Anda di halaman 1dari 10

Cerita Si KELEDAI PEMBAWA GARAM

Pada suatu hari di musim panas, tampak seekor keledai berjalan di pegunungan.
Keledai itu membawa beberapa karung berisi garam di punggungnya. Karung itu
sangat berat, sementara matahari bersinar dengan teriknya. Aduh panas sekali.
Sepertinya aku sudah tidak kuat berjalan lagi, kata keledai. Di depan sana, tampak
sebuah sungai. Ah, ada sungai! Lebih baik aku berhenti sebentar, kata keledai
dengan gembira.
Tanpa berpikir panjang, ia masuk ke dalam sungai dan byuur! Keledai itu terpeleset
dan tercebur. Ia berusaha untuk berdiri kembali, tetapi tidak berhasil. Lama sekali
keledai berusaha untuk berdiri. Anehnya, semakin lama berada di dalam air, ia
merasakan beban di punggungnya semakin ringan. Akhirnya keledai itu bisa berdiri
lagi. Ya ampun, garamnya habis! kata tuannya dengan marah. Oh, maaf! garamnya
larut di dalam air ya? kata keledai.
Beberapa hari kemudian, keledai mendapat tugas lagi untuk membawa garam.
Seperti biasa, ia harus berjalan melewati pegunungan bersama tuannya. Tak lama
lagi akan ada sungai di depan sana, kata keledai dalam hati. Ketika berjalan
menyeberangi sungai, keledai menjatuhkan dirinya dengan sengaja. Byuuur!.
Tentu saja garam yang ada di punggungnya menjadi larut di dalam air. Bebannya
menjadi ringan. Asyik! Jadi ringan! kata keledai ringan. Namun, mengetahui keledai
melakukan hal itu dengan sengaja, tuannya menjadi marah. Dasar keledai malas!
kata tuannya dengan geram.
Keesokan harinya, keledai mendapat tugas membawa kapas. Sekali lagi, ia berjalan
bersama tuannya melewati pegunungan. Ketika sampai di sungai, lagi-lagi keledai
menjatuhkan diri dengan sengaja.
Byuuur!. Namun apa yang terjadi? Muatannya menjadi berat sekali. Rupanya kapas
itu menyerap air dan menjadi seberat batu. Mau tidak mau, keledai harus terus
berjalan dengan beban yang ada di punggungnya. Keledai berjalan sempoyongan di
bawah terik matahari sambil membawa beban berat dipunggungnya.
HIKMAH : Cerita Anak KELEDAI PEMBAWA GARAM
Berpikirlah dahulu sebelum bertindak. Karena tindakan yang salah akan
menyebabkan kerugian bagi kita sendiri

Anak Penggembala dan Serigala


Seorang anak gembala selalu menggembalakan domba milik tuannya dekat suatu
hutan yang gelap dan tidak jauh dari kampungnya. Karena mulai merasa bosan tinggal
di daerah peternakan, dia selalu menghibur dirinya sendiri dengan cara bermainmain dengan anjingnya dan memainkan serulingnya.
Suatu hari ketika dia menggembalakan dombanya di dekat hutan, dia mulai berpikir
apa yang harus dilakukannya apabila dia melihat serigala, dia merasa terhibur
dengan memikirkan berbagai macam rencana.
Tuannya pernah berkata bahwa apabila dia melihat serigala menyerang kawanan
dombanya, dia harus berteriak memanggil bantuan, dan orang-orang sekampung akan
datang membantunya. Anak gembala itu berpikir bahwa akan
terasa lucu apabila dia pura-pura melihat serigala dan berteriak
memanggil orang sekampungnya datang untuk membantunya. Dan
anak gembala itu sekarang walaupun tidak melihat seekor
serigala pun, dia berpura-pura lari ke arah kampungnya dan
berteriak sekeras-kerasnya, "Serigala, serigala!"
Seperti yang dia duga, orang-orang kampung yang mendengarnya
berteriak, cepat-cepat meninggalkan pekerjaan mereka dan berlari ke arah anak
gembala tersebut untuk membantunya. Tetapi yang mereka temukan adalah anak
gembala yang tertawa terbahak-bahak karena berhasil menipu orang-orang
sekampung.
Beberapa hari kemudian, anak gembala itu kembali berteriak, "Serigala! serigala!",
kembali orang-orang kampung yang berlari datang untuk menolongnya, hanya
menemukan anak gembala yang tertawa terbahak-bahak kembali.
Pada suatu sore ketika matahari mulai terbenam, seekor serigala benar-benar
datang dan menyambar domba yang digembalakan oleh anak gembala tersebut.
Dalam ketakutannya, anak gembala itu berlari ke arah kampung dan berteriak,
"Serigala!

