Anda di halaman 1dari 27

Journal

Reading

SUMMARY OF CONSENSUS
REPORT ON INTRAOPERATIVE
EVALUATION IN ELDERLY

dr. Achnes Pangaribuan


DR. dr. RA Tuty K, Sp.PD-KGER, MARS, FINASIM
Dept. Of Internal Medicine FK UNUD / RSUP SANGLAH - DENPASAR

PENDAHULUAN
Peningkatan
jumlah
pasien
usia
lanjut
peningkatan kebutuhan prosedur pembedahan.

Pada Lansia terjadi penurunan cadangan fisiologis.


Kondisi ini diperberat oleh komorbiditas, penurunan
fungsi kognitif, frailty dan polifarmasi.
Dibandingkan dengan pasien lebih muda, Lansia
berada pada risiko yang relatif lebih tinggi
mortalitas dan morbiditas setelah operasi elektif dan
terutama pada operasi emergency.

Penuaan terkait dengan berbagai perubahan


fisiologis yang mempengaruhi farmakokinetik dan
farmakodinamik untuk dipertimbangkan selama
periode intraoperatif.
Perubahan patofisiologi terkait dengan penuaan
alami mempengaruhi semua organ dan jaringan,
terutama di jantung, respirasi, fungsi ginjal dan
sistem saraf pusat. Pada perkiraan kasar,
kompetensi organ berkurang sebesar 1% per tahun
di atas usia 40.

4 faktor risiko independen operasi pada


pasien yang berusia lebih dari 65:
Usia,
Kondisi umum dan komorbid (menurut
skala ASA),
Urgensi
operasi
(elektif
atau
emergency),
Jenis prosedur tindakan pembedahan.

MANAJEMEN
INTRAOPERATIF
Manajemen intraoperatif bertujuan untuk
membatasi stres akibat pembedahan dan
menghindari
kejadian
yang
lebih
memperburuk cadangan fisiologis pasien.
Tidak ada teknik universal khusus yang
disetujui untuk pasien usia lanjut tetapi
beberapa
intervensi
dapat
meningkatkanoutcome

PREMEDIKASI
Keputusan premedikasi dibuat secara individual, dengan
mempertimbangan kondisi fisik, psikologis, kemungkinan efek
samping dan interaksi dengan obat yang sudah digunakan
pasien untuk kondisi kronis.
Kemungkinan efek samping harus diperhitungkan, terutama
stimulasi paradoksikal dan gangguan pernapasan atau sirkulasi
Pasien lansia dengan gangguan cemas dapat diberikan
anxiolytic (Biasanya benzodiazepine short-acting).
Midazolam harus digunakan dengan hati-hati karena
peningkatan risiko depresi pernapasan, bahkan pada dosis yang
sangat rendah.

INDUKSI ANASTESI
Pasien lebih dari 65 tahun memiliki variabilitas
yang tinggi dalam respon terhadap obat
induksi terutama anestesi IV.
Dibandingkan dengan populasi yang lebih
muda, dosis harus lebih rendah karena
penurunan volume distribusi cairan tubuh.
Disarankan untuk memantau dengan cermat
parameter perubahan fungsi jantung pasien
selama induksi.

Dosis opioid yang digunakan untuk induksi


(fentanyl, sufentanil) perlu pengawasan ketat
risiko depresi sirkulasi dan paralisis dinding
dada.
Penggunaan
propofol,
midazolam,
opioid
bersamaan dapat meningkatkan kedalaman
anestesi. Hipotensi adalah kejadian yang umum
didapatkan, sehingga dosis obat-obatan ini harus
dititrasi. Dipilih obat yang bekerja singkat.

Antisipasi
pemanjangan
durasi
obat
neuromuskuler yang bersifat organ based
klirens. Seiring pertambahan usia, obatobatan intermediate acting bekerja lebih
lama (kecuali atrakurium dan cisatrakurium).
Lebih merekomendasikan induksi anastesi
inhalasi pada pasien usia lanjut, terutama
Sevofluran karena dapat ditoleransi dengan
baik oleh pasien lansia.

Desfluran tidak boleh digunakan


untuk induksi pada pasien dengan
risiko penyakit jantung iskemik,
ventrikular takikardia dan hipertensi
yang tidak terkontrol

ANASTESI REGIONAL VS GENERAL


ANASTESI
Anestesi regional memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan anestesi umum, termasuk jarang
menimbulkan tromboemboli, gangguan kesadaran dan
gangguan pernafasan pasca-bedah.
Anestesi dengan blok tungkai dan pleksus ideal untuk
operasi perifer.
Hipotensi lebih sering ditemukan pada pasien usia
lanjut yang menjalani anestesi spinal / epidural karena
terjadi gangguan fungsi otonom dan penurunan
penyesuaian arteri.

Anestesi regional dapat mempertahankan


status gizi dan normothermia.
Teknik ini ini juga dapat mengurangi
sensitisasi sentral sehingga mengurangi
kebutuhan analgesik opioid pasca operasi
dan meningkatkan outcome pada paruparu, jantung dan ginjal sekaligus
mengurangi
insiden
komplikasi
tromboemboli.

