FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005
RINGKASAN
HENDRI METRO PURBA. Analisis Pendapatan dan Faktor- faktor Yang
Mempengaruhi Produksi Cabang Usahatani Padi Ladang Di Kabupaten Karawang
(Di bawah bimbingan NUNUNG KUSNADI).
Kebutuhan bahan pangan masyarakat Indonesia masih sangat tergantung
pada beras. Produksi beras nasional sebagian besar disumbangkan oleh produksi
padi sawah, sementara itu ketersediaan lahan sawah dan efisiensi usahatani padi
sawah cenderung mengalami penurunan. Sumbangan padi ladang terhadap
produksi padi nasional masih sangat rendah karena produktivitas padi ladang yang
jauh lebih rendah daripada produktivitas padi sawah. Jika dibandingkan dari segi
laju pertumbuhan produksi, padi ladang juga masih jauh lebih rendah daripada
padi sawah. Mengingat ketersediaan lahan kering bagi usahatani padi ladang
masih sangat besar, maka pengembangan produktivitas usahatani padi ladang
memiliki potensi yang sangat menjanjikan. Oleh karena itu menarik untuk dikaji
bagaimana meningkatkan produktivitas cabang usahatani padi ladang. Penelitian
ini bertujuan untuk (1) menganalisis penyebab rendahnya produktivitas padi
ladang, (2) menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi produksi padi ladang
(3) menganalisis efisiensi ekonomis penggunaan faktor-faktor produksi pada
cabang usahatani padi ladang.
Pengumpulan data dilakukan dari bulan Mei hingga Juni 2005 di Desa
Wanajaya, Kecamatan Teluk Jambe, Kabupaten Karawang. Data yang digunakan
adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan
melakukan pengamatan dan wawancara langsung dengan petani responden
dengan mengajukan pertanyaan yang dibuat dalam bentuk kuesioner yang telah
dipersiapkan sebelumnya. Data sekunder diperoleh dengan cara penelusuran
kepustakaan buku, laporan penelitian, artikel, majalah, karya ilmiah yang
berkaitan dengan masalah penelitian dan melalui internet. Selain itu data sekunder
juga diperoleh dari Biro Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Balai Penelitian
Tanaman Pangan, Pusat Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, dan
Pemerintah Daerah di lokasi penelitian. Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya (analisis R/C ratio),
pa
da
Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian
Bogor
PADI LADANG DI
KABUPATEN
KARAWANG
Oleh
HENDRI
METRO
PURBA
A07498
176
FAKULTAS
PERTANIAN
INSTITUT
Skrips
i
Sebagai Bagian Persyaratan
Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana
Pertanian
PERT
ANIA
N
BOG
OR 2
005
NRP
: A07498176
Program Studi
: Manajemen Agribisnis
Judul Skripsi
dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Fakultas Pertanian
Dekan
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
ANALISIS
PENDAPATAN
DAN
FAKTOR-FAKTOR
YANG
KARAWANG
BELUM
PERNAH
DIAJUKAN
PADA
RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Allah Yang Maha Kuasa atas
berkat dan karunia-Nya yang besar yang memberikan segala hikmat dan kekuatan
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Judul skripsi ini adalah Analisis Pendapatan dan Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Produksi Cabang Usahatani Padi Ladang di Kabupaten
Karawang. Sesuai dengan judul tersebut, skripsi ini menganalisis pendapatan
yang diperoleh petani dari kegiatan berusahatani padi ladang, mengana lisis
faktor-faktor yang mempengaruhi produiksi dalam usahatani padi ladang, dan
melakukan analisis efisiensi ekonomis penggunaan faktor produksi pada cabang
usahatani padi ladang.
Penulis menyadari kekurangan dalam penulisan skripsi ini sehingga
diperlukan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini. Penulis berharap penelitian
yang dilakukan dapat diterima dan dimanfaatkan bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan pihak lain yang berkepentingan.
Penulis
15. Teman-teman di Darmaga, Bray, Tulus, penghuni Perwira 100, beserta semua
kawan sesama Himaba.
16. Semua pihak lain yang belum saya sebutkan yang telah membantu saya
selama mengikuti perkuliahan dan penulisan skripsi.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
UCAPAN TERIMA KASIH ii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL
vii
ix
BAB I. PENDAHULUAN
11
11
12
2.3.3. Penanaman
12
2.3.4. Pemupukan
13
2.3.5. Pemeliharaan 15
2.3.6. Panen dan Pengolahan Hasil Panen 15
2.3.7. Hama dan Penyakit
16
21
22
29
30
29
16
33
37
32
40
41
41
48
58
DI DESA WANAJAYA
66
66
66
6.1.2. Penanaman
68
6.1.3. Pemupukan
69
6.1.4. Pengobatan
70
6.1.5. Penyiangan
71
6.1.6.Pemanenan
71
72
74
76
78
76
88
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
54
6.
55
7.
56
8.
9.
10.
11.
12.
13.
62
14.
63
15.
16.
76
19.
77
20.
74
18.
73
17.
59
86
57
84
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1.
2.
34
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1.
2.
96
95
97
98
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara konsumen beras terbesar ketiga di dunia
1
setelah China dan India . Apabila salah satu dari negara tersebut mengalami
penurunan produksi dan harus mengimpor untuk mencukupi kebutuhan
domestiknya, maka harga beras dunia akan segera mengalami kenaikan secara
signifikan. Impor beras terbesar dialami Indonesia pada tahun 1999 dimana
Indonesia mengimpor sekitar 4.7 juta ton beras meskipun harus membayar 280
Dollar AS per ton beras untuk mencukupi kebutuhan beras domestik. Pemerintah
karenanya harus mengeluarkan biaya sekitar 1.3 miliar Dollar AS untuk
1
www.faostat.fao.org , 2005
Perdagangan Beras
Dunia (Ton)
Impor Beras
Indonesia (Ton)
1991
58.578.212
615.385
1992
5.263.940
2.615.384
1993
252.121
156.846
1994
4.293.138
1.076.924
1995
6.486.440
3.076.924
1996
15.389.948
4.615.304
1997
5.856.188
3.480.750
1998
28.025.000
6.080.000
1999
25.150.000
4.183.000
2000
22.350.000
1.513.000
Sumber : Situs FAO (http//www.FAO.org/trade/balance), 2000.
Persentase Terhadap
Beras Dunia
10,51
49,68
61,02
25,08
47,43
29,99
59,44
21,70
16,50
6,70
Pemanfaatan
lahan
kering
yang
semakin
meningkat
merupakan
persen dengan luas panen sekitar 9.4 persen dari total luas panen padi
2
nasional .
Produksi*
(Ton)
51.446.191
2.895.112
54.341.303
Jika dibandingkan dari segi laju pertumbuhan produksi, padi ladang juga
masih jauh lebih rendah daripada padi sawah, dimana dari tahun 1969 hingga
1989 produksi padi ladang hanya mengalami peningkatan kira-kira sebesar 45
persen yaitu dari 1.622 ribu ton pada tahun 1969 menjadi 2.345 ribu ton pada
tahun 1989, sementara produksi padi sawah mengalami peningkatan kira-kira
sebesar 140 persen atau meningkat sebesar 24.6 juta ton.
Menurut Ruchyat (1993) dalam Maryono (1996), rendahnya produktivitas
padi ladang tidak terlepas dari keterbatasan faktor tanah, topografi dan iklim pada
lahan kering. Lahan kering mempunyai karakteristik antara lain : (1) tanah kurang
subur, (2) topografi umumnya berlereng sehingga mudah tererosi, (3) curah hujan
rendah. Di samping itu kenyataan juga menunjukkan bahwa keterbatasan faktor
produksi usahatani (lahan, tenaga kerja dan modal) serta pengetahuan petani di
daerah lahan kering menyebabkan pola tanam yang selama ini diusahakan masih
bersifat subsisten. Dari kenyataan tersebut adalah hal yang wajar bila
produktivitas rata-rata padi ladang jauh lebih rendah daripada produktivitas rata2
www.deptan.go.id/ditjentp, 2004
rata padi sawah dengan tingkat kesuburan tanah yang jauh lebih tinggi, pengairan
yang lebih teratur, dan topografi yang lebih baik untuk usahatani padi.
Tingkat produktivitas padi ladang yang rendah dan laju perkembangan
produksi padi ladang yang relatif lamban juga diakibatkan permasalaha n yang
dihadapi usahatani padi ladang relatif lebih kompleks daripada permasalahan padi
sawah. Kebijakan pemerintah yang lebih berpihak pada peningkatan produksi dan
produktivitas padi sawah dibandingkan padi ladang merupakan salah satu
contohnya, meskipun hal ini merupakan sesuatu yang wajar mengingat
produktivitas padi sawah yang jauh lebih tinggi dengan kendala peningkatan
produktivitas padi sawah yang jauh lebih ringan daripada kendala peningkatan
produktivitas padi ladang.
Meskipun sumbangan padi ladang terhadap produksi nasional relatif kecil,
tetapi padi ladang ditanam hampir di seluruh propinsi di Indonesia. Bahkan
sebagian daerah sangat menggantungkan ketersediaan dan kebutuhan berasnya
pada produksi padi ladang. Pertanian padi ladang banyak dijumpai di daerah
transmigrasi lahan kering dan daerah yang topografi lahannya didominasi
perbukitan atau lahan kering dan tidak mendapat fasilitas irigasi (Wana, 2000).
Berdasarkan uraian di atas, maka posisi usahatani padi ladang akan
semakin penting bagi masa depan pertanian Indonesia secara umum dan sangat
potensial bagi peningkatan ketahanan pangan nasional. Permasalahan usahatani
padi ladang relatif lebih kompleks daripada padi sawah. Usahatani padi ladang
memerlukan identifikasi lebih rinci dan jelas pada masing- masing daerah
produsen padi ladang. Identifikasi yang dimaksud antara lain meliputi penelitian
tentang peningkatan teknik budidaya yang ada supaya produktivitas lahan kering
Karawang
(Ton)
1.007.499
1.007.689
997.796
991.974
997.071
Jawa Barat
(Ton)
11.320.445
11.188.421
10.218.744
11.094.735
11.152.628
Indonesia
(Ton)
48.240.009
48.181.087
46.641.524
49.744.140
51.101.506
1997
989.304
10.746.730
1998
737.429
10.209.499
1999
917.879
10.400.411
2000
917.951
11.154.267
Sumber : Situs Deptan (www.deptan.go.id/ditjentp), 2004
49.377.000
49.237.000
50.866.000
51.898.852
Pada tahun 2000 produksi Kabupaten Karawang mencapai 917 ribu ton
sehingga memberikan kontribusi sebesar 8,22 persen dari produksi Jawa Barat dan
1,76 persen dari seluruh total produksi padi nasional yang mencapai 51,8 juta ton.
Dari tabel tersebut juga dapat dilihat mengenai adanya fluktuasi produksi yang
terjadi tahun demi tahun yang menggambarkan adanya ketidakstabilan produksi
padi yang disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor yang mempengaruhi
2
antara lain :
1. Semakin berkurangnya lahan pertanian yang ada yang disebabkan oleh
berubah fungsinya lahan pertanian menjadi kawasan perumahan dan industri.
2. Belum berfungsinya saluran irigasi secara maksimal untuk mengairi lahan
sawah dengan merata. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengawasan yang
ketat sehingga saluran irigasi banyak dikuasai oleh beberapa orang untuk
kepentingan sendiri dan kelompok tertentu.
3. Pengaruh faktor cuaca dan iklim yang terus berfluktuasi.
Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan dibahas pada
penelitian ini adalah :
1.
2.
3.
1.3.Tujuan Penelitian
Berdasarkan
2.
3.
2.
3.
Sebagai bahan rujukan bagi penelitian yang akan datang agar dapat
memperbaiki kesalahan dan kekurangan yang ada.
35. TINJAUAN
PUSTAKA
panen juga akan baik. Menurut Bey dan Las dalam Setiawan (2000), curah hujan
merupakan unsur iklim yang besar pengaruhnya terhadap suatu sistem usahatani,
terutama pada lahan kering dan tadah hujan. Pada Lahan tersebut padi ladang
lebih banyak ditanam pada musim hujan karena kebutuhan air bagi tanaman
tergantung sepenuhnya pada curah hujan. Gupta dan OToole (1986) menyatakan
bahwa curah hujan merupakan unsur agroklimat berpengaruh dominan terhadap
pertumbuhan dan produkisi padi ladang.
Kelayakan lahan untuk pertanaman padi ladang menurut Jones dan Garrity
dalam Setiawan (2000) didasarkan pada kecukupan dan ketersediaan air.
Kecukupan dan ketersediaan air ditentukan oleh empat faktor yaitu : curah hujan,
lamanya musim tanam, kemiringan lahan, dan tekstur tanah. Atas dasar keempat
faktor tersebut, lahan tanaman padi ladang dikelompokkan menjadi empat kelas
yaitu : sesuai, agak sesuai, kering, dan sangat kering.
Tabel 4. Klasifikasi Kriteria Lingkungan Tumbuh Tanaman Padi Ladang
No
Kelas
Kesesuaian
Nilai
Elevasi
(m dpl)
Lereng
(%)
MT
(Bulan)
CH
(mm/th)
Sangat Sesuai
< 700
<5
1500-3500
Sesuai
< 700
<5
8-May
1500-3500
Sesuai
< 700
<5
>4
1500-3500
Agak Sesuai
< 700
20 May
>4
1500-3500
Agak Sesuai
700-900
< 20
>4
> 1500
Tidak Sesuai
< 900
20
>4
> 1800
Reg
7
8
Tidak Sesuai
Tidak Sesuai
> 900
-
> 20
-
<4
> 3500
< 1500
Sumber
Keterangan
Jenis
Tanah
Med,
Gru,
And, Al
Med, Gru
And,
La,
Pod, Al
Med,
Gru,
And,
La,
Pod, Al
Med,
Gru,
And,
La,
Pod, Al
Faktor
Pembatas
Tidak ada
MT pendek
Kesuburan tanah
rendah-sedang
Keterbatasan air
Suhu, RH,
topografi
dan
berkisar antara 5.5 hingga 6.5. pada pH yang lebih rendah dari 5.0 padi ladang
dapat mengalami gangguan kekahatan unsur P, keracunan Fe dan Al, sedangkan
bila lebih dari 7.0 dapat menyebabkan tanaman padi ladang mengalami kekahatan
unsur Zn (Gupta dan OToole, 1986).
2.3. Budidaya Padi Ladang
2.3.1. Pengolahan tanah
Pengolahan tanah dilakukan pada musim kering sebelum hujan turun, atau
segera setelah tanaman yang mendahuluinya dipanen. Teknih pengolahan tanah
adalah sebagai berikut :
(1) Tanah dibajak atau dicangkul dua kali atau lebih hingga tanah cukup gembur
dan bersih dari rerumputan. Pengolahan tanah harus sampai kedalaman
sedikitnya 25 sentimeter. Pada tanah yang berat (tanah padat dan keras),
dilakukan pengolahan pendahuluan dengan menggunakan garpu. Tanah
lapisan bawah sedapat mungkin terangkat dan dibalik ke bagian atas.
(2) Pada waktu membajak atau mencangkul yang kedua kali, pupuk organik
ditebarkan sebanyak sekitar 20 ton per hektar dengan menggunakan pupuk
hijau, pupuk kandang atau kompos.
(3) Setelah tanah dibajak, tanah harus dihaluskan dengan garpu atau cangkul satu
atau dua kali hingga tanah cukup halus.
(4) Dijaga agar tidak terjadi penggenangan air, karena dapat mengancam
kehidupan sekeliling petak, dengan cara membuat petakan-petakan berukuran
10 5 meter atau dengan membuat bagian tengah tegalan lebih tinggi
daripada pinggirannya.
(5) Tanah dibiarkan saja sambil menunggu benih ditanam pada waktu permulaan
musim hujan.
2.3.2. Pemilihan Benih
Benih yang bermutu adalah yang murni dengan kandungan air maksimal
14 persen, bersih dari campuran atau kotoran-kotoran, bebas dari hama dan
penyakit, segar dan daya berkecambah tinggi (minimal 80 %). Benih yang dipilih
adalah benih yang tenggelam apabila benih dimasukkan dalam larutan garam atau
larutan abu dapur, yang berat jenisnya sekitar 1.01. Benih yang melayang atau
terapung jangan dijadikan benih.
2.3.3. Penanaman
a. Waktu tanam
adalah kadar haranya yang rendah. Untuk me ncukupi kebutuhan hara bagi
tanaman dalam satu hektar, diperlukan sekitar 10 sampai 30 ton bahan organik. Di
samping itu pupuk organik sering mengandung biji-biji gulma sehingga dapat
mengganggu pertumbuhan tanaman. Kompos disebar pada waktu pembajakan
terakhir, dan pupuk buatan disebar pada waktu penggaruan terakhir.
2.3.5. Pemeliharaan
a.
Penyulaman
Sejak tanaman berumur seminggu sampai umur tiga minggu tanaman padi
ladang masih boleh disulam, kadang-kadang sesudah umur satu bulan masih
disulam, tetapi ya ng digunakan untuk menyulam adalah bibit yang diambil dari
rumpun yang besar.
b.
Penyiangan
Penyiangan atau pemberantasan gulma dapat dilakukan dengan cara
mekanis atau dengan cara kimiawi. Penyiangan pertama dilakukan pada waktu
tanaman berumur tiga sampai empat minggu. Setelah penyiangan, tanah di
sekeliling tanaman padi dibumbun (didangir) atau dihancurkan sedikit agar
pembuangan air lebih mudah. Penyiangan kedua pada saat tanaman berumur 60
hari. Tanah di sela-sela tanaman dicangkul supaya renggang dan ge mbur. Kirakira satu hingga dua minggu sebelum malai padi keluar, tanaman sebaiknya
dibumbun.
2.3.6. Panen dan Pengolahan Hasil Panen
Untuk jenis-jenis yang mudah rontok, panen dilakukan pada stadia masak
kuning yaitu apabila seluruh pertanaman nampak kuning, kecuali buku-buku
sebelah atas yang masih hijau. Isi gabah sudah mengeras tetapi bila dipijit dengan
tangan isi gabah mudah pecah. Sedangkan untuk jenis-jenis yang tidak mudah
rontok,
panen
dilakukan
pada
stadia
masak
penuh.
Cara
mengetam,
menggabahkan, mengeringkan dan mengolahnya selanjutnya sama dengan caracara pada padi sawah.
2.3.7. Hama dan Penyakit
Hama yang sering mendatangkan bahaya pada tanaman padi ladang dan
perlu diperhatikan antara lain: lalat bibit yang dapat mengurangi kemampuan
bertunas bahkan mematikan tanaman berumur setengah hingga satu setengah
bulan, walang sangit yang menyebabkan kosongnya sebagian dari malai, kepik
padi hijau, penggerek batang, ulat tentara, tikus, babi hutan, burung, dan lain- lain.
Sedangkan penyakit yang umumnya menyerang padi ladang adalah penyakit
bercak daun (Pyricularia oryzae), penyakit bercak daun Helminthosporium
oryzae, Phytium sp, dan lain- lain.
2.4. Sistem Perladangan di Indonesia dan Perkembangannya
Menurut Soekartawi (1986), ladang atau tegalan adalah suatu lahan
usahatani pada lahan kering yang biasa dipakai untuk usaha bercocok tanam.
Tanaman yang biasa dibudidayakan adalah tanaman yang berumur pendek seperti
padi ladang, jagung, tanaman jenis kacang-kacangan dan umbi- umbian.
Perladangan merupakan wujud dari peradaban jaman dulu yang berlangsung turun
temurun dan masih berkembang hingga sekarang. Praktek perladangan menurut
data arkeologi sudah dimulai pada saat manusia pertama kali mengubah jaman
berburu dan mengumpulkan tanaman liar ke sistem berproduksi tanaman dan
beternak dengan budidaya yang masih primitif.
2.
3.
Berladang dengan siklus sedang diatas tujuh tahun dan memiliki pemukiman
tetap, terkadang memiliki kebun.
4.
5.
1.
Sistem rotasi alami, yang merupakan sistem yang paling sederhana. Lahanlahan bekas perladangan yang sedang menurun produktivitasnya, baik karena
Sistem tanaman sela, merupakan suatu peningkatan dari sistem rotasi alami.
Lahan- lahan perladangan pada saat penggarapan pertama sudah ditanami
tanaman sela yang ditanam dalam bentuk larikan sejajar kontur, sehingga
dapat berfungsi sebagai pencegah erosi serta penyubur tanah. Tanaman sela
itupun dibiarkan tumbuh sehingga suksesi alami berjalan lebih cepat. Sistem
ini ditemui di Nusa Tenggara Timur terutama Kupang.
3.
4.
Simon
(1981)
dalam
Hariyanto
(1994),
mengemukakan
bahwa
perladangan hampir selalu dilakukan dengan cara yang sama. Secara kronologis
pekerjaan yang dilakukan adalah :
1.
Pemilihan tempat, dengan urutan prioritas dari yang paling disukai : hutan
perawan, hutan sekunder, belukar dan yang terakhir padang alang-alang.
2.
3.
4.
Membakar daun dan ranting yang sudah kering. Pembakaran ini selain
ditujukan untuk membersihkan lahan dari sisa-sisa penebasan dan
penebangan, juga berguna untuk mengurangi keasaman tanah.
5.
Menugal dan menanam biji. Menugal adalah membuat lubang- lubang pada
permukaan
tanah
dengan
menggunakan
ranting
atau
dahan
yang
7.
8.
(1994), pada dasarnya tidak berurutan yaitu : (a) memanen hasil tanaman bukan
padi, (b) membat pondok diladang, (c) membuat alat-alat untuk bekerja di ladang.
Bila ditinjau dari aspek ekonomi peladang berpindah (perladangan) dicirikan oleh
produktivitas yang rendah. Rendahnya produksi yang dihasilkan oleh peladang
pernah sekolah, sedang 27 persen hanya pernah sekolah tidak lebih dari kelas tiga
sekolah dasar.
2.5. Perilaku Ekonomi Petani
Perilaku ekonomi mempunyai tiga hal yang patut diperhatikan (Scott,
1981), yaitu resiko, ketidakpastian, serta keuntungan. Istilah resiko dimaksudkan
kepada terjadinya kemungkinan merugi atau possibility of loss, jadi peluang akan
terjadinya merugi akan diketahui terlebih dahulu. Sedangkan ketidakpastian
adalah sesuatu yang tidak bisa diramalkan sebelumnya, karena peluang terjadinya
merugi belum diketahui sebelumnya (Soekartawi et al., dalam Satria, 1995).
Dillon et al. dalam Soekartawi (1986) memberikan indikasi bahwa
sebagian besar petani subsistem mempunyai keengganan memikul resiko, dengan
kecenderungan yang lebih besar pada pemilik lahan sempit dan umumnya dari
petani penyakap. Pada petani kecil perolehan pendapatan usahataninya akan lebih
banyak digunakan untuk mengembangkan usahataninya. Dalam banyak hal,
sering ditemui bahwa semakin kecil petani melakukan capital formation dalam
usahataninya, karena kelebihan pendapatan sering digunakan untuk kepentingan
lainnya.
Scott (1981), menjelaskan adanya perilaku enggan menerima resiko dalam
pengambilan keputusan petani disebabkan oleh adanya dilema ekonomi petani
sentral yang dihadapi oleh kebanyakan rumah tangga petani. Kehidupan petani di
pedesaan begitu dekat dengan batas subsistensi, serta selalu mengalami
ketidakpastian cuaca dan tuntutan-tuntutan dari pihak luar, dan karena itu kondisi
tersebut menyebabkan rumah tangga petani tidak banyak mempunyai peluang
untuk menerapkan keuntungan maksimal dalam berusahatani. Sifat khas yang
senantiasa ada pada diri petani ialah berusaha menghindari kegagalan yang akan
menghancurkan kehidupannya dan bukan berusaha memperoleh keuntungan besar
dengan mengambil resiko. Dengan kata lain petani berusaha meminimumkan
keuntungan subjektif dari kerugian maksimum. Perilaku demikian yang disebut
juga perilaku safety first atau mendahulukan keamanan merupakan ciri umum
petani. Bukan saja petani miskin yang memiliki perilaku tersebut, tetapi sebagian
besar petani menengah juga bertindak serupa.
2.6. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu mengenai usahatani padi ladang atau padi gogo
dilakukan oleh Susanto (2004). Penelitian ini melakukan analisis tentang
pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor produksi usahatani padi ladang secara
tumpangsari dengan jagung di Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata penerimaan petani dari produksi
padi ladang per hektar per musim tanam sebesar Rp.1.348.100,- dengan harga jual
rata-rata sebesar Rp.1.700,- per kilogram dan produksi padi ladang per hektar
rata-rata sebesar 793 kilogram dalam bentuk gabah kering panen. Sedangkan ratarata jagung yang dihasilkan per hektar sebesar 1.438 kilogram dengan harga jual
rata-rata Rp.450,- per kilogram, sehingga penerimaan dari produksi jagung
sebesar Rp.647.100,-. Jadi, total penerimaan petani dari usahatani padi ladang
yang ditumpangsari dengan jagung sebesar Rp.1.995.200,-.
Biaya tunai yang dikeluarkan dalam usahatani padi ladang tumpangsari
dengan jagung sebesar Rp.683.091,- sedangkan biaya total sebesar Rp.1.824.575,. Dengan komposisi biaya seperti ini, pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh
petani adalah sebesar Rp.1.312.109,- sedangkan pendapatan atas biaya total
sebesar Rp.170.625,- Jadi rasio R/C atas biaya tunai diperoleh sebesar 2.92, dan
rasio R/C atas biaya total sebesar 1.09. Hal ini berarti dari segi analisis pendapatan
usahatani padi ladang secara tumpangsari dengan jagung menguntungkan karena
penerimaan yang lebih besar dari biaya total yang dikeluarkan.
Dari analisis model fungsi produksi Cobb-Douglas yang dilakukan
Susanto (2004), diperoleh hasil F-hitung yang nyata pada taraf kepercayaan 95
2
persen, dan nilai koefisien determinasi (R ) sebesar 74.5 dengan nilai koefisien
2
yang tidak efisien ini diduga disebabkan oleh pengetahuan petani yang terbatas
akibat tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi yang rendah serta status
penguasaan lahan.
Penelitian lain mengenai padi ladang dilakukan oleh Rahayu (2001)
dengan judul Perbandingan Usahatani Padi Ladang Baduy Luar dan Luar Baduy
Dilihat Dari Tingkat Efisiensi dan Subsistensi Usahatani di Desa Kanekes dan
Desa Jalupang Mulya, Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Banten.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa teknologi usahatani padi ladang yang
digunakan di wilayah Luar Baduy (Jalupang Mulya) lebih maju dibandingkan
dengan Baduy Luar. Hal ini dilihat dari : tingkat pendidikan, luas lahan garapan,
status penguasaan lahan, pengalaman bertani, jenis alat pengolahan lahan, jenis
varietas padi, pupuk, obat dan cara pengobatan hama dan penyakit tanaman, serta
alat pengolahan padi. Namun dari segi analisis pendapatan dengan menggunakan
analisis rasio R/C, usahatani padi ladang di wilayah Baduy Luar (Kanekes)
menghasilkan nilai rasio R/C yang lebih tinggi daripada Luar Baduy (Jalupang
Mulya), dimana rasio R/C atas biaya total untuk Baduy Luar sebesar 0.26
sedangkan R/C atas biaya total untuk luar baduy sebesar 0.11. Demikian juga
dengan R/C atas biaya tunai untuk wilayah Baduy Luar sebesar 1.22, lebih besar
daripada R/C atas biaya tunai untuk Luar Baduy yang sebesar 0.39.
Rendahnya nilai rasio R/C untuk usahatani padi ladang di wilayah Luar
Baduy diduga disebabkan oleh :
(1)
(2)
Tingkat upah tenaga kerja luar keluarga di wilayah Luar Baduy lebih tinggi
daripada wilayah Baduy Luar.
(3)
(4)
Penggunaan pupuk dan pestisida yang belum tepat untuk wilayah Luar
Baduy, sementara usahatani padi ladang di wilayah Baduy Luar tidak
menggunakan pupuk dan pestisida sama sekali.
Dilihat dari segi tingkat subsistensi, usahatani padi ladang di wilayah Luar
Baduy tergolong usahatani semi- subsisten mengarah ke komersial (TransisiDinamis), sedangkan usahatani padi ladang untuk wilayah termasuk dalam
usahatani semi-subsisten mengarah ke subsisten (Transisi-Statis). Kesimpulan ini
diambil berdasarkan analisis terhadap : tujuan produksi, nilai rasio upah tenaga
kerja dan rasio faktor input, serta tingkat pendayagunaan lembaga pertanian.
Penelitian yang dilakukan Wana (2000) dengan judul Analisis Faktorfaktor Produksi Padi Lahan Kering di Indonesia, melakukan analisis pendugaan
model respon areal luas panen dan produktivitas padi lahan kering di seluruh
Indonesia. Wana (2000) mengelompokkan Indonesia menjadi tiga daerah regional
yaitu :
Regional I meliputi seluruh provinsi Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.
Regional II meliputi seluruh provinsi di pulau Sumatera dan Kalimantan. Regional
III meliputi seluruh provinsi di pulau Sulawesi, NTT, Maluku, Timtim, dan Irian
Jaya.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi
produksi luas areal panen padi lahan kering (ladang) di seluruh regional adalah :
harga beras, luas lahan kering, harga jagung, harga ubikayu, harga kedelai, dan
luas areal panen padi tahun sebelumnya. Sedangkan faktor- faktor yang
mempengaruhi produktivitas padi lahan kering (ladang) di seluruh regional adalah
harga pupuk urea, curah hujan, varietas unggul, dan harga pupuk TSP. Penelitian
ini juga memperoleh kesimpulan bahwa peningkatan produksi dengan
mengupayakan peningkatan luas areal dan produktivitas padi ladang pada
umumnya tidak responsif terhadap faktor- faktor yang berpengaruh, yang
memberi indikasi bahwa di Indonesia terutama di Jawa peningkatan luas areal
panen dan produktivitas sudah hampir mendekati level optimum. Akan tetapi
dalam upaya memenuhi kebutuhan beras nasional dan mengurangi impor beras,
kegiatan produksi harus tetap ditingkatkan.
Yelni (1999) meneliti tentang faktor- faktor yang mempengaruhi
produksi dan pendapatan usahatani padi sawah pada jaringan irigasi teknis (Desa
Tinggar Jaya, Kecamatan Jatilawang) dan irigasi sederhana (Desa Losari,
Kecamatan Rawalo), Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa tingkat produksi per hektar di daerah irigasi teknis lebih
tinggi daripada daerah irigasi sederhana. Perbedaan tingkat produksi tersebut
24.947 kwintal dalam satu tahun (dua musim tanam). Pendapatan atas biaya tunai
dan biaya total yang diperoleh daerah dengan lahan sawah yang menggunakan
irigasi teknis juga lebih tinggi daripada lahan sawah beririgasi sederhana. Rasio
R/C atas biaya tunai di Desa Tinggar Jaya (irigasi teknis) sebesar 2.7554,
sedangkan di Desa Losari (irigasi sederhana) sebesar 2.4193. Rasio R/C atas biaya
total di Desa Tinggar Jaya (irigasi teknis) sebesar 1.5574 dan di Desa Losari
(irigasi sederhana) sebesar 1.4637. Berdasarkan analisis model fungsi produksi
61.
KERANGKA PEMIKIRAN
sebagai
tempat
diselenggarakannya
usaha
ternak
dan
tempat
lain- lain.
2.
produk usahatani.
3.
4.
atau
5.
efisien.
Suatu
tingkat
efisiensi
biaya
yang
mencapai
dikeluarkan
perbandingan
tertentu.
Kriteria kelayakan usahatani dapat diukur dengan menggunakan analisis
imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis) yang didasarkan pada
perhitungan secara finansial. Analisis ini menunjukkan besar penerimaan
usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan
untuk kegiatan usahatani. Semakin besar nilai R/C maka akan semakin besar pula
penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan
atau usahatani dikatakan menguntungkan.
Kegiatan usahatani dikategorikan layak jika memiliki nilai R/C ratio lebih
besar dari satu, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan
menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya
atau secara sederhana kegiatan usahatani menguntungkan. Sebaliknya kegiatan
usahatani dikategorikan tidak layak jika memiliki nilai R/C ratio lebih kecil dari
satu, yang artinya untuk setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan
menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya
atau kegiatan usahatani merugikan. Sedangkan untuk kegiatan usahatani yang
memiliki nilai R/C ratio sama dengan satu berarti kegiatan usahatani berada pada
keuntungan normal.
3.4. Teori Produksi
Setiap proses produksi melibatkan suatu hubungan yang erat antara faktorfaktor produksi yang digunakan dengan produk yang dihasilkan . Faktor- faktor
produksi seperti lahan, pupuk, tenaga kerja, modal dan sebagainya sangat
mempengaruhi terhadap besar kecilnya produksi yang diperoleh. Keputusan
penggunaan sumber daya atau input, baik dalam kuantitas maupun kombinasi
yang dibutuhkan dalam suatu tingkat produksi ditentukan oleh petani (produsen).
Y (Produksi)
TP
II
III
Keterangan
: TP = Total Produksi
MP = Marginal Product (Produk Marjinal)
AP = Average Product (Produk Rata-rata)
Fungsi produksi secara sederhana dapat digambarkan sebagai hubungan
fisik atau hubungan teknis antara jumlah faktor produksi yang digunakan dengan
jumlah produk yang dihasilkan per satuan waktu tanpa memperhatikan faktor
harga.
(3.1)
Keterangan :
Y
X1,X2,..,Xn
f
fungsi
dibagi
ke
produksi
dalam
tiga
produksi. Daerah
produksi tersebut
dibedakan
dapat
berdasarkan
elastisitas
produksi dari
(198
4),
dapat
daerah
ketiga
daerah
daerah
tersebut
dengan
adalah
elastisitas
maksimum. Hal ini berarti bahwa penggunaan faktor- faktor produksi sudah
optimal. Oleh karena itu daerah II disebut sebagai daerah rasional (rational region
atau rational stage of production).
Daerah Produksi III mempunyai elastisitas produksi lebih kecil dari nol,
artinya setiap penambahan faktor- faktor produksi akan menyebabkan penurunan
jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah produksi ini mencerminkan pemakaian
faktor- faktor produksi yang sudah tidak efisien, sehingga daerah ini disebut juga
sebagai daerah irrasional.
3.5. Efisiensi Ekonomi
Usahatani akan mencapai efisiensi ekonomi jika tercapai keuntungan
maksimum. Syarat untuk mencapai keuntungan maksimum adalah turunan
pertama dari fungsi keuntungan terhadap masing- masing faktor produksi sama
dengan nol (Doll dan Orazem, 1984). Fungsi keuntungan yang diperoleh
usahatani dapat dinyatakan sebagai berikut :
.. (3.2)
Py .Y
Px i .X i TFC
i 1
Keterangan :
= pendapatan usahatani
Py
= harga per unit produksi
i = 1,2,3,.,n
Y
= hasil produksi
Px i = harga pembelian faktor produksi ke i
Xi = jumlah faktor produksi ke- i yang digunakan dalam proses produksi
TFC = Total Fixed Cost (Biaya Tetap Total)
Dengan demikian untuk memenuhi syarat tercapainya keuntungan
maksimum, maka turunan pertama dari fungsi keuntungan adalah :
P Y Px 0
y
X i
i
X i
=
Px i 0
X i
Py
Px i .. (3.3)
X i
Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa level penggunaan faktor
produksi ke-i yang efisien merupakan fungsi dari harga output, harga faktor
produksi ke- i dan jumlah output yang dihasilkan, atau secara matematis dapat
dituliskan :
Xi f Py , Px i , Y (3.4)
Dengan mengetahui
X i
produksi ke-i, maka persamaan diatas menjadi :
Py.MPxi Pxi
(3.5)
Artinya keuntungan maksimum tercapai pada saat tambahan nilai produksi akibat
tambahan penggunaan faktor produksi ke-i harus sama dengan biaya korbanan
marjinal atas faktor produksi ke-i tersebut atau rasio keduanya sama dengan satu.
Jadi secara umum keuntungan maksimum dari penggunaan n faktor
produksi akan diperoleh pada saat :
PyMPx1
Px1
Dengan asumsi Py dan Pxi merupakan nilai yang konstan, maka hanya
Y
X i
IV. METODE
PENELITIAN
padi
penelitian.
ladang
di
Pemilihan
lokasi
lokasi
Desa
Teluk
Wanajaya,
Kecamatan
Jambe,
Kabupaten
diantara
desa-desa
lain
di
Pemilihan
Jambe
Kecamatan
Teluk
didasarkan
pada
merupakan
penghasil
padi
salah
satu
ladang
di
didesain
tingkat
untuk
mengetahui
pendapatan
usahatani
penggunaan
faktor-
dilakukan secara acak sederhana (simple random) dari suatu daftar petani yang
telah dipersiapkan sebelumnya. Di samping wawancara terstruktur, dilaksanakan
pula wawancara tidak terstruktur dengan sejumlah perangkat desa, anggota Badan
Perwakilan Desa (BPD) serta kelembagaan lain di desa.
Data sekunder diperoleh dengan cara penelusuran kepustakaan buku,
laporan penelitian, artikel, majalah, karya ilmiah yang berkaitan dengan masalah
penelitian dan melalui internet. Selain itu data sekunder juga diperoleh dari Biro
Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Pangan, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, dan Pemerintah Daerah
di lokasi penelitian.
4.3. Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif
digunakan untuk mengetahui gambaran umum usahatani padi dan keragaan
usahatani padi lahan kering di Desa Wanajaya, Kecamatan Teluk Jambe,
Kabupaten Karawang. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui
faktor- faktor yang mempengaruhi produksi dan tingkat efisiensi usahatani padi
ladang dengan menggunakan analisis pendapatan usahatani, analisis fungsi
produksi dan analisis efisiensi.
Data yang telah terkumpul kemudian mengalami tahapan pengeditan,
pengolahan dan penyusunan dalam bentuk tabulasi untuk selanjutnya dianalisis.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel dan
Minitab 13 for Windows.
4.3.1. Analisis
Pendapatan Usahatani
(4.1)
(4.2)
Keterangan :
GFI = Gross Farm Income (Pendapatan kotor usahatani)
NFI = Net Farm Income (Pendapatan bersih usahatani)
NP = Nilai Produksi
BT = Biaya Tunai Usahatani
BD = Biaya yang Diperhitungkan
(4.4)
Keterangan :
TR = Total Revenue (Total Penerimaan)
TC = Total Cost (Total Biaya)
b1
Keterangan :
Y
b0
bi
Xi
e
u
X b 2 X b3 X
b4
4
bn u
.......X
..........
(4.5)
= produksi
= intersep
= koefisien regresi penduga variable ke-i
= jenis faktor produksi ke-i, dimana i =1,2,3, n
= bilangan natural (e = 2,7182)
= unsur sisa (galat)
Penggunaan
sebagai berikut :
1. Penggunaan fungsi Cobb-Douglas adalah dalam keadaan The Law of
Diminishing Return untuk masing- masing input sehingga informasi yang
diperoleh dapat digunakan untuk melakukan upaya agar setiap penambahan
input dapat menghasilkan tambahan output yang lebih besar.
1. Benih
Penggunaan benih dalam satu musim tanam diukur dalam satuan kilogram
(kg). Benih diduga berpengaruh positif terhadap produksi padi, secara teori bila
jumlah benih yang digunakan bertambah sebesar satu persen maka akan
meningkatkan produksi padi sebesar nilai elastisitasnya (ceteris paribus).
2. Pupuk
Penggunaan pupuk dalam satu musim tanam diukur dalam satuan kilogram
(kg). Pupuk diduga berpengaruh positif terhadap produksi padi, secara teori bila
jumlah pupuk yang digunakan meningkat sebesar satu pesen maka akan
meningkatkan produksi padi sebesar nilai elastisitasnya (ceteris paribus).
3. Pestisida
Penggunaan pestisida tidak dibedakan berdasarkan jenisnya seperti
insektisida,
rodentisida,
moluskisida
atau
herbisida
untuk
memudahkan
meningkat sebesar satu persen maka akan meningkatan produksi padi sebesar nilai
elastisitasnya (ceteris paribus).
produksi tersebut adalah benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja dalam keluarga, dan
tenaga kerja luar keluarga. Faktor-faktor produksi ini merupakan variabel bebas
yang akan diuji pengaruhnya terhadap variabel terikat yaitu hasil produksi.
2. Pendugaan fungsi produksi
Dalam analisis fungsi produksi digunakan pendekatan Cobb-Douglas,
yaitu :
Y b0 X1b1 X 2 b 2 X 3b 3 X 4 b4 X 5b5
Model fungsi produksi ditransformasikan ke dalam bentuk linier
logamatrik untuk menduga fungsi produksi.
LnY ln b0 b1 ln X 1 b2 ln X 2 b3 ln X 3 b4 ln X 4 b5 ln X 5 u . (4.6)
Keterangan :
Y = Hasil produksi padi lahan kering
(Kilogram) X1 = Benih (Kilogram)
X 2 = Pupuk (Kilogram)
X 3 = Pestisida (Liter)
X 4 = Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HOK)
X 5 = Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK)
b0 = Variabel intersep
u = Unsur galat
b1 , b2 , b3 , b4 , b5 ,b6 , b7 = koefisien regresi masing-masing variabel
3. Analisis regresi
Analisis regresi bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel
terikat dengan variabel bebas. Dari analisis dengan OLS (Ordinary Least Square)
ini diperoleh nilai P (P-value) untuk uji t dan uji F, juga dapat diketahui nilai R 2 .
P-value untuk uji t digunakan untuk mengetahui secara statistik apakah masingmasing variabel bebas ( Xi ) secara terpisah berpengaruh nyata terhadap variabel
terikat (Y). Apabila P-value untuk uji t lebih kecil daripada nilai yang
Py.Y Pxi .X i
TFC
i1
Keterangan :
= pendapatan usahatani
Py = harga per unit produksi
Y = hasil produksi
i = 1,2,3,.,n
.....(4.7)
P Y Px 0
y X i
i
X i
=
Pxi 0
X i
Py
Pxi .. (4.8)
X i
Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa level penggunaan faktor
produksi ke-i yang efisien merupakan fungsi dari harga output, harga faktor
produksi ke-i dan jumlah output yang dihasilkan, atau secara matematis dapat
dituliskan :
X i f Py, Pxi ,Y (4.9)
Dengan mengetahui
X i
ke-i, maka persamaan diatas menjadi :
Py.MPxi Pxi
(4.10)
PyMPxi
1 ..