serigala!" Tetapi

walaupun

orang-orang

sekampung mendengarnya

berteriak, mereka tidak datang untuk membantunya. "Dia tidak akan bisa menipu
kita lagi," kata mereka.
Serigala itu akhirnya berhasil menerkam dan memakan banyak domba yang
digembalakan oleh sang anak gembala, lalu berlari masuk ke dalam hutan kembali.

Pembohong tidak akan pernah di percayai lagi, walaupun saat itu mereka berkata
benar

Tikus Kota dan Tikus Desa

Seekor tikus kota suatu ketika berkunjung ke teman sekaligus kerabatnya yang
tinggal di pedesaan. Sebagai makan siang, tikus desa
menyediakan gandum, akar-akaran, kacang-kacangan
dan air dingin sebagai minuman pelepas dahaga.
Tikus kota makan dengan sangat sopannya, mencicipi
sedikit ini dan itu, dan tingkah lakunya yang sopan
saat memakan makanan yang sederhana itu, cukup
jelas terlihat sebagai basi-basi saja.
Setelah makan, kedua tikus berbincang-bincang cukup panjang, tikus kota
menceritakan tentang kehidupan di kota, sedangkan tikus desa mendengarkan
ceritanya. Mereka berdua akhirnya tidur dengan tenang dan nyaman di sarang yang
nyaman di antara semak-semak dan pepohonan sampai pagi hari. Dalam tidurnya,
tikus desa bermimpi bahwa dia adalah seekor tikus kota dengan segala kemewahan
dan keindahan kehidupan kota seperti yang temannya ceritakan tadi siang. Sehingga
saat hari berikutnya ketika tikus kota mengajak tikus desa untuk berkunjung ke
rmahnya

di

kota,

dengan

senang

tikus

desa

mengiyakannya.
Ketika mereka mencapai rumah besar di mana tikus kota
tersebut tinggal, mereka menemukan meja ruang makan
penuh dengan makanan sisa yang lezat. Di atas meja
tersebut mereka mendapatkan manisan, agar-agar, keju
yang lezat, semua jenis makanan yang menggoda yang
pernah dibayangkan oleh sang Tikus. Tetapi saat tikus
desa akan mencicipi sedikit makanan, dia mendengar
seekor kucing yang mengeong keras sambil menggarukgaruk pintu dengan cakarnya. Dalam rasa takut yang
sangat besar, tikus-tikus tersebut berlari sembunyi dan berdiam diri untuk waktu
yang lama, seolah-olah bernapas pun mereka takut. Ketika akhirnya mereka bisa

kembali ke meja makan, pintu terbuka tiba-tiba dan masuklah pelayan untuk
membersihkan meja, diikuti oleh seekor anjing rumah.
Tikus desa singgah di sarang tikus kota sebentar hanya untuk mengambil tas dan
payungnya.
"Kamu mungkin memiliki kemewahan dan segala sesuatu yang lezat yang tidak saya
miliki," kata tikus desa sambil beranjak pergi tergesa-gesa, "Tetapi saya lebih
memilih makanan dan kehidupan sederhana di desa dengan segala kedamaian dan
ketenangan di sana."

