Anda di halaman 1dari 6

PT.

Meratus Jaya Iron & Steel


Pengolahan Pasir Besi Menjadi Spon Besi
Herda Zulva#1, Ananda Putra*2, Ali Amran#3
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Negeri Padang, Padang, Indonesia
anandap@fmipa.unp.ac.id

Abstract Banyaknya mineral besi yang melimpah di daerah Kalimantan Selatan,sangat berguna bagi
pendapatan daerah tersebut.mineral bijih pasir besi yang didapat di daerah pasir pantai dan tepian sungai yang
berhubungan gunung berapi diharapkan diolah dengan sangat baik,Maka Kalimantan Selatan sangat bagus
sebagai pengolahan pasir besi menjadi spons besi,karena Kalimantan mempunyai pantai yang banyak
mengandung basaltik dan andesitik vulkanik.pembuatan spons besi ini dilakuakn dengan beberapa tahapan agar
spons besi yang di dapatkan berkualitas baik,sehingga bisa diaplikasikan ke berbagai industri,seperti industri
semen,industri baja,dan industri besi
Keywords Spons Besi, Pasir Besi, Kalimantan Selatan

I PENGANTAR
Kajian ini diperlukan mengingat pengembangan industri
besi baja membutuhkan jaminan keamanan pasokan bahan
baku, modal yang besar, insfrastruktur dan utilities yang
memadai serta dukungan masyarakat di lokasi yang akan
dijadikan pembangunan pabrik. Selain itu, kajian yang
seksama perlu dilakukan di Kalimantan Selatan yang belum
cukup memenuhi ketersediaan insfrastrukturnya untuk
pengembangan industri besi baja. Jadi mineral bijih pasir besi
tersebut berasal dari batuan basaltik dan andesitik vulkanik
,yang serimg didapat didaerah pasir pantai dan tepian sungai
yang berhubungan dengan gunung berapi maka kalimantan
selatan adalah salah satu tempat yang teapat dalam
pengolahan pasir besi menjadi spon besi karena kalimantan
mempunyai pantai yang banyak mengandung basaltik dan
andesitik vulkanik.
Tujuan penelitian ini selain pemanfaatan bijih besi dan
batubara local sebagai bahan baku industri besi baja.sehingga
dengan adanya pengolahan pasir besi menjadi spon besi maka
beberapa industri sudah dapat memanfaat kan dan
mengaplikasikan nya seperti industri logam besi,industri
semen, industri baja dan lain lain ,maka dengan
memanfaatkan proses pengolahan pasir besi ini maka dapat
meningkatkan potensi pendapatan daerah,menghasilkan bijih
besi bubuk,dan salah satu keuntungan bagi indonesia adalah
indonesia tidak perlu lagi mengimpor sponge iron dan pig iron
dari negara lain.
II SEJARAH
Bumi Kalimantan selatan memang amat kaya dengan
berbagai macam kandungan mineral selain minyak bumi,batu

bara,emas dan lain-lain salah satu nya adalah biji besi. Biji
besi dikalimantan selatan pertama kali ditemukan oleh
colonial belanda pada tahun 1847 didaerah pelaihari tanah
laut,dan pada tahun 1942 pada saat pendudukan jepang di
pelaihari pernah diakukan pembuatan tanur besi,namun usaha
percobaaan pemerintah jepang ini tidak memberikan hasil
yang maksimal.
Sejak tahun 2005, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk telah
memulai untuk melakukan penelitian pemanfaatan bijih besi
dan batubara lokal untuk pengembangan industri besi baja.
Fokus penelitian ini terpusat di Kalimantan Selatan yang
memiliki sumberdaya bijih besi dan batubara cukup besar.
Tujuan penelitian ini selain pemanfaatan bijih besi dan
batubara local sebagai bahan baku industri besi baja. Sesuai
arahan Wakil Presiden RI pada Simposium Nasional
"Pengembangan Industri Baja : Masa Depan dan
Tantangannya" yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal
23 Maret 2006, dengan menugaskan Departemen
Perindustrian untuk mengkoordinasikan berbagai potensi
nasional dalam rangka pengembangan industri besi baja
berbasis sumber daya lokal di Kalimantan Selatan. PTKS
melakukan penelitian untuk pengembangan industri besi baja
di Kalimantan Selatan.
Seluruh aspek yang terkait dalam pengembangan industri
besi baja dikaji, yang meliputi aspek teknologi, aspek
ketersediaan dan pasokan bahan baku, aspek ketersediaan
insfrastruktur dan utilities, aspek kelayakan ekonomis proyek,
serta aspek dampak sosial ekonomis masyarakat lokal. Kajian
ini diperlukan mengingat pengembangan industri besi baja
membutuhkan jaminan keamanan pasokan bahan baku, modal
yang besar, insfrastruktur dan utilities yang memadai serta

