Jtptunimus GDL Dwioktaisn 7582 3 Babii
Jtptunimus GDL Dwioktaisn 7582 3 Babii
TINJAUAN PUSTAKA
dalam sebuah
kendaraan yang berfungsi untuk menghentikan atau menghambat laju putaran roda atau
kendaraan. Ditinjau dari kondisi sistem kerja yang demikian maka pemilihan material
dan proses pembentukan dalam proses produksi rem cakram sangatlah penting, dimana
material harus dapat memenuhi syarat-syarat diantaranya: tahan terhadap suhu yang
tinggi, mampu menahan beban, keuletan, kekuatan dan tahan aus.
Karena rem cakram yang sifatnya terbuka sehinga memudahkan debu dan lumpur
menempel, lama kelamaan lumpur (kotoran) tersebut dapat menghambat kinerja
pengeraman sampai merusak komponen pada bagian disc brake, Oleh sebab itu perlu
dilakukan pembersihan sesering mungkin. Keausan umumnya didefinisikan sebagai
kehilangan material secara progresif akibat adanya gesekan (friksi) antar permukaan
padatan atau pemindahan sejumlah material dari suatu permukaan sebagai suatu hasil
pergerakan relatif antara permukaan tersebut dan permukaan lainnya (Yuwono, 2008).
Keausan merupakan hal yang biasa terjadi pada setiap material yang mengalami gesekan
dengan material lain. Keausan bukan merupakan sifat dasar material, melainkan respons
material terhadap sistem luar (kontak permukaan).
Material apapun dapat mengalami keausan yang disebabkan oleh berbagai
mekanisme yang beragam. Aus terjadi karena adanya kontak gesek antara dua
permukaan benda dan menyebabkan adanya perpindahan material. Hal ini menyebabkan
adanya pengurangan dimensi pada benda tersebut. Keausan dapat juga berarti kehilangan
material secara bertahap dari permukaan benda yang bersentuhan akibat dari adanya
kontak dengan solid (benda padat), liquid (benda cair), atau gas pada permukaannya.
Keausan yang terjadi pada setiap sistem mekanisme sebenarnya sangat sulit
diprediksi secara teori atau perumusan, karena banyak faktor dilapangan yang
menyebabbkan kesulitan dan kekeliruan dalam memprediksi keausan tersebut.
Gambar
2.1:
Keausan
Piringan
Cakram
(http://www.google.com/
ariblogmotor)
Pembebanan gesek ini akan menghasilkan kontak antar permukaan yang
berulang-ulang yang pada akhirnya akan mengambil sebagian material pada permukaan
benda uji. Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode yang
semuanya bertujuan untuk mensimulasikan kondisi keausan aktual. Pengujian laju
keausan dapat dinyatakan dengan pembandingan jumlah kehilangan/pengurangan
spesimen tiap satuan luas bidang kontak dan lama pengausan (Viktor Malau dan Adhika
widyaparaga, 2008).
Gambar 2.2: Piringan Cakram (Viktor Malau dan Adhika widyaparaga, 2008).
2.2 Material Rem Cakram
2) Besi cor nodular (nodular cast iron / ductile cast iron ), karbonnya berupa
nodular graphite (grafit nodular, berbentuk bola) dengan matriks ferritik atau
perlitik.
3) Besi cor putih (white cast iron), seluruh karbon dalam besi cor berupa
sementit.
4) Besi cor mampu tempa (malleable cast iron), karbonnya berupa temper karbon
dengan matriks perlitik atau ferritik.