Kehidupan sederhana yang aman lebih baik dibandingkan kehidupan mewah yang
dikelilingi oleh rasa takut dan ketidak-pastian.
Serigala dan Kambing Kecil

Suatu ketika, ada seekor kambing kecil yang tanduknya mulai tumbuh dan membuat
dia berpikir bahwa saat itu dia sudah dewasa dan bisa menjaga dirinya
sendiri. Suatu sore ketika gerombolan kambing mulai pulang ke peternakan kembali
dan ibunya sudah memanggilnya, anak kambing tersebut tidak memperhatikan dan
memperdulikan panggilan ibunya. Dia tetap tinggal di lapangan rumput tersebut dan
mengunyah rumput-rumput yang halus disekelilingnya. Beberapa saat kemudian
ketika dia mengangkat kepalanya, dia melihat gerombolan kambing termasuk ibunya
sudah tidak ada lagi.
Sekarang dia tinggal sendirian. Matahari sudah terbenam. Bayangan panjang mulai
menutupi tanah. Angin dingin mulai datang bertiup dan membuat suara yang
menakutkan. Anak kambing tersebut mulai gemetar karena takut dia akan bertemu
dengan serigala. Kemudian dia mulai lari sekencang-kencangnya melewati lapangan
rumput untuk pulang ke peternakan, sambil mengembik-embik memanggil ibunya.
Tetapi di tengah jalan, dekat pohon perdu, apa yang ditakutkan benar-benar
terjadi, seekor serigala telah berdiri di sana memandangnya dengan wajah lapar.
Kambing kecil itu tahu bahwa kecil harapan untuk dia bisa lolos dari sergapan
serigala tersebut.
"Tolonglah, tuan Serigala," katanya dengan gemetar, "Saya tahu kamu akan memakan
saya. Tetapi pertama kali, nyanyikanlah saya sebuah lagu dengan suling mu, karena
saya ingin menari dan bergembira selama saya bisa."

Serigala tersebut menyukai gagasan dari kambing kecil tadi,


bermain musik sebelum makan, jadi serigala itu mengeluarkan
serulingnya dan mulai memainkan lagu gembira dan kambing
kecil itu meloncat-loncat menari bergembira.
Sementara gerombolan kambing tadi bergerak pulang ke
peternakan, di keheningan sore yang mulai beranjak gelap,
suara seruling dari serigala sayup-sayup terdengar. Anjinganjing gembala yang menjaga gerombolan kambing tersebut lansung menajamkan
telinganya dan mengenali lagu yang dimainkan oleh serigala, dan dengan cepat
anjing-anjing gembala tersebut lari ke arah serigala tersebut dan menyelamatkan
kambing kecil yang sedang menari-nari.
Serigala yang hendak memakan kambing kecil tadi akhirnya lari dikejar-kejar oleh
anjing gembala, dan berpikir betapa bodohnya dia, memainkan lagu dengan seruling
untuk si kambing kecil pada saat dia seharusnya sudah menerkamnya langsung.

pesan moral: Jangan biarkan apapun membuat kamu berbalik melupakan tujuan
utamam
Kucing dan Tikus Tua yang Berpengalaman

Di suatu masa, ada seekor kucing yang sangat


awas dan sigap sehingga tikus-tikus takut
memperlihatkan dirinya karena takut dimangsa
oleh sang Kucing. Kucing tersebut selalu siapsiaga denga cakarnya, siap untuk menerkam.
Akhirnya tikus-tikus tersebut tidak berani
berkeliaran terlalu jauh dari sarang mereka,
sehingga

sang

Kucing

harus

menggunakan

akalnya untuk menangkap mereka. Suatu hari


sang Kucing naik ke atas rak, menggantungkan
dirinya dengan satu kakinya pada tali, dengan
kepala menghadap ke bawah, seolah-olah telah
meninggal.
Saat tikus-tikus melihat posisi kucing seperti itu, mereka menyangka bahwa sang
Kucing di gantung seperti itu karena melakukan kesalahan. Dengan hati-hati, mereka
mengeluarkan kepala mereka dari sarang dan mengendus-endus kesana-kemari.
Karena tidak terjadi apa, mereka akhirnya melompat keluar dari sarang dan menarinari dengan gembira untuk merayakan kebebasan mereka.

