Multipel Myeloma
Multipel Myeloma
Jika dapat diringkas menjadi satu kalimat yang singkat, Mieloma Multipel
(Multiple Myeloma, MM) adalah kanker sel plasma yang membentuk tumor di
beberapa lokasi pada lebih dari 1 tulang.Normalnya, sel plasma terutama ditemukan di
sumsum tulang dan berperan penting dalam sistem imun atau kekebalan tubuh sebagai
penghasil antibodi (imunnoglobulin) (Seiter, 2011). Multiple Myeloma merupakan
kelainan sel plasma neoplastik yang ditandai oleh proliferasi sel plasma maligna dalam
sumsum tulang, protein monoklonal dalam darah atau urine, dan terkait dengan
disfungsi organ (Palumbo, 2011).
Sel plasma merupakan bentuk akhir dari limfosit B. Limfosit B bersama dengan
Limfosit T merupakan sel darah putih yang termasuk dalam golongan limfoid. Tumor
biasanya menyerang sumsum tulang. Jika hanya ditemukan satu macam tumor, disebut
solitary myeloma. Tapi jika ditemukan lebih dari satu, maka disebut multiple
myeloma. Mieloma Multipel adalah suatu proliferasi klonal sel plasma neoplastik di
sumsum tulang yang biasanya berkaitan dengan lesi litik multifokal di seluruh
pertulangan tubuh. MM adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah klon dari sel
plasma yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum tulang dan
menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang kemudian dapat terkumpul
di cairan tubuh seperti darah atau air kemih.
Multiple myeloma disebut juga sebagai myelomatosis, plasma cell
myeloma, Kahler's disease, merupakan keganasan sel plasma yang ditandai dengan
penggantian sumsum tulang, kerusakan tulang , dan formasi paraprotein. Myeloma
menyebabkan gejala-gejala klinik dan tanda-tanda klinis melalui mekanisme yang
bervariasi. Tumor menghambat sumsum tulang memproduksi cukup sel darah. Hal ini
dapat menyebabkan masalah kesehatan pada ginjal, saraf, jantung, otot dan traktus
digestivus.
Manifestasi dari MM bersifat heterogen oleh karena adanya masa tumor,
produksi immunoglobulin monoclonal, penurunan sekresi immunoglobulin oleh sel
plsama normal yang mengakibatkan terjadinya hipogammaglobulinemia, gangguan
hematopoesis dan penyakit osteolitik pada tulang, hiperkalsemia dan disfungsi ginjal.
Simptom terjadi akibat dari tekanan massa tumor, pelepasan sitokin secara langsung
dari tumor atau secara tidak langsung dari sel hospes (stroma sumsum tulang dan sel-sel
tulang) sebagai respon pada adhesi sel-sel tumor, dan terjadi oleh karena penyakit-
penyakit akibat deposisi protein MM (AL amiloidosis dan penyakit rantai berat) atau
oleh karena kelainan autoimun (contoh : koagulopati).
Sel myeloma
Myeloma, seperti kanker lainnya, berawal dari dalam sel. Pada kanker, sel baru
terbentuk ketika tubuh tidak memerlukannya dan sel yang tua atau rusak tidak
dimatikan sesuai waktunya. Sel-sel yang terbentuk dapat membentuk massa jaringan
yang dinamakan tumor. Myeloma dimulai ketika sel plasma menjadi abnormal. Sel-sel
abnormal membelah dirinya sendiri secara terus-menerus.
Sel myeloma mulai berkumpul di sumsum tulang. Mereka merusak bagian padat
dari tulang. Ketika sel myeloma tertumpuk pada beberapa tulang, maka kelainan ini
dinamakan Multiple Myeloma. Penyakit ini juga dapat merusak organ dan jaringan
lainnya termasuk ginjal.
Sel myeloma membentuk antibodi yang dinamakan protein M / para protein dan
protein lainnya. M-protein dapat terdiri dari molekul immunoglobulin lengkap
(gabungan heavy chain dan light chain) yang terdiri dari IgG, IgA, IgD, IgM atau IgE.
