahanan
HIR / RIB hanya mengenal penahanan di rumah
tahanan negara atau pengarah Sedang KUHAP Pasal 22
mengenal : Penahanan di rumah tahanan negara dan
penahanan kota.

Dalam pasal 22 ayat 4 KUHAP bahwa masa penahanan


tersebut dikurangkan seluruhnya dari pidana yang
dijatuhkan :
Pasal 22 Ayat 5 -Penahanan kota pengurangan
tersebut 1 / 5 dari jumlah lamanya waktu penahanan
-Penahanan rumah sepertiga dari
jumlah lamanya waktu penahanan
Ayat 1 selama belum ada Rutan maka penahanan
dilakukan di kantor kejaksaan negeri, rumah sakit dan
dalam keadaan memaksa bisa di tempat lain.
PENGGELEDAKAN DAN PENYITAAN
Hukum Pidana merupakan hukum yang istimewa
(Formal dan Materiil) karena hukum pidana justru di
ciptakan untuk merampas hak-hak asasi manusia
dalam keadaan tertentu.

Penggeledahan
Perlu dengan terhadap rumah atau
tempat kediaman orang merupakan salah satu
asas dasar hak asasi manusia. Sehingga
pelanggaran terhadap asas tersebut merupakan
pelanggaran terhadap hukum pidana. Pasal 167
dan 429 KUHP dalam hal terjadi 2 pertentangan
kepentingan (umum dan pribadi) dalam usaha
mencari kebenaran maka kepentingan umum
lebih diutamakan.
Menggeledah rumah bukan mencari
kesalahan terdakwa tetapi juga mencari ketidak
salahan dalam hal penyidik atau anggota
kepolisian yang diperintah olehnya

melakukan penggeledahan atau memasuki rumah orang


dibatasi dengan atas izin ketua PN.
Ketentuan ini masih mengikuti ketentuan pasal 77
HTR. Izin ketua PN dalam penjelasan Pasal 33 ayat
1 KUHAP : untuk menjamin hak asasi manusia
(ketentraman orang atas tempat kediaman.
Kalau bukan penyidik sendiri yang melakukan selain
surat izin dan PN juga surat perintah tertulis dari
penyidik. Apabila sangat perlu dan mendesak maka
tanpa surat izin dan PN terlebih dulu dapat
melakukan penggeledahan. Perlu dan mendesak
(Penjelasan Pasal 34 : 1 KUHAP).
Pasal 33 KUHAP juga memperluas pengertian rumah,
mengikuti pasal 78 HR :
a.Pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal,
berdiam atau ada dan yang ada di atasnya

b.Pada setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal,


berdiam atau ada.
c.Di tempat tindak pidana dilakukan atau terdapat
bekasnya.
d.Di tempat penginapan dan tempat umum yang lain
Dalam hal tertangkap tangan penyidik diperkenankan :
1.Di ruang yang sedang berlangsung sidang DPR, MPR.
2.Di ruang yang sedang berlangsung ibadah dan atau
upacara keagamaan.
3.Di ruang yang sedang berlangsung sidang pengadilan
Pembatasan Penggeledahan :
1.Tidak dibolehkan menyita dan memeriksa surat, buku,
tulisan yang tidak merupakan benda yang ada
hubungannya dengan kejahatan.
2.Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan 2 orang
saksi dalam hal tersangka atau penghuni menyetujuinya.

3.Setiap kali memasuki rumah kasus disaksikan


kepada desa / ketua lingkungan dengan 2 orang
sanksi dalam hal tersangka atau penghuni menoleh
atau tidak hadir.
4.Dalam waktu 2 hari setelah memasuki /
menggeledah rumah harus dibuat berita acara dan
semuanya disampaikan kepada pemilik / penghuni.
5.Dalam hal penyidik melakukan penggeledahan
rumah di luar daerah hukumnya, penggeledahan
tersebut harus diketahui oleh ketua PN dan
didampingi oleh penyidik di daerah hukum rumah
yang digeledah.
6.Penggeledah bisa termasuk menggeledah pakaian
dan rongga badan. Serta benda yang dibawa serta
(harus diingat masalah kesusilaan).