Saat itulah sang Kucing tiba-tiba melepaskan pegangannya pada tali, dan sebelum
tikus-tikus tersebut tersadar dari rasa terkejut mereka, sang Kucing telah
menangkap tiga sampai empat ekor tikus.
Sekarang tikus-tikus makin berhati-hati. Tetapi sang Kucing yang selalu ingin
menangkap tikus, membuat tipuan yang lain. Mengguling-gulingkan tubuhnya ke
tempat terigu hingga tubuhnya tertutup sepenuhnya oleh terigu, lalu sang Kucing
berbaring diam-diam dengan satu mata terbuka.
Yakin bahwa keadaan aman, tikus-tikus mulai keluar kembali dari sarang. Saat sang
Kucing yang berbaring diam, telah siap-siap untuk menerkam tikus-tikus tersebut,
seekor tikus tua yang berpengalaman dengan tipuan sang Kucing, dan pernah
kehilangan ekornya akibat kecerobohannya di masa muda, berdiri sambil menjaga
jarak di dekat sarang mereka.
"Hati-hati!" teriaknya. "Mungkin terigu itu kelihatan seperti tumpukan makanan
yang lezat, tetapi sepertinya itu adalah tipuan dari sang Kucing. Apapun itu, lebih
baik kalian semua berhati-hati dan menjaga jarak yang aman."

Orang yang bijaksana tidak akan membiarkan dirinya tertipu kedua kalinya
Burung Lark yang Bersarang di Ladang Gandum
Seekor burung Lark (*burung jenis ini, tidak membangun sarangnya di pohon, tetapi

di permukaan tanah) membangun sarangnya di permukaan tanah pada suatu ladang


gandum. Seiring dengan berjalannya waktu, gandum ini tumbuh makin tinggi, begitu
pula dengan anak-anak burung Lark yang tumbuh makin kuat. Suatu hari, ketika bijibiji gandum yang terlihat kuning keemasan terayun-ayun saat tertiup angin, sang
Petani dan anaknya datang ke ladang tersebut.
"Gandum ini telah siap untuk kita panen," kata sang Petani. "Kita harus memanggil
tetangga-tetangga dan teman-teman untuk membantu kita memanennya."
Anak-anak burung Lark yang masih muda dan kebetulan mendengar pembicaraan
tersebut menjadi takut, karena mereka mengerti bahwa hidup mereka berada dalam
keadaan bahaya apabila mereka tidak pindah dari sarangnya saat para pemanen
datang. Ketika induk burung datang membawakan mereka
makanan, mereka langsung menceritakan apa yang telah
mereka dengarkan.
"Janganlah takut anak-anakku," kata sang Induk Burung. "Jika
petani mengatakan akan memanggil tetangga dan teman-

temannya untuk membantunya mengerjakan pekerjaannya, gandum-gandum ini tidak


akan dipanen dalam waktu dekat.
Beberapa hari kemudian, gandum-gandum di ladang menjadi sangat matang, dan
disaat angin bertiup menggoyangkan batangnya, beberapa butir biji gandum jatuh
bertaburan di atas kepala burung Lark yang masih muda.
"Jika gandum ini tidak kita panen dalam waktu dekat," kata sang Petani, "kita akan
kehilangan setengah dari hasil panen. Kita tidak dapat menunggu datangnya bantuan
dari teman-teman kita. Besok kita harus memulai pekerjaan kita, tanpa bantuan
orang lain."
Ketika burung Lark muda memberi tahu induknya tentang segala sesuatu yang
mereka dengar dari sang Petani, Induknya berkata: Kalau begitu, kita harus
meninggalkan sarang ini secepatnya. Saat seorang manusia mengambil keputusan
untuk mengerjakan pekerjaannya sendiri tanpa tergantung pada orang lain, yakinlah
bahwa mereka tidak akan menunda pekerjaannya lagi."
Sore itu juga, semua anak-anak burung mengepak-ngepakkan sayapnya dan mencoba
untuk terbang, dan saat matahari terbit pada keesokan harinya, Petani dan anakanaknya mulai bekerja memotong dan memanen gandum yang telah matang. Di ladang
gandum tersebut, mereka menemukan sebuah sarang burung Lark yang telah kosong
dan ditinggalkan oleh penghuninya.