Kecenderungan pembentukan grafit dipengaruhi oleh komposisi material
dan laju pendinginan. Pembentukan grafit dipengaruhi oleh silikon dalam konsentrasi
lebih besar dari 1%. Juga, tingkat pendinginan lebih lambat selama mendukung
pembentukan grafit. Untuk besi cor kebanyakan, karbon berbentuk grafit, mikro dan
sifat mekanik tergantung pada komposisi dan perlakuan panas.
b) Besi Cor Kelabu
Besi cor kelabu merupakan besi cor yang paling banyak digunakan dalam
industri. Grafit pada besi cor kelabu terbentuk pada saat pembekuan. Proses grafitisasi
ini didorong oleh tingginya kadar karbon, adanya unsur grafite stabilizer, terutama
silikon, temperatur penuangan tinggi dan pendinginan yang lambat. Banyaknya grafit
pada besi cor ini mengakibatkan patahan pada penampang tampak kelabu, oleh karena
itu dinamakan besi cor kelabu. Grafit besi cor kelabu berbentuk flake (serpih), berupa
lempeng-lempeng kecil yang melengkung.
Ujung-ujung ini runcing sehingga dapat dianggap sebagai ujung takikan,
menyebabkan ketangguhan besi tuang ini rendah. Grafit merupakan bagian terlemah
dalam besi cor, kekuatan besi cor tergantung dari kekuatan matriksnya. Bila
komposisi dan laju pendinginan diatur sedemikian rupa sehingga sementit pada
eutektoid menjadi grafit, maka struktrur dari matriks seluruhnya ferritik. Oleh karena
itu sifat dan kekuatan besi cor ini akan bervarias (ASM, vol.1, 2005).
Struktur matriks yang ferritik adalah struktur dari besi cor kelabu yang paling
lunak dan lemah. Kekuatan dan kekerasan besi cor kelabu dapat dinaikkan dengan
cara menaikkan jumlah karbon yang berupa sementit dalam eutektoid dan akan
mencapai maksimum pada struktur matriks perlitik. (Raymond A Higgins, 1984).
Tipe-tipe grafit besi cor kelabu dapat dikelompokkan menjadi lima tipe, yaitu
:
1) Tipe A
Potongan grafit tipe B memiliki bentuk seperti bunga ros (rosette) dengan
orientasi sebarang. Struktur ini merupakan salah satu sel eutektik yang bagian
tengahnya mempunyai potongan-potongan eutektik halus dari grafit dan sepihserpih grafit radial di sekitarnya. Struktur seperti ini biasanya ditemukan pada
produk coran tipis yang mengalami pendinginan cepat. Tipe rosette tersebar dalam
besi cor yang mempunyai kandungan karbon tinggi karena banyak pengendapan
grafit.
3) Tipe C
Struktur ini muncul pada sistem hipereutektik. Pada tipe C ukuran serpih
saling menumpuk dengan orientasi sebarang. Hal ini disebabkan jumlah grafit yang
begitu banyak sehingga ferrit sangat mudah mengendap. Namun demikian,
pengendapan ferrit mengakibatkan struktur menjadi lemah sehingga besi cor
dengan tipe grafit seperti ini sangat jarang dipakai.
4) Tipe D
Potongan grafit tipe E muncul apabila kandungan karbon agak rendah. Hal
ini akan mengurangi kekuatan karena jarak yang dekat antara potongan-potongan
grafit terdistribusi seperti pada tipe D. Tetapi kadang-kadang kekuatannya tinggi
Tabel 2.1 : Tabel Komposisi kimia standar besi cor (ASM vol.9, 2004)
c)
yang mempunyai grafit yang tampak seperti bola. Karbon yang terdapat berbentuk
nodule grafit yang diperoleh dengan menambahkan bahan yang mengandung
magnesium seperti nikel- magnesium atau magnesium tembaga- ferro silikon dalam
besi cor kalabu cair.
belerang
cara
mengubahnya menjadi sulfida magnesium. Sisa magnesium yang ada merubah bentuk
menjadi nodular. ( Amsterad, B.H. 1995 ). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar
2.4.
ductile
Mengenai komposisi kimia besi cor nodular bisa dilihat pada Tabel 2.1.