Dapat juga terdiri dari hanya light chain saja ( atau ). Sebagian besar MM tergolong
tipe IgG (52 60%), sedangkan IgA adalah 20-21%, IgD 1-2%, IgM 0,5%, IgM dan
IgE jarang sekali, hanya light chain 15 16% dan non secretory 1 7%.
Epidemiologi
MM merupakan jenis kanker yang lumayan jarang dijumpai. Meliputi 1% dari
penyakit neoplastik dan 13% dari kanker darah. Di Negara Barat, insidensinya sekitar
5,6 kasus per 100.000 individu.
Perhitungan kejadian terbaru multiple myeloma di Amerika Serikat menurut
American Cancer Society, 2011 adalah sebagai berikut :
Sekitar 10,160 kematian terjadi oleh karena multiple myeloma (5,770 pada
laki-laki dan 4,840 pada wanita)
Angka bertahan hidup 5 tahun post terdiagnosis MM adalah 40% (American cancer
society, 2011). Kebanyakan pasien yang terdiagnosis multiple myeloma berusia sekitar
70 tahun; 37% pasien berusia kurang dari 65 tahun, 26% diantara 65-74 tahun, dan 37%
berusia 75% atau lebih (Palumbo, 2011).
MM merupakan keganasan hematologi tersering yang kedua di Amerika serikat. Di
Inggris terdapat angka kematian tahunan rata-rata 9 orang perjuta penduduk. Kejadian
MM dua per tiga lebih tinggi pada laki-laki orang kulit hitam dibandaingkan dengan
perempuan, dengan kejadian yang lebih tinggi secara signifikan pada laki-laki pada
setiap populasi di Amerika Serikat. Di poli Hematologi bagian penyakit dalam RSCM
Jakarta rata-rata berumur 52 tahun, berkisar dari 15 tahun sampai usia 72 tahun, lakilaki lebih sering daripada perempuan.
Etiologi
Penyebab dari multipel mieloma ini belum diketahui secara pasti. Akan tetapi,
predisposisi genetik, paparan radiasi, rangsangan antigenik yang kronis dan berbagai
kondisi lingkungan dan pekerjaan mempengaruhi terjadinya MM ini walau hanya dalam
persentase yang kecil.
Faktor Risiko
a.
Usia
c.
Ras
e.
Genetik
Jika terdapat saudara sekandung atau orangtua yang mengidap myeloma, maka
Paparan kerja
Myeloma, seperti kanker lainnya, berawal dari dalam sel. Pada kanker, sel baru
terbentuk ketika tubuh tidak memerlukannya dan sel yang tua atau rusak tidak
dimatikan sesuai waktunya. Sel-sel yang terbentuk dapat membentuk massa jaringan
yang dinamakan tumor. Myeloma dimulai ketika sel plasma menjadi abnormal. Sel-sel
abnormal membelah dirinya sendiri secara terus-menerus.
Perkembangan sel plasma maligna merupakan suatu proses multi langkah,
diawali dengan adanya serial perubahan gen yang mengakibatkan penumpukan sel
plasma maligna, adanya perkembangan di lingkungan mikro sumsum tulang, dan
adanya kegagalan sistem imun untuk mengontrol penyakit. Dalam proses multilangkah
ini melibatkan di dalamnya aktivasi onkogen selular, hilangnya atau inaktivasi gen
supresor tumor, dan gangguan regulasi gen sitokin.
Sel myeloma
Keluhan dan gejala pada pasien MM berhubungan dengan ukuran mass tumor,
kinetik pertumbuhan sel plasma dan efak fisikokimia,imunologik dan humoral produk
yang dibuat dan disekresi oleh sel plasma ini, seperti antara lain para protein dan faktor
pengaktivasi osteoklastik (osteoclastic activating factor/ OAF).
Paraprotein dalam sirkulasi dapat memberi berbagai komplikasi, seperti
hipervolemia, hiperviskositas, diathesis hemoragik dan krioglobulinemia. Karena
pengendapan rantai ringan, dalam bentuk amiloid atau sejenis, dapat terjadi terutama
gangguan fungsi ginjal dan jantung. Faktor pengaktif osteoclas (OAF) seperti IL1-,
limfotoksin dan tumor necrosis faktor (TNF) bertanggung jawab atas osteolisis dan
osteoporosis yang demikian khas untuk penyakit ini. Karena kelainan tersebut pada
penyakit ini dapat terjadi fraktur (mikro) yang menyebabkan nyeri tulang,
hiperkalsemia dan hiperkalsiuria. Konsentrasi immunoglobulin normal dalam serum
yang sering sangat menurun dan fungsi sumsum tulang yang menurun dan neutropenia
yang kadang-kadang ada menyebabkan megaloblastik kenaikan kerentanan terhadap
infeksi.
Gagal ginjal pada MM disebabkan oleh karena hiperkalsemia, adanya deposit
myeloid pada glomerulus, hiperurisemia, infeksi yang rekuren, infiltrasi sel plasma
pada ginjal, dan kerusakan tubulus ginjal oleh karena infiltrate rantai berat yang
berlebihan. Sedangkan anemia disebabkan oleh karena tumor menyebabkan
penggantian sumsum tulang dan inhibisi secara langsung terhadap proses hematopoesis,
perubahan megaloblastik akan menurunkan produksi vitamin B12 dan asam folat.
Pada kondisi normal, tubuh hanya memproduksi sel plasma ketika diperlukan
untuk melawan infeksi. Satu kali infeksi teratasi, maka sel plasma tua akan mati. Jika
terjadi mutasi genetik, maka sel plasma dapat menjadi abnormal dan tetap bertahan
terus menerus walaupun telah dipakai untuk melawan infeksi sehingga lama kelamaan
akan membentuk tumor yang dinamakan plasmacytoma. Plasma sel abnormal, yang
dinamakan sel myeloma merupakan sel kanker yang memproduksi antibodispesifik
(antibodi monoklonal) yang dinamakan protein M. Antibodi monoklonal yang biasanya
diproduksi berlebihan oleh myeloma adalah IgG atau IgM. Umumnya, sel-sel myeloma
memproduksi seluruh monoklonal antibodi. Akan tetapi, dalam 20% kasus, hanya
antibodi rantai utama yang diproduksi. Antibodi ini terutama ditemukan dalam urine,
karena keberadaannya di sirkulasi kurang stabil. Protein M pada pasien dengan multiple
myeloma dapat dideteksi pada darah atau urine pasien melalui elektroforesis protein
dan immunofiksasi (medifocus, 2011).
Peran sitokin dalam pathogenesis multiple myeloma sampai sekarang masih terus
diteliti. IL-6 memiliki peran dalam menstimulus pertumbuhan sel myeloma secara in
vitro. Selain IL-6, sitokin lain yang berperan adalah tumor nekrosis faktor dan IL-1b.
Patofisiologi dasar dari penampakan klinis yang ditimbulkan oleh multiple myeloma
adalah sebagai berikut
a.
sistem skeletal
Perombakan tulang oleh osteoklas serta mekanisme humoral akan meningkatkan
b. sistem hematologik
Multiple myeloma akan menempati 20% populasi tulang sehingga menekan produksi
sel-sel darah menyebabkan timbulnya neutropenia, anemia, dan trombositopenia.
Dalam hal perdarahan, monoclonal antibody yang dihasilkan multiple myeloma dapat
berinteraksi dengan faktor pembekuan, sehingga terjadi agregasi yang tidak sempurna.
c.
sistem renal
multiple myeloma menyebabkan cedera pada tubulus ginjal, amiloidosis, atau invasi
dari plasmasitoma. Kondisi kerusakan ginjal yang dapat diamati antara lain neuropati
hiperkalsemik, hiperurisemia oleh karena infiltrasi sel plasma pada ginjal, nefropati
rantai utama, amiloidosis, dan glomerulosklerosis.
d. sistem neurologi
kelainan pada sistema nervosa merupakan akibat dari radikulopati dan atau kompresi
jaras dan destruksi tulang (infiltrasi amyloid pada syaraf)
e.
