Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Balai Benih Ikan (BBI) Sawangan


Balai benih ikan (BBI) adalah sarana pemerintah untuk menghasilkan benih ikan dan
untuk membina usaha pembenihan ikan rakyat yang tersebar di seluruh Indonesia. Ada BBI yang
dikelola oleh pemerintah daerah tingkat I yaitu BBI sentral, dan ada yang dikelola oleh
pemerintah daerah tingkat II yaitu BBI lokal. Oleh karena itu, peningkatan potensi BBI
mempunyai kedudukan yang strategis dalam pengembangan budidaya perikanan air tawar
umumnya. (Dedy Heryadi Sutisna &Ratno Sutarmanto)
Keadaan lingkungan dan tingkat kemajuan budidaya ikan serta pengelolaan perairan
umum (danau, waduk, rawa, sungai dsb) di setiap daerah seluruh Indonesia tidak selalu sama.
Tuntutan terhadap BBI di setiap daerah juga berbeda, oleh karena itu pengoperasionalan BBI
dapat disesuaikan tanpa merubah prinsip yang telah digariskan. Efektivitas dan efesiensi BBI
sebagai unit pelaksana teknis (UPT) daerah akan dapat tercapai bilamana ada keseimbangan
antara tuntutan kebutuhan benih di daerah setempat dengan fasilitas yang disediakan, tenaga
pelaksana organisasi, dan pengelolaannya. (Dedy Heryadi Sutisna &Ratno Sutarmanto)
Unit Pelaksana Teknis Balai Benih Ikan (UPT BBI) merupakan salah satu UPT yang ada
di Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magelang berdasarkan SK Bupati Magelang
nomor 31 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah yang mempunyai
kedudukan sebagai unsur penunjang dari sebagian tugas-tugas Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Magelang, mempunyai fungsi dan tugas sebagai berikut :
-

Melaksanakan seleksi terhadap jenis-jenis ikan air tawar untuk jenis induk ikan unggul

dan pengendalian mutu benih


Penghasil benih ikan untuk keperluan petani ikan dan penebaran ikan diperairan umum;
Sebagai wadah pelaksanaan adaptasi teknik pembenihan / pemeliharaan ikan air tawar
Tempat penyuluhan pembenihan / budidaya ikan.
Pembinaan terhadap petani pembenih ikan.
Sumber pendapatan asli daerah.

UPT BBI Sawangan memiliki 3 unit lokasi :


a. BBI Sawangan I
Terletak di Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang. Luas lahan
1.940 m2 terdiri dari kolam 950 m2, bangunan dan lain-lain 990 m2. Sumber air didapat

dari saluran irigasi sehingga memungkinkan BBI Sawangan I untuk menjalankan


operasional pembenihan jenis ikan air tawar.
b. BBI Sawangan II
Dusun Butuh, desa Sawangan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang. Luas lahan :
21.945 m2 yang terdiri dari kolam 14.300 m2 bangunan dan lain-lain 7.645 m2. Sumber
air berasal dari mata air, sehingga memungkinkan BBI Sawangan II menjalankan
c.

kegiatan pembenihan ikan air tawar.


BBI Grabag
Desa Tlogorejo, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang. Luas lahan :5.800 m2., yang
terdiri dari perkolaman 4.800 m2 bangunan dan lain-lain 1.000 m2 Sumber air berasal
dari mata air, sehingga memungkinkan BBI Grabag menjalankan kegiatan pembenihan
ikan jenis air tawar.

2. Ikan Baong/Beong
Baung/Beong adalah nama segolongan ikan yang termasuk ke dalam marga Hemibagrus,
suku Bagridae. Ikan ini tersebar luas di India, Cina selatan dan Asia Tenggara. Baung masih
sekerabat dengan lele (bangsa Siluriformes). Nama marganya (Hemibagrus), berasal dari bahasa
Latin hemi yang berarti setengah atau separuh, dan bagrus, yang merupakan nama sejenis
ikan laut. (Peter K. L., Ng, H. H. 1995)
Marga Hemibagrus pada mulanya dianggap satu dengan marga Mystus (ikan-ikan keting
atau lundu), atau yang sebelumnya dikenal sebagai Macrones. Marga ini dipisahkan karena
anggotanya yang dewasa umumnya memiliki tubuh yang berukuran besar. Bertubuh agak mirip
dengan lele, ikan-ikan baung memiliki kepala yang memipih agak mendatar, dengan bagian
tulang tengkorak yang kasar di atas kepala tak tertutupi oleh kulit, dan sirip lemak yang
berukuran sedang berada di belakang sirip punggung (dorsal). (Heok Hee, Dodson, Julian J.
1999)
Baung adalah ikan air tawar yang dapat hidup dari perairan di muara sungai sampai ke
bagian hulu. Bahkan di Sungai Musi (Sumatera Selatan), baung ditemukan sampai ke muara
sungai di daerah pasang surut yang berair sedikit payau. Selain itu ikan ini juga banyak ditemui
di tempat-tempat yang letaknya di daerah banjir. Secara umum baung dinyatakan sebagai ikan
yang hidup di perairan umum seperti sungai, rawa, situ, danau dan waduk. Baung bersifat
noktural yang berarti aktivitas kegiatan hidupnya (mencari makan, dll) lebih banyak dilakukan