Bekerja sendiri dan tidak bergantung pada bantuan orang lain, adalah hal yang
terbaik.
Fabel Buaya Perompak
Alkisah, Sungai Tulang Bawang sangat terkenal dengan keganasan buayanya. Setiap nelayan
yang melewati sungai itu harus selalu berhati-hati. Begitupula penduduk yang sering mandi
dan mencuci di tepi sungai itu. Menurut cerita, sudah banyak manusia yang hilang begitu
saja tanpa meninggalkan jejak sama sekali.
Pada suatu hari, kejadian yang mengerikan itu terulang kembali. Seorang gadis cantik yang
bernama Aminah tiba-tiba hilang saat sedang mencuci di tepi sungai itu. Anehnya, walaupun
warga sudah berhari-hari mencarinya dengan menyusuri tepi sungai, tapi tidak juga
menemukannya. Gadis itu hilang tanpa meninggalkan jejak sedikit pun. Sepertinya ia sirna
bagaikan ditelan bumi. Warga pun berhenti melakukan pencarian, karena menganggap bahwa
Aminah telah mati dimakan buaya.
Sementara itu, di sebuah tempat di dasar sungai tampak seorang gadis tergolek lemas. Ia
adalah si Aminah. Ia baru saja tersadar dari pingsannya.
Ayah, Ibu, aku ada di mana? gumam Aminah setengah sadar memanggil kedua orangtuanya.
Dengan sekuat tenaga, Aminah bangkit dari tidurnya. Betapa terkejutnya ia ketika
menyadari bahwa dirinya berada dalam sebuah gua. Yang lebih mengejutkannya lagi, ketika
ia melihat dinding-dinding gua itu dipenuhi oleh harta benda yang tak ternilai harganya. Ada

