Anda di halaman 1dari 25

Definisi

Jika dapat diringkas menjadi satu kalimat yang singkat, Mieloma Multipel
(Multiple Myeloma, MM) adalah kanker sel plasma yang membentuk tumor di
beberapa lokasi pada lebih dari 1 tulang.Normalnya, sel plasma terutama ditemukan di
sumsum tulang dan berperan penting dalam sistem imun atau kekebalan tubuh sebagai
penghasil antibodi (imunnoglobulin) (Seiter, 2011). Multiple Myeloma merupakan
kelainan sel plasma neoplastik yang ditandai oleh proliferasi sel plasma maligna dalam
sumsum tulang, protein monoklonal dalam darah atau urine, dan terkait dengan
disfungsi organ (Palumbo, 2011).
Sel plasma merupakan bentuk akhir dari limfosit B. Limfosit B bersama dengan
Limfosit T merupakan sel darah putih yang termasuk dalam golongan limfoid. Tumor
biasanya menyerang sumsum tulang. Jika hanya ditemukan satu macam tumor, disebut
solitary myeloma. Tapi jika ditemukan lebih dari satu, maka disebut multiple
myeloma. Mieloma Multipel adalah suatu proliferasi klonal sel plasma neoplastik di
sumsum tulang yang biasanya berkaitan dengan lesi litik multifokal di seluruh
pertulangan tubuh. MM adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah klon dari sel
plasma yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum tulang dan
menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang kemudian dapat terkumpul
di cairan tubuh seperti darah atau air kemih.
Multiple myeloma disebut juga sebagai myelomatosis, plasma cell
myeloma, Kahler's disease, merupakan keganasan sel plasma yang ditandai dengan
penggantian sumsum tulang, kerusakan tulang , dan formasi paraprotein. Myeloma
menyebabkan gejala-gejala klinik dan tanda-tanda klinis melalui mekanisme yang
bervariasi. Tumor menghambat sumsum tulang memproduksi cukup sel darah. Hal ini
dapat menyebabkan masalah kesehatan pada ginjal, saraf, jantung, otot dan traktus
digestivus.
Manifestasi dari MM bersifat heterogen oleh karena adanya masa tumor,
produksi immunoglobulin monoclonal, penurunan sekresi immunoglobulin oleh sel
plsama normal yang mengakibatkan terjadinya hipogammaglobulinemia, gangguan
hematopoesis dan penyakit osteolitik pada tulang, hiperkalsemia dan disfungsi ginjal.
Simptom terjadi akibat dari tekanan massa tumor, pelepasan sitokin secara langsung
dari tumor atau secara tidak langsung dari sel hospes (stroma sumsum tulang dan sel-sel
tulang) sebagai respon pada adhesi sel-sel tumor, dan terjadi oleh karena penyakit-

penyakit akibat deposisi protein MM (AL amiloidosis dan penyakit rantai berat) atau
oleh karena kelainan autoimun (contoh : koagulopati).

Ilustrasi Multiple Myeloma pada vertebra

Sel myeloma
Myeloma, seperti kanker lainnya, berawal dari dalam sel. Pada kanker, sel baru
terbentuk ketika tubuh tidak memerlukannya dan sel yang tua atau rusak tidak
dimatikan sesuai waktunya. Sel-sel yang terbentuk dapat membentuk massa jaringan
yang dinamakan tumor. Myeloma dimulai ketika sel plasma menjadi abnormal. Sel-sel
abnormal membelah dirinya sendiri secara terus-menerus.
Sel myeloma mulai berkumpul di sumsum tulang. Mereka merusak bagian padat
dari tulang. Ketika sel myeloma tertumpuk pada beberapa tulang, maka kelainan ini
dinamakan Multiple Myeloma. Penyakit ini juga dapat merusak organ dan jaringan
lainnya termasuk ginjal.
Sel myeloma membentuk antibodi yang dinamakan protein M / para protein dan
protein lainnya. M-protein dapat terdiri dari molekul immunoglobulin lengkap
(gabungan heavy chain dan light chain) yang terdiri dari IgG, IgA, IgD, IgM atau IgE.
Dapat juga terdiri dari hanya light chain saja ( atau ). Sebagian besar MM tergolong
tipe IgG (52 60%), sedangkan IgA adalah 20-21%, IgD 1-2%, IgM 0,5%, IgM dan
IgE jarang sekali, hanya light chain 15 16% dan non secretory 1 7%.