. Penyitaan
Penyitaan diatur dalam Pasal 1 butir 16. penyitaan
adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil
alih atau menyimpan dibawah penguasanya benda
bergerak atau tidak bergerak, berujud dan tidak
berujud untuk kepentingan pembuktian dalam
penyidikan,penuntuten dan peradilan.
Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak
bilamana penyidik harus bertindak dan tidak mungkin
untuk mendapatkan surat izin terlebih dulu, penyidik
dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak
dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua PN
setempat guna mendapatkan persetujuannya.
Dalam KUHAP mengenai penyitaan terdapat hal yang
baru yang tidak terdapat dalam hukum yaitu
kemungkinan menyita benda-benda yang tidak berujud.
Seperti tagihan piutang dan sebagainya.

Benda-Benda yang Dapat Disita :


1.benda yang dipergunakan secara langsung untuk
melakukan delik.
2.benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi
penyidikan delik.
3.benda yang khusus dibuat untuk melakukan delik.
4.benda lain yang mempunyai hubungan langsung delik
yang dilakukan.
Penyimpanan Benda Sitaan
Dirumah penyimpanan benda sitaan negara, di kantor
kepolisian, di kantor kejaksaan negeri, Bank
pemerintah dalam keadaan memaksa di tempat
penyimpanan lain dan tidak boleh dipergunakan oleh
siapapun.

Pemeliharaan dan penyelesaian


Benda-benda sitaan yang lekas rusak atau
membahayakan atau biaya pemeliharaan selalu tinggi.
Benda-benda seperti itu apabila masih di tangan
penyidik atau penuntut umum dapat dijual lelang atau
diamankan oleh penyidik / penuntut umum dengan
disaksikan oleh tersangka atau kuasanya.
Hasil pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa
uang dipakai sebagai barang bukti. Guna kepentingan
pembuktian sedapat mungkin disisihkan kepentingan
kecil dari benda tersebut.
Penyitaan berakhir sebelum ada putusan.
-Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak
memerlukan lagi.

-Perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak


cukup bukti, atau tidak merupakan delik.
-Perkara tersebut dikesampingkan demi kepentingan
umum.
Penyitaan Berakhir Setelah Ada Putusan Hakim
Benda tersebut dikembangkan kepada orang atau
mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali
dalam putusan dirampas untuk Negara, untuk
dimusnahkan atau benda tersebut masih diperlukan
sebagai bukti untuk perkara lain.

PENUNTUTAN
A.Pra Penuntutan

Pra penuntutan merupakan istilah baru dalam


KUHAP. Tetapi KUHAP tidak memberi batasan
mengerti pra penuntutan istilah pra penuntutan ini
tercantum didalam Pasal 14 KUHAP khusus butir k
Mengadakan pra penuntutan apabila ada
kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan
ketentuan Pasal 110 ayat 3 dan 4, dengan
memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan
penyidikan dari penyidik.

Hal diatas merupakan hal yang janggal. Hal tersebut


dilakukan pembuat undang-undang (DPR) untuk
menghindari dari kesan seakan-akan jaksa atau
penuntut umum itu mempunyai wewenang penyidikan
lanjutan, sehingga hal tersebut Pra penuntutan
petunjuk untuk penyempurnaan penyidikan pada
hakekatnya merupakan bagian dari penyidikan
lanjutan.
Hal tersebut yang mengatur tentang penuntut
umum untuk memanggil terdakwa memberi penjelasan
tenang surat dakwanya barulah merupakan Pra
penuntutan.
Kalau hasil penyidikan dipandang sudah cukup,
tetapi penyidik tidak tepat mencantumkan Pasal
undang-undang pidana yang didakwakan, maka bisa
dirubah karena penuntut umum yang bertanggung
jawab atas kebijakan penuntutan misal

Pasal 352 KUHP (Penganiayaan ringan) menjadi Pasal


351 KUHP (Penganiayaan berat). Hak penuntut umum
itu disebut dominuslitis dalam hal penuntutan.
B.Penuntutan
Pasal 1 Butir 7 KUHAP
Penuntutan tindakan penuntut umum untuk
melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri
yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan
supaya diatur dalam undang-undang ini dengan
permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di
sidang pengadilan.
Hak penuntut umum tersebut diatur dalam Pasal 137
KUHAP

(Kompetensi Relatif locus delicti).