Spesifikasi penggolongan besi cor nodular berdasar pada sifat, kekuatan, kekerasan
yang dimiliki tingkatan besi cor nodular serta memperhatikan komposisi kimia untuk
kegunaan mekanik. Tabel 2.2 :
Tabel 2.2 : Komposisi dan penggunaan umum serta tingkat kelas Besi cor nodular /
besi cor ductile (ASM vol.1, 2005 )
Spesifikation
Grade or
no.
class
ASTM A 395;
ASME SA395
60-40-18
ASTM A 476;
SAE
AMS 5316C
80-60-03
UNC
TC ( a
Typical Composition %
disription
General uses
Si
Mn
F32800
3.00
min
2.50
Max
(b)
...
...
0.08
max ;
Ferritic;
annealed
0.05
max
As-cast
Pressure-contai
ning parts for
use at elevated
temperatures
Paper mill
dryer rolls, at
temperatures
up to 230 C
(450 F)
F34100
3.00
min(c)
3.0
max
...
0.08
max
ASTM A 536
60-4018(d)
F32800
Ferritic;
may
be
annealed
Shock-resistant
parts;
low-temperatur
e service
SAE J434
D4018(e)
F32800
Ferritic
Ferritic
Moderately
stressed parts
requiring good
ductility and
machinability
D4512(e)
F33100
Ferritic/
pearlitic
Moderately
stressed parts
requiring
moderate
machinability
D7003(e)
F34800
Pearlitic
Highly
stressed
parts requiring
very good
wear
resistance and
good response
to selective
hardening
3.20
4.10
1.80
3.00
0.10
1.00
0.015
0.10
0.005
0.035
(a) Note: For mechanical properties and typical applications, see Table. (b) TC, total carbon. (c) The silicon limit
may be increased by 0.08%, up to 2.75 Si, for each 0.01% reduction in phosphorus content. (d) Carbon
equivalent (CE), 3.84.5; CE = TC + 0.3 (Si + P). (e) Composition subordinate to mechanical properties;
composition range for any element may be specified by agreement between supplier and purchaser.
Struktur Mikro
akan mempengaruhi sifat-sifat mekanik dan juga sifat fisik. Struktur matrik pada baja
antara lain:
a) Ferrite (besi alpha)
b) Austenit (besi gamma)
c) Besi Delta
d) Cementit (Karbida besi)
e) Bainit
f)
Martensit
g) Perlit
Struktur mikro dari baja pada umumnya tergantung dari kecepatan
pendinginannya dari suhu daerah austenit sampai suhu kamar. Karena perubahan struktur
ini maka dengan sendirinya sifat-sifat mekanik yang dimiliki baja juga akan berubah.
Fase fase berubahnya struktur mikro akibat pemanasan dapat dilihat dalam Gambar
2.5 diagram Kesetimbangan Fe C.
Ferrite batas butir terbentuk pertama kali pada transformasi austenite - ferrite
dan biasanya terbentuk di sepanjang batas austenite pada suhu 1000 650 0C. Ferrite
widmanstatten terbentuk pada suhu 750 650 0C di sepanjang batas butir austenite.
Ukurannya besar dan pertumbuhannya cepat sehingga akan memenuhi permukaan
butirnya. Ferit widmanstatten mempunyai ukuran besar dengan orientasi arah yang
hampir sama sehingga memudahkan terjadinya perambatan retak. Ferrite acicular,
berbentuk intragranular dengan ukuran yang kecil dan mempunyai orientasi arah yang
acak, berbentuk bilah bilah yang saling bersilangan. Jika terjadi retak hasil las dengan
struktur mikro ferit acicular, maka retak tersebut tidak akan cepat merambat karena
orientasi arahnya acak, maka struktur ini memiliki ketangguhan yang bagus. Biasanya
ferrite acicular ini terbentuk sekitar suhu 650 0C. Bainite merupakan ferrite yang tumbuh
dari batas butir austenite dan terbentuk pada suhu 400 -500 0C. Martensite terbentuk
pada proses pendinginan yang sangat cepat, mempunyai sifat sangat keras dan getas
sehingga kekuatan tarik dan ketangguhannya rendah
Besi dan baja merupakan bahan yang paling banyak digunakan dalam dunia
industri karena nilai ekonomisnya, tetapi yang paling penting karena sifatnya yang
bervariasi. Baja merupakan paduan yang terdiri dari besi, karbon dan unsur lainnya.
Karbon merupakan salah satu unsur terpenting karena dapat meningkatkan kekerasan dan
kekuatan baja. Baja merupakan logam yang paling banyak digunakan dalam teknik,
dalam bentuk plat, lembaran, pipa, batang, profil dan sebagainya (Amstead dkk, 1995).
Sifat dari baja karbon tergantung dari seberapa besar karbon yang
dikandungnya. Berdasarkan kadar karbonnya baja dikelompokkan sebagai berikut
(Surdia, dkk, 2000) :
Baja karbon rendah (Low Cabon Steel), kandungan kadar karbon kurang dari 0,3%.
Baja karbon sedang (Medium Carbon Steel), kandungan kadar karbon antara 0,3-0,45%.
Baja karbon tinggi (High Carbon Steel), kandungan kadar karbon antara 0,45-1,7%.
SS 41
t 5
5 < t 16
16 < t 40 40 < t
Baja rol untuk ketel & bejana Baja rol panas untuk konstruksi umum
tekan temperatur tinggi G3103 G 3101 1976
1977
SS 34
t 5
5 < t 16
16 < t 40 40 < t
SS 50
SS 55
SB 42
SB 46
SB 49
SM 41A
SM 41B
SM 41C
SPV 24
t 5
5 < t 16
16 < t 40 40 < t
t 5
5 < t 16
16 < t 40 0,30 40 < t
t 25
25 < t 50
50 < t 200
t 25
25 < t 50
50 < t 200
t 25
25 < t 50
50 < t 200
t 5
5 < t 16
16 < t 40
40 < t 50
50 < t 100
t 5
5 < t 16
16 < t 40
40 < t 50
50 < t 100
t 5
5 < t 16
16 < t 40
40 < t 50
T
16 < t
40 < t
50 < t
16
40
50
100
0,24
0,27
0,30
0,28
0,31
0,33
0,31
0,33
0,35
0,23
0,25
0,20
0,22
KekuatanKekuatan Perpanjang
luluh
Tarik
an
(kg/mm2) (kg/mm2) (%)
0,05
0,05
21
20
18
0,05
0,05
25
24
22
0,05
0,05
29
28
26
1,6
0,04
41
0,40
40
34 44
26
21
26
28
41 52
21
17
21
23
50 62
19
15
19
21
50
16
13
27
0,150,30 0,90
0,035 0,04 23
42 56
21
25
0,150,30 0,90
0,035 0,04 25
46 60
19
25
0,150,30 0,90
0,035 0,04 27
49 63
27
21
0,35
0,18 0,35
0,18
0,15-0,35
0,20
25
25
25
1,4
0,04 0,04
24
22
1,4
24
0,035 0,04
22
41 52
41 52
41 52
41 52
23
18
22
24
23
18
22
24
23
18
22
24
17
21
24
Baja lunak termasuk baja kadar karbon rendah. Biasanya mempunyai kekuatan
tarik antara 40 50 Kg/mm2. Baja karbon rendah sangat luas penggunaannya sebagai
baja konstruksi, rangka kendaraan, mur, baut, pipa, tangki minyak, ketel, bejana tekan
dan penggunaan pada suhu tinggi, seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 2.3. Baja
karbon rendah memiliki sifat pengerjaan yang baik seperti sifat keuletan, sifat mampu
tempa, kelunakan dan mampu mesin yang baik. Sehingga dengan keadaan tersebut baja
karbon rendah sangat baik sekali untuk disambung dengan proses pengelasan. Untuk
pemakaian pada suhu tinggi baja sejauh mungkin bebas dari nitrogen dengan jalan
menambahkan Al tetapi tidak melebihi 300 gr/ton baja cair (Wiryosumarto, 2008).