Sel plasma normal melindungi tubuh dari benda asing

Sel myeloma (sel plasma abnormal) membentuk protein M

Epidemiologi
MM merupakan jenis kanker yang lumayan jarang dijumpai. Meliputi 1% dari
penyakit neoplastik dan 13% dari kanker darah. Di Negara Barat, insidensinya sekitar
5,6 kasus per 100.000 individu.
Perhitungan kejadian terbaru multiple myeloma di Amerika Serikat menurut
American Cancer Society, 2011 adalah sebagai berikut :

Sekitar 20,520 kasus terdiagnosa (11,400 laki-laki dan 9,120 perempuan)

Sekitar 10,160 kematian terjadi oleh karena multiple myeloma (5,770 pada
laki-laki dan 4,840 pada wanita)

Angka bertahan hidup 5 tahun post terdiagnosis MM adalah 40% (American cancer
society, 2011). Kebanyakan pasien yang terdiagnosis multiple myeloma berusia sekitar
70 tahun; 37% pasien berusia kurang dari 65 tahun, 26% diantara 65-74 tahun, dan 37%
berusia 75% atau lebih (Palumbo, 2011).
MM merupakan keganasan hematologi tersering yang kedua di Amerika serikat. Di
Inggris terdapat angka kematian tahunan rata-rata 9 orang perjuta penduduk. Kejadian
MM dua per tiga lebih tinggi pada laki-laki orang kulit hitam dibandaingkan dengan
perempuan, dengan kejadian yang lebih tinggi secara signifikan pada laki-laki pada
setiap populasi di Amerika Serikat. Di poli Hematologi bagian penyakit dalam RSCM
Jakarta rata-rata berumur 52 tahun, berkisar dari 15 tahun sampai usia 72 tahun, lakilaki lebih sering daripada perempuan.
Etiologi
Penyebab dari multipel mieloma ini belum diketahui secara pasti. Akan tetapi,
predisposisi genetik, paparan radiasi, rangsangan antigenik yang kronis dan berbagai
kondisi lingkungan dan pekerjaan mempengaruhi terjadinya MM ini walau hanya dalam
persentase yang kecil.
Faktor Risiko
a.

Usia

Kemungkinan mengidap MM semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Kurang


dari 1% kasus ditemukan pada usia kurang dari 35 tahun. Kebanyakan penderita
terdiagnosa pada usia lebih dari 65 tahun.
b. Jenis kelamin
Lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan

c.

Ras

Lebih sering ditemukan pada ras kulit hitam


d. Radiasi
Paparan radiasi akan meningkatkan kejadian myeloma

e.

Genetik
Jika terdapat saudara sekandung atau orangtua yang mengidap myeloma, maka

kemungkinan untuk mengidap myeloma meningkat sebanyak 4 kali lipat. Beberapa


studi telah menunjukkan bahwa kelainan onkogen tertentu, seperti c-myc, ternyata
berhubungan dengan kemajuan perkembangan tumor pada awal fase pertumbuhannya
dan abnormalitas onkogen seperti N-Ras dan K-Ras yang berhubungan dengan
perkembangan tumor setelah pembentukan ulang sumsum tulang. Kelainan gen
supresor tumor, seperti TP53, telah terbukti berhubungan dengan penyebaran tumor ke
organ lain.
Penelitian yang sekarang ini sedang dikembangkan adalah menyelidiki
apakah human-leukosit-antigen (HLA)-Cw5 atau HLA-Cw2 memainkan peran
dalam pathogenesis multiple myeloma
f.