(4.11)
Pxi
keterangan :
PyMP xi = Nilai Produk Marjinal (NPM) faktor produksi ke-i
P xi
= Biaya Korbanan Marjinal (BKM) faktor produksi ke-i
Artinya keuntungan maksimum tercapai pada saat tambahan nilai produksi akibat
tambahan penggunaan faktor produksi ke-i harus sama dengan biaya korbanan
marjinal atas faktor produksi ke-i tersebut atau rasio keduanya sama dengan satu.
Jadi secara umum keuntungan maksimum dari penggunaan n faktor
produksi akan diperoleh pada saat :
PyMPx1 PyMPx2 PyMPx3 .... PyMPxn 1 .(4.12)
Px1
Px2
Px3
Pxn
Dengan asumsi Py dan P xi merupakan nilai yang konstan, maka hanya
Y
X i
2. Luas lahan garapan areal usahatani padi ladang merupakan lahan yang
digunakan untuk menanam padi ladang, satuannya Hektar (ha).
3. Tenaga kerja adalah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi.
Tenaga kerja ini dibedakan menjadi dua, yaitu tenaga kerja dalam keluarga
(TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Seluruh tenaga kerja
disetarakan dengan ukuran Hari Orang Kerja (HOK).
4. Jumlah produksi adalah jumlah panen padi ladang yang dihasilkan dari luas
lahan, satuannya kilogram.
5. Produktivitas adalah hasil bagi antara jumlah panen dengan luas lahan dengan
satuannya Ton per Hektar.
6. Pemilik penggarap adalah petani yang menggarap lahan miliknya sendiri.
Satuannya orang.
7. Penyakap adalah petani yang menggarap lahan milik orang lain denga n
pembayaran sewanya berdasarkan bagi hasil. Satuannya orang.
8. Biaya tunai adalah besarnya nilai uang tunai yang dikeluarkan petani untuk
membeli pupuk, benih, pestisida, upah tenaga kerja luar keluarga, sewa
traktor/ternak, dan lain- lain. Untuk petani penyakap maka komponen biaya
tunainya ditambah dengan biaya sakap. Satuannya Rupiah.
9. Biaya yang diperhitungkan adalah pengeluaran untuk input milik sendiri
meliputi tenaga kerja dalam keluarga dan penyusutan. Satuannya adalah
Rupiah.
10. Biaya usahatani total adalah merupakan penjumlahan antara biaya tunai dan
biaya yang diperhitungkan . Satuannya adalah Rupiah.
11. Penerimaan (nilai produksi) adalah nilai yang diperoleh dari hasil kali antara
jumlah produksi dengan dengan harga jualnya. Satuannya adalah Rupiah.
12. Pendapatan kotor usahatani adalah selisih antara penerimaan usahatani dan
biaya tunai usahatani. Satuannya Rupiah.
13. Pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara penerimaan usahatani
dengan biaya usahatani total (biaya tunai dan diperhitungkan). Satuannya
Rupiah.
Pupuk
Benih
Pestisida
Analisis Pendapatan
Elastisitas Faktor-faktor
Produksi
Analisis R/C
Kesimpulan
22. GAMBARAN
Luas (Ha)
18.61
13.80
21.50
38.10
50.00
0.20
0.17
1.78
0.92
0.74
1.23
918.00
1,065.07
Persentase
1.75
1.30
2.02
3.58
4.69
0.02
0.02
0.17
0.09
0.07
0.12
86.19
100.00
Luas (Ha)
187.07
878.00
1065.07
Persentase
17.56
82.44
100.00
Dari kondisi geografis, Desa Wanajaya berada pada ketinggian sekitar 700
meter di atas permukaan laut dengan kemiringan lahan 30 sampai 40 persen yang
merupakan daerah perbukitan. Curah hujan rata-rata sekitar 1454.5 mm per tahun
berdasarkan data tahun 2002 dan termasuk dalam kelas iklim B atau daerah
beriklim basah dengan vegetasi hujan tropis berdasarkan standar Schmidt dan
Ferguson (BAPPEDA Kabupaten Karawang, 2003). Jumlah bulan basah rata-rata
tujuh bulan, bulan lembab rata-rata dua bulan, dan jumlah bulan kering rata-rata
tiga bulan dengan suhu rata-rata sekitar 27C dan intensitas penyinaran matahari
sekitar 66 persen. Tanah di Desa Wanajaya memiliki pH sekitar empat sampai
lima, denga n kapasitas tukar kation (KTK) dan kejenuhan basa (KB) yang
tergolong sedang. Berdasarkan ketiga indikator kesuburan tanah tersebut,
disimpulkan bahwa tingkat kesuburan tanah di Desa Wanajaya termasuk dalam
golongan rendah dan memiliki ciri-ciri bertekstur lempung, struktur gumpal atau
keras, dan solum dalam.
Jumlah penduduk desa Wanajaya hingga Januari 2005 tercatat sebanyak
4024 jiwa (1237 kepala keluarga) dan komposisi penduduk tergolong merata
antara laki- laki dan perempuan dimana penduduk dengan jenis kelamin laki- laki
berjumlah 2033 orang (50.52 %), dan penduduk jenis kelamin perempuan
berjumlah 1991 orang (49.48 %). Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 1971
Tarigan JJ. (1997) dalam BAPPEDA Kabupaten Karawang (2003), batas usia 10
tahun ke atas digunakan untuk menentukan apakah seseorang termasuk dalam
angkatan kerja atau bukan. Dalam Tabel 7 dapat dilihat bahwa dari seluruh
penduduk di Desa Wanajaya terdapat 3114 orang (77.39 %) angkatan kerja
sehingga dari segi jumlah angkatan kerja Desa Wanajaya tergolo ng cukup
potensial.
Tabel 7. Karakteristik Penduduk Desa Wanajaya Berdasarkan Kelompok
Umur Tahun 2005
Kelompok Umur
Jumlah
(Tahun)
(orang)
0-9
910
10 - 19
775
20 29
791
30 39
667
40 49
416
50 59
278
= 59
187
Total
4.024
Sumber : Monogafi Desa Wanajaya, 2004.
Persentase
22.61
19.26
19.66
16.58
10.34
6.91
4.65
100.00
sebanyak 879 orang (21.84 %) karena lokasi Desa Wanajaya masih dekat dengan
kawasan industri Kabupaten Karawang. Penduduk lainnya bekerja di berbagai
bidang diantaranya PNS, TNI/POLRI, Bidan desa, dokter, mantri kesehatan,
pedagang, pengrajin, montir, dan kelompok yang tergolo ng berstatus sebagai
pengangguran sebanyak 405 orang (10.06 %). Gambaran penduduk Desa
Wanajaya berdasarkan mata pencaharian disajikan dalam Tabel 8.
Tabel 8. Karakteristik Penduduk Desa Wanajaya Berdasarkan Mata
Pencaharian Tahun 2005
Jenis Mata Pencaharian
Jumlah (orang)
Petani
1595
Buruh Tani
748
Buruh/swasta
879
PNS
75
Pengrajin
8
Pedagang
175
Peternak
125
Montir
3
Dokter
1
Bidan Desa
2
Mantri Kesehatan
2
Polisi
6
Pengangguran
405
Total
4024
Sumber Monografi Desa Wanajaya, 2004.
Persentase
39.64
18.59
21.84
1.86
0.20
4.35
3.11
0.07
0.02
0.05
0.05
0.15
10.06
100.00
Jumlah (orang)
502
30
905
1785
455
332
2
3
5
5
4024
Persentase
12.48
0.75
22.49
44.36
11.31
8.25
0.05
0.07
0.24
0.25
100.24
Jumlah Responden
(orang)
5
13
6
1
15
40
Persentase
12.50
32.50
15.00
2.50
37.50
100.00
Persentase
30.00
45.00
22.50
2.50
0.00
100.00
Jumlah Responden
(orang)
8
25
7
0
40
Persentase
20.00
62.50
17.50
0.00
100.00
Jumlah Responden
(Orang)
2
6
9
8
15
40
Persentase
5.00
15.00
22.50
20.00
37.50
100.00
Jumlah Anggota RT
8
27
5
40
Persentase
20.00
67.50
12.50
100.00
7. Pekerjaan Sampingan
Jenis pekerjaan sampingan yang dimiliki petani akan berpengaruh
terhadap pendapatan tambahan yang diperoleh rumahtangga, sehingga tingkat
pendapatan tersebut akan berpengaruh terhadap produktivitas usahatani.
Pendapatan dari pekerjaan sampingan akan digunakan sebagai tambahan modal
dalam penyediaan sarana produksi yang lebih banyak sehingga hasil produksi
yang diperoleh akan lebih besar. Selain bertani, responden pada umumnya tidak
memiliki pekerjaan sampingan untuk menambah pendapatan rumahtangga karena
tidak mempunyai keahlian lain selain bertani. Sehingga sumber pendapatan yang
menjadi penunjang usahatani padi ladang adalah dengan dengan berkebun tetapi
umumnya tidak dikelola secara baik atau tidak diusahakan secara kontinyu.
8. Keputusan Bertani Padi Ladang
Keputusan bertani padi ladang dalam menentukan jenis, pola tanam, dan
teknik produksi lainnya petani bebas menentukan sendiri atau dipengaruhi adat
istiadat setempat yang me ngikat kebebasan petani dalam mengambil keputusan
usahatani. Keputusan yang diambil akan berpengaruh terhadap produktivitas dan
kemajuan usahatani karena petani yang dinamis akan lebih mampu mengadopsi
teknologi usahatani. Teknologi dan inovasi bertujuan untuk meningkatkan
produktivitas padi ladang dan taraf hidup petani.
Keseluruhan petani responden menyatakan bahwa keputusan dalam
berusahatani diambil sendiri dengan kebebasan berdasarkan pemahaman dan
pengalaman petani dan tidak terikat dengan aturan atau adat istiadat setempat.
Segala usaha yang bertujuan untuk peningkatan produktivitas usahatani terutama
nitrogen harus diberikan secara split atau terpisah (Puslitbang Tanaman Pangan,
1989).