permata, emas, intan, maupun pakaian indah-indah yang memancarkan sinar berkilauan
diterpa cahaya obor yang menempel di dinding-dinding gua.
Wah, sungguh banyak perhiasan di tempat ini. Tapi, milik siapa ya? tanya Aminah dalam
hati.
Baru saja Aminah mengungkapkan rasa kagumnya, tiba-tiba terdengar sebuah suara lelaki
menggema.
Hai, Gadis rupawan! Tidak usah takut. Benda-benda ini adalah milikku.
Alangkah terkejutnya Aminah, tak jauh dari tempatnya duduk terlihat samar-samar seekor
buaya besar merangkak di sudut gua.
Anda siapa? Wujud anda buaya, tapi kenapa bisa berbicara seperti manusia? tanya Aminah
dengan perasaan takut.
Tenang, Gadis cantik! Wujudku memang buaya, tapi sebenarnya aku adalah manusia seperti
kamu. Wujudku dapat berubah menjadi manusia ketika purnama tiba., kata Buaya itu.
Kenapa wujudmu berubah menjadi buaya? tanya Aminah ingin tahu.
Dulu, aku terkena kutukan karena perbuatanku yang sangat jahat. Namaku dulu adalah
Somad, perampok ulung di Sungai Tulang Bawang. Aku selalu merampas harta benda setiap
saudagar yang berlayar di sungai ini. Semua hasil rampokanku kusimpan dalam gua ini, jelas
Buaya itu.
Lalu, bagaimana jika Anda lapar? Dari mana Anda memperoleh makanan? tanya Aminah.
Kalau aku butuh makanan, harta itu aku jual sedikit di pasar desa di tepi Sungai Tulang
Bawang saat bulan purnama tiba. Tidak seorang penduduk pun yang tahu bahwa aku adalah
buaya jadi-jadian. Mereka juga tidak tahu kalau aku telah membangun terowongan di balik
gua ini. Terowongan itu menghubungkan gua ini dengan desa tersebut, ungkap Buaya itu.
Tanpa disadarinya, Buaya Perompak itu telah membuka rahasia gua tempat kediamannya. Hal
itu tidak disia-siakan oleh Aminah. Secara seksama, ia telah menyimak dan selalu akan
mengingat semua keterangan yang berharga itu, agar suatu saat kelak ia bisa melarikan diri
dari gua itu.
Hai, Gadis Cantik! Siapa namamu? tanya Buaya itu.
Namaku Aminah. Aku tinggal di sebuah dusun di tepi Sungai Tulang Bawang, jawab Aminah.
Wahai, Buaya! Bolehkah aku bertanya kepadamu? tanya Aminah Ada apa gerangan,
Aminah? Katakanlah! jawab Buaya itu.
Mengapa Anda menculikku dan tidak memakanku sekalian? tanya Aminah heran.
Ketahuilah, Aminah! Aku membawamu ke tempat ini dan tidak memangsamu, karena aku
suka kepadamu. Kamu adalah gadis cantik nan rupawan dan lemah lembut. Maukah Engkau
tinggal bersamaku di dalam gua ini? tanya Buaya itu.
Mendengar pertanyaan buaya itu, Aminah jadi gugup. Sejenak, ia terdiam dan termenung.
Ma maaf, Buaya! Aku tidak bisa tinggal bersamamu. Orangtuaku pasti akan mencariku,
jawab Aminah menolak.
Agar Aminah mau tinggal bersamanya, buaya itu berjanji akan memberinya hadiah
perhiasan.
Jika Engkau bersedia tinggal bersamaku, aku akan memberikan semua harta benda yang
ada di dalam gua ini. Akan tetapi, jika kamu menolak, maka aku akan memangsamu, ancam
Buaya itu.
Aminah terkejut mendengar ancaman Buaya itu. Namun, hal itu tidak membuatnya putus
asa. Sejenak ia berpikir mencari jalan agar dirinya bisa selamat dari terkaman Buaya itu.
Baiklah, Buaya! Aku bersedia untuk tinggal bersamamu di sini, jawab Aminah setuju.
Rupanya, Aminah menerima permintaan Buaya itu agar terhindar dari acamana Buaya itu, di
samping sambil menunggu waktu yang tepat agar bisa melarikan diri dari gua itu.
Akhirnya, Aminah pun tinggal bersama Buaya Perompak itu di dalam gua. Setiap hari Buaya
itu memberinya perhiasan yang indah dan mewah. Tubuhnya yang molek ditutupi oleh