Paparan kerja

Orang-orang yang bekerja di bidang agriculture terutama yang menggunakan herbisida


dan insektisida maupun yang bekerja di industry petrokimia memiliki risiko lebih besar
mengidap multiple myeloma. Paparan lama (>20 tahun) terkait erat dengan peningkatan
risiko multiple myeloma
g. Infeksi
Virus HPV 8 yang menyerang sel dendrite pada sumsum tulang ditemukan pada pasien
dengan multiple myeloma
h. Obesitas
Obesitas meningkatkan risiko multiple myeloma
i.

Penyakit plasma sel yang lain

Orang dengan monoclonal gammopathy of undetermined


significance (MGUS) atau plasmasitoma soliter akan meningkatkan risiko mengidap
multiple myeloma (American cancer society, 2011;Seiter, 2011).
Patofisiologi

Myeloma, seperti kanker lainnya, berawal dari dalam sel. Pada kanker, sel baru
terbentuk ketika tubuh tidak memerlukannya dan sel yang tua atau rusak tidak
dimatikan sesuai waktunya. Sel-sel yang terbentuk dapat membentuk massa jaringan
yang dinamakan tumor. Myeloma dimulai ketika sel plasma menjadi abnormal. Sel-sel
abnormal membelah dirinya sendiri secara terus-menerus.
Perkembangan sel plasma maligna merupakan suatu proses multi langkah,
diawali dengan adanya serial perubahan gen yang mengakibatkan penumpukan sel
plasma maligna, adanya perkembangan di lingkungan mikro sumsum tulang, dan
adanya kegagalan sistem imun untuk mengontrol penyakit. Dalam proses multilangkah
ini melibatkan di dalamnya aktivasi onkogen selular, hilangnya atau inaktivasi gen
supresor tumor, dan gangguan regulasi gen sitokin.

Sel myeloma

Keluhan dan gejala pada pasien MM berhubungan dengan ukuran mass tumor,
kinetik pertumbuhan sel plasma dan efak fisikokimia,imunologik dan humoral produk
yang dibuat dan disekresi oleh sel plasma ini, seperti antara lain para protein dan faktor
pengaktivasi osteoklastik (osteoclastic activating factor/ OAF).
Paraprotein dalam sirkulasi dapat memberi berbagai komplikasi, seperti
hipervolemia, hiperviskositas, diathesis hemoragik dan krioglobulinemia. Karena
pengendapan rantai ringan, dalam bentuk amiloid atau sejenis, dapat terjadi terutama

gangguan fungsi ginjal dan jantung. Faktor pengaktif osteoclas (OAF) seperti IL1-,
limfotoksin dan tumor necrosis faktor (TNF) bertanggung jawab atas osteolisis dan
osteoporosis yang demikian khas untuk penyakit ini. Karena kelainan tersebut pada
penyakit ini dapat terjadi fraktur (mikro) yang menyebabkan nyeri tulang,
hiperkalsemia dan hiperkalsiuria. Konsentrasi immunoglobulin normal dalam serum
yang sering sangat menurun dan fungsi sumsum tulang yang menurun dan neutropenia
yang kadang-kadang ada menyebabkan megaloblastik kenaikan kerentanan terhadap
infeksi.
Gagal ginjal pada MM disebabkan oleh karena hiperkalsemia, adanya deposit
myeloid pada glomerulus, hiperurisemia, infeksi yang rekuren, infiltrasi sel plasma
pada ginjal, dan kerusakan tubulus ginjal oleh karena infiltrate rantai berat yang
berlebihan. Sedangkan anemia disebabkan oleh karena tumor menyebabkan
penggantian sumsum tulang dan inhibisi secara langsung terhadap proses hematopoesis,
perubahan megaloblastik akan menurunkan produksi vitamin B12 dan asam folat.
Pada kondisi normal, tubuh hanya memproduksi sel plasma ketika diperlukan
untuk melawan infeksi. Satu kali infeksi teratasi, maka sel plasma tua akan mati. Jika
terjadi mutasi genetik, maka sel plasma dapat menjadi abnormal dan tetap bertahan
terus menerus walaupun telah dipakai untuk melawan infeksi sehingga lama kelamaan
akan membentuk tumor yang dinamakan plasmacytoma. Plasma sel abnormal, yang
dinamakan sel myeloma merupakan sel kanker yang memproduksi antibodispesifik
(antibodi monoklonal) yang dinamakan protein M. Antibodi monoklonal yang biasanya
diproduksi berlebihan oleh myeloma adalah IgG atau IgM. Umumnya, sel-sel myeloma
memproduksi seluruh monoklonal antibodi. Akan tetapi, dalam 20% kasus, hanya
antibodi rantai utama yang diproduksi. Antibodi ini terutama ditemukan dalam urine,
karena keberadaannya di sirkulasi kurang stabil. Protein M pada pasien dengan multiple
myeloma dapat dideteksi pada darah atau urine pasien melalui elektroforesis protein
dan immunofiksasi (medifocus, 2011).
Peran sitokin dalam pathogenesis multiple myeloma sampai sekarang masih terus
diteliti. IL-6 memiliki peran dalam menstimulus pertumbuhan sel myeloma secara in
vitro. Selain IL-6, sitokin lain yang berperan adalah tumor nekrosis faktor dan IL-1b.
Patofisiologi dasar dari penampakan klinis yang ditimbulkan oleh multiple myeloma
adalah sebagai berikut