Mengenai kebijakan penuntutan penuntut umum yang
menentukan :
-Apakah penyidikannya sudah lengkap
-Apakah cukup bukti untuk diteruskan kepengadilan.
Sehingga penuntut umum membuat surat ketetapan
diberitahukan kepada tersangka (kalau ditahan
wajib dibebaskan).
Turunannya disampaikan kepada tersangka, atau
keluarga atau penasehat hukum, pejabat rumah
tahanan negara, penyidik dan hakim. Hal ini disebut
perintah penghentian penuntutan. Penuntut umum
dapat menutup perkara-perkara demi hukum Pasal
77,76,78 KUHP (Non bis in idem, terdakwa
meninggal, dan lewat waktu).
Non bis in idem, dapat dituntut kembali apabila ada
novum

Surat Dakwaan
Kalau dalam tuntutan perdata disebut surat
gugatan, maka dalam perkara dakwaan. Persamaan :
hakim melakukan pemeriksaan hanya dalam batasbatas surat gugatan / dakwaan.
Perbedaan :
Surat gugatan disusun oleh pihak yang dirugikan,
maka surat dakwaan, penuntut umum (jaksa) tidak
tergantung pada kemauan korban.
Syarat surat dakwaan diatur dalam Pasal 143 ayat 2
KUHAP sebagai berikut (berisi) :
1.Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir
jenis kelamin, hubungan, tempat tinggal, agama dan
pekerjaan tersangka.
2.
Uraian secara cermat, jelas dan lengkap
mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan
menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu
dilakukan.

Sehingga terdakwa hanya dapat dipidana apabila


terbukti melakukan delik yang disebut dalam surat
dakwaan. Hal yang diuraikan dalam surat dakwaan
merupakan uraian yang cermat jelas dengan lengkap
mengenai delik yang didakwakan.
Perubahan Surat Dakwaan
Perubahan surat dakwaan hanya dapat dilakukan
sebelum pemeriksaan sidang pengadilan dimulai.
Keganjilan dalam Pasal 144 KUHAP .. maupun untuk
tidak melanjutkan tuntutannya kata-kata tersebut
tidak jelas. Untuk apa diadakan perubahan surat
dakwaan kalau tidak akan dilanjutkan tuntutannya?
Kalau kita melihat HIR dapat diterima perubahan
apabila :
1.Kesalahan mencantumkan waktu dan tempat
terjadinya delik dalam surat dakwaan.

2.Perbaikan kata-kata atau redaksi surat dakwaan


sehingga mudah mengerti dan disesuaikan dengan
perumusan delik dalam undang-undang pidana.
3.Perubahan dakwaan yang tunggal menjadi dakwaan
alternatif asal mengenai perbuatan yang sama.
Bentuk-Bentuk Dakwaan dalam Hukum Acara Pidana
Dakwaan disusun secara Tunggal, Komulatif, Alternatif,
subsidiair / Primer (Primer subsidiair).
Sistem atau Teori Pembuktian
A.Sistem atau teori pembuktian berdasarkan undangundang secara positif.
B.Sistem atau teori pembuktian berdasar keyakinan
hakim melulu.
C.Sistem atau teori pembuktian berdasar keyakinan
Hakim atas alasan yang logis.

1.Pembuktian berdasar keyakinan hakim atas alasan


yang logis.
2.Pembuktian berdasar undang-undang secara
negatif.
Persamaannya :
-Terdakwa tidak mungkin dipidana tanpa adanya
keyakinan hakim.
Perbedaannya :
-Yang pertama : berpangkal tolak pada keyakinan
hakim, tetapi keyakinan itu karena didasarkan
kepada suatu kesimpulan yang tidak didasarkan
kepada undang-undang tetapi ketentuan-ketentuan
menurut ilmu pengetahuan hakim sendiri.

-Yang kedua : berpangkal tolak pada aturan-aturan


pembuktian yang ditetapkan secara limitatif oleh
undang-undang, tetapi hal itu harus diikuti dengan
keyakinan hakim.
Alat-Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian
Menurut Pasal 184 KUHAP. Alat-alat bukti ialah :
a.Keterangan saksi
b.Keterangan ahli
c.Surat
d.Petunjuk
e.Keterangan terdakwa
HIR / RIB Pasal 295
1.
Kesaksian
2.
Surat-surat
3.
Pengakuan
4.
Isyarat-isyarat

Syarat-syarat Seorang Sanksi


Semua orang dapat menjadi sanksi kecuali yang
tercantum dalam Pasal 168 KUHAP (karena
hubungan kekeluargaan sedarah atau semenda).
Pasal 170 : Mereka karena pekerjaan, harkat
martabat atau jabatannya. Menyimpan rahasia
dibebaskan memberi keterangan sanksi, kekecualian
ini relatif.
Pasal 171 :-Kekecualian untuk memberi kesaksian
dibawah sumpah :
-Anak yang umurnya belum cukup lima
belas tahun
-Orang yang sakit ingatan yang
kadang-kadang baik kembali

Nilai Keterangan Seorang saksi


Keterangan sanksi tidak termasuk
pendapatan rekaan yang diperoleh dari pemikiran saja,
juga keterangan yang diperoleh dari orang lain
(Testimonium de auditu). Namun testimonium de auditu
perlu didengar yang dapat memperkuat keyakinan hakim
yang bersumber pada dua alat bukti yang lain.
Batas nilai suatu kesaksian yang berdiri
sendiri (unus testis nullus testis) kesaksian yang berdiri
sendiri-sendiri itu dapat digunakan sebagai suatu alat
bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada
hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa
yang dapat membenarkan suatu kejadian atau keadaan
tertentu. (Pasal 185 : 4 KUHAP) kesaksian berantai
(Ketting bewijs).

Keterangan Ahli
-Keterangan yang diberikan
-Keterangan yang diberikan
merupakan keterangan yang
keyakinan hakim.
-Keterangan yang diberikan

bentuk laporan (VER).


tanpa disumpah
dapat menguatkan
dibawah sumpah

Perbedaan Keterangan Saksi-Saksi Ahli


-Keterangan saksi mengenai apa yang dialami saksi
sendiri.
-Keterangan ahli mengenai suatu penilaian hal yang
sudah nyata ada dan pengambilan kesimpulan
terhadap hal tersebut.

Alat Bukti Petunjuk


Petunjuk adalah perbuatan, kejadian
atau keadaan yang karena persesuaian, baik antara
yang satu dengan yang lain maupun dengan tindak
pidana itu sendiri, menandakan telah terjadi suatu
tindak pidana dan siapa pelakunya.
Alat Bukti Keterangan Terdakwa
KUHAP tidak menjelaskan apa perbedaan
antara keterangan terdakwa sebagai alat bukti dan
pengakuan terdakwa sebagai alat bukti.

PIHAK-PIHAK DALAM TINDAK


PIDANA KORUPSI
-Tersangka diatur dalam (Pasal 1 Butir 14 KUHAP)
Adalah seorang yang karena perbuatannya atau
keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga
sebagai pelaku tindak pidana.
-Terdakwa Adalah seorang tersangka yang dituntut,
diperiksa dan diadili di sidang pengadilan (Pasal 1 Butir
15 KUHAP).
-Saksi-Saksi
-Saksi a de Charge
-Saksi a Charge
-Saksi Ahli
-Saksi Mahkota
Apakah ada kewajiban memberitahukan bahwa
tersangka untuk diam atau tidak menjawab. Hal ini
tidak dikenal dalam KUHAP hanya diatur dalam Pasal 52
KUHAP.