Komposisi kimia baja tersebut adalah C 0,23%, S 0,04% dan P 0,04%.
Baja yang tidak mengandung unsur lain selain Si dan Mn disebut baja lunak (mild steel),
yang banyak dipakai untuk konstruksi baja karena mempunyai sifat mampu las dan
mampu bentuk yang baik (Surdia, 2005).
1. Ferrite
Ferrite adalah fase larutan padat yang memiliki struktur BCC (body
centered cubic). Ferrite dalam keadaan setimbang dapat ditemukan pada temperatur
ruang, yaitu alpha-ferrite atau pada temperatur tinggi, yaitu delta-ferrite. Secara
umum fase ini bersifat lunak (soft), ulet (ductile), dan magnetik (magnetic) hingga
temperatur tertentu, yaitu T curie. Kelarutan karbon di dalam fase ini relatif lebih
kecil dibandingkan dengan kelarutan karbon di dalam fase larutan padat lain di
dalam baja, yaitu fase Austenite.
Pada temperatur ruang, kelarutan karbon di dalam alpha-ferrite hanyalah
sekitar 0,05%. Berbagai jenis baja dan besi tuang dibuat dengan mengeksploitasi
sifat-sifat ferrite. Baja lembaran berkadar karbon rendah dengan fase tunggal ferrite
misalnya, banyak diproduksi untuk proses pembentukan logam lembaran. Dewasa
ini bahkan telah dikembangkan baja berkadar karbon ultra rendah untuk karakteristik
mampu bentuk yang lebih baik. Kenaikan kadar karbon secara umum akan
meningkatkan sifat-sifat mekanik ferrite sebagaimana telah dibahas sebelumnya.
Untuk paduan baja dengan fase tunggal ferrite, faktor lain yang berpengaruh
signifikan terhadap sifat-sifat mekanik adalah ukuran butir.
2. Austenite
Fase Austenite memiliki struktur atom FCC (Face Centered Cubic). Dalam
keadaan setimbang fase Austenite ditemukan pada temperatur tinggi. Fase ini
bersifat non magnetik dan ulet (ductile) pada temperatur tinggi. Kelarutan atom
karbon di dalam larutan padat Austenite lebih besar jika dibandingkan dengan
kelarutan atom karbon pada fase Ferrite. Secara geometri, dapat dihitung
perbandingan besarnya ruang intertisi di dalam fase Austenite (kristal FCC) dan fase
Ferrite (kristal BCC).
Perbedaan ini dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena transformasi
fase pada saat pendinginan Austenite yang berlangsung secara cepat. Selain pada
temperatur tinggi, Austenite pada sistem Ferrous dapat pula direkayasa agar stabil
pada temperatur ruang. Elemen-elemen seperti Mangan dan Nikel misalnya dapat
menurunkan laju transformasi dari gamma-austenite menjadi alpha-ferrite.
Dalam jumlah tertentu elemen-elemen tersebut akan menyebabkan
Austenite stabil pada temperatur ruang. Contoh baja paduan dengan fase Austenite
pada temperatur ruang misalnya adalah Baja Hadfield (12% Mg) dan Baja Stainless
18-8 (8%Ni).
3. Cementite
Cementite atau carbide dalam sistem paduan berbasis besi adalah
stoichiometric inter metallic compund Fe3C yang keras (hard) dan getas (brittle).
Nama cementite berasal dari kata caementum yang berarti stone chip atau
lempengan batu. Cementite sebenarnya dapat terurai menjadi bentuk yang lebih
stabil yaitu Fe dan C sehingga sering disebut sebagai fase metastabil.
Namun, untuk keperluan praktis, fase ini dapat dianggap sebagai fase stabil.
