Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MALPRAKTIK

OLEH:
NESA SUCI AYU ANGGARDINA
PSIK 1.1

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN S1


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KADIRI
2012

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, tufiq, hidayah, serta inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia.
Makalah ini berisi materi yang meliputi definisi malpraktik,
elemen-elemen pertanggung jawaban hukum, pembuktian malpraktik, upaya
pencegahan malpraktik, dan pasal-pasal yang terkait dengan tindakan malpraktik.
Dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan sumbangan
pemikiran dari beberapa pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
sampaikan ucapan terima kasih khususnya kepada:
1. Bu Ifana A., S.kep Ns M.Pd,dosen Bahasa Indonesia yang telah
membimbing kami dalam penyusunan makalah ini.
2. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu yang telah
membantu penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Hal ini
disebabkan terbatasnya pengetahuan yang kami miliki. Untuk itu,saran dan kritik
yang bersifat membangundari para pembaca selalu kami harapkan demi
sempurnanya makalah ini.
Akhirnya, harapan kami mudah-mudahan makalah yang sederhana ini ada
manfaatnya khususnya bagi kami dan umumnya bagi para pembaca.amin!
Kediri, 2 Januari 2012
Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................
BAB II LANDASAN TEORI
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Definisi Malpraktik.....................................................................................
3.2 Elemen-elemen pertanggung jawaban hukum (liability)............................
3.3 Pembuktian Malpraktik..............................................................................
3.4 Upaya Pencegahan Malpraktik...................................................................
3.5 Pasal-pasal yang Terkait dengan Tindakan Malpraktik..............................
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan.................................................................................................
4.2 Saran...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-haknya merupakan salah satu
indikator positif meningkatnya kesadaran hukum dalam masyarakat. Sisi
negatifnya adalah adanya kecenderungan meningkatnya kasus tenaga kesehatan,
mereka diadukan atau bahkan dituntut pasien yang akibatnya seringkali
membekas bahkan mencekam para tenaga kesehatan yang pada gilirannya akan
mempengaruhi proses pelayanan kesehatan dibelakang hari. Secara psikologis hal
ini patut dipahami mengingat berabad-abad tenaga kesehatan telah menikmati
kebebasan otonomi paternalistik yang asimitris kedudukannya dan secara tiba-tiba
didudukkan dalam kesejajaran. Masalahnya tidak setiap upaya pelayanan
kesehatan hasilnya selalu memuaskan semua pihak terutama pasien, yang pada
gilirannya dengan mudah menimpakan beban kepada pasien bahwa telah terjadi
malpraktek.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud malpraktik?
1.2.2 Apa elemen-elemen pertanggung jawaban hukum (liability) malpraktik?
1.2.3 Bagaimana pembuktian adanya malpraktik?
1.2.4 Bagaimana upaya pencegahan malpraktik?
1.2.5 Pasal berapa saja yang terkait dengan tindakan malpraktik?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 untuk mengetahui definisi malpraktik
1.3.2 untuk mengetahui elemen-elemen pertanggung jawaban hukum malpraktik
1.3.3 untuk menegetahui pembuktian malpraktik
1.3.4 untuk mengetahui upaya pencegahan malpraktik
1.3.5 untuk mengetahui pasal-pasal yang terkait dengan tindakan malprktik

BAB II
LANDASAN TEORI
Valentine mendefinisikan malpraktek sebagai kelalaian dari seseorang
dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu
pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan
terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama.

Menurut Hanafiah dan Amir, malpraktek adalah kelalaian seorang tenaga


kesehatan untuk mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan yang
lazim dipergunakan dalam merawat klien atau orang yang terluka menurut ukuran
di lingkungan yang sama.
Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa kelalaian dapat bersifat
ketidaksengajaan, kurang teliti, kurang hatihati, acuh tak acuh, sembrono, tidak
peduli terhadap kepentingan orang lain tetapi akibat tindakan bukanlah tujuannya.
Kelalaian bukan suatu pelanggaran hukum atau kejahatan. Jika kelalaian itu tidak
sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat
menerimannya, namun jika kelalaian itu mengakibatkan kerugian materi,
mencelakakan atau bahkan merenggut nyawa orang lain ini diklasifikasikan
sebagai kelalaian berat, serius dan kriminal.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Definisi Malpraktik
Malpraktik adalah kegagalan seorang profesional (misalnya, dokter dan perawat)
untuk melakukan praktik sesuai dengan standar profesi yang berlaku bagi seseorang yang
memiliki keterampilan dan pendidikan. Malpraktik merupakan batasan yang spesifik dari