Proses umum
Proses patofisiologi umum termasuk sindrom hiperviskositas. Sindrom ini jarang terjadi
pada kasus multiple myeloma dan melibatkan IgG1, IgG3, atau IgA. Pengandapan di
(6p25) yang umum pada multiple myeloma namun jarang pada MGUS.
3. Mutasi RAS atau FGFR3, disregulasi MYC, penghapusan p18, atau
kehilangan atau mutasi pada TP53 hanya ditemukan pada multiple myeloma
dan memainkan peran kunci dalam perkembangan tumor dan resistensi obat.
4. Perubahan dan ekspresi gen, khususnya up-regulation pada faktor
disekresikan oleh lingkungan mikro sumsum tulang, termasuk sel myeloma, dan diatur
oleh autokrin dan loop parakrin.
Adhesi sel myeloma pada matriks protein ekstraseluler (misal: kolagen, fibronektin,
laminin dan vitronektin) memicu peningkatan protein yang mengatur siklus sel dan
protein antiapoptik. Lesi tulang dapat terjadi karena ketidakseimbangan antara osteoblas
dan osteoklas. Penghambatan jalur Wnt menekan osteoblas, sedangkan amplifikasi dari
jalur RANK dan aksi dari protein inflamasi makrofag 1 (MIP 1) mengaktifkan
osteoklas.
Aktivitas antimyeloma dari inhibitor proteasome dan obat imunomodulator muncul
akibat gangguan pada berbagai jalur sinyal yang mendukung pertumbuhan, proliferasi,
dan kelangsungan hidup sel myeloma. Proteasome menghambat berbagai jalur
apoptosis termasuk induksi pada respon stres retikulum endoplasma dan melalui
penghambatan faktor nuklir kB (NF-kB), sinyal yang mengatur angiogenesis, sinyal
sitokin dan dan adhesi sel dalam lingkungan mikro. Obat imunomodulator merangsang
apoptosis dan menghambat angiogenesis, adhesi, dan sirkuit sitokin, selain itu juga
merangsang kekebalan tubuh dengan meningkatkan respon imun terhadap sel myeloma
melalui sel T dan pembunuh alami pada host.
Manifestasi Klinis
Dugaan adanya MM harus dipertimbangkan pada pasien diatas 40 tahun dengan
anemia yang sulit diketahui penyebabnya, disfungsi ginjal atau adanya lesi tulang
( hanya <2% pasien MM berusia < 40 tahun). Pasien MM biasanya dengan gejala
anemia, nyeri tulang, fraktur patologik, tendensi perdarahan, dan atau neuropati perifer.
Kelainan ini akibat dari tekanan massa tumor atau sekresi protein atau sitokin oleh sel
tumor, atau sel-sel dari produk tumor.
Pada pemriksaan fisik biasanya tidak ditemukan kelainan spesifik. Kadang
kadang terdapat nyeri local bagian-bagian tulang. Panjang tubuh penderita MM yang
lanjut dapat banyak menurun karena infraksi vertebra.
7. Neuropati ; umumnya disebabkan oleh kompresi pada medulla spinalis atau saraf
kepala. Polineuropati dapat terjadi oleh karena adanya endapat amiloid pada
perineuronal atau perivaskular (vasa nervorum), tetapi dapat juga karena osteosklerotik
myeloma. Kadang-kadang merupakan bagian sindrom POEM (polineuropati,
organomegali, endokrinopati, monoclonal gammopati dan perubahan
kulit).
Infeksi berulang
Ketika myeloma sudah sampai pada fase lanjut, gejala yang mungkin dirasakan oleh
pasien :
Nausea
Vomitus
Konstipasi
Gangguan BAK
II.