dukungan masyarakat di lokasi yang akan dijadikan


pembangunan pabrik. Selain itu, kajian yang seksama perlu
dilakukan di Kalimantan Selatan yang belum cukup
memenuhi
ketersediaan
insfrastrukturnya
untuk
pengembangan industri besi baja.
Dalam pengembangan industri besi baja ini, PTKS
bermitra dengan PT Antam Tbk. yang juga perusahaan BUMN
dan bergerak di bidang penambangan untuk mendapatkan
kepastian ketersediaan sumberdaya bijih besi dan batubara
serta di bidang industri besi baja. Kemitraan ini diwujudkan
dengan membentuk suatu perusahaan
(Join Venture
Company) yang diberi nama PT Meratus Jaya Iron & Steel
(MJIS). Tugas utama MJIS adalah mengimplementasikan
rencana pengembangan industri besi baja di Kalimantan
Selatan.
PT Meratus Jaya Steel & Iron akan memproduksi besi
spons (bahan semi jadi) sebesar 315.000 ton per tahun untuk
menyuplai kebutuhan bahan baku PT Krakatau Steel. Produksi
besi spons PT Meratus Jaya Iron & Steel akan memasok 16%
kebutuhan bahan baku PT Krakatau Steel yang selama ini
sebagian diimpor.
III BAHAN BAKU
Bahan baku utama pengolahan pasir besi menjadi besi
spon yaitu:
PASIR BESI
Pasir besi mengandung mineral besi utama yaitu
titanomagnetite dengan sedikit magnetite dan hematite yang
disertai dengan mineral pengotor yang memiliki unsur
dominan Alumunium, silicon dan vanadium. Unsur-unsur ini
biasa ditulis di sertifikat dengan Al 2O3, SiO2 dan V2O5.
Pengotor lainnya yang biasa terdapat dalam pasir besi adalah
fosfor dan sulfur. umumnya terdapat di alam

Indonesia yang mempunyai kadar besi (Fe)


sekitar 35% 40% berbentuk besi oksida
hematit (Fe2O3) dan bercampur dengan
material ikutan seperti SIO2, Al2O3, CaO, MgO,
TiO2, Cr2O3, NiO2, P, S dan H2O.
Secara umum pasir besi terdiri dari mineral opak yang
bercampur dengan butiran-butiran dari mineral non logam
seperti, kuarsa, kalsit, feldspar, ampibol, piroksen, biotit, dan
tourmalin. Mineral tersebut terdiri dari magnetit, titaniferous
magnetit, ilmenit, limonit, dan hematit, Titanife- rous magnetit
adalah bagian yang cukup penting, bahan ini merupakan
ubahan dari magnetit dan ilmenit. Mineral biji pasir besi
tersebut berasal dari batuan basaltik dan andesitik vulkanik,
yang sering didapatkan didaerah pesisir pantai dan tepian
sungai yang berhubungan dengan gunung berapi.
IV PROSES PENGOLAHAN
1. Proses Penghancuran (Crushing)
Bahan baku dalam bentuk pasir dihancurkan sampai
ukuran menjadi mesh 10 (2 mm). Hal ini dimaksudkan untuk
memperbesar luas permukaan dari material sehingga
memudahkan untuk proses selanjutnya.

Gambar 1 : Mesin Penghancur pasir besi


2. Proses Penghalusan (Grinding)
Grinding dimaksudkan agar butiran halus pasir besi
lebih banyak lagi dapat dipisahkan dengan kotoran atau
mineral mineral ikutan yang tidak diinginkan, proses ini
sampai menghasilkan ukuran mesh 120 (0,125 mm).