Cementite sangat penting perannya di dalam membentuk sifat-sifat mekanik akhir
baja. Cementite dapat berada di dalam sistem besi baja dalam berbagai bentuk
seperti: bentuk bola (sphere), bentuk lembaran (berselang seling dengan alphaferrite), atau partikel-partikel carbide kecil. Bentuk, ukuran, dan distribusi karbon
dapat direkayasa melalui siklus pemanasan dan pendinginan.
Jarak rata-rata antar karbida, dikenal sebagai lintasan Ferrite rata-rata
(Ferrite Mean Path), adalah parameter penting yang dapat menjelaskan variasi sifatsifat besi baja. Variasi sifat luluh baja diketahui berbanding lurus dengan logaritmik
lintasan ferrite rata-rata.
Gambar 2.6 Ilustrasi proses pengujian komposisi dan proses penyesuaian (Hendri,
2002)
2.3.3
Struktur mikro adalah struktur terkecil yang terdapat dalam suatu bahan yang
keberadaannya tidak dapat di lihat dengan mata telanjang, tetapi harus menggunakan
alat pengamat struktur mikro diantaranya; mikroskop cahaya, mikroskop electron,
mikroskop field ion, mikroskop field emission dan mikroskop sinar-X. Penelitian ini
menggunakan mikroskop cahaya, adapun manfaat dari pengamatan struktur mikro ini
adalah:
1. Mempelajari hubungan antara sifat-sifat bahan dengan struktur dan cacat pada bahan.
2. Memperkirakan sifat bahan jika hubungan tersebut sudah diketahui.
Suggested designation
Rolled Surface
Direction of rolling
Rolled edge
Plannar edge
Longitudinal section perpendicular
F
G
H
to rolled surface
Transverse section
Radial longitudinal section
Tangential longitudinal section
yaitu
meliputi
proses
pematahan,
pengguntingan,
penggergajian,
pemotongan abrasi (abrasive cutter), gergaji kawat, dan EDM (Electric Discharge
Machining)yang bisa dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Macam-macam pisau pemotong material (ASTM E18, 2002)
Hardness HV
Materials
abrasive
Up to 300
Up to 400
Up to 400
Up to 500
Up to 600
SiC
SiC
Al2O3
Al2O3
Al2O3
Up to 700
hard ferrous
Al2O3
Up to 800
> 800
Al2O3
CBN
diamond
diamond
P phenolic
R rubber
Bond
P or R
P or R
P or R
P or R
P or R
P or
R&R
P or
R&R
P or R
P or R
M
Bond
Hardness
Hard
med hard
Hard
med hard
Medium
med soft
Soft
Hard
very hard
ext hard
b.
Mounting
Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan
akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan pemolesan
akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang berupa kawat, spesimen lembaran logam
tipis, potongan yang tipis dan lain-lain. Untuk memudahkan penanganannya, maka
spesimen-spesimen tersebut harus ditempatkan pada suatu media (media mounting).
Secara umum syarat-syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah :
Viskositas rendah
Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting harus
kondusif
Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis
reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan material
plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang dicampur dengan
hardener atau bakelit. Penggunaan castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan
lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan
tekanan.
Penggunaan castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih
sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan.
Namun bahan castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik (lunak)
sehingga kurang cocok untuk material-material yang keras. Teknik mounting yang
paling baik adalah menggunakan thermosetting resin dengan menggunakan material
bakelit. Material ini berupa bubuk yang tersedia dengan warna yang beragam.
c. Grinding (Pengamplasan)
Tabel 2.5. Ukuran grit amplas standart Eropa dan USA (ASTM E18, 2002).
FEPA
ANSI/CAMI
125.0
Grit
Number
120
Size
(m)
116.0
P150
100.0
180
78.0
P220
68.0
220
66.0
P240
58.5
P280
52.2
240
51.8
P320
46.2
P360
40.5
280
42,3
P400
35.0
320
34.3
P500
30.2
P600
25.8
360
27.3
P800
21.8
400
22.1
P1000
18.3
500
18.2
P1200
15.3
600
14.5
P1500
12.6
800
11.5
P2000
10.3
1000
9.5
P2500
8.4
1500
8.0
Grit Number
Size (m)
P120
Sampel yang baru saja dipotong, atau sampel yang telah terkorosi memiliki
permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar ini harus diratakan agar pengamatan
struktur mudah untuk dilakukan. Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan kertas
amplas yang ukuran butir abrasifnya dinyatakan dengan mesh. Urutan pengamplasan
harus dilakukan dari nomor mesh yang rendah (150 mesh) ke nomor mesh yang tinggi
(2000 mesh) bisa dilihat pada Tabel 2.5. Ukuran grit pertama yang dipakai tergantung
pada kekasaran permukaan dan kedalaman kerusakan yang ditimbulkan oleh
pemotongan.
Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air.
Air berfungsi sebagai pemidah geram, memperkecil kerusakan akibat panas yang
timbul yang dapat merubah struktur mikro sampel dan memperpanjang masa
pemakaian kertas amplas. Hal lain yang harus diperhatikan adalah ketika melakukan
perubahan arah pengamplasan, maka arah yang baru adalah 450 atau 900 terhadap arah
sebelumnya.
d. Polishing (Pemolesan)
Setelah diamplas sampai halus, sampel harus dilakukan pemolesan.
Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus bebas goresan
dan mengkilap seperti cermin dan menghilangkan ketidakteraturan sampel hingga orde
0.01 m. Permukaan sampel yang akan diamati di bawah mikroskop harus rata. Apabila
permukaan sampel kasar atau bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan
sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang dari mikroskop dipantulkan secara
acak oleh permukaan sampel.
Tahap pemolesan dimulai dengan pemolesan kasar terlebih dahulu kemudian
dilanjutkan dengan pemolesan halus. Ada 3 metode pemolesan antara lain yaitu sebagai
berikut :
1. Pemolesan elektrolit kimia
Hubungan rapat arus dan tegangan bervariasi untuk larutan elektrolit dan material
yang berbeda dimana untuk tegangan, terbentuk lapisan tipis pada permukaan, dan
hampir tidak ada arus yang lewat, maka terjadi proses etsa. Sedangkan pada
tegangan tinggi terjadi proses pemolesan.
2. Pemolesan kimia mekanis
Merupakan kombinasi antara etsa kimia dan pemolesan mekanis yang dilakukan
serentak di atas piringan halus. Partikel pemoles abrasif dicampur dengan larutan
pengetsa yang umum digunakan.
3. Pemolesan elektro mekanis (Metode Reinacher)
e. Etching (Etsa)
Etsa merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara
selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik
menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel, sehingga detil struktur yang
akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam. Untuk beberapa material, struktur
mikro baru muncul jika diberikan zat etsa. Sehingga perlu pengetahuan yang tepat
untuk memilih zat etsa yang tepat.
1. Etsa kimia
Merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan larutan kimia, lihat
Tabel 2.6 dimana zat etsa yang digunakan memiliki karakteristik tersendiri
sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang diamati.
2. Elektro etsa (Etsa Elektrolitik)
Merupakan proses etsa dengan menggunakan reaksi elektroetsa. Cara ini
dilakukan dengan pengaturan tegangan dan kuat arus listrik serta waktu
pengetsaan. Etsa jenis ini biasanya khusus untuk stainless steel karena dengan
etsa kimia susah untuk medapatkan detil strukturnya.
Tabel 2.6 Jenis-jenis Etsa kimia pada uji mikrografi material (ASTM Handbook E18,
2002).
6H HCL plus 2 gl
hexametylene tetamine
3 mL HCL
4 mL 2-Butyne-, 4 diol
inhibitor
50 mL water
49 mL water
49 mL HCL
2 mL Rodine -50
Inhibitor
6 g sodium cyanide
5 g sodium sulphite
100 mL distiled water
10 g ammonium
citrate
100 mL distiled water
70 mL
orthophosphoric acid
32 g chromic acid
130 mL water
8 0z endox 214
powder
1000 mL cold water (
add small amount of
photo-flo)
2.
Gambar 2.8. Piringan cakram sepeda motor Honda, Suzuki, dan Yamaha
g. Metode perhitungan besar butir
Ada tiga metode yang direkomendasikan ASTM, yaitu :
1. Metode Perbandingan
Foto struktur mikro bahan dengan perbesaran 100X dapat dibandingkan
dengan grafik ASTM E11 dapat ditentukan besar butir. Nomor besar butir
ditentukan dengan rumus :
N2n-1
(2.1) Dimana N
adalah jumlah butir per inch2 dengan perbesaran 100X. Metode ini cocok untuk
sampel dengan butir beraturan.
2. Metode intercept
Plastik transparan dengan grid (bergaris kotak-kotak) diletakkan di atas foto
atau sampel. Kemudian dihitung semua butir yang berpotongan pada akhir garis
dianggap setengah. Perhitungan dilakukan pada tiga daerah agar mewakili. Nilai
diameter rata-rata ditentukan dengan membagi jumlah butir yang berpotongan
dengan panjang garis. Metode ini cocok untuk butir yang tidak beraturan.
3. Metode Planimetri
Metode ini menggunakan lingkaran yang umumnya memiliki 5000 mm2.
Perbesaran. Sehingga ada sedikitnya 75 butir yang berada di dalam lingkaran.
Kemudian hitung jumlah total semua butir dalam lingkaran ditambah setengah dari
jumlah butir yang berpotongan dengan lingkaran.
HB
2F
D D D2 - d 2
Dimana : HB =
(2.2)
diameter (mm)
Beban ( kg )
Daerah Angka
Kekerasan
10 mm
3000
96 s/d 600
10mm
1500
48 s/d 300
10mm
500
16 s/d 100
b) Metode Rockwell
Pengujian kekerasan Rockwell didasarkan pada kedalaman masuknya
penekan benda uji. Nilai kekerasan dapat langsung dibaca setelah beban utama
(2.3)
Skala
Tipe Indentor
60
100
1/16 bola
150
Intan kerucut
100
1/8 bola
100
Intan Kerucut
Baja kawakan
60
1/16 bola
150
1/8 bola
60
1/8 bola
150
bola
60
bola
100
bola
60
bola
100
bola
150
bola
mekanik
lain
sering
dapat
diperkirakan
dari
data
kekerasan,
c) Metode Vickers
Banyak masalah metalurgi yang membutuhkan penentuan kekerasan pada
permukaan yang sangat kecil misalnya penentuan kekerasan pada permukaan
terkarburasi, daerah sambungan, daerah difusi dua material yang berbeda dan penentuan
kekerasan pada part jam tangan. Untuk pengujian spesimen-spesimen sangat kecil ini,
mengunakan uji Vickers dan untuk prosedur pengujian menggunakan referensi ASTM E
384.
Pada metode ini, digunakan indentor intan berbentuk piramida dengan sudut
o
136 , seperti diperlihatkan oleh Gambar 2.10. Prinsip pengujian adalah sama dengan
metode Brinell, walaupun jejak yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar berdiagonal.
Beban yang digunakan biasanya 1 s/d 120 kg. Panjang diagonal diukur dengan skala
pada mikroskop pengujur jejak. Untuk menghitung nilai kekerasan suatu material
menggunakan rumus sebagai berikut:
D
D1 D2
2
HVN 1,854
F
D2
Panjang diagonal 2
D =
Gambar 2.10 Indentasi dengan metode Vickers (ASM Hand book, 2000)