Harga pupuk yang sangat tinggi bagi petani menyebabkan penggunaan
pupuk yang tidak optimal karena tidak sesuai dengan dosis pupuk ideal, bahkan
sebagian petani tidak menggunakan pupuk sama sekali. Petani di Desa Wanajaya
umumnya membeli pupuk dalam bentuk campuran pupuk Urea dan TSP dan tidak
ada petani responden yang menggunakan pupuk TSP. Harga pupuk campuran
Urea dan TSP rata-rata sekitar Rp 1400 per kilogram dengan cara membeli petani
di kios tani yang terletak di ibukota kecamatan dengan uang tunai.
6.1.4. Pengobatan
Pengobatan dilakukan untuk mencegah atau membasmi hama dan penyakit
yang menyerang tanaman padi ladang. Jenis pestisida yang banyak digunakan
petani responden adalah decis untuk mencegah penyakit kungkang atau blast
yang sering menyerang tanaman padi ladang di Desa Wanajaya. Jenis penyakit ini
menyebakan pembusukan pada batang padi sehingga mematikan tanaman padi.
Jenis penyakit lain yang sering menyerang tanaman padi ladang di desa ini adalah
wereng, mentul, dan lain- lain. Jenis obat lain yang juga digunakan petani
adalah sidametrin, trobos, azodrin, akodan, elsan, dan hanya sebagian kecil petani
yang menggunakan furadan. Pestisida jenis decis dibeli petani sekitar Rp. 22 ribu
per 100 mililiter di kios tani yang terletak di ibukota kecamatan. Pengobatan
dilakukan dengan cara penyemprotan antara sekali hingga dua kali penyemprotan
dalam satu masa tanam tergantung kemampuan keuangan petani.
6.1.5. Penyiangan
Penyiangan dilakukan untuk membersihkan lahan dari gulma atau tanaman
pengganggu tanaman utama (padi ladang). Proses penyiangan dilakukan sekitar
sebulan setelah benih ditanamkan atau ditugalkan dengan menggunakan sabit atau
kored dan cangkul. Pada periode ini benih mulai bertumbuh sehingga
pertumbuhan tanaman pengganggu seperti rerumputan, semak belukar, akan
menjadi saingan berat bagi tanaman utama dalam memperoleh unsur hara dari
dalam tanah bahkan dapat mematikan tanaman utama. atau gulma jika tidak
segera dimusnahkan.
Proses penyiangan sebagian besar dilakukan oleh tenaga kerja wanita baik
dari dalam maupuan dari luar keluarga. Petani melakukan penyiangan antara satu
kali hingga dua kali berdasarkan intensitas serangan gulma. Upah yang berlaku
secara umum untuk proses penyiangan adalah sekitar Rp.6000 untuk setiap tenaga
kerja yang umumnya adalah wanita, per hari dengan jam kerja selama 6 jam kerja
per hari.
6.1.6. Pemanenan
Umur panen untuk varietas Ciherang yang digunakan petani responden
rata-rata berumur 120 hingga 150 hari sejak ditanam. Hasil panen padi ladang
digunakan untuk kebutuhan makanan pokok dan sebagian disimpan di lumbung
padi untuk nantinya digunakan sebagai benih di musim tanam berikutnya jika
tidak memiliki uang tunai untuk membeli benih dari kios atau toko dengan resiko
kualitas yang jelas lebih rendah. Sebagian padi yang disimpan juga digunakan
untuk tujuan berjaga-jaga atau untuk mengantisipasi kebutuhan mendesak rumah
tangga sehari- hari seperti biaya pendidikan anak, biaya pengobatan dan
kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Proses pemanenan dilakukan dengan menggunakan alat-alat yang masih
tradisional seperti sabit atau kored, cangkul, dan lain- lain. Pemanenan biasanya
dilakukan dengan mengupah buruh tani dengan sistem bawon yaitu dengan
menggunakan seperlima dari hasil panen keseluruhan sebagai upah keseluruhan
pekerja pemanen dalam bentuk gabah kering panen. Proses pengeringan padi
dilakukan pada media tikar atau kuda-kuda bambu atau plastik terval di halaman
rumah masing- masing petani. Padi yang sudah kering dan siap untuk digiling
dibawa ke tempat penggilingan padi dan diolah hingga dalam bentuk beras dengan
biaya pengolahan sebesar 100 kilogram beras untuk setiap satu ton beras yang
telah diolah dengan menyesuaikan harga beras pada saat itu atau dalam bentuk
uang tunai.
6.2. Struktur Biaya
Biaya yang dikeluarkan petani terdiri dari biaya tunai dan biaya
diperhitungkan. Biaya tunai didefinisikan sebagai biaya untuk pupuk, pestisida
atau obat-obatan pemberantas hama dan penyakit tanaman, tenaga kerja luar
keluarga, dan pajak usahatani yang dikeluarkan petani selama proses produksi
padi ladang. Pengeluaran usahatani yang termasuk dalam biaya diperhitungkan
adalah pengeluaran usahatani yang dikeluarkan petani tetapi tidak secara tunai
seperti biaya benih, nilai tenaga kerja dalam keluarga, dan penyusutan alat-alat
pertanian. Biaya-biaya yang dikeluarkan petani padi ladang dapat dilihat dalam
Tabel 15.
Tabel 15. Biaya-biaya yang Dikeluarkan Petani Padi Ladang per Hektar per
Musim Tanam di Desa Wanajaya Tahun 2005
Komponen
BIAYA TUNAI
Pupuk
Pestisida
Tenaga Kerja Luar Keluarga
Pajak Usahatani
Total Biaya Tunai
BIAYA DIPERHITUNGKAN
Benih
Tenaga Kerja Dalam Keluarga
Penyusutan Peralatan
Total Biaya Diperhitungkan
BIAYA TOTAL
Satuan Jumlah
Harga/satuan
(Rp)
Kg
Liter
HOK
Rp
Rp
110.8
1.7
48.34
1.454,46.724,6.000,-
Kg
HOK
Rp
Rp
Rp
60
237.37
2.407,6.000,-
Nilai
(Rp)
Persentase
161.103,79.431,290.040,20.000,550.574,-
7.41
3.65
13.34
0.92
25.33
144.420,1.424.220,54.200,1.622.840,2.173.414,-
6.64
65.53
2.49
74.67
100.00
Tabel 16. Analisis Pendapatan Cabang Usahatani Padi Ladang per Hektar
per Musim Tanam di Desa Wanajaya Tahun 2005
Nilai
(Rupiah)
1.654.900,550.574,1.625.180,2.175.754,-520.854,1.104.326,-
Komponen
TOTAL PENERIMAAN
Total Biaya Tunai
Total Biaya Diperhitungkan
BIAYA TOTAL USAHATANI
PENDAPATAN ATAS BIAYA TOTAL
PENDAPATAN ATAS BIAYA TUNAI
R/C ATAS BIAYA TUNAI
R/C ATAS BIAYA TOTAL
3.01
0.76
Produksi rata-rata padi ladang yang dihasilkan sebesar 1,273 kilogram per
hektar per musim tanam dalam bentuk gabah kering giling. Harga jual gabah
kering pada masa panen rata-rata sebesar Rp 1,300 per kilogram, sehingga ratarata penerimaan petani sebesar Rp 1,654,900 per hektar per musim tanam. Biaya
total yang dikeluarkan petani dalam proses produksi rata-rata sebesar Rp
2,175,754 per hektar per musim tanam sehingga pendapatan atas biaya totalnya
sebesar Rp -520,854. Sedangkan, besar rata-rata biaya tunai yang dikeluarkan
petani di daerah penelitian sebesar Rp 550,574 per hektar per musim tanam
sehingga pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 1,104,326. Sehingga jika dilihat
dari sisi pendapatan atas biaya total, maka usahatani padi ladang tidak
menguntungkan bagi petani.
6.4. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (Analisis R/C ratio)
Dari hasil analisis pendapatan dan biaya usahatani padi ladang didapat rasio
R/C atas biaya total sebesar 0,76. Artinya bahwa untuk setiap satu rupiah biaya
total yang dikeluarkan dalam usahatani padi ladang, maka petani akan
memperoleh penerimaan sebesar Rp 0.76. Sedangkan rasio R/C atas biaya tunai
adalah sebesar 3.01 yang berarti bahwa untuk setiap satu rupiah biaya tunai yang
Derajat
Bebas
5
30
35
Jumlah
Kuadrat
11.2161
7.6180
18.8341
Kuadrat
Tengah
2.2432
0.2539
F - hitung
8.83
Peluang
0.000
Tabel 18. Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Padi Ladang
di Desa Wanajaya
Simpangan
Variabel
Baku
Koefisien
Konstanta
0.004
1.989
Ln Pupuk
0.248
0.405
Ln Tenaga Kerja Luar RT
0.530
0.196
Ln Tenaga Kerja Dalam RT
0.217
0.068
Ln Benih
0.101
0.209
Ln Pestisida
0.069
0.065
R-Sq = 59.6%
R-Sq (adjusted) = 52.8%
Koefisien
Regresi
T
Hitung
Pvalue
VIF
0.00
0.61
2.69
3.19
0.48
1.06
0.999
0.545
0.011
0.003
0.632
0.296
1.3
1.8
1.2
2.3
1.3
Berdasarkan data pada Tabel 18, maka model fungsi produksi padi ladang
per hektar dapat diduga dengan persamaan sebagai berikut :
Ln Produktivitas = 0.004 + 0.2484 Ln Pupuk + 0.5302 Ln Tenaga Kerja Luar
Keluarga + 0.21728 Ln Tenaga Kerja Dalam Keluarga
juga di lokasi penelitian. Penyakit blast dapat menurunkan hasil panen bahkan
menggagalkan pertanaman padi ladang. Petani tidak menggunakan varietas padi
ladang karena produktivitas yang lebih rendah.
Faktor produksi pestisida tidak berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan
90 persen tetapi berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 70 persen terhadap
produksi padi ladang. Elastisitas faktor produksi pestisida adalah sebesar 0.06968,
yang berarti setiap kenaikan penggunaan pestisida sebesar satu persen akan
cenderung meningkatkan produksi padi ladang sebesar 0.06986 persen dengan
asumsi ceteris paribus. Rendahnya elastisitas faktor produksi pestisida terhadap
peningkatan produksi menunjukkan bahwa penggunaan pestisida oleh petani tidak
berfungsi secara efektif dalam mengurangi atau membasmi hama dan penyakit
yang menyerang padi ladang karena jumlah atau jenis pestisida yang belum tepat.
Jadi jika dilihat secara keseluruhan, maka faktor yang berpengaruh nyata
terhadap produksi padi ladang di Desa Wanajaya adalah faktor tenaga kerja dalam
dan luar keluarga. Dan jika dilihat dari besaran nilai elastisitas, maka faktor yang
paling responsif terhadap produksi padi ladang adalah tenaga kerja luar keluarga
dengan nilai elastisitas sebesar 0.5302. Hal ini disebabkan oleh tenaga kerja luar
keluarga akan bekerja lebih optimal dibandingkan dengan tenaga kerja dalam
keluarga. Tenaga kerja luar keluarga akan bekerja lebih optimal dibandingkan
dengan tenaga kerja dalam keluarga. Tenaga kerja luar keluarga melakukan
pekerjaan dengan jam kerja yang telah ditentukan sebelumnya, upah yang telah
disepakati, dan juga target kerja yang ditentukan sebelumnya. Petani yang
menggunakan tenaga kerja luar keluarga akan mengoptimalkan kerja buruh tani
agar target kerja yang diinginkan tercapai.
7.3. Analisis Efisiensi Ekonomi
Menurut Doll dan Orazem (1984), untuk mencapai keuntungan yang
maksimal, suatu usaha tani harus memenuhi dua syarat yaitu syarat keharusan
(Necessary Condition) dan syarat kecukupan (Sufficient Condition). Syarat
keharusan (Necessary Condition) dipenuhi pada saat tidak ada lagi kemungkinan
lain dalam penggunaan input yang lebih sedikit untuk menghasilkan nilai produksi
yang sama, atau ketika elastisitas produksi lebih besar atau sama dengan nol dan
lebih lebih kecil atau sama dengan satu (p 1).
Berbeda dengan syarat keharusan yang objektif, syarat kecukupan dapat
berbeda pada setiap usahatani atau individu dan merupakan efisiensi yang
subjektif. Terpenuhi atau tidaknya kedua syarat tersebut dapat diketahui dengan
menggunakan sebuah persamaan yaitu perbandingan antara Value Marginal
Product (PyMPxi) atau disebut juga Nilai Produk Marjinal (NPM), dan Marginal
Factor Cost (MFC) atau yang sering disebut dengan Biaya Korbanan Marjinal
(BKM). Nilai Produk Marjinal merupakan hasil kali antara harga produk dengan
Produk Marjinal (PM) sementara Biaya Korbanan Marjinal (BKM) sama dengan
harga dari masing- masing faktor produksi itu sendiri.
Tingkat efisiensi ekonomis dari penggunaan faktor- faktor produksi dapat
dilihat dari besarnya rasio Nilai Produk Marjinal dengan Biaya Korbanan Marjinal
per periode produksi. Faktor- faktor produksi yang dapat dianalisis adalah faktorfaktor produksi yang bersifat fisik dan yang dapat dinilai dengan rupiah. Jika rasio
NPM dengan BKM lebih besar dari satu, maka penggunaan faktor- faktor
BKM
NPM/
BKM
3712.05 1454
18162.44 6000
1515.22 6000
2795.75 2407
67873.50 46724
2.553
3.027
0.252
1.162
1.453
NPM
dalam usahatani padi ladang di Desa Wanajaya tidak efisien secara ekonomis,
karena nilai- nilai rasio NPM dan BKM tidak ada yang sama dengan satu. Rasio
ini juga berarti bahwa penggunaan faktor- faktor produksi pada usahatani padi
ladang belum optimal pada jumlah produksi yang sama.
Pada Tabel 19 dapat dilihat bahwa rasio NPM dan BKM untuk faktor
produksi pupuk, tenaga kerja luar keluarga, benih, dan pestisida masing- masing
lebih besar dari satu. Nilai rasio ini mengandung arti bahwa penggunaan faktor
faktor produksi tersebut masih kurang dan masih dapat ditingkatkan lagi agar
dicapai tingkat penggunaan yang efisien atau optimal. Penggunaan faktor
produksi pestisida dan pupuk yang rendah ini disebabkan oleh keterbatasan modal
yang dimiliki petani untuk membeli pupuk dan pestisida dalam jumlah yang lebih
besar yang sesuai dengan kebutuhan usahatani berdasarkan kondisi kesuburan dan
kandungan hara tanah, sehingga pupuk dan pestisida hanya digunakan
berdasarkan kemampuan finansial petani. Penggunaan benih yang tidak efisien
juga disebabkan oleh ketidakmampuan petani secara finansial untuk membeli
benih yang memiliki harga beli yang tinggi, sehingga benih yang digunakan petani
adalah gabah yang merupakan sisa hasil panen dari musim tanam sebelumnya
dengan mutu yang lebih rendah daripada benih komersial.
Rasio NPM dan BKM yang paling besar adalah pada faktor tenaga kerja
luar keluarga yaitu sebesar 3.027. Berdasarkan nilai rasio ini, maka penggunaan
tenaga kerja luar keluarga memerlukan penambahan yang relatif lebih besar agar
dicapai tingkat efisien. Rendahnya penggunaan tenaga kerja luar keluarga
disebabkan oleh keterbatasan modal petani untuk mengupah tenaga kerja luar
keluarga yang lebih besar.
Sedangkan untuk faktor tenaga kerja dalam keluarga didapat nilai rasio
NPM dan BKM yang lebih kecil dari satu, yang berarti bahwa penggunaan faktor
produksi ini berlebihan atau tidak efisien, sehingga untuk mencapai tingkat
efisien, maka penggunaan tenaga kerja dalam keluarga harus dikurangi.
Penggunaan yang berlebih ini terjadi karena usahatani padi ladang merupakan
usahatani utama dan sumber makanan pokok keluarga petani sehingga alokasi
tenaga kerja untuk usahatani padi ladang relatif lebih besar. Rendahnya tingkat
pendidikan petani menyebabkan mereka tidak memiliki keahlian atau pekerjaan
lain selain berusahatani padi ladang sehingga tenaga kerja dalam keluarga yang
digunakan dalam usahatani menjadi relatif lebih besar.
Efisiensi penggunaan faktor- faktor produksi dapat dicapai dengan
menggunakan kombinasi optimal dari faktor-faktor produksi. Kombinasi optimal
dari penggunaan faktor-faktor produksi akan diperoleh jika Nilai Produk Marjinal
sama dengan Biaya Korbanan Marjinal atau jika rasio Nilai Produk Marjinal dan
Biaya Korbanan Marjinal sama dengan satu. Pada Tabel 20 dapat dilihat
kombinasi faktor- faktor produksi yang menghasilkan penggunaan input yang
efisien.
Tabel 20. Kombinasi Optimal dari Faktor-Faktor Produksi Usahatani Padi
Ladang Di Desa Wanajaya
Penggunaan Koefisien
Optimal
Regresi
Pupuk
282.51
0.2484
Tenaga Kerja Luar RT
146.33
0.5302
Tenaga Kerja Dalam RT
59.94
0.2172
Benih
69.69
0.1013
Pestisida
2.47
0.0696
Produksi Rata-rata (Kg/Ha)
1273.79
Harga Rata -rata/unit Output (Rp/Kg)
1300
Keterangan : NPM = Nilai Produk Marjinal
BKM = Biaya Korbanan Marjinal
Variabel
NPM
BKM
1454
6000
6000
2407
46724
1454
6000
6000
2407
46724
NPM/
BKM
1
1
1
1
1
8.2. Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan serta simpulan, maka disarankan untuk:
1. Penggunaan faktor produksi pupuk, benih, pestisida tenaga kerja luar harus
ditingkatkan dari penggunaan aktualnya supaya usahatani padi ladang yang
dilakukan lebih efisien dan menguntungkan bagi petani.
2. Pemberian bimbingan dan penyuluhan dari instansi terkait mengenai teknik
budidaya padi ladang yang tepat seperti kombinasi penggunaan pupuk dan
pestisida yang tepat dan pola tanam yang tepat untuk mencapai usahatani padi
ladang yang lebih produktif dan menguntungkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Tauhid. 2002. Analisis Pendapatan Usahatani Padi dan Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Marketed Supply Gabah di Kabupaten Magelang
dan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Ariyanti, Diana. 1998. Perkembangan Tingkat Produksi, Produktivitas dan
Pendapatan Petani Padi Dihubungkan Dengan Kebijaksanaan Harga
Dasar Gabah dan Harga Sarana Produksi (Studi Kasus : Desa Sukatani,
Kecamatan Cimalaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat). Skripsi.
Fakultas Petanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Badan Perencana Pembangunan Daerah Pemerintah Kabupaten Karawang, 2003.
Laporan Draft Final Studi Penanganan dan Pemanfaatan Lahan Kritis Di
Kabupaten Karawang Tahun Anggaran 2003. PT. Sadhya Grahacara,
Karawang.
Basyir, Amir., Punarto S., Suyamto dan Supriyatin. 1995. Padi Gogo. Balai
Penelitian Tanaman Pangan Malang, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Malang.
Dahlia, Noorsanti Uceu. 1999. Analisis Peningkatan Pendapatan Petani Melalui
Penyimpanan Gabah di Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Karawang,
Propinsi Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Departemen Pertanian Satuan Pengendali Bimas. 1983. Pedoman bercocok tanam
padi, palawija, sayur-sayuran. Departemen Pertanian, Jakarta.
Direktorat Jenderal Pertanian. 1995-1998. Vademekum Sumberdaya, Jakarta.
Doll, P. John dan Frank Orazem. 1984. Production Economic Theory with
Aplications. Edisi Kedua. John Wiley and Sons, Kanada.
Geertz, C. 1963. Involusi Pertanian : Proses Perubahan Ekologi di Indonesia.
Yayasan Obor Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
Gujarati, Damodar N. 1988. Basic Econometric. Second Edition. Mc.Graw Hill,
New York.
Gupta PC, OToole JC. 1986. Upland rice : a global perspective. Interna tional
Rice Research Institute, Los Banos, Philippines.
Hariyanto, A.B. 1994. Pola Adaptasi Peladang Berpindah di Pemukiman (Kasus
Peladang Berpindah di Perkebunan HTI, Sumatera Selatan. Tesis.