pada malam hari. Selain itu baung juga memiliki sifat suka bersembunyi di dalam liang-liang di
tepi sungai tempat habitat hidupnya. Di alam baung termasuk ikan pemakan segala (omnivora),
namun ada juga yang menggolongkannya sebagai ikan karnivora karena lebih dominan
memakan hewan-hewan kecil seperti ikan-ikan kecil (Arsyad, 1973).
Menurunnya populasi ikan beong, menjadi sebuah persoalan dari masyarakat, pecinta
beong, hingga pemerintahan di Kabupaten Magelang. Ikan berhabitat asli di sungai Progo itu
lama kelamaan habis karena banyak ditangkap untuk ikan konsumsi. Namun, pembibitan dan
juga pembenihan ikan yang hidup liar ini jarang dilakukan. (Tribun Jogja)
Fidil Rahmat merasa prihatin dengan terus berkurangnya populasi ikan yang memiliki
nama latin mystus nemurus ini sejak akhir tahun 2000an. Ikan ini meski hidup liar di sungaisungai di beberapa wilayah Indonesia, telah menjadi salah satu ikon Magelang. Hal itu identik
dengan masakan sederhana nan nikmat berjuluk mangut beong Kabupaten Magelang. (Tribun
Jogja).
Persoalan berkurangnya dan terancam punahnya populasi ikan bersifat predator ini
bahkan menjadi pembahasan hingga tingkat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Magelang. Fidil
kemudian bersama lima orang lainnya dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) BBI Kecamatan
Sawangan lalu membuat terobosan.Fidil yang merupakan Kepala UPT BBI Sawangan dan
kawan-kawannya kemudian mencoba mengeksplorasi dan melakukan eksperimen untuk
mengembang biakkan ikan beong dengan cara menangkarkan di kolam pada akhir tahun 2013.
Ide dan langkah mulia untuk melakukan konservasi sumber daya alam ini, awalnya tak mulus.
(Tribun Jogja)
Fidil dan timnya harus menemui kendala dalam proses mengawinkan dua indukan beong
yang dipinjamnya dari kantor UPT BBI Provinsi Jawa Tengah (Jateng) di Muntilan. Selama
enam bulan, ikan ini belum menunjukkan tanda-tanda dapat berkembang biak secara maksimal.
Mungkin, saat awal kami tangkarkan, beong ini masih dalam proses adaptasi lingkungan.
Hampir setengah tahun, dua indukan yang akan kami kembangbiakkan baru mau kawin,
jelasnya. Dia mengungkapkan, setelah enam bulan, tepatnya di pertengahan tahun 2014, proses
perkawinan dua indukan beong itu terjadi. Mereka bersorak. Namun, saat proses perkawinan dua
induk beong ini juga memerlukan waktu dan proses amat panjang. Kami menunggu sampai 3-4

jam untuk proses perkawinannya. Dalam kurun waktu tersebut, indukan beog bisa kawin selama
10-12 kali. Kami juga harus telaten memindahkan telur dengan substrat yang terbuat dari ijuk,
paparnya. (Tribun Jogja)
Dia berharap program konservasi ikan beong ini bisa terus berjalan dan menjadi program.
Diharapkan dalam dua kali setahun, sudah ada ribuan bibit beong yang ditebarkan ke sungai dari
ujung Secang hingga perbatasan dengan Kulonprogo, DIY. Untuk melestarikan ikan ini, BBI
Sawangan juga melakukan penangkaran di kolam-kolam. Mereka juga menggandeng pemuda
Dusun Butuh, Desa Sawangan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang untuk melakukan
konservasi. (Tribun Jogja)

A. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Baung


1. Berdasarkan Eschmeyer (1998) dan Kottelat (1996) dalam Supyan (2011 ) klasifikasi
Ikan Tagih sebagai berikut :
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Subfilum