a.

sistem skeletal
Perombakan tulang oleh osteoklas serta mekanisme humoral akan meningkatkan

jumlah kalsium dalam darah (hiperkalsemia). Isolated plasmasitoma (yang menjangkit


2-10% pasien) akan mengakibatkan hiperkalsemia melalui produksi dari osteoclactactivating-factor.
Destruksi tulang dan penggantiannya dengan masa tumor akan mengakibatkan
nyeri, kompresi jaras spinal yang disebabkan oleh massa epidural, massa ekstradural,
atau kompresi korpus vertebrta oleh multiple myeloma, dan fraktur patologis.

b. sistem hematologik
Multiple myeloma akan menempati 20% populasi tulang sehingga menekan produksi
sel-sel darah menyebabkan timbulnya neutropenia, anemia, dan trombositopenia.
Dalam hal perdarahan, monoclonal antibody yang dihasilkan multiple myeloma dapat
berinteraksi dengan faktor pembekuan, sehingga terjadi agregasi yang tidak sempurna.

c.

sistem renal

multiple myeloma menyebabkan cedera pada tubulus ginjal, amiloidosis, atau invasi
dari plasmasitoma. Kondisi kerusakan ginjal yang dapat diamati antara lain neuropati
hiperkalsemik, hiperurisemia oleh karena infiltrasi sel plasma pada ginjal, nefropati
rantai utama, amiloidosis, dan glomerulosklerosis.

d. sistem neurologi
kelainan pada sistema nervosa merupakan akibat dari radikulopati dan atau kompresi
jaras dan destruksi tulang (infiltrasi amyloid pada syaraf)

e.

Proses umum

Proses patofisiologi umum termasuk sindrom hiperviskositas. Sindrom ini jarang terjadi
pada kasus multiple myeloma dan melibatkan IgG1, IgG3, atau IgA. Pengandapan di

kapiler dapat menghasilkan purpura, perdarahan retina, papiledema, iskemia koroner,


iskemia SSP. Iskemia SSP dapat menimbulkan gejala seperti kebingungan, vertigo,
kejang. Cryoglobulinemia dapat menyebabkan fenomena Raynoud, thrombosis, dan
gangrene pada kaki (Seiter, 2011).
Patogenesis
Ada beberapa tahap yang terjadi dalam proses perkembangan MM, yaitu:
1. Langkah awal terjadi pada abnormalitas kromosom (translokasi rantai berat

imunoglobulin atau trisomi) yang masuk kedalam sel plasma multiple


myeloma dan dalam monoclonal gammopathy of undetermined
clinical significance (MGUS).
2. Translokasi sekunder melibatkan MYC (8q24), MAFB (20q12), dan IRF4