III. M protein : IgG > 35 g/dl, igA > 20 g/dl, kappa atau lambda
rantai ringan pada elektroforese urin
Kriteria Minor :
A. Sel plasma sumsu tulang 10%-30%
B. M protein pada serum dan urin ( kadar lebih kecil dari III)
C. Lesi litik pada tulang
D. Normal residual IgG < 500 mg/L, IgA < 1g/L, atau IgG < 6 g/L
Diagnosis MM bila terdapat kriteria 1 mayor dan 1 minor atau 3
kriteria minor yang harus meliputi A+B. Kombinasi I dan A bukan
merupakan diagnosis MM
Mieloma Multipel (MM)
Monoclonal gammopathy
of undetermined
Pasien asimtomatik
significance ( MGUS)
Tidak simtom atau gejala penyakit, tidak ada infeksi rekuren, Serum IgG
< 7 g/dl, atau IgA < 5 g/dl, Tidak ada lesi tulang atau < 3 lesi litik, Status
Karnofsky > 70%, Hb > 10 mg/dl, Kreatinin serum <2,0 mg/dl, Labellin
index < 1%.
Mieloma Indolen
Seperti pada myeloma indolen + sel plasama sumsum tulang 10-30%,
Smoldering Mieloma
Pemeriksaan Laboratorium
Laju endapan eritrosit /LED tinggi, akan tetapi bila terjadi krioglobulin,
nilainya akan menjadi nol.
Peninggian kalsium serum terjadi pada 45% pasien. Terdapat fosfatase lindi
serum normal (kecuali setelah fraktur patologis)
Urea darah meninggi di atas 14 mmol/L dan kreatinin serum meninggi pada
20% kasus> deposit berprotein dari pielonefritis semuanya dapat ikut
memperberat payah ginjal.
polos memiliki keuntungan atas MRI dalam mendeteksi lesi tulang kortikal. Ini juga
memiliki keuntungan menjadi tersedia secara universal, dan relatif murah.
Salah satu kelemahan utama radiografi polos adalah tingkat yang tinggi palsu-negatif
30-70%, yang mengarah ke kesalahan penilaian signifikan dalam diagnosis dan
penentuan stadium pasien dengan multiple myeloma . Keterlibatan sumsum tulang
difus, yang mungkin atau mungkin tidak terkait dengan kerusakan tulang kortikal, tidak
dievaluasi menggunakan radiografi konvensional. Lesi litik menjadi jelas pada
radiografi konvensional saat 30-50% dari kepadatan mineral tulang sudah hilang.
Selanjutnya, osteopenia difus sebagai akibat dari multiple myeloma tidak dapat
dibedakan pada radiografi polos dari penyebab umum lebih osteopenia, seperti pikun
dan osteoporosis postmenopause. Sebuah kelemahan praktis radiografi polos adalah
bahwa posisi bervariasi diperlukan untuk film radiografi, yang menyakitkan bagi pasien
yang sering tua dan cacat akibat fraktur patologis sebelumnya.
CT adalah modalitas pencitraan sensitif dalam mendeteksi efek osteolitik dari
multiple myeloma dan memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan foto polos
dalam mendeteksi lesi litik kecil. Temuan CT di multiple myeloma terdiri dari
penekanan pada lesi litik, perluasan lesi dengan massa jaringan lunak, osteopenia difus,
patah tulang, dan yang jarang ditemuakn osteosclerosis. Multi-detektor CT lebih unggul
radiografi konvensional untuk mendefinisikan lesi litik dan, dalam kombinasi dengan
pencitraan MR, dibantu dalam pementasan luasnya penyakit. CT memungkinkan
evaluasi yang lebih akurat dari daerah beresiko patah tulang daripada MR pencitraan.
CT dapat digunakan dalam mengidentifikasi kerusakan tulang dalam kasus di mana MR
adalah negatif, dan karenanya dapat memberikan informasi pencitraan komplementer.