Jaksa atau Penuntut Umum


KUHAP membedakan jaksa jaksa dan Penuntut Umum
(Pasal 1 Butir 6) :
-Jaksa Adalah pejabat yang diberi wewenang. Oleh
undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum
serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan Hukum tetap.
-Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang
oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan
melaksanakan penetapan hakim.
Penyelidikan Pasal 1 Butir 5 KUHAP
Serangkaian tulisan penyelidikan untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak
pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan
penyidikan yang diatur dalam undang-undangan ini.

PENYELIDIKAN ,PENYIDIKAN,DAN PENUNTUTAN

Pasal 1 butir 5 KUHAP


Pasal 26UU no31/99
Pasal 28 UU no 30/ 2002 KPK
Pasal 43 UU no 30/2002
Penyidik ps 1 ayat 1 KUHAP
Penyidik Pasal 45 UU no 30/2002
Penyitaan Ps 47 UU no 30/2002
Pasal 40 UU no 30/2002

Diketahui Terjadinya Delik


-Kedapatan tertangkap tangan (Pasal 1 Butir 19
KUHAP).
-Karena Laporan (Pasal 1 Butir 24 KUHAP).
-Karena pengaduan (Pasal 1 Butir 25 KUHAP).
-Diketahui sendiri atau pemberitahuan orang lain atau
dari surat kabar, radio dan sebagainya.
Penangkapan
Pasal 1 butir 20; Pasal 17 ; pasal 18;pasal 19 KUHAP

KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI


Pengertian KPK
Lembaga Negara yang dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya bersifat independen dan bebas dari
pengaruh kekuasaan manapun.
Tujuan Dibentuk KPK
Meningkatkan daya guna dan hasil guna dan hasil guna
terhadap upaya pemberantasan TPK.
Tugas KPK
a.Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan TPK.
b.Super visi terhadap instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan TPK.
c.Melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan
terhadap tindak pidana korupsi.

d.Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak


pidana korupsi.
e.Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan
pemerintahan negara.
Dalam melaksanakan wewenang koordinasi dengan
instansi yang berwenang melakukan pemberantasan TPK,
KPK berwenang mengambil alih penyidikan dan
penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang
dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.
Dalam hal diambil alih maka kepolisian atau kejaksaan
wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas
perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang
diperlukan dalam waktu ke hari kerja, terhitung sejak
diterimanya permintaan dari KPK.

Penyerahan tersebut dilakukan dengan membuat dan


menandatangani berita acara penyerahan sehingga
segala tugas dan kewenangan kepolisian atau
kejaksaan pada saat penyerahan beralih pada KPK

Alasan Pengambilalihan yang Dilakukan KPK

a.
Laporan masyarakat mengenai tindak pidana
korupsi tidak ditindak lanjuti.
b.
Proses pengamanan TPK secara berlarut-larut
atau tertunda-tunda tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
c.
Penanganan tindak pidana korupsi ditujukan
untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang
sesungguhnya.
d.
Penanganan tindak pidana korupsi mengandung
unsur korupsi.

e. Hambatan penanganan TPK karena campur tangan


dari eksekutif, yudikatif atau legislatif.
f. Keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian
atau kejaksaan penanganan TPK sulit dilaksanakan
secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
KPK dalam Melaksanakan Tugas dapat Melakukan
Penyidikan, Penyelidikan dan Penuntutan TPK yang :
a. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara
negara dan orang lain yang ada kaitannya dengan
tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum atau penyelenggara negara.
b.Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat.
c. Menyangkut kerugian negara paling sedikit 1 milyar.

Dalam Melaksanakan Tugas Penyelidikan, Penyidikan dan


Penuntutan KPK Berwenang :
1.Melakukan penyadapan dan menekan pembicaraan.
2.Memerintahkan instansi terkait mencekal keluar
negeri.
3.Meminta keterangan pada Bank atau lembaga
keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka
atau terdakwa yang sedang diperiksa.
4.Memerintahkan Bank untuk memblokir rekening milik
tersangka yang diduga hasil dari korupsi atau pihak lain
yang terkait.
5.Memerintahkan kepada pimpinan atau atasan
tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka
dari jabatannya.