Gambar 2: Strong Pressure Suspention Grinder


3. Proses Pencucian
Pencucian dilakukan terhadap pasir besi yang
mengandung tanah liat. Pasir besi yang berupa pasir dicuci
dengan air, sehingga kotoran-kotoran atau lumpur berpisah.
Selanjutnya pasir besi dipisah (disortir). Untuk memisahkan
material logam dan non logam pencucianmenggunakan air
dalam mesin silinder yang dilapisi magnet, apabila pasir besi
banyak mengandung hematit Fe2O3 atau magnetit (Fe3O4)
akan berpisah sempurna sehingga kemurnian dari oksida besi
meningkat.

Gambar 3: Mesin pencucipasir besi


4. Proses Pemisahan (Magnetic Separator) /screening

Setelah pasir besi dihancurkan dan digerus, maka akan


diperoleh bermacam-macam ukuran partikel. Oleh sebab itu
harus dilakukan pemisahan berdasarkan ukuran partikel agar
sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan pada proses
pengolahan yang berikutnya. Pengayakan adalah proses
pemisahan secara mekanik berdasarkan perbedaan ukuran
partikel. Pengayakan (screening) dipakai dalam skala industri,
sedangkan penyaringan (sieving) dipakai untuk skala
laboratorium.

(counter current).Dan kemudian dihembuskan gas panas dari


pembakar sampai temperatur 200-300C.

Gambar 6 : Mesin Pengering/Rotary Drying

Gambar 4 :
pengotornya

Mesin

pemisah/Screening

besi

dengan

5. Proses Pemanggangan (Roasting)


Proses ini dilakukan,dikarenakan pasir besi banyak
mengandung bijih hematit (Fe2O3) akan diubah menjadi
magnetit (Fe3O4) yang mempunyai daya magnit lebih kuat
sehingga akan terpisah antara material yang non magnet dan
dihasilkan kadar Fe-nya sampai 65%.

7. Proses Pembuatan Pelet (Pan Palletizer)


Sebelum masuk ke alat ini, pasir besi dicampur di
dalam alat mixer agitator dengan komposisi tertentu
ditambahkan batubara dan binder bentonitdengan tujuan agar
konsentrat besi oksida halus dapat merekat membentuk
gumpalan-gumpalan (aglomerisasi yang disebut pelet basah
(green pellet) yang mempunyai kekuatan yang cukup kuat,
untuk dapat dibawa ke proses selanjutnya. Sedang batubara
fungsinya untuk meningkatkan kadar karbon dengan cara
proses reduksi dari internal pada proses selanjutnya.Prinsip
kerja dari alat ini adalah proses aglomeri-sasi konsentrat bijih
besi yang telah bercampur batubara dan binder bentonit
dimasukkan secara kontinyu kedalam mesin pelletizing yang
berbentuk setengah drum/bejana yang berputar dengan
kecepatan dan sudut kemiringan tertentu sambil disemprotkan
air secara kontinyu.

Reaksi yang terjadi di rotary kiln:


Boudardreaction:
C + CO22 CO (regenerasi)...........................................(1)
Proses reduksi:
Fe2O3 + 3CO 2Fe + 3CO2 (reduksi )7 .

Gambar 7 : Proses agglomerasi pasir besi / pembuatanpelet-bijih-besi-pelletizing

Gambar 5 : Mesin Pengering / Roasting


6. Proses Kalsinasi (Rotary Dryer)
Proses ini bertujuan untuk mengurangi kandungan air
dalam material, material dimasukkan ke dalam silinder yang
berputar dengan arah yang berlawanan dengan jarum jam

Biji besi dihancurkan menjadi partikel-partikel halus


(serbuk).
Partikel-partikel biji besi kemudian dipisahkan dari
kotoran-kotoran dengancara pemisahan magnet (magnetic
separator) atau metode lainnya.
Serbuk biji besi selanjutnya dibentukmenjadi pelet hijau
(pelet basah) berupa bola-bola kecil berdiameter antara 12,5 20 mm.
Proses
pelletizing
adalah
proses
aglomerasi/penggumpalan konsentrat biji besi/mineral yang