kelalaian (negligence) yang ditujukan pada seseorang yang telah terlatih atau
berpendidikan yang menunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas/ pekerjaannya.
Malpraktik juga dapat diartikan sebagai kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk
menerapkan tingkat keterampilan dan pengetahuannya di dalam memberikan pelayanan
pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan dalam
mengobati dan merawat orang sakit atau terluka di lingkungan wilayah yang sama.

3.2 Elemem-elemen Pertanggung Jawaban Hukum Malpraktik

Terdiri dari 4 elemen yang harus ditetapkan untuk membuktikan bahwa


malpraktek atau kelalaian telah terjadi, yaitu:
1. Kewajiban (duty): pada saat terjadinya cedera terkait dengan
kewajibannya yaitu kewajiban mempergunakan segala ilmu dan
kepandaiannya

untuk

menyembuhkan

atau

setidak-tidaknya

meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar profesi.


2. Breach of the duty (Tidak melasanakan kewajiban): pelanggaran terjadi
sehubungan dengan kewajibannya, artinya menyimpang dari apa yang
seharusnya dilakukan menurut standar profesinya.
3. Proximate caused (sebab-akibat): pelanggaran terhadap kewajibannya
menyebabkan atau terkait dengan cedera yang dialami klien.
4. Injury (Cedera) : sesorang mengalami cedera atau kerusakan yang dapat
dituntut secara hukum.

3.3 Pembuktian Adanya Malpraktik


1. Cara langsung

Adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D, yaitu :


1. Duty (kewajiban)
Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan dengan pasien, tenaga perawatan
haruslah bertindak berdasarkan:

(1) Adanya indikasi medis.


(2) Bertindak secara hati-hati dan teliti.
(3) Bekerja sesuai standar profesi.
(4) Sudah ada informed consent.
2. Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)

Jika

seorang

tenaga

perawatan

melakukan

asuhan

keperawatan

menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang
seharusnya dilakukan menurut standar profesinya, maka tenaga perawatan
tersebut dapat dipersalahkan.
3. Direct Causation (penyebab langsung)
4. Damage (kerugian)

Tenaga perawatan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan


langsung antara penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita
oleh karenanya dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil
(outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan tenaga

perawatan. Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka


pembuktian

adanya

kesalahan

dibebankan/

harus

diberikan

oleh

penggugat (pasien).
2. Cara tidak langsung

Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi


pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya
sebagai

hasil

layanan

perawatan

(doktrin

res

ipsa

loquitur).

Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada
memenuhi kriteria:
a. Fakta tidak mungkin ada/ terjadi apabila tenaga perawatan tidak lalai
b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga
perawatan
c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain
tidak ada contributory negligence.

3.4 Upaya Pencegahan Malpraktik


1. Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan

Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis


karena adanya malpraktek, diharapkan tenaga dalam menjalankan
tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:
a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya,
karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan
perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).
b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala
kebutuhannya.
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat
sekitarnya
2. Upaya menghadapi tuntutan hukum
Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan
sehingga perawat menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga kesehatan
seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah yang aktif
membuktikan kelalaian tenaga kesehatan. Apabila tuduhan kepada

kesehatan merupakan criminal malpractice, maka tenaga kesehatan dapat


melakukan :
a. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/
menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak
menunjuk

pada

doktrin-doktrin

yang

ada,

misalnya

perawat

mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi


merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan
bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana
disyaratkan

dalam

perumusan

delik

yang

dituduhkan.

b. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan


mengajukan atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan
menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung
jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari
pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan
adalah pengaruh daya paksa. Berbicara mengenai pembelaan, ada
baiknya perawat menggunakan jasa penasehat hukum, sehingga yang
sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya. Pada perkara perdata
dalam tuduhan civil malpractice dimana perawat digugat membayar
ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalildalil penggugat, karena dalam peradilan perdata, pihak yang
mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan perkataan lain
pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar
gugatan bahwa tergugat (perawat) bertanggung jawab atas derita

(damage) yang dialami penggugat. Untuk membuktikan adanya civil


malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta
yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk
membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction
of duty) dan adanya hubungan langsung antara menterlantarkan
kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan (damage), sedangkan
yang harus membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan
dan hal inilah yang menguntungkan tenaga perawatan.
3.5 Pasal-pasal yang Terkait dengan Tindakan Malpraktik
1. Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai
menyebabkan mati atau luka-luka berat. Pasal 359 KUHP, karena kelalaian
menyebabkan orang mati :Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan
mati-nya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
2. Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebakan luka berat: Ayat (1)
Barangsiapa karena kealpaannya menyebakan orang lain mendapat lukaluka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
kurungan paling lama satu tahun. Ayat (2) Barangsiapa karena
kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehinga
menimbulkan penyakit atau alangan menjalankan pekerjaan, jabatan atau
pencaharian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.

3. Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau pekerjaan
(misalnya: dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan Iain-lain) apabila
melalaikan peraturan-peraturan pekerjaannya hingga mengakibatkan mati
atau luka berat, maka mendapat hukuman yang lebih berat pula. Pasal 361
KUHP menyatakan: Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini
dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencaharian, maka pidana
ditambah dengan pertiga, dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk
menjalankan pencaharian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim
dapat memerintahkan supaya putusnya diumumkan. Pertanggung jawaban
di depan hukum pada kriminal malpraktik adalah bersifat individual/
personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau
kepada rumah sakit/ sarana kesehatan.
4. Pasal 54 KUHP :
(1). Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian
dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
(2). Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana yang
dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga
Kesehatan.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Malpraktik merupakan batasan yang spesifik dari kelalaian (negligence) yang
ditujukan pada seseorang yang telah terlatih atau berpendidikan yang menunjukkan

kinerjanya sesuai bidang tugas/ pekerjaannya. Malpraktik juga dapat diartikan sebagai
kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk menerapkan tingkat keterampilan dan
pengetahuannya di dalam memberikan pelayanah pengobatan dan perawatan terhadap
seorang pasien yang lazim diterapkan dalam mengobati dan merawat orang sakit atau
terluka di lingkungan wilayah yang sama.
Ada empat elemen-elemen pertanggung jawaban hukum yang harus ditetapkan
untuk membuktikan bahwa malpraktik/ kelalaian telah terjadi. Empat elemen tersebut
adalah kewajiban, tidak melaksanakan kewajiban, sebab-akibat, dan cedera.
Ada dua cara pembuktian telah terjadinya malpraktik, yaitu dengan cara langsung
dan tidak langsung. Pembuktian dengan cara langsung adalah memakai tolak ukur 4D,
yaitu: kewajiban, penyimpangan dari kewajiban, penyebab langsung dan kerugian.
Ada dua upaya dalam pencegahan malpraktik. Upaya tersebut adalah upaya
pencegahan malpraktik dalam pelayanan kesehatan dan upaya menghadapi tuntutan
hukum.
Ada beberapa pasal yang terkait dengan tindakan malpraktik. Pasal-pasal tersebut
diantaranya pasal 359 KUHP, pasal 360 KUHP, pasal 361 KUHP dan pasal 54 KUHP.

4.2 Saran
Semua tenaga kesehatan harus lebih berhati-hati dalam melaksanakan
tugasnya agar tidak terjadi kesalahan profesi, yaitu malpraktik.
DAFTAR PUSTAKA

Febrian.2011.Malpraktik dalam Keperawatan.from

http://stopmalpraktik.blogspot.com/2011/01/malpraktikneglectedkelalaian.
html (diakses pada tanggal 2 januari 2012)
Rakhmawan, Agung.2009.Malpraktik dalam Pelayanan Kesehatan.from
http://muhammadjabir.wordpress.com (diakses pada tanggal 2 januari
2012)

Anda mungkin juga menyukai