6.Meminta data kekayaan dan data perpajakan


tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait.
7.Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan,
transaksi perdagangan dan perjanjian lainnya atau
pencabutan sementara perizinan, lisensi yang dilakukan
atau dimiliki tersangka yang diduga berdasarkan
bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan TPK
yang sedang diperiksa.
8.Meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi
penegak hukum negara lain untuk melakukan
pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti
di HN.
9.Meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang
terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan,
penggeledahan dan penyitaan dalam perkara TPK
yang sedang ditangani.

Dalam Melaksanakan Tugas Penegakan KPK


Melaksanakan Upaya Penegakan
a.Melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap
laporan harta penyelenggara negara.
b.Menerima laporan dan menetapkan status
gradifikasi dan menyelenggarakan program pendidikan
anti korupsi pada setiap jenjang pendidikan.
c.melakukan kampanye anti korupsi dan kerja sama
bilateral atau multi lateral.

Dalam rangka Monitor Terhadap


Penyelenggara Pemerintahan KPK
MEMPUNYAI WEWENANG
a. Mengadakan pengkajian terhadap sistem
pengelolaan administrasi di semua lembaga negara
dan pemerintah.
b.Memberi saran kepada pimpinan lembaga negara
dan pemerintah untuk melakukan perubahan jika
berdasar hasil pengkajian, sistem pengelolaan
administrasi tersebut berpotensi koperasi.
c.Melapor kepada presiden, DPR, BPK jika saran
komisi KPK mengenai usulan perubahan tersebut
tidak di indahkan..

Kewajiban KPK
a.Melindungi saksi atau pelapor yang menyampaikan
laporan atau keterangan adanya TPK.
b.Memberi laporan pada masyarakat dan data lain
berkaitan dengan TPK yang ditanganinya.
c.Menyusun laporan dan menyampaikan kepada
presiden, DPR RI dan BPK.

Kedudukan KPK
-KPK berkedudukan di Ibukota Negara RI dan
wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah Indonesia.
-KPK dapat membentuk perwakilan di daerah propinsi

Pemimpin KPK Berhenti atau Diberhentikan


karena :
a.Meninggal dunia
b.Berakhir masa jabatannya
c.Menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana
kejahatan
d.Berhalangan tetap atau secara terus-menerus
selama lebih dari 3 (tiga) bulan tidak dapat
melaksanakan tugasnya.
e.Mengundurkan diri.
f.Dikenai sanksi berdasar undang-undang No. 30 dan
2002.
Dalam hal pemimpin KPK menjadi tersangka tindak
pidana kejahatan, pemberhentian sementara atau
pemberhentian tetap ditetapkan oleh presiden. Masa
jabatan pimpinan KPK. Selama 4 tahun dan dapat
dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan.

Pimpinan KPK, Tim Penasehat dan Pegawai


yang Bertugas pada KPK Dilarang
-Mengadakan hubungan dengan tersangka atau pihak
lain dalam masalah korupsi yang sedang ditanganinya
dengan alasan apapun.
-Menangani perkara TPK yang pelakunya mempunyai
hubungan keluarga sedarah atau semenda dalam
garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat
ke 3 dengan anggota KPK.
-Merangkap jabatan komisaris / direksi, pengawas
atau pengurus koperasi dan jabatan profesi lainnya.

Penyelidikan KPK
-Penyelidikan menemukan bukti permulaan yang cukup
adanya dengan TPK dalam waktu 7 hari kerja,
penyelidikan melaporkan pada KPK.
-Bukti permulaan apabila ditemukan 2 alat bukti,
termasuk dan tidak berbatas pada informasi atau data
yang diucapkan, dikirim, diterima, disimpan secara
biasa maupun elektronik.
-Apabila bukti permulaan yang cukup tidak ditemukan
penyelidik melaporkan pada KPK dan menghentikan
penyelidikan.
-Dalam hal perkara tersebut dapat diteruskan (dengan
2 alat bukti) KPK melaksanakan penyelidikan sendiri
atau melimpahkan pada kepolisian atau kejaksaan.
-Dan kejaksaan wajib melaksanakan koordinasi dan
melaporkan perkembangan pada KPK.

Penyidikan KPK
-Penyidik pada KPK diangkat dan diberhentikan oleh
KPK dari melaksanakan fungsi penyidikan.
-Dalam hal seorang ditetapkan sebagai tersangka oleh
KPK pada tanggal penetapan tersebut prosedur khusus
yang berlaku dalam rangka pemeriksaan tersangka
dalam undang-undang lain tidak berlaku yang berlaku
UU No. 30 / 2002. tetapi tidak mengurangi hak-hak
tersangka.
-Penyidik dapat melakukan penyitaan tanpa izin Ketua
PN sepanjang ada dengan yang kuat dan ada bukti
permulaan yang cukup

-Dalam hal penyidik melakukan penyitaan wajib


membuat berita acara penyitaan :
*
Nama, jenis dan jumlah barang atau
benda berharga lainnya yang disita.
*
Keterangan tempat, waktu, hari,
tanggal, bulan, tahun,, dilakukan penyitaan.
*
Keterangan mengenai pemilih atau
menguasai barang atau berharga lain.
*
Identitas dan tanda tangan penyidik
yang melakukan penyitaan.
*
Tanda tangan dan identitas dari pemilik
atau orang yang menguasai barang tersebut.
*
Salinan berita acara tersebut
disampaikan kepada tersangka atau keluarga.

Kewajiban tersangka TPK dalam rangka


penyidikan :

Wajib memberikan keterangan kepada


penyidik tentang seluruh harta benda setiap orang
atau koperasi yang diketahui dan atau diduga
mempunyai hubungan dengan tindak pidana korupsi
yang dilakukan tersangka. Setelah penyidikan
dinyatakan cukup penyidik membuat berita acara
disampaikan ke KPK untuk ditindak lanjuti.
Dalam hal KPK belum menangani penyidikan
dan sudah dilakukan oleh penyidik kepolisian atau
kejaksaan, maka wajib memberitahukan kepada KPK
paling lambat 14 hari kerja terhitung sejak tanggal
dimulainya penyidikan dan secara terus menerus
wajib melakukan koordinasi dengan KPK.

Dalam hal KPK telah melakukan penyidikan kepolisian


dan kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan
penyidikan. Atau penyidikan dilakukan secara bersama
oleh kepolisian dan atau kejaksaan dan KPK maka
kepolisian dan kejaksaan segera harus dihentikan
penyidikannya.

Penuntutan
-Penuntut umum adalah pada komisi pemberantasan
korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh komisi
pemberantasan korupsi dan melaksanakan fungsi
penuntutan tindak pidana korupsi.
-Penuntut disini adalah jaksa penuntut umum.

-Penuntut umum setelah menerima berkas perkara


dari penyidik, paling lama 14 hari kerja sejak
tanggal diterimanya berkas, wajib melimpahkan
berkas perkara tersebut kepada PN.
-Ketua PN wajib menerima pelimpahan berkas
perkara dari KPK untuk diperiksa dan diputus.
Pemeriksaan Disidang Pengadilan
-Pengadilan TPK bertugas dan berwenang
memeriksa dan memutus TPK yang penuntutnya
diajukan oleh KPK yang dibentuk oleh UU No. 30 /
2002.

Pengadilan TPK :
-Berada di lingkungan peradilan umum.
-Untuk pertama kali pengadilan TPK dibentuk pada
pengadilan negeri Jakarta Pusat yang wilayah
hukumnya meliputi seluruh wilayah Indonesia dan
secara bertahap secara bertahap di wilayah lain
dengan keputusan presiden.
-Lingkungan YPK di PN Jakarta Pusat berwenang
memutus TPK yang dilakukan di luar wilayah pada
dilakukan oleh wilayah negeri Indonesia.

Hakim
-Hakim pengadilan TPK terdiri hakim PN dan hakim Ad
HOC.
Hakim PN berdasar keputusan Ketua MA
Hakim Ad HOC diangkat dan diberhentikan oleh presiden
RI atas usul Ketua MA.
-Dalam menetapkan dan mengusulkan calon hakim TPR,
Ketua MA mengumumkan kepada masyarakat.
Syarat Hakim TPK dari Hakim PN
a).Berpengalaman menjadi hakim sekurang-kurangnya 10
Tahun
b).Berpengalaman menyidik TPK
c).Cakap dan memilih integritas moral yang tinggi selama
menjalankan tugasnya
d).Tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin

Syarat Hakim TPK Ad Hoc


WNI : Bertakwa kepada Tuhan YME dan sehat
Jasmani Rohani.
Berpendidikan sarjana HUKUM atau sarjana lain
mempunyai pengalaman sekurang-kurangnya 15 Tahun
di bidang HUKUM
Berumur sekurang-kurangnya 40 Tahun pada proses
pemilihan.
Tidak pernah melakukan perbuatan tercela.
Cakap jujur, memiliki integritas yang tinggi dan
memiliki reputasi yang baik.
Tidak menjadi salah satu pengurus partai politik.
Melepaskan jabatan struktural dan atau jabatan
lainnya selama menjadi hakim Ad Hoc.

Perkara TPK di PN

Diperiksa dan diputus oleh Pengadilan TPK dalam


waktu 90 hari terhitung sejak tanggal perkara
dilimpahkan ke Pengadilan TPK.
Majelis Hakim 5 orang : 2 Hakim PN dan 3 Hakim
Ad Hoc
.

Perkara TPK di PT

Perkara di periksa dan di putus dalam jangka waktu


paling lama 60 hari kerja sejak tanggal berkas di
terima oleh PT.
Majelis Hakim 5 orang : 2 Hakim MA dan 3 Hakim
Ad Hoc.
Syarat Hakim Ad Hoc MA sama : perbedaannya
berpengalaman di bidang Hukum selama 20 Tahun.

REHABILITASI DAN KOMPENSASI


-Seorang yang diimpikan sebagai akibat penyelidikan,
penyidikan dan penuntutan yang di lakukan KPK yang
bertentangan dengan UK yang berlaku dapat
mengajukan gugatan Rehabilitasi dan atau kompensasi
tidak mengurangi haknya menuntut Pra Peradilan
sebagai mana di tentukan dalam undang-undang : No 8
/ 1982 KUHP.
-Pengaduan gugatan diajukan di pengadilan TPK ( di
PTK PN Jakarta Pusat ) atau di PN di daerah yang
secara bertahap dilakukan berdasar keputusan
Presiden.
-Putusan PN tersebut harus di penuhi oleh KPK
mengenai jenis, jumlah, jangka waktu dan cara
pelaksanaan Rehabilitasi dan atau kompensasi.

Pembayaran

-Biaya yang di perlukan untuk tugas KPK dibebankan


pada APBN.

Larangan Terhadap KPK

Setiap anggota Komisi Pemberantasan Korupsi serta


pegawai pada KPK yang :
Mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung
dengan tersangka atau pihak lain dalam perkara
korupsi yang ditangani KPK.
Menangani perkara korupsi yang pelakunya punya
hubungan sedarah atau semenda dalam garis lurus
keatas / ke bawah sampai derajat ke 3 dengan
pegawai KPK tersebut.

Menjabat komisaris atau direksi suatu Perseroan, Organ


Yayasan, pengurus koperasi dan jabatan / konfensi
lainnya atau kegiatan yang berhubungan dengan jabatan
tersebut.
Setiap anggota KPK dan pegawai KPK yang melakukan
tindak pidana korupsi, pidananya ditambah 43 dari
ancaman Pidana polwil (pemberantasan pidana).
Proses Hukum yang belum selesai pada saat
terbentuknya KPK, Penyelidikan, Penyidikan, Penuntutan,
dapat di ambil alih oleh Komisi KPK apabila memenuhi
syarat / alasan yang di maksud dalam pasal 9 UU No 30
/ 2002.
Dengan terbentuknya KPK maka Komisi kekayaan
Penyelenggara Negara masuk tetap menjalankan fungi,
tugas, wewenangnya berdasarkan UU No. 30 / 2002
dan Undang-undang No 28 / 1999 UM KN merupakan
bagian bidang pencegahan pada KPK

Anda mungkin juga menyukai