: Vertebrata

Kelas

: Actinopterygii

Subkelas

: Actinopterygii

Ordo

: Siluriformes

Subordo

: Siluroidei

Famili

: Bagridae

Genus

: Mystus

Spesies

: Mystus Nemurus

Nama Sinonim : Hemibagrus nemurus, Macrones nemurus


Nama asing

: Asian Redtail Catfish, Green Catfish, River Catfish

Nama Umum : Tagih / Baung


Nama Lokal : Tagih (Jawa Timur), Sogo (Jawa Tengah), Sengol (Jawa Barat), Baung (Sumatera)

2. MORFOLOGI IKSN BAUNG

Menurut Amri dan Khairuman (2008) tubuh ikan baung terbagi atas 3 bagian, yaitu
kepala, badan, dan ekor. Mulut, sepasang mata, hidung dan tutup insang (operculum) terdapat di
kepala. Ikan baung memiliki bentuk tubuh panjang, licin, dan tidak bersisik, kepalanya kasar dan
depress. Di kepala, Terdapat mata di bagian depan dan operculum di bagian belakang. Terdapat
garis linea lateralis memanjang mulai dari belakang tutup insang sampai pangkal ekor. Ikan
baung memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip dubur, dan
sirip ekor. Morfologi ikan baung dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Morfologi ikan baung (Efendi, 2010).


Ikan baung memiliki bentuk seperti ikan patin dengan warna putih perak pada bagian
bawah dan kecoklatan pada punggung. Pada jenis-jenis tertentu ada yang memiliki warna
kehitaman. Badan ikan baung tidak bersisik dan licin karena diliputi lendir. Pada sirip dada
terdapat tulang tajam dan bersengat yang berfungsi seperti patil. Pada bagian sirip dada juga
berjari-jari keras. Terdapat sirip lemah yang disebut adipose fin. Ikan baung memiliki sungut
yang sangat panjang, bahkan mencapai dubur. Proporsi ukuran panjang tubuh adalah 5 kali tinggi
atau 3-3,5 kali panjang kepala (Amri dan Kairuman, 2008).
Ciri yang sangat membedakan ikan tagih dengan ikan catfish lainnya adalah mempunyai
4 sungut peraba dan satu diantaranya lebih panjang yang terletak pada sudut rahang atas dan
panjangnya mencapai sirip dubur. Selain itu, ikan ini juga memiliki sirip lemah yang biasa

disebut sebagai adiposefin. Sirip lemah ini memiliki panjang yang hampir sama dengan sirip
dubur. Sirip punggung mempunyai dua jari-jari keras, sedangkan jari-jari lunaknya ada tujuh
buah. Sirip dubur mempunyai 12-13 jari-jari lunak. Sirip perut mempunyai 6 jari-jari lunak dan 2
jari-jari keras yang menjadi patil. Dari segi ukuran, ikan tagih termasuk cukup besar untuk
ukuran ikan dari golongan Catfish (Supyan 2011).

3. Siklus Hidup dan Penyebaran


Makanan dan kondisi lingkungan menjadi faktor penting dalam proses pertumbuhan dan
reproduksi. Apabila makanan mencukupi dan kondisi lingkungan baik, maka keberlangsungan
hidup suatu sumberdaya dapat berjalan dengan baik. Saat ini, lingkungan perairan terus menerus
mendapat tekanan dari adanya kegiatan manusia yang menimbulkan pencemaran cukup tinggi
sehingga membuat kondisi ikan menjadi terganggu (Effendie 2002).
Ikan tagih mengalami enam fase kehidupan dimulai dari telur, larva, benih, konsumsi,
calon induk dan induk. Masa kematangan gonad jantan dan betina ikan tagih berbeda. Ikan
jantan lebih cepat matang gonad dari ikan betina, dan mulai matang pada umur 10 bulan dengan
ukuran 100 gram. Sedangkan betina mulai matang gonad pada umur 12 bulan dengan ukuran
yang sama. Ikan ini dapat hidup pada ketinggian sampai 1.000 m di atas permukaan laut,
kandungan oksigen minimal 4 ppm, dan air yang tidak terlalu keruh dengan kecerahan pada
pengukuran alat secchi disk. Ikan tagih tergolong ke dalam benthopelagic, dan hidup di perairan
tawar dan payau dengan kisaran pH 7 - 8,2 dan suhu 240C 270C (Supyan 2011).
Ikan Tagih suka menggerombol di dasar perairan dan membuat sarang berupa lubang di
dasar perairan yang lunak dengan aliran air yang tenang. Ikan tagih menyukai tempat-tempat
yang tersembunyi dan tidak aktif keluar sarang sebelum hari petang. Setelah hari gelap, ikan
tagih akan keluar dengan cepat untuk mencari mangsa, tetapi tetap berada di sekitar sarang dan
segera akan masuk ke sarang bila ada gangguan. Ikan ini banyak ditemukan dengan kondisi
perairan yang cukup dangkal (45 cm) dengan kecerahan hampir 100 % (Supyan 2011).
4. Reproduksi
Selama proses reproduksi, sebagian besar hasil metabolisme tertuju pada perkembangan
gonad. Hal ini menyebabkan terdapatnya perubahan dalam gonad itu sendiri. Umumnya
pertambahan dalam gonad ikan betina 10-25% dan pada ikan jantan 5-10% dari bobot tubuh.
Pengetahuan tentang perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk

mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan atau tidak melakukan reproduksi. Pengetahuan
tentang kematangan gonad juga didapatkan keterangan bilamana ikan akan memijah, baru
memijah atau sudah selesai memijah. Ukuran ikan pada saat pertama kali gonadnya masak, ada
hubungan dengan pertumbuhan ikan dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya (Tang dan
Affandi, 2001).
Ikan baung, sebagaimana ikan-ikan yang hidup di perairan umum air tawar memijah pada
awal musim hujan. Hal ini merupakan fenomena umum karena saat musim hujan, kawasan
(daerah) yang kering pada musim kemarau akan ditumbuhi rerumputan dan tergenang air. Di
kawasan demikian, banyak terdapat makanan dan cukup terlindungi bagi ikan untuk melakukan
pemijahan. Alawi dkk (1992) dalam Kordi (2009) melaporkan bahwa ikan baung di perairan
Sungai Kampar (Riau) memijah pada sekitar bulan Oktober sampai Desember.
Areal pemijahan biasanya ditumbuhi tanaman air seperti rerumputan, hydrilla dan lainlain. Kematangan gonad pertama dicapai pada umur sekitar satu tahun dimana beratnya telah
mencapai di atas 200 g. Pada ukuran tersebut, seekor ikan baung betina memiliki fekunditas
sekitar 5000 butir telur. Ikan baung dengan berat 2,7 kg produksi telurnya mencapai 1.365
sampai 160.235 butir (Tang et al., 1999). Pada umur yang lebih tua dan berukuran panjang 42 cm
serta berat badanya sekitar 800 g, fekunditas ikan baung dapat mencapai sekitar 80.000 butir
(Cholik, 2005).

DAFTAR PUSTAKA

Affandi,R, Sjafei, D S, Rahardjo, M. F. & Sulistiono. 2004. Fisiologi Ikan Pencernaan dan
Penyerapan Makan. Institut Pertanian Bogor
Affandi, R & tang,U.M.2002.Fisiologi Hewan Air. Unsri Press, Riau
Alawi, H. 1990. Memelihara Ikan dalam Karamba. Fakultas Perikanan, Universitas Riau.
Dedy Heryadi Sutisna, Ratno Sutarmanto. 1995. Pembenihan Ikan Air Tawar. Jakarta: Penerbit
Kanisius.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan.
Penerbit Kanisius : Yogyakarta.
Eschmeyer, W.N. 1998. Catalog of Fishes I-III. California Academy of Sciences, San Fransisco,
3517 pp
Heok Hee, Dodson, Julian J. 1999. Morphological and Genetic Descriptions of a New Species of
Catfish, Hemibagrus chrysops, from Sarawak, East Malaysia, with an Assessment of
Phylogenetic Relationships. Ebook: The Raffles Bulletin of Zoology.
Khairuman dan Khairul Amri. 2002. Membuat Pakan Ikan Komersil. Penerbit. Agromedia
Pustaka : Jakarta. 88 Hlm.
Khairuman dan Khairul Amri. 2002. Buku Budidaya Ikan Baung. Penerbit Agromedia Pustaka.
Jakarta.
Kottelat, M., Anthony, J.W., Sri, N.K., Soetikno, W. Freshwater Fishes of Western Indonesia and
Sulawesi. Periplus Edition (HK), Ltd : Jakarta
Peter K. L., Ng, H. H. 1995. Hemibagrus gracilis, a New Species of Large Riverine Catfish
(Teleostei: Bagridae) from Peninsular Malaysia. Ebook: The Raffles Bulletin of Zoology.
Supyan. 2011. Aspek Biologi Ikan Baung. Jurnal Penelitian Perikanan. Jakarta.
http://dispeterikan.magelangkab.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=23:profil-balai-benih-ikan-bbi-kabmagelang&catid=271:artikel--berita. Diakses pada 17 April 2016 pukul 05:53
http://jogja.tribunnews.com/2015/03/01/mangut-beong-ikan-asli-sungai-progo-yang-nyatispunah. Diakses pada 17 April pukul 05:53

Anda mungkin juga menyukai