berukuran halus menjadi partikel berbentuk kelereng


dengan ukuran 10 sampai 25 mm.
Tujuan utama dari tahap pemeletan/pelletizing adalah
membentuk partikel dengan ukuran
tertentu agar mudah dipindahkan dan memiliki sifat-sifat
yang dapat memenuhi kebutuhan sifat metalurgis.
Pelet hasil dari aglomerasi disebut sebagai pelet
basah/green pellet.
Sedangkan indurasi adalah proses pemanasan terhadap
produk hasil aglomerasi dengan temperatur 1200C, yang
disebut sebagai pelet bakar/pelet kering/besi spons.
Tujuan utama dari indurasi/pengovenan adalah untuk
mendapatkan pelet yang memiliki sifat- sifat metalurgis
seperti : mekanik/kekuatan, dan sifat reduksi. Kekuatan
diperlukan agar pelet tahan terhadap beban mekanik selama
proses berikutnya.
Sedangkan sifat reduksi diperlukan untuk mempermudah
terjadinya proses reduksi selama
pembuatan besi spons.
Pada tahap ini terjadi reaksi antara oksigen yang
dikandung dalam senyawa udara terdapat di dalam green
pellet / pelet basah. Kandungan air dan senyawa-senyawa
yang mudah dibakar akan terlepas. Dengan oksigen berlebih
ini, mineral besi yang semula magnetite (Fe3O4) dapat
berubah menjadi hematite (Fe2O3). Setelah tahapan
indurasi/pengovenan/pemanasan ini akan dihasilkan pelet
yang memiliki sifat-sifat metalurgis yang dibutuhkan.
Terakhir, pelet pasir besi dipanaskan melalui proses
sinter/pemanasan hingga temperatur
1200C agar pelet tersebut menjadi keras dan kuat,
sehingga tidak mudah rontok.

2.5%, dan Total


maksimum 4.5%

Gangue

V PRODUK
Produk yang dihasilkan oleh PT. Meratus Jaya Iron &
Steel adalah spons besi

VII PENANGANAN LIMBAH


Pada pengolahan pasir besi menjadi besi spon
menghasikan limbah yaitu debu yang akan mengakibatkan
pencemaran udara. Dedusting system, dipasang dengan tujuan
untuk memproses debu yang diakibatkan oleh proses
peleburan. Alat tersebut berguna untuk menangkap
debu agar mengurangi polusi yang diakibatkan pada
saat proses baja di dapur busur listrik. Polusi debu dari proses
dapur listrik ini dikategorikan Debu yang mengandung
B3,sehingga harus diminimalisasi pencemarannya. Berikut ini
merupakan gambar dedusting system:

VI APLIKASI
Spons besi yang dihasilkan dari produksi PT.Meratus Jaya
Iron and Steel digunakan untuk pengaplikasiaan,seperti:
Industri logam besi
industri semen
meningkatkan potensi pendapatan daerah
Indonesia tidak perlu lagi mengimpor Sponge Iron
dan Pig Iron lagi dari negara lain
Sebagai bahan baku/bahan dasar industri baja
gas yang dipancarkan selama produksi besi spons
dapat diambil dan digunakan dalam berbagai aplikasi
lain
untuk menghasilkan biji besi bubuk

Sebelum mengirimkan naskah final, perhatikan pula


beberapa hal berikut:
1) Seimbangkan secara manual panjang kedua kolom di
halaman terakhir artikel Anda;
2) Pastikan bahwa PostScript dan/atau output PDF
postprocessing apapaun hanya menggunakan font Type
1 dan setiap langkah dalam proses untuk pembuatannya
menggunakan kertas ukuran A4 (210mm X 297mm).
Aspek format yang lain yang tidak dijelaskan dalam
termplat ini dipersilahkan kepada para penulis untuk
memutuskan. Namun demikian editor berhak untuk meminta
perbaikan lebih lanjut untuk menjamin kualitas dan
keseragaman naskah yang dipublikasikan.

Gambar 8.Spons Besi


I. QUALITY CONTROL
Sudah melalui prosess pengendalian dan prosedur standar
ASTM, JIS, DIN, dan SNI. Total Iron (T Fe) minimum 92%,
Metalic Iron (M Fe) minimum 86%, Metalization minimum
94%, Carbon (C) maksimum 2.5%, Sulphure (S) maksimum

(CaO+AL2O3+MgO+SiO2)

Gambar 9.pengolahan limbah

Dengan debu gas yang dihisap dari dapur listrik (electric


are furnace), pada saat pengolahan pasir besi yang mana debu
gas tersebut masih cukuplah tinggi temperaturnya 500 0C
.Dengan melalui system pipa sirkulasi pendinginan yang
berupa cerobong besar berdiameter 1918 mm dan terdiri dari
pipa pendingin yag kecil-kecil denagn diameter 13/4 inch
yang membetuk lingkaran sebanyak 82 buah pipa. Cerobong
besar terdiri dari pipa kecil tersebut mempunyai 8 bagian dan
setiap bagian tidak sama tinggi dan panjangnya, maka
terpasang menjadi satu komponen dengan panjang ketinggian
43.750 mm dari daur listrik (electric arc furnace). Pengisapan
debu gasnya sendiri melalui motor ID-FAN yang
menggerakan impeller sehingga debu gas terbawa sampai
temperature yang di inginkan minimal 40 0C - 50 0C dengan
melalui tahapan-tahapan alat penunjang deduting
Alat-alat penunjang dedusting:
1.Moveable sleeve
Alat yang dapat mengerakan duct atau cerobongcerobong pipa besar yang bisa digerakan oleh pneumatic
cylinder untuk mengatur udara masuk dari luar yang berguna
mengurai temperatur.Pada saat furnace operasi yang tidak
boleh melebihi temperature 120 derajat celcius, apabila
melebihi dari temperature terebut maka dilution air flap akan
membuang udara bantu dari luar untuk mendinginkan
temperatur.
2.Chute dan sliding gate
Digunakan untuk menampung debu yang lebih kasar
pada waktu dapur listrik (EAF) operasi .Maka debu yang
kasar dan berat tidak terhisap langsung oleh ID FAN yang
digerakan oleh motor yang menghubugkan ke shaf
impeller.Maka kotoran debu yang lebih berat akan jatuh
kedalam chute penampungan.Dan kalau tidak ada chute
penampungan debu kotoran akan menggupal dan mengerakan
pada tikungan ( elbow). Untuk sliding gatenya sendiri
gunanya untuk membuka dan menutup yang digerakan oleh
pneumatic cylinder yang dilengkapi proximity electric dengan
langkah yang bisa di atur.
3.DEC Damper
Alat ini berfungsi untu mengatur membuka dan menutup
tak ubahnya seperti gerak kaca nako yang digerakan oleh
electric actuating drive, bisa secara manual atau secara
automatic arc furnace operasi.sehingga debu gas yang masuk
atau yag dihisap oleh motor ID-Fan yang dihubungkan dengan
impeller dapat sedikit atau banyak debu yang masuk.
4.Dilution air flap
Alat ini berfungi apabila temperatur pada saat peleburan
melebihi 120 derajat celcius, maka dilution air flap akan
bekerja dipasang alat sensor temperature dengan memakai alat
penggerak electric actualting drive membuka 100 %, maka
udara bantu dari luar masuk melalui flap. Apabila
temperaturnya sudah normal kembali di bawah 120 derajat
celcius, maka dilution air flap kan menutup kembali secara
automatic.
5.Canopy

Canopy ialah suatu cerobong pipa besar (duct),yang


berfungi untuk mengisap debu yang bertebangan keatas pada
saat furnace operasi dengan diameter pipa 3.800 mm. Canopy
tersebut dilengkapi dengan DEC-Damper yang bisa membuka
dan menutup secara automatic yang digerakan oleh electric
actuating drive. Untuk penghisap debu itu sendiri
mempergunakan ID-FAN sebagai alat transfer, pada waktu
furnace akan operasi diisi scrap dahulu sebelumnya roof
( tutup furnace ) dibuka dan harus naik bersama-sama electoda
yang digerakan hydraulic dan bisa di operasikan swing atau
bergerak
kesamping
Scrap sendiri dimasukan bucket penampung,lalu dijatuhkan
secara berlahan-lahan kedalam dapur listrik (electric arc
furnace ) maka terjadi debu gas yang panas naik keatas atau
bertebrangan disitulah canopy sebagai alat penyalur untuk
masuknya debu.
6.Mixing champer
Suatu ruangan besar untuk penampung debu yang kasar
dari ke 2 furnace pada saat operasi.Didalam mixing champer
sendiri terpasang kisi-kisi plate yang berbentuk radius yang
memanjang berguna untuk menahan debu kasar yang jatuh.
Masuknya debu ke mixing champer karena adanya ID-FAN
yang selalu operasi langsung menghisap debu setiap furnace
dioperasikan.Debu-debu yang kasar tadi jatuh ke screw
conveyor yang siap untuk ditransfer ke alat penunjang
berikutnya.
Namun untuk debu yang halusnya langsung ke bag house
filter dan di situlah terjadi pemisahan debu dengan gas.
7 Chain conveyor
Alat pembawa debu yang digerakan oleh motor yang
dihubungkan ke gear box meneruskan putaran torgue dari
proses yang lain dengan merubah jumlah putaran. Fungsi dan
bentuk screw conveyor sendiri adalah berbentuk spiral yang
memanjang untuk menarik debu yang akan di transfer dan
dikeluarkan melalui lubang segi empat paling ujung bagian
bawah
8.Rotary valve
Alat yang dapat berputar yang digerakan oleh suatu
motor yang dihubungkan kegear-box meneruskan putaran
torque dari poros ke poros lain dengan merubah jumlah
putaran dari tinggi ke putaran rendah atau mengurai putaran.
Fungsi dan bentuk dari rotary valve sendiri ialah berbentuk
bilah-bilah atau sudu-sudu dan tak ubahnya seperti buah
blimbing.Hanya pada rotary valve berbentuk bilah atau sudu
Dengan masuknya debu ke bilah-bilah melalui lubang empat
persegi panjang dari bagian atas, lalu keluar melalui lubang
empat persegi panjang bagian atas.
9.Draglink converor
Fungsi draglink ialah untuk membawa debu dari seluruh
kamar yang dibawa masing-masing screw conveyor,
kemudian diteruskan ke rotary valve lalu jatuh ke draglink
conveyor. Dranglink convery sendiri digerakan oleh gear
motor yang menghubungkan shaft sprocket dan roda gigi
untuk motor dengan memakai rantai sebagai penerus yang
menjadi satu unit component untuk bisa di gerakan.
10.Maintenance unit

Maintenance unit dengan auomatic drain dipasang pada


bagian atas rumah filter dan pressure gange (manometer)
harus menunjukan tekanan operasi dengan arah dari pada
aliran udara pada filter unit. Setiap maintenance unit
dilengkapi dengan sebuah check valve, check valeve ini
dipasang pada bagian depan maintenance.Bila compressed air
lembab maka maintenance unti ini akan memisahkan
kandungan air sehingga udara yang digunakan tetap kering
11.Diaphragma valve
System diaphragma yang terpasang hampir seluruhnya
dipergunakan difilter untuk pembersih dan menjatuhkan debu
dari dinding filter yang mempergunakan udara sebagai udara
tekan yang cara kerjanya memakai system electric control.
Cara kerja diaphragma ialah untuk membuka valve yang
dipasang pada satu unit control electronic yang mana coil
harus bekerja dan magnetic core yang diluarnya akan tertarik
kedalam melalui lubang pembuka, sehingga udara tekan akan
keluar melalui ruangan pipa lubang pembuka.Karena udara
tidak dapat keluar melalui lubang secepat lubang pembuka,
maka ruangan tersebut menjadi kehilangan tekanan, sehingga
diaphragm menjadi terangkat atau terbuka.Bila power untuk
coil dan core diputus maka lubang akan tertutup.Dengan
melalui lubang saluran maka udara tekan akan memenuhi
ruangan dan menekan diaphragma duduk pada tempatnya.
12.Pneumatic cylinder
Langkah kerjanya hanya satu arah maju dan mundur bias
diposisikan dimana saja yang kita inginkan, sesuai dengan
benda yang akan di pasang ada hubunganya dengan pneumatic
cylinder.
13.Bucket elevator
Cara kerja debu masuk pada chute bagian bawah dari ke
3 arah pertama dari mixing chamber ke 2 dari baghouse filter
yang terkumpul di bak penampung ( dust collecting hopper).
Ke 3 dari continuous peeding system 2 yang berupa debu
sponge dan batu kapur, disitulah debu terkumpul menjadi
satu.Kemudian dibawa keatas melalui mangkok-mangkok belt
elevator dengan memakai baut tersebut diatas, maka debu
akan jatuh pada chute saluran atas yang menuju ke silo.
14.Silo
Silo ialah tempat penampungan debu dari ke 2 furnace
plus continous feeding system 2.Untuk penampungan debu ke
silo melalui beberapa tahapan:
1)Dari mixing champer debu yang kasar
2)Dari baghouse filter, debu halus yang sudah terpisah
dengan gas
3)Dari continous feeding system 2 yaitu debu sponge dan
batu kapur
Dari ke tiga semuanya ini dibawa melalui screw
conveyor yang menjadi satu saluran yaitu ke chute.Kemudian
masuk kebagian bawah elevator dan di angkut ke atas melalui
bucket (mangkok) yang berupa sudu-sudu yang menempel
pada belt elevator yang dibuat menjadi satu dan digerakan
oleh motor gear box dan akhirnya debu dimasukan kedalam