CT memiliki keuntungan akurat menunjukkan keberadaan dan penyebaran lesi
extraosseous dan merupakan alat pilihan yang digunakan dalam pencitraanbaku tulang
belakang atau panggul biopsi tulang MR pencitraan didefinisikan lesi fokal.
a. Pada pemeriksaan radiologi, lesi tulang tampak sebagai kelainan yang disebut punch
out lesion. Lesi ini pada tulang iga memberikan gambaran yang
disebut motting (keropos), sedangkan pada tulang punggu gambarannya berupa
struktur tulang jarang, tumor globular, pemendekan, dan pemuntiran serta hilangnya
bayangan diskus invertebaralis.
Pada stadium dini lesi tulang yang ditemukan adalah osteoporosis, sangat jarang
ditemukan osteoklerosis. Kadang-kadang ditemukan pula tumor sel plasma soliter yang
memberikan gambaran lesi kritik yang berbentuk seperti busa sabun yang besar dan
tunggal.
CT-Scan axial panggul: difus myeloma melibatkan sakrum dan tulang iliaka bilateral, dengan
kerusakan korteks tulang iliaka kiri (panah).
AP radiografi humerus kanan : lesi litik difus humerus kanan (panah atas) dengan fraktur
patologis distal diaphysis lama (panah bawah)
Gambar Foto kranial lateral yang menggambarkan sejumlah lesi litik yang khas (pepper pot skull apperance)
pada myeloma
Gambar Foto lumbal lateral yang menggambarkan deformitas pada CV lumbal 4 akibat plasmacytoma
b. Pemeriksaan sumsum tulang secara khas ditemukan sel myeloma sebanyak 5-10%, dan
bila ditemukan sebanyak 10-15%, maka diagnosis MM akan lebih besar. Dengan
mikroskop electron dapat ditemukan inklusi yang berasal dari timbunan ig, yaitu
russels bodies, suatu sferula hialin intrasitoplamik, intranuclear bodies, granula
eosinofili dan granula positif PAS.
Stadium / Staging Multiple Myeloma
Stadium II
32 bulan
per m2.
Stadium III
Hb <5,3 mmol/l
hari, kemudian diulang 4-6 minggu. Dosis ini dapat dinaikan sampai timbul
neurotropenia atau trombositopenia ringan atau sampai ada perbaikan keadaan pasien
yang nyata. Prednisolon diberikan 60 mg/m2, juga selama 4 hari , diulang 4-6 minggu
kemudian. Sedangkan dosis siklofosfamid adalah 1.000 mg/m2 iv diberikan satu kali
saja, diulang 4-6 minggu kemudian. Pengobatan kombinasi tersebut dapat diberikan
paling lama selama 1 tahun atau kurang, bila telah tercapai resmisi lengkap.
1. Terapi radiasi
Terapi ini digunakan untuk mengatasi penyakit tulang yang sangat nyeri. Dapat
dilakukan dengan terapi lainnya atau tidak.
2. Terapi induksi
Agustus 2015)
2. American Cancer Society. 2011. Multiple
Engl J Med364:1046-60.
4. Aru W. Sudoyo, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed. IV,
FKUI: Jakarta . 2006
5. Sorenson, Steven M., Amilcare Gentili, Sulabha Masih. Multiple Myeloma
[online]. available from http://emedicine.medscape.com/article/391742overview. Diakses tanggal 3 September 2015
6. Grethlein, Sara J., Lilian M Thomas. 2009. Multiple Myeloma [online].
Available from http://emedicine.medscape.com/article/204369-overview.
Diakses tanggal 3 September 2015
7. Glass,Jonathan , Reinhold Munker. Multiple Myeloma and Other
Paraproteinemias in : Modern Hematology Biology and Clinical Management
2nd ed. New Jersey : Humana Press. Hlm 271-294
http://www.asiancancer.com/indonesian/cancer-topics/multiple-
myeloma/
11.