pakaian yang terbuat dari kain sutra. Tangan dan lehernya dipenuhi oleh perhiasan emas
yang berpermata intan.
Pada suatu hari, Buaya Perompak itu sedikit lengah. Ia tertidur pulas dan meninggalkan
pintu gua dalam keadaan terbuka. Melihat keadaan itu, Aminah pun tidak ingin menyianyiakan kesempatan.
Wah, ini kesempatan baik untuk keluar dari sini, kata Aminah dalam hati.
Untungnya Aminah sempat merekam dalam pikirannya tentang cerita Buaya itu bahwa ada
sebuah terowongan yang menghubungkan gua itu dengan sebuah desa di tepi Sungai Tulang
Bawang. Dengan sangat hati-hati, Aminah pun keluar sambil berjingkat-jingkat. Ia sudah
tidak sempat berpikir untuk membawa harta benda milik sang Buaya, kecuali pakaian dan
perhiasan yang masih melekat di tubuhnya.
Setelah beberapa saat mencari, Aminah pun menemukan sebuah terowongan yang sempit di
balik gua itu dan segera menelusurinya. Tidak lama kemudian, tak jauh dari depannya
terlihat sinar matahari memancar masuk ke dalam terowongan. Hal itu menandakan bahwa
sebentar lagi ia akan sampai di mulut terowongan. Dengan perasaan was-was, ia terus
menelusuri terowongan itu dan sesekali menoleh ke belakang, karena khawatir Buaya
Perompak itu terbangun dan membututinya. Ketika ia sampai di mulut terowongan,
terlihatlah di depannya sebuah hutan lebat. Alangkah senangnya hati Aminah, karena
selamat dari ancaman Buaya Perompak itu.
Terima kasih Tuhan, aku telah selamat dari ancaman Buaya Perompak itu, Aminah berucap
syukur.
Setelah itu, Aminah segera menyusuri hutan yang lebat itu. Setelah beberapa jauh
berjalan, ia bertemu dengan seorang penduduk desa yang sedang mencari rotan.
Hai, Anak Gadis! Kamu siapa? Kenapa berada di tengah hutan ini seorang diri? tanya
penduduk desa itu.
Aku Aminah, Tuan! jawab Aminah.
Setelah itu, Aminah pun menceritakan semua peristiwa yang dialaminya hingga ia berada di
hutan itu. Oleh karena merasa iba, penduduk desa itu pun mengantar Aminah pulang ke
kampung halamannya. Sesampai di rumahnya, Aminah pun memberikan penduduk desa itu
hadiah sebagian perhiasan yang melekat di tubuhnya sebagai ucapan terima kasih.
Akhirnya, Aminah pun selamat kembali ke kampung halamannya. Seluruh penduduk di
kampungnya menyambutnya dengan gembira. Ia pun menceritakan semua kejadian yang telah
menimpanya kepada kedua orangtuanya dan seluruh warga di kampungnya. Sejak itu, warga
pun semakin berhati-hati untuk mandi dan mencuci di tepi Sungai Tulang Bawang.
Demikian cerita Buaya Perompak dari darah Tulang Bawang, Lampung, Indonesia. Cerita di
atas termasuk kategori dongeng yang mengandung pesan-pesan moral yang dapat dijadikan
pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Setidaknya ada dua pesan moral yang dapat dipetik
dari cerita di atas yaitu, keutamaan sifat tidak mudah putus asa dan keburukan sifat suka
merampas hak milik orang lain.
Pertama, keutamaan sifat tidak mudah putus asa. Sifat ini ditunjukkan oleh sikap dan
perilaku Aminah yang tidak mudah putus asa menghadapi ancaman Buaya Perompak. Dengan
kecerdikannya, ia pun berhasil mengelabui Buaya Perompak itu dan berhasil menyelamatkan
diri. Dari hal ini dapat dipetik sebuah pelajaran bahwa sifat tidak mudah putus asa dapat
melahirkan pikiran-pikiran yang jernih.
Kedua, keburukan sifat suka merampas hak milik orang lain. Sifat ini ditunjukkan oleh sikap
dan perilaku Somad (perompak) yang senantiasa merampas harta benda setiap penduduk
yang melewati Sungai Tulang Bawang. Akibat perbuatan jahatnya tersebut, ia pun terkena
kutukan menjadi seekor buaya.
Unsur-unsur intrinsiknya:
1. Tema
: Buaya perompak
2. Seting

a. Tempat
b. Waktu
c.Suasana
3.Alur
4.Penokohan
a.Protagonis
b.Antagonis
c.Tritagonis
d.Figuran
5.Amanat
6.Sudut pandang
7.Gaya bahasa

: Sungai, gua
: Berhari
: Mengagumkan, tegang.
: Mundur.
: Aminah,
: Buaya ( Somad)
: Orang yang mencari rotan dihutan
: Warga
: -Tetaplah berusaha meski belum membuahkan hasil.
-Jangan suka merampas hak milik Orang lain
: Serba tau
: Peribahasa.

Anda mungkin juga menyukai