TATALAKSAN
A
INTRAOPERA
TIF

KONTROL SUHU TUBUH


Pasien usia lanjut lebih beresiko untuk mengalami
hipotermia, karena anastesi mempengaruhi mekanisme
termoregulator dan tingkat metabolisme basal yang
rendah.

Hipotermia intraoperatif terkait dengan komplikasi


pasca operasi, termasuk delirium pasca operasi,
disfungsi jantung, perpanjangan masa perawatan
dan penyembuhan luka yang buruk.
Sekali penderita lansia mengalami
perioperatif akan sulit untuk diterapi

hipotermi

Langkah-langkah
untuk
mencegah
hipotermia:
pemantauan berkala suhu inti tubuh,
pembersihan pasca operasi dengan cairan
yang hangat,
menggunakan sistem pemanas,
menghangatkan cairan IV,
menjaga suhu lingkungan tetap hangat,
menutupi pasien dengan selimut sebelum
dan setelah operasi.

MANAJEMEN CAIRAN
Mengelola volume intravaskular yang tepat sangat
penting
dengan
menghindari
kelebihan
dan
kekurangan pemberian cairan
Karena adanya peningkatan afterload, penurunan
respon inotropik / chronotoropic serta gangguan
respon vasokonstriksi menyebabkan pasien usia
lanjut sangat tergantung pada preload yang memadai
Pasien usia lanjut juga rentan terhadap dehidrasi
karena penyakit komorbid, penggunaan diuretik,
puasa pra operasi dan penurunan respon haus.

Asupan cairan oral hingga 2 - 3 jam sebelum


operasi, pemeliharaan cairan yang cukup serta
menghindari terapi diuretik sebelum operasi
dapat mengurangi kejadian hipotensi mendadak
setelah induksi anestesia
Hidrasi yang berlebihan juga harus dihindari
pada usia lanjut dengan gangguan jantung
karena mereka lebih rentan untuk terjadinya
kegagalan sistolik, perfusi organ yang buruk dan
penurunan GFR

TRANSFUSI DARAH
Anemia Pra-operasi
terjadi pada pasien
berkaitan dengan
penyembuhan luka
rehabilitasi.

dan pasca operasi sering


bedah yang lebih tua, dan
iskemia miokard, jatuh,
yang buruk dan penyulit

Namun, kurangnya bukti spesifik pada populasi


lanjut usia tentang kapan dan banyak transfusi
untuk mengoptimalkan konsentrasi hemoglobin
tanpa menimbulkan komplikasi transfusi.

Data pengamatan menunjukkan bahwa pasien


berusia > 65 tahun memiliki angka kematian
lebih tinggi setelah operasi mayor noncardiac
dengan nilai hematokrit pra-operasi <24%,
tetapi kematian yang lebih rendah jika
hematokrit pra-operasi adalah 30-36%, dan
kehilangan darah operasi adalah <500 ml.
Penting untuk evaluasi perdarahan yang terjadi
durante operasi untuk indikasi pemberian
transfusi

MONITORING
1. Intra-arterial blood pressure monitoring

Diindikasikan
untuk
monitoring
kejadian
Hipotensi : Penurunan Tekanan darah sistolik <
20% sebelum induksi anastesi

2. Central venous pressure

Psien dengan usia lanjut dengan komorbid


disfungsi pompa jantung sangat berisiko untuk
kelebihan cairan
Sangat
diindikasikan
pada
prosedur
pembedahan mayor dan operasi emergency

Penting untuk memantauan kateter vena sentralis


atau
arteri
pulmonalis
intraoperatif
untuk
mengukur volume darah sentral terutama pada
pasien usia lanjut yang cenderung memiliki
penurunan volume darah dalam jumlah besar atau
pergeseran cairan.
Penting untuk menaga tekanan vena sentral pada
kisaran 8-10 mmHg dan tekanan arteri pulmonalis
14-18 mmHg untuk mempertahankan output
jantung yang memadai.

3. Cerebral oxygen saturation


Desaturasi oksigen serebral > 15% iskemia
otak.
Pemantauan dan intervensi dini penurunan
Sistolik <10% dari baseline dan mempertahankan
SO2 > 95% dapat mengurangi prevalensi POD

4. Bispectral Index Monitors (BIS) or entropy


monitors
digunakan untuk memandu kedalaman anestesi
dan
sedasi, berkaitan dengan overdosis, hipotensi

5. Peripheral nerve stimulation


perubahan
farmakokinetik
dan
farmakodinamik
pada
orang
tua
mengakibatkan blokade neuromuskuler
yang berkepanjangan.

KESIMPULAN
Tujuan dari perawatan peri-operatif
yang
efektif
adalah
untuk
meningkatkan kemungkinan pansien
lanjut
usia
yang
membutuhkan
tindakan pembedahan kembali ke
kondisi pre-morbid yang sama.

THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai