Fitofarmaka 2
Fitofarmaka 2
A. Pendahuluan
Fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang telah
mementuh persyaratan (Permenkes RI No.760, 1992).
Sediaan obat dalam bentuk ekstrak (monoekstrak) mengandung camapuran
senyawa kimia yang kompleks. Masing-masing komponen senyawa mempunyai efek
yang berbeda-beda dengan efek yang ditimbulkan secara keseluruhan. Komponen
senyaw yang terkandung dalam suatu sediaan ekstrak dapat dibedakan atas: 1).
senyawa aktif utama, 2). Senyawa akti sampingan, 3). Senyawa ikutan (antara lain:
selulosa, amilum, gula, lignin, protein, lemak). Keseluruhan senyawa tersebut akan
berperan sehingga menimbulkan efek keseluruhan yang ada. Golongan senyawa
yang aktivitasnya dominan disebut senyawa aktif utama (hanya pada beberapa
sediaan saja dapat diterangkan; terutama pada senyawa-senyawa aktif yang sudah
benar-benar diketahui). Adapun pengaruh-pengaruh golongan senyawa lain dapat
memperkuat atau memperlemah efek akhirnya secara keseluruhan.
Sediaan ekstrak dapat dibuat pada simplisia yang mempunyai:
1. Senyawa aktif belum diketahui secara pasti.
2. Senyawa aktif sudah dikenal, tetapi dengan isolasi, harganya menjadi lebih
mahal.
3. Senyawa aktif sudah diketahui tetapi dalam bentuk murni tidak stabil.
4. Efektivitas tumbuhan hanya dalam bentuk segar saja, bila telah melalui proses
pengeringan menjadi tidak berefek.
5. Efek yang timbul merupakan hasil sinergisme.
6. Efek samping berkurang bila dibanding dengan bentuk murni.
7. Efek tidak spesifik, hanya efek psikosomatik.
8. indeks terapetik dalam bentuk campuran relatif lebih lebar bila dibanding
dengan indeks terapi dalam bentuk murni.
B. Standardisasi
Standaridisasi adalah penetapan kualitas suatu bahan obat menggunakan
senyawa atu bahan baku pembanding dan didasarkan atas suatu harga rentang tertentu
(nilai terendah dan nilai tertinggi). Suatu bahan obat yang telah terstandarisisr berarti
mempunyai nilai terendah dan nilai tertinggi.
belladonae mengandung paling sedikit 1,3% dan paling tinggi 1,45% alkaloid
hiosiamin. Bila hanya dinyatakan dengan satu harga tidaklah berarti bahwa bahan
obat tersebut terstandardisir misalnya ekstrak Timi mengandung paling sedikit 0,03%
fenol dihitung sebagai timol. Standardisasi untuk suatu produk sediaan obat (ekstrak)
adalah stuatu persyaratan dapat diwujudkannya reprodusibilitas terhadap kualitas
farmasetik maupun terapetik. Pada upaya standardisasi tersebut perlu ditentukan
persyaratan standard yang diharuskan. Pada pelaksanaan standardisasi tersebut perlu
pula dilakukan dengan berbagai macam metode (pengujian multifaktorial).
Standardisasi suatu sediaan obat (ekstrak) tidaklah sulit bila senyawa aktif yang
ebrperan telah diketahui dengan pasti. Pada prinsipnya standardisasi dapt didasarkan
atas senyawa aktif, kelompok senyawa aktif maupun atas dasar senyawa karakter
(bila senyawa aktif belum diketahui dengan pasti). Bila digunakan senyawa karakter
pada upaya standardisasi, maka dalam hal ini hanyalah bertujuan untuk dapat
membantu menentukan kualitas bahan obat tersebut. Senyawa karakter yang dipakai
haruslah spesifik dan digunakan selama senyawa aktif belum diketahui dengan pasti.
Standardisasi dapat dilakukan seara fisika, kimia, maupun biologik.
Pada prinsipnya standardisasi suatu bahan obat / sediaan obat dilakukan mulai
dari bahan baku sampai dengan sediaan jadi (mulai dari proses penanaman sehingga
akan terwujud suatu homogenoitas bahan baku). Pengontrolan yang ketat terhadap
bahan baku hasil kultivasi (pemilihan bibit, pengontrolan lahan penanaman, saat
panen, pengeringan dan atau pengontrolan terhadap setiap tahap proses dari bahan
baku sampai dengan bentuksediaan jadi) dapat diharapkan terwujudnya suatu
homogenitas bahan obat / sediaan fitofarmaka.
kualitas sediaan jadi diperlukan berbagai segi yang harus diperhatikan yaitu:
Metode
kromatografi merupakan metode yang mempunyai arti penting. Hal ini dikarenakan
dapat dideteksinya senyawa-senyawa yang terlebi dahulu dipisahkan dan dapat
dilakukan pula pengujian kualitatif atas dasar kromatogram secara keseluruhan
(fingerprint). Disamping kromatografi lapisan tipis dapat pula dilakukan dengan
kromatografi kinerja tinggi dan kromatografi gas.
3. Pengujian kemurnian ekstrak/sediaan
Dalam hal ni termasuk pengujian terhadap senyawa-senyawa ikutan yang
dakibatkan dari proses pembuatan dari tahap awal sampai tahap akhir.
4. Kadar air
Kadar air yang relatif besar pada sediaan-sediaan ekstrak kering (yang
mengandung glikosida) akan mempengaruhi stabilitas sediaan karena kemungkinan
terjadinya hidrolisis. Untuk keperluan ini maka perlu ditentukan batas kadar air yang
tertinggi.
5. Logam berat
Kadar logam berat perlu ditentukan untuk menghindari efek yang tidak
diinginkan. Untuk keperluan ini dapat digunakan kadar logam berat secara total
maupun secara individual (Spektrofotometer Serapan Atom).
6. Senyawa logam
Pada sediaan ekstrak dapat pula tercemar dengan senyawa-senyawa logam
(anorganik) selama proses penyiapannya.
senyawa anorganik ini dapat dilakukan pengujian tentang kadar abu atau kadar abu
sulfat.
7. Kontaminan alkali dan asam
Pengujian terhadap kontaminan tersebut penting, bila berpengaruh terhadap
stabilitas ekstrak. Prosedur yang sederhana adalah dengan mengukur pH sediaan
dalam bentuk larutan dalam air atau suspensi.
digunakan kertas indikator maupun pH meter (pH meter merupakan alat yang lebih
cocok bila dibanding dengan kertas indikator, karena warna kertas indikator dapat
terpengaruh dengan warna dari sediaan).
8. Susut pengeringan.
Pengukurang sisa zat setelah pengeraingan pada temperatur 105oC selama 30
menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai prosen. Dalam hal
khusus (jika bahan tidak mengandung minyak menguap / atsiri dan sisa pelarut
organik menguap) identik dengan kadar air, yaitu kandungan air karena berada di
atmosfer / lingkungan udara terbuka.
9. Kadar residu pestisida.
Menentukan kandungan sisa pestisida yang mungkin sja pernah ditambahka
atau mengkontaminasi pada bahan simplisia pembuatan ekstrak.
10. Cemaran mikroba
Menentukan (identifikasi) adanya mikroba yang patogen secara analisis
mikrobiologis.
senyawa aktif utama. Contoh yang lain adalah daun senna, kadar total hidroksi
antrasena dihitung sebagai sennosid B.
dari segi farmasetik-analitik serta biologik. Atas dasar hal tersebut, apabila senyawa
aktif belum diketahui, maka prose pembakuan menjadi sulit dilakukan.
Jika senyawa aktif belum diketahui, maka pembakuan didasarkan atas
senyawa karakter. Pembakuan yang didasarkan atas senyawa aktif atau senyawa
karakter tersebut sangat essensial dalam rangka pembuktian identitas dan kemurnian
simposia (terutama senyawa karakter).
Fitofarmaka pada dasarnya merupakan produk modernisasi penggunaan
tradisional, sehingga ekstrak-ekstrak yang dibuat haruslah mempunyai komponen
kandungna yang sama seperti yang digunakan oleh masyarakat.
F. Industri Fitofarmaka
Pada obat modern, beberapa obat yang berasal dari tanaman kebanyakan
digunakan sebagai senyawa murni dan beberapa merupakan ekstrak atau tingtur
terstandardisasi (tabel 2: ekstraks terstandardisasi yang saat ini digunakan untuk
terapi dalam pengobatan modern). Meskipun dalam pengobatan tradisional tanaman
utuh atau bagian dari tanaman digunakan dalam benutk serbuk, rebusan, atau ekstrak;
tanaman tunggal atau campuran tanaman boleh digunakan. Teknologi dan peralatan
yang dibutuhkan untuk produksi kebanyakan produktanaman ini relative sederhana.
Banyak negara berkembang dapat mendirikan pabrik untuk menghasilkan produkproduk ini, yang akan membantu dua hal yaitu dalam menjaga kesehatan dan juga
perbaikan ekonomi.
Zingiber officinalis
panjang harus dijaga. Hal ini menegaskan dalam sistem tradisional bahwa kualitas
obat ditentukan oleh lingkunan alam dimana tanaman biasanya dapat tumbuh. Hal ini
merupakan bukti kuat bahwa konstituen kimia tanaman sengat dipengaruhi, secara
kualitatif dan kuantitatif, oleh letak geografis dan musim atau waktu panen.
Bagaimanapun tidak ada industri fitokimia, baik itu industri obat modern ataupun
obat-obat tradisional dapat dibangun berdasarkan pertumbuhan alami tanaman untuk
persediaan yang sedikit dan bahaya dari berkurangnnya spesies.
Selanjutnya,
mungkin tidak akan ada perbaikan kualitas varietas tanaman kecuali jika dilakukan
pembudidayaan. Oleh karena itu yang terpenting adalah menentukan kriteria bagi
kualitas tanaman, dan memastikan bahwa tanaman hasil budidaya memenuhi standard
tersebut.
Daftar
Nama tanaman
Achyranthes aspera
2.
Aconitum heterophyllum
3.
Acorus calamus
4.
Aloe vera
5.
Anacyclus pyrethrum
6.
Andrographis paniculata
7.
Asparagus recemosus
8.
Atropa belladona
9.
Azadirachta indica
10.
Berberis aristata
11.
Boswellia serrata
12.
Capsicum annum
13.
Cassia sp
14.
Catharanthus roseus
15.
Cephaelis ipecacuanhua
16.
Cinchonna sp
17.
18.
Crocus sativus
19.
Datura metel
20.
Digitalis lanata
21.
Dioscorea sp
22.
Duboisisa myoporoides
23.
Ephedra gerardiana
24.
Gentiana kurroo
25.
Gloriosa superba
26.
Glycyrrhiza glabra
27.
Meusae nagassarium
28.
Mucuna pruriens
29.
Ocimum sp
30.
Papaver somniferum
31.
Phyllantus amarus
32.
Picrorrhiza kurroa
33.
Piper longum
34.
Plantago ovata
35.
Podophullum hexandrum
36.
Theum emodi
37.
Sophoa japonica
38.
Swertia chirata
39.
Terminalis sp
40.
Valeriana wallichii
41.
Withania somnifera
42.
Zingiber officinalis
Sebagai
pembudidayaan
tanaman
obat
tergantung
pada
sistem
tersebut sangat memberikan harapan yang baik, dan harus diteliti sebagai alternatif
yang dapat dipercaya untuk menghasilkan produk-produk maupun sebagai kunci yang
dapat menggambarkan biotransformasi sistem enzim. Penilaian ekonomi yang tepat
terhaap kemungkinan berlangsungnya setiap sistem harus dilakukan.
Lembaga Penelitian untuk Pengenalan Tanaman Obat Baru.
Pendiridan
suatu
industri
fitotarmaka
akan
bekaitan
erat
dengan
membutuhkan banyak masukan dari R&D paa saut dasar yang berkesinambungan.
Karena ahli ilmu pengetahuan dan disiplin ilmu yang diperlukan untuk
pembudidayaan berbeda dengan yang diperlukan untuk produksi, maka disarankan
agar negara-negara berkembangan mempertimbangkan pengadan lembaga penelitian
untuk mengerjakan aspek yang berbeda dari tanaman obat. Negara-negara Cina dan
India (sebagai contoh Central Instritute for Medicinal and Aromatc Plants, Luckhow,
India) telah memberikan sumbangan yang besar untuk memperbaiki kehidupan
spesies tanaman asli dan memperkenalkan varietas-varietas tanaman kepada masingmasing negara dan pendirian idustri fitofarmaka.
Tujuan utama dari suatu lembaga penelitian adalah:
1. Membuat gambaran ekonomi tenaman-tanaman obat yang penting.
2. Perbaikan plasma nutfah
3. Perbaikan varietas dengan seleksi klasik, pembiakan klonal, dan rekombinasi
gen.
4. Pengenalan varietas-varietas baru dengan metode klasik atau kultur jaringan.
5. Menggunakan kultur sel tanaman untuk produk-produk alam secara industri.
6. Standardisasi teknologi pasa panen untuk pangawetan dan pengangkutan
tanaman.
menjadi produk obat yang berlimpah. Pendapat umum yang menyatakan bahwa unit
formulasi yang memproduksi obat tradisional tidak membutuhkan teknologi canggih
adlah salah. Unit formulasi yang memproduksi obat-obatan untuk konsumsi manusia
harus mengikuti Good Mnufacturing Practicese (GMP) untuk menjamin keamanan
produknya.
Dokumen
hanyakbisa diubah oeh orang yang berwenang dan diinstruksikan secara tertulis.
Prosedur yang dilakukan dan hasil yang diperoleh dari tiap batch hasil produksi harus
segera dicatat pada notebook yang disediakan untuk keperluan tersebut dan harus
tersedia / bisa dicek dan diinspeksi.
Kontrol kualitas: Harus aa sistem kontrol kualitas yang sudah ditentukan, terdiri dari
pengecekan atas semua bahan yang masuk dan produk yang sudah jadi, pengawasan
yang bebas berdiri sendiri, terhadap jalannya proses dan pengujian sampel dari
produk jadi.