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wana, Hermawan. 2000. Analisis Faktor- faktor Produksi Padi Lahan Kering di
Indonesia. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wijaya, Andri. 2002. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Usahatani Padi Input
Rendah di Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang. Skripsi. Jurusan
Ilmu- ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Yanuar, Rahmat. 1999. Analisis Pendapatan dan Produksi Usahatani Padi Lahan
Gambut (Studi Kasus : Desa Blang Ramee, Kecamatan Tounom,
Kabupaten Aceh Barat). Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Yelni. 1999. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi dan Pendapatan
Usahatani Padi Sawah Pada Jaringan Irigasi Teknis dan Irigasi
Sederhana. Skripsi. Jurusan Ilmu- ilmu Sosial Ekonomi Pertanian,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
LAM PI R AN
Coef
0.004
0.2484
0.5302
0.21728
0.1013
0.06968
S = 0.5039
PRESS = 10.3546
SE Coef
1.989
0.4056
0.1969
0.06819
0.2092
0.06548
T
0.00
0.61
2.69
3.19
0.48
1.06
R-Sq = 59.6%
R-Sq(pred) = 45.02%
P
0.999
0.545
0.011
0.003
0.632
0.296
VIF
1.3
1.8
1.2
2.3
1.3
R-Sq(adj) = 52.8%
Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total
Source
Ln Pupuk
Ln TK Luar
Ln TK Dalam
Ln Benih
Ln Pestisida
DF
SS
11.2161
7.6180
18.8341
5
30
35
DF
1
1
1
1
1
MS
2.2432
0.2539
F
8.83
P
0.000
Seq SS
1.8846
5.6600
3.2221
0.1619
0.2875
Unusual Observations
Obs
Ln Pupuk
Ln Prod
Resid
6
4.61
5.3000
2.72R
7
4.61
7.8200
2.11R
Durbin-Watson statistic = 1.77
Fit
SE Fit
Residual
St
6.5712
0.1876
-1.2712
6.8251
0.1803
0.9949
2002
Tahun
2003
Padi
Produksi (000 Ton)
Luas Panen (000 Ha)
Produktivitas (Ku/Ha)
50.461
11.500
43,88
51.490
11.521
44,69
Padi Sawah
Produksi (000 Ton)
Luas Panen (000 Ha)
Produktivitas (Ku/Ha)
47.896
10.419
45,97
No
Komoditi
Padi Ladang
Produksi (000 Ton)
2.565
Luas Panen (000 Ha)
1.081
Produktivitas (Ku/Ha)
23,74
Sumber : www.bps.go.id , 2005
2005
Pertumbuhan
(2004-2005)
52.138 54.088
11.488 11.922
45,38
45,36
53.008
11.604
45,68
-2,00
-2,67
0,71
48.899
10.457
46,76
49.378 51.209
10.395 10.799
47,50
47,42
50.185
10.498
47,80
-2,00
-2,79
0,80
2.591
1.064
24,34
2.759
1.094
25,23
2.822
1.105
25,52
-1,95
-1,56
-0,43
2004
2.879
1.123
25,63
Propinsi
NAD
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Bangka Belitung
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Maluku
Maluku Utara
Papua
Indonesia
2001
22.45
24.75
22.15
19.66
21.97
20.89
20.21
24.75
20.16
24.8
30.36
31.42
34.21
21.37
16.36
23.13
17.92
17.17
19.32
24.15
22.11
23.19
20.89
21.62
20.85
22.07
18.47
26.82
23.74
2002
21.54
24.75
24.06
19.88
21.85
20.93
20.22
24.78
20
24.66
30.49
31.42
34.33
20.65
22.18
23.8
19.94
20.31
21.56
23.83
22.31
23.21
22.95
20.31
24.06
22.77
18.57
24.85
24.34
Tahun
2003
22.25
25.03
25.65
19.95
22.27
22.22
20.41
26.12
19.86
26.53
31.21
35.16
35.8
28.87
16.61
24.19
20.57
19.53
21.45
23.71
22.55
23.57
23.28
18.41
20.84
29.49
22.52
22.56
26.21
25.23
2004 2005*)
22.02 22.14
25.14 26.33
27.11 27.84
21.32 21.47
23.76 23.99
23.67 23.33
20.66 20.75
26.15 26.27
20.55 17.67
0
0
25.19 26.31
31.82 32.01
37.27
33.9
35.29
35.3
28.86 28.76
18.7
18.6
25.03 26.35
21.12
20.3
19.99 19.89
21.96 20.09
25.53 24.58
23.55 24.03
23.9
24.2
21.59 23.45
23.56
25.5
26.33 23.47
23.18 23.35
21.25 21.84
20.66 20.72
30 29.21
25.63 25.52
Pertumbuhan
(2004-2005)
0.54
4.73
2.69
0.70
0.97
-1.44
0.44
0.46
-14.01
4.45
0.60
-9.04
0.03
-0.35
-0.53
5.27
-3.88
-0.50
-8.52
-3.72
2.04
1.26
8.62
8.23
-10.86
0.73
2.78
0.29
-2.63
-0.43
Tahun
2001
2002
2003
NAD
4,240
8,763
2,693
Sumatera Utara
180,900
171,416
82,908
Sumatera Barat
13,497
20,175
8,234
Riau
44,621
39,925
16,454
Jambi
59,612
59,882
26,892
Sumatera Selatan
158,614
139,771
83,450
Bengkulu
34,959
41,938
17,692
Lampung
252,962
195,556
77,970
Bangka Belitung
11,199
6,702
3,331
DKI Jakarta
Jawa Barat
340,042
295,491
132,055
Jawa Tengah
192,725
219,699
60,773
DI Yogyakarta
119,723
115,622
36,052
Jawa Timur
303,576
304,418
94,801
Banten
73,861
56,788
31,778
Bali
1,574
1,404
1,016
NTB
78,036
86,190
40,647
NTT
102,181
113,848
58,375
Kalimantan Barat
175,530
200,522
100,290
Kalimantan Tengah
111,842
143,386
80,423
Kalimantan Selatan
110,190
134,086
39,291
Kalimantan Timur
107,169
154,951
61,872
Sulawesi Utara
12,365
10,889
5,248
Sulawesi Tengah
7,726
16,162
5,177
Sulawesi Selatan
29,016
20,203
7,225
Sulawesi Tenggara
11,814
16,838
9,621
Gorontalo
1,333
995
1,465
Maluku
13,910
1,978
1,468
Maluku Utara
1,750
Papua
12,053
13,031
4,567
Indonesia
2,565,270 2,590,629 1,093,518
Sumber : www.bps.go.id, 2005
Propinsi
2004
7,550
204,000
23,957
46,301
59,892
169,945
37,363
183,806
8,308
302,796
198,254
133,717
358,618
107,676
2,560
121,486
137,898
209,978
215,204
116,182
132,903
10,967
14,194
22,615
27,998
2,281
4,844
5,827
11,915
2,879,035
2005 Pertumbuhan
6,882
-8.85
227,663
11.60
25,307
5.64
44,407
-4.09
65,681
9.67
167,754
-1.29
39,333
5.27
185,076
0.69
6,226
-25.06
306,578
1.25
184,434
-6.97
121,108
-9.43
356,136
-0.69
105,144
-2.35
1,659
-35.20
99,878
-17.79
115,347
-16.35
231,530
10.26
181,500
-15.66
113,073
-2.68
128,246
-3.50
13,917
26.90
16,368
15.32
28,323
25.24
26,414
-5.66
3,187
39.72
4,656
-3.88
6,288
7.91
10,659
-10.54
2,822,774
-1.95
Nama
Produksi
(Kg)
1.500
.500
1.500
400
400
200
2.500
800
1.000
1.300
500
500
800
1.000
900
400
1.000
1.000
900
900
400
1.000
900
500
800
1.500
400
800
500
800
200
500
280
1.000
200
500
150
500
700
200
954.75
1273
TK Dlm
(HOK)
186.6
105.8
150.4
172
150
84.8
220.6
196.4
82.8
269.6
125.6
117.2
112
390.4
409.8
146.8
174.2
311.4
155.8
231.6
142
104.6
141.4
155.4
157.2
141.2
141.4
174.2
125.8
192.4
413
162.2
173.8
172.6
109
114.6
TK Luar
(HOK)
44
26
27.4
30.6
28
37
29
38.4
40
31
48
35.6
43.2
26
20.4
33
45.2
26
27.4
46
18.2
36
154
26.4
35
28
17.4
37.6
48
15.2
195.4
166.2
26
178.03
237.37
36.25
48.34
Benih
(Kg)
50
25
50
50
50
50
50
25
40
100
40
30
80
50
25
50
50
50
50
50
20
50
30
20
50
60
50
30
80
50
40
50
40
50
30
40
30
30
80
20
45
60
Pestisida
(Liter)
1.1
2.1
0.6
2
0.15
0.15
0.08
0.16
0.15
2.2
1.1
2.24
1.1
0.74
0.1
0.15
2.16
0.1
0.5
0.16
0.25
0.24
0.32
0.2
0.24
0.1
5.24
4.1
0.1
1.05
2.15
0.15
0.05
0.2
7
0.1
1.27
1.7
Pupuk
(Kg)
100
70
100
100
100
100
100
150
250
25
30
100
100
100
200
40
100
200
30
100
150
50
200
200
30
100
100
200
80
80
80
200
80
83.1
110.8
Nama
Produksi
(Kg)
1.500
500
1.500
400
400
200
2.500
800
1.000
1.300
500
500
800
1.000
900
400
1.000
1.000
900
900
400
1.000
900
500
800
1.500
400
800
500
800
200
500
280
1.000
200
500
150
500
700
200
954
1273
Tenaga Kerja
Dalam RT
Luar RT
1,119,600,- 264,000,634,800,902,400,- 156,000,1,032,000,- 164,400,900,000,- 183,600,508,800,- 168,000,1,323,600,- 222,000,1,178,400,- 174,000,496,800,1,617,600,- 230,400,753,600,- 240,000,703,200,672,000,- 186,000,2,342,400,- 288,000,2,458,800,- 213,600,880,800,- 259,200,1,045,200,- 156,000,1,868,400,- 122,400,934,800,- 198,000,1,389,600,- 271,200,852,000,- 156,000,627,600,- 164,400,848,400,- 276,000,932,400,- 109,200,943,200,- 216,000,847,200,- 924,000,848,400,1,045,200,- 158,400,754,800,- 210,000,1,154,400,- 168,000,2,478,000,973,200,- 104,400,1,042,800,- 225,600,1,035,600,- 288,000,654,000,687,600,91,200,1,172,400,997,200,-
156,000,-
1,016,430,1,355,240,-
168,600,224,800,-
Benih
120,000,60,000,120,000,120,000,120,000,120,000,120,000,60,000,56,000,240,000,56,000,72,000,192,000,75,000,60,000,70,000,120,000,120,000,74,000,72,000,48,000,70,000,72,000,48,000,70,000,144,000,70,000,72,000,192,000,120,000,56,000,70,000,112,000,70,000,42,000,56,000,42,000,30,000,112,000,28,000,89,275,119,033,-
Saprotan
Pestisida
46,000,48,000,80,000,69,000,33,000,33,000,15,000,30,000,33,000,74,000,29,500,60,000,55,000,80,000,22,000,30,000,48,000,22,000,108,000,30,000,60,000,45,000,60,000,44,000,40,000,-
Pupuk
130,000,104,000,140,000,175,000,175,000,150,000,-
89,000,122,000,-
60,000,60,000,72,000,130,000,150,000,135,000,300,000,140,000,160,000,272,000,60,000,175,000,250,000,7,000,150,000,300,000,72,000,150,000,175,000,-
22,000,21,000,-
130,000,56,000,-
51,000,33,000,-
300,000,-
11,000,44,000,315,000,22,000,54,985.73,313,-
70,000,-
146,482,195,309,-