Anda di halaman 1dari 11

Hak Asasi Manusia (HAM)

Sejak lahir manusia telah dianugerahi oleh Allah SWT hak-hak. Hak-hak yang melekat
dalam diri manusia disebuat Hak Asasi Manusia(HAM).Hak asasi dalam Islam berbeda dengan
hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi
negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah saw pernah
bersabda:"Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu." (HR.
Bukhari dan Muslim). Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini,
melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini.
Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu
tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak
hanya menjadikan itu kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi
melindungi hak-hak ini. Dari sinilah kaum muslimin di bawah Abu Bakar memerangi orangorang yang tidak mau membayar zakat.
Negara juga menjamin tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak ini dari pihak individu.
Sebab pemerintah mempunyai tuga sosial yang apabila tidak dilaksanakan berarti tidak berhak
untuk tetap memerintah. Allah berfirman:
"Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukannya di muka bumi, niscaya
mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat maruf dan mencegah
perbuatan munkar. Dan kepada Allah-lah kembali semua urusan." (QS. 22: 4)
HAM dalam islam yang paling pokok ada 5 hak sebagaimana tujuan syariah (maqashid
syariah) diantaranya
1. Hak untuk Bertuhan Yang Esa dan Beragama
Pada hakekatnya Islam tidak bertentangan dan Hak Asasi Manusia, ia bahkan sangat
menghormati hak dan kebebasan manusia. Jika prinsip-prinsip dalam al-Quran disarikan maka
terdapat banyak poin yang sangat mendukung prinsip universal hak asasi manusia. Prinsipprinsip itu telah dituangkan dalam berbagai pertemuan umat Islam. Yang pertama

adalah Universal Islamic Declaration of Right, diadakan oleh sekelompok cendekiawan dan
pemimpin Islam dalam sebuah Konferensi di London tahun 1981 yang diikrarkan secara resmi
oleh UNISCO di Paris. Deklarasi itu berisi 23 pasal mengenai hak-hak asasi manusia menurut
Islam.
Deklarasi London kemudian diikuti oleh Deklarasi Cairo yang dikeluarkan oleh
Organisasi Konferensi Islam (OKI) tahun 1990 (1411). Dari pendahuluan Deklarasi itu dapat
disarikan menjadi beberapa poin diantaranya adalah bahwa 1) Islam mengakui persamaan semua
orang tanpa membedakan asal-usul, ras, jenis kelamin, warna kulit dan bahasa, 2) persamaan
adalah basis untuk memperoleh hak dan kewajiban asasi manusia, 3) kebebasan manusia dalam
masyarkat Islam consisten dengan esensi kehidupannya, sebab manusia dilahirkan dalam
keadaan bebas dan bebas dari tekanan dan perbudakan, 4) Islam mengakui persamaan antara
penguasa dan rakyat yang harus tunduk kepada hukum Allah tanpa diskrimasi, 5) warganegara
adalah anggota masyarakat dan mempunyai hak untuk menuntut siapapun yang mengganggu
ketentraman masyarakat. Deklarasi itu terdari dari 25 pasal yang mencakup masalah kehormatan
manusia, persamaan, manusia sebagai keluarga, perlunya kerjasama antar sesama manusia tanpa
memandang bangsa dan agamanya, kebebasan beragama, keamanan rumah tangga, perlunya
solidaritas individu dalam masyarakat, pendidikan bukan hak tapi kewajiban, perlindungan
terhadap kesehatan masyarakat, pembebasan masyarakat dari kemiskinan dan kebodohan, dan
lain sebagainya.
Keseluruhan pasal-pasal dalam Deklarasi Cairo itu dapat disarikan menjadi 5 poin:
1) HAM dalam Islam diderivasi dari ajaran Islam. Menurut ajaran Islam manusia dianggap
sebagai makhluk yang mulia. (QS. 17:70)
2) HAM dalam Islam adalah karunia dari Tuhan, dan bukan pemberian dari manusia kepada
manusia lain dengan kehendak manusia. (artinya, hak asasi dalam Islam adalah innate / fitrah).
3) HAM dalam Islam bersifat komprehensif. Termasuk didalamnya hak-hak dalam politik,
ekonomi, social dan budaya.
4) HAM dalam Islam tidak terpisahkan dari syariah.