silo yang siap untuk dibuka ke truck.Untuk pembuanganya


deu ke truc juga elalui chute silo di bagian bawah yang
dilengkapi dengan slide gate sewaktu-watu dapat diblocking
untuk perbaikan yang lainnya.
Diantaranya rotary valev ,motor lift dan loading chute
dari rotary valve tersebut debu masuk dan keluar melalui
lubang bawah segi empat dengan dibantu udara tekan
dipasang diaphragm valve untuk mengatur udarnya.Sehingga
debu yang keluar melalui rotary valve sangat deras. Dari
rotary valve debu melalui loading chute , loading chute sendiri
bias nak turun yang digerakan oleh motor lift utnuk mengukur
beberapa ketinggian truck tersebut, sehingga debu yang jatuh
kedalam bak truck tidak berterbangan atau acak-acakan. Debu
yang ditampung ke dalam silo berkapasitas minimum 60 ton
yang sudah disetting untuk menunjukan alarm maximum 70
ton.
REFERENSI
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]

[8]
[9]
[10]
[11]

Amin, M. dan AdilJ amali. 2003. Pengolahan Pellet Bijih Besi Halus
menjadi Hot Metal di dalam Kupola.Jurnal Kimia Indonesia Vol. 1 (2),
2006, h. 87-92
Awang Yudha Irianto, 2006. Dokumen Dinas Hyperkes Divisi K3LH
PT Meratus Jaya. Kalimantan : PT. Meratus Jaya
Departemen Tenaga Kerja RI, 1970. Undang-Undang No. 1 tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja. Jakarta : Departemen Tenaga Kerja RI.
Departemen Tenaga Kerja RI, 1985. Permenaker No. 05 tahun 1985
tentang Pesawat Angkat-Angkut. Jakarta : Departemen Tenaga Kerja
RI.
Departemen Tenaga Kerja RI, 1997. Undang-Undang No. 10 tahun
1997 tentang Ketenaganukliran. Jakarta : Departemen Tenaga Kerja
RI.
Departemen Tenaga Kerja RI, 1999. Keputusan Menteri Tenaga Kerja
RI No. Kep-51/ MEN/ 1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika
di Tempat Kerja. Jakarta : Departemen Tenaga Kerja RI.
Departemen Tenaga Kerja RI, 2003. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 715/MENKES/SK/V/2003 tentang
Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga Menteri Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta : Departemen Tenaga Kerja RI. .
N. B. Bennet Silalahi Rumondang B. Silalahi, 1995. Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT Saptodadi.
Pungky W, 1999. Himpunan Peraturan Keselamatan Kerja. Jakarta :
Sekretariat ASEAN ASHNET dan Direktorat PNKK.
Sumamur, 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta :
PT Meratus Jaya.
Sumamur, 1996. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan.
Jakarta : CV Haji Mas Agung.

[12]

Sun, S. 1997. A Study of Kinetics and Mechanism of Iron Ore


Reduction in Ore/Coa

[13]

Syukri Shahab, 1994. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan


Kerja. Jakarta : PT Bina SDM.
Tim Penyusun, 1999. Dokumen SMKS PT. Krakatau Steel. Cilegon :
PT Krakatau Steel.
Farida, Ida. 2009. Materi Perkuliahan Kimia Kimia Anorganik II.
Bandung: UIN Sunan Gunung Djati Bandung

[14]
[15]

Anda mungkin juga menyukai