5) HAM dalam Islam tidak absolute karena dibatasi oleh obyek-obyek syariah dan oleh tujuan
untuk menjaga hak dan kepentingan masyarakat yang didalamnya terdapat individu-individu.
Dalam kaitannya dengan kebebasan yang merupakan bagian terpenting dari hak asasi
manusia, Islam dengan jelas telah memposisikan manusia pada tempat yang mulia. Manusia
adalah makhluk yang diberi keutamaan dibanding makhluk-makhluk yang lain. Ia diciptakan
dengan sebaik-baik ciptaan. Ia diciptakan menurut image (Surah) Tuhandiberi diberi sifat-sifat
yang menyerupai sifat-sifat Tuhan. Selain diberi kesempurnaan ciptaan manusia juga diberi
sifat fitrah, yaitu sifat kesucian yang bertendesi mengenal dan beribadah kepada Tuhannya, serta
bebas dari tendensi berbuat jahat. Sifat jahat yang dimiliki manusia diperoleh dari
lingkungannya. Dengan keutamaannya itu manusia yang diciptakan sebagai khalifah di muka
bumi (QS 2:30; 20:116). Oleh sebab itu manusia mengemban tanggung jawab terhadap
Penciptanya dan mengikuti batasan-batasan yang ditentukanNya. Untuk melaksanakan tanggung
jawabnya itu manusia diberi kemampuan melihat, merasa, mendengar dan yang terpenting
adalah berfikir. Pemberian ini merupakan asas bagi lahirnya ilmu pengetahuan dan
pengembangannya. Ilmu pengetahuan, dalam Islam, diposisikan sebagai anugerah dari Tuhan
dan dengan ilmu inilah manusia mendapatkan kehormatan kedua sebagai makhluk yang mulia.
Artinya manusia dimuliakan Tuhan karena ilmunya, dan sebaliknya ia akan mulia disisi Tuhan
jika ia menjalankan tanggung jawabnya itu dengan ilmu pengetahuan.
Namun dalam masalah kebebasan hanya Tuhanlah pemiliki kebebasan dan kehendak
mutlak. Manusia, meski diciptakan sebagai makhluk yang utama diantara makhlukmakhluk yang
lain, ia diberi kebebasan terbatas, sebatas kapasitasnya sebagai makhluk yang hidup dimuka
bumi yang memiliki banyak keterbatasan. Keterbatasan manusia karena pertama-tama eksistensi
manusia itu sendiri yang relatif atau nisbi dihadapan Tuhan, karena alam sekitarnya, karena
eksistensi manusia lainnya. Upaya untuk melampaui keterbatasan manusiawi adalah ilusi yang
berbahaya. Berbahaya bukan pada Yang Maha Tak Terbatas, yaitu Tuhan, tapi pada manusia
sendiri.
Kebebasan beragama yang diberikan Islam mengandung sekurangnya tiga
arti: Pertama bahwa Islam memberikan kebebasan kepada umat beragama untuk memeluk
agamanya masing-masing tanpa ada ancaman dan tekanan. Tidak ada paksaan bagi orang
non- Muslim untuk memeluk agama Islam. Kedua, apabila seseorang telah menjadi

Muslim maka ia tidak sebebasnya mengganti agamanya, baik agamanya itu dipeluk sejak
lahir maupun karena konversi. Ketiga: Islam memberi kebebasan kepada
pemeluknyamenjalankan ajaran agamanya sepanjang tidak keluar dari garis-garis syariah dan
aqidah. Karena masalah ini kini merupakan issu yang kini sedang mengemuka di negeri ini,
maka perlu disoroti dalam dalam konteks DUHAM dan perundang-undangan yang berlaku.
Islam menegaskan tidak ada paksaan dalam beragama
Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas antara jalan
yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada
Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang (teguh) kepada buhul tali yang sangat kuat yang
tidak akan putus. (Q.S Al-Baqarah:256)
2. Hak untuk Hidup
Kehidupan merupakan kemuliaan dalam agama Islam, jiwa satu sama dengan jiwa seluruh
manusia.. Islam juga memuliakan manusia baik ia dalam kondisi hidup ataupun mati, maka tidak
dibolehkan memotong-motong badan manusia meskipun mayat sekalipun. Dalam rangka
menjamin hak hidup manusia, islam mengharamkan pembunuhan kecuali terhadap orangorang yang tertentu yang telah diatur oleh agama.
Dalam agama Islam dikenal apa yang dinamakan kisas. Kisas yaitu memberikan perlakuan
yang sama kepada pelaku pidana sebagaimana ia melakukannya terhadap korban. Kisas
diterapkan terhadap pelaku pembunuhan.
Dalam Kitab Suci umat Islam ini terdapat surat yang isinya sangat jelas menunjukan
bahwa Islam sejalan dengan teori absolut, yakni surat Al-Maidah ayat 45 yang artinya:
Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya bahwasanya jiwa dibalas
dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan
gigi, dan luka-luka pun ada qishaashnya. Barangsiapa yang melepaskan hak qishaashnya, maka
melepaskan hak itu menjadi penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara
menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.
Surat ini dan surat-surat sebelumnya menunjukan bahwa Allah SWT menetapkan bahwa
hukuman mati merupakan hukuman yang setimpal bagi tindak pidana pembunuhan karena begitu

beratnya akibat dari pembunuhan tersebut.


Adapun untuk diberlakukannya kisas terdapat beberapa syarat, yaitu:
a. Pelaku seorang mukalaf, yaitu sudah cukup umur dan berakal.
b. Pembunuhan itu dilakukan dengan sengaja.
c. Unsur kesengajaan dalam pembunuhan itu tidak diragukan lagi.
d. Pelaku pembunuhan tersebut melakukannya atas kesadaran sendiri, tanpa paksaan
dari

orang lain. . .
Dalam rangka menjamin hak keselamatan badan, agama islam melarang setiap muslim

untuk menyakiti diri sendiri, dan berjalan di bumi Allah untuk mencari rizqi.
Dalam rangka menjamin hak keselamatan akal, islam mengharamkan setiap minuman yang
memabukkan, memerintahkan untuk belajar dan membaca dengan tanpa batasan maksimal usia,
hal ini untuk pengembangan ilmu dan akal.
Dalam rangka untuk menjaga hak keselamatan harta, maka islam mengharamkan mencuri,
mengambil harta orang lain tanpa hak. Memerintahkan untuk bekerja dan mencari nafkah, tidak
berpangku tangan menanti hujan emas turun dari langit. Bahkan menjadikan seseorang mati
syahid ketika ia mati karena membela hartanya yang dirampas orang lain. Dalam rangka menjaga
kehormatan, islam melarang perzinaan dan pintu-pintu yang bisa menuju ke sana ; misalnya
berdua-duaan dengan laki-asing asing, melihat aurat, masuk rumah tanpa ijin pemiliknya,
memerintahkan untuk menutup aurat. Islam mengharamkan memfitnah seseorang dengan fitnah
zina tanpa saksi. Untuk, menjaga kehormatan pula, Islam memerintahkan untuk menikah, dan
membolehkan poligami dengan dengan segala syarat dan kosekwensinya, serta menjadikan mati
syahid bagi orang yang mati karena membela kehormatannya.
Rasulullah bersabda yang artinya:
"Barang siapa yang terbunuh karena membela agamanya, maka ia mati syahid, barang
siapa yang terbunuh karena membela darahnya maka ia mati syahid, barang siapa yang
terbunuh karena membela kehormatan keluarganya maka ia mati syahid" (HR. Abu dawud dan
tirimidzi).

3. Hak Kebebasan Berpikir

Islam telah menjamin kebebasan berpikir. Hal itu sangat jelas terlihat saat Islam menyeru
agar menggunakan pikiran dalam menjelajahi penciptaan semesta, langit, dan bumi. Hal itu,
merupakan anjuran yang banyak disebut-sebut, sebagaimana firman Allah Taala, Katakanlah,
Sesungguhnya Aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu
mneghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu
pikirkan. (Saba: 9) Juga dalam firman-Nya, Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu
mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang
dengan itu mereka dapat mendengar. Karena sesunguhnya bukanlah matai itu yang buta, ialah
hati yang ada di dalam dada. (Al-Hajj: 46)
Bahkan, Islam sendiri sangat mencela orang-orang yang merusak kekuatan akal berpikir dan
perasaan mereka dari melaksanakan profesi tugasnya di muka bumi ini, menjadikan mereka
dalam tingkatan yang sma atau sederajat dengan hewan, sebagaimana firman Allah Taala,
Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan
mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan
Allah), dan mereka mempunyai telingan (tetapi) tidak dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat
Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah
orang-orang yang lalai. (Al-Araf: 179)
Islam mencela orang yang hanya mengikuti prasangka dan perkiraan. Allah Taala berfirman,
Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuanpun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah
mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tiada bermanfaat sedikitpun
terhadap kebenaran. (An-Najm: 28) Juga mencela orang yang suka taklid kepada nenek
moyang atau para pemimpin tanpa melihat kondisi mereka benar atau batil. Dikatakan kepada
mereka sebagai sindiran atas urusan mereka ini dengan firman-Nya, Dan mereka berkata, Ya
Rabb Kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar
kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). (Al-Ahzab: 67)
Islam dalam menetapkan akidah Islamiyah berpedoman dengan dalil akal. Karena itu, para
ulama mengatakan, akal merupakan asas perpindahan. Karena hukum perwujudan
Allah Taala tegak atas dasar ketetapan akal. Demikian pula hukum kenabian Muhammad
pertama kalinya ditetapkan atas dasar akal. Kemudian dibuktikan dengan mukjizat akan
kebenaran kenabiannya. Ini merupakan bentuk dari pemuliaan Islam pada akal serta pemikiran.

Berpikir dalam kacamata Islam merupakan kewajiban yang tidak boleh dihilangkan dalam
kondisi bagaimanapun juga. Islam telah membuka pintu seluas-luasnya untuk selalu berpikir
tentang urusan agama. Demikian itu untuk membahas kebenaran syariat pada tiaptiap yang
didapatinya dari problematika hidup. Inilah yang oleh para ulama disebut juga dengan ijtihad.
Caranya, berpegang atas dasar berpikir dalam mengambil hukum (istinbath) syariat.
Merupakan salah satu asas fundamental Islam yang memberikan kebebasan berpikir dalam
Islam berpengaruh besar dalam metode pebelajaran fikih bagi kaum Muslimin, memperbaharui
analisa syariat bagi permasalahan yang tidak memungkinkan pandangan di masa awal permulaan
Islam. Di masa awal Islam telah berkembang secara pesat madzhab-madzhab fikih Islam yang
masyhur, terus-menerus tumbuh dan berkembang dalam dunia Islam ynag metode pengajarannya
berlaku sampai hari ini. Begitulah seorang Muslim berpegang pada kejeian akal dan pikirannya
terhadap segala perkara-perkara sukar dari permasalahan agama dan dunia. Tidak terdapat
sumber nashnya dari nash syariat, yaitu lebih mengokohkan pijakan akal yang begitu kuat dalm
Islam. Ini pijakan yang kedudukannya sangat urgen, dibangundan diletakkan oleh peradaban
kamu yang memesona dalam catatan tinta sejarah Islam.
4. Hak Berkeluarga dan Berketurunan
Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan. Setiap orang berhak untuk membentuk kelaurga
dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang syah atas kehendak yang bebas. Tujuan
pernikahan sendiri antara lain :

Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi


Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini
adalah dengan aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang amat
kotor dan menjijikkan, seperti cara-cara orang sekarang ini; dengan berpacaran, kumpul
kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan

diharamkan oleh Islam.


Untuk Membentengi Akhlaq yang Luhur dan untuk Menundukkan Pandangan.
Sasaran utama dari disyariatkannya pernikahan dalam Islam di antaranya adalah untuk
membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang dapat merendahkan
dan merusak martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pem-

bentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk me-melihara pemuda dan pemudi dari
kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.
Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda:
Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah,
maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih
membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia
shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya.

Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami


Dalam Al-Qur-an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya thalaq (perceraian), jika
suami isteri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman
Allah Azza wa Jalla dalam ayat berikut:
Thalaq (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan
baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu
yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan isteri) khawatir
tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa
keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa
atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh isteri) untuk menebus dirinya. Itulah hukumhukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukumhukum Allah, mereka itulah orang-orang zhalim. [Al-Baqarah : 229]

5. Hak Melindungi Hakmilik, Harta dan Kekayaan


Islam menolak paham bahwa kepemilikan adalah hak milik kolektif, dengan alasan bahwa
hal demikian ini bertentangan dengan milik individu, atau perampasan individu dari hak
miliknya, yang sekaligus memberi ruang kepada masuknya intervensi pemerintah dalam
pembredelan hak milik. Paham ini jelas memposisikan pemerintah di antara pengatur harta, yang
karenanya sah merampas dan selanjutnya memberikan kepada siapa saja yang diberi pemerintah
atas dalih undang-undang.

Islam tidak menghendaki terjadinya kepincangan antara hak individu pemilik dan hak
masyarakat lain, keberhakan pemilik dalam pandangan Islam adalah hal yang baku. Hanya saja
pemerintah mempunyai hak intervensi atas nama undang-undang, dan inipun sangat terbatas
pada keadaan tertentu yang kaitannya erat dengan target sosial kemasyarakatan yang hendak
diwujudkan.
Posisi Islam yang demikian dimaksudkan untuk membantu perimbangan antara hak milik
dan hak intervensi yang ditakutkan berlebihan dengan dalih demi kesejahteraan umum. Dalam
Islam, hak kepemilikan individu menyangkut hak bersama yang harus diperhatikan, tanpa
sedikitpun mengurangi hak hak-hak pribadi pemilik. Islam bertujuan menciptakan masyarakat
yang adil dan makmur nan sejahtera, tanpa mengurangi hak milik individu. Menciptakan
masyarakat yang adil dan sejahtera tidak mungkin dibangun tanpa melindungi hak milik individu
anggotanya, maka melindungi hak milik individu anggota masyarakat adalah perangkat utama
dalam usaha mewujudakan masyarakat yang adil dan makmur.
Islam mengakui hak milik, namun dalam waktu yang bersamaan Islam mensyaratkan beberapa
hal, dengan tujuan agar dampak negatif dari kepemilikan individu dapat dihindarkan dari
masyarakat. Diantara syarat kepemilikan dalam Islam, adalah keharusan sang pemilik tunduk
dan patuh pada peraturan syariah, misalnya kewajiban mengeluarkan sebagian hartanya demi
mewujudkan kesejahteraan umum, dalam menginvestasikan hartanya hendaknya tidak
membahayakan atau mengancam pihak lain, dan lain sebagainya. Kepemilikan yang sah menurut
Islam, adalah yang terlahir dari proses yang sah menurut syariah, diantaranya dalam pandangan
fiqh adalah[24]:
1.

Menjaga hak umum.

2.

Transaksi pemindahan hak.

3.

Penggantian.
Yang dimaksudkan adalah penggantian posisi dari satu pihak ke pihak lain, dimana dalam

prosesnya tanpa perlu ada persetujuan, baik dari pihak pertama maupun pihak kedua. Misalnya
harta warisan, yang otomatis berpindah ke ahli waris tanpa ada syarat persetujuan, sebab

peralihan hak di sini mendapatkan legalitasnya melalui ketentuan syariah dan bukan kesepakatan
manusia
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.(Al-Maidah: 38)

Tujuan Hidup Manusia


Yang mana ALLAH juga menciptakan manusia, sudah tentu ALLAH lah yang Maha
Tahu akan ciptaannya bukan?
Dalam AL Quran ALLAH telah dijelaskan dengan detail dan sempurna.
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku (Q.S AdzZariyat:56)
Beribadah (worship) kepada ALLAH diartikan menyembah(shalat) kepada ALLAH,
berpuasa, naik haji, berbuat kebaikan2 dll.Kalau sudah menjalankan rukun islam ini(ritual),
maka mereka sudah merasa beragama dengan benar.Sesungguhnya bukanlah demikian menurut
ALLAH. Penjelasan seperti diatas itu belumlah sempurna, sehingga hasilnya pun juga tidak
sempurna. Seperti kita lihat masarakat islam sekarang ini yang masih terbelakang.
Beribadah kepada ALLAH bukanlah menyembah ALLAH saja, bukan menjalankan
rukun islam yang lima saja, dan berbuat kebajikan saja, tetapi maknanya jauh dari itu.
eribadah kepada ALLAH SWT artinya mengabdi atau bekerja untuk ALLAH dengan sungguh2.
ALLAH adalah Raja di Raja di bumi dan dilangit ini. Sebagai hamba2 atau pekerja2 (kariawan2)
ALLAH,maka manusia seharusnya patuh dan taat mengikuti semua peraturan2 ALLAH
bagaimana cara hidup dan bagaimana cara berkerja di dunia ini.Semua peraturan2 ALLAH itu
tertulis dalam kitab2 sucinya; Taurat,injil dan AL Quran. Al Quran adalah buku pedoman hidup
manusia yang terakir, dan sempurna.
.

Anda mungkin juga menyukai