(6p25) yang umum pada multiple myeloma namun jarang pada MGUS.
3. Mutasi RAS atau FGFR3, disregulasi MYC, penghapusan p18, atau

kehilangan atau mutasi pada TP53 hanya ditemukan pada multiple myeloma
dan memainkan peran kunci dalam perkembangan tumor dan resistensi obat.
4. Perubahan dan ekspresi gen, khususnya up-regulation pada faktor

transkripsi. Perubahan molekul sel plasma, interaksi antar sel-sel dan


sumsum tulang yang abnormal yang memicu perkembangan penyakit lebih
lanjut.

Adanya abnormalitas genetik mengubah ekspresi adhesi molekul dan respon


terhadap rangsangan mikro pada sel myeloma. Interaksi antara sel myeloma dan
sumsum tulang atau matriks protein ekstrseluler yang dimediasi reseptor permukaan sel
(misal: integrins, cadherins, selectins, dan cell-adhesion molecules) menyebabkan
peningkatan pertumbuhan tumor, migrasi dan resistensi obat. Adhesi sel myeloma pada
hematopoetik dan sel stroma menginduksi sekresi sitokin dan faktor pertumbuhan,
termasuk interleukin-6, vascular endothelial growth factor (VEGF), insulin
seperti faktor pertumbuhan 1, sejumlah anggota faktor nekrosis tumor, transformasi
faktor 1, dan interleukin-10. Sitokin dan faktor pertumbuhan dihasilkan dan

disekresikan oleh lingkungan mikro sumsum tulang, termasuk sel myeloma, dan diatur
oleh autokrin dan loop parakrin.
Adhesi sel myeloma pada matriks protein ekstraseluler (misal: kolagen, fibronektin,
laminin dan vitronektin) memicu peningkatan protein yang mengatur siklus sel dan
protein antiapoptik. Lesi tulang dapat terjadi karena ketidakseimbangan antara osteoblas
dan osteoklas. Penghambatan jalur Wnt menekan osteoblas, sedangkan amplifikasi dari
jalur RANK dan aksi dari protein inflamasi makrofag 1 (MIP 1) mengaktifkan
osteoklas.
Aktivitas antimyeloma dari inhibitor proteasome dan obat imunomodulator muncul
akibat gangguan pada berbagai jalur sinyal yang mendukung pertumbuhan, proliferasi,
dan kelangsungan hidup sel myeloma. Proteasome menghambat berbagai jalur
apoptosis termasuk induksi pada respon stres retikulum endoplasma dan melalui
penghambatan faktor nuklir kB (NF-kB), sinyal yang mengatur angiogenesis, sinyal
sitokin dan dan adhesi sel dalam lingkungan mikro. Obat imunomodulator merangsang
apoptosis dan menghambat angiogenesis, adhesi, dan sirkuit sitokin, selain itu juga
merangsang kekebalan tubuh dengan meningkatkan respon imun terhadap sel myeloma
melalui sel T dan pembunuh alami pada host.

Manifestasi Klinis
Dugaan adanya MM harus dipertimbangkan pada pasien diatas 40 tahun dengan
anemia yang sulit diketahui penyebabnya, disfungsi ginjal atau adanya lesi tulang
( hanya <2% pasien MM berusia < 40 tahun). Pasien MM biasanya dengan gejala
anemia, nyeri tulang, fraktur patologik, tendensi perdarahan, dan atau neuropati perifer.
Kelainan ini akibat dari tekanan massa tumor atau sekresi protein atau sitokin oleh sel
tumor, atau sel-sel dari produk tumor.
Pada pemriksaan fisik biasanya tidak ditemukan kelainan spesifik. Kadang
kadang terdapat nyeri local bagian-bagian tulang. Panjang tubuh penderita MM yang
lanjut dapat banyak menurun karena infraksi vertebra.

1. Nyeri ; terutama nyeri tulang-tulang karena fraktur kompresi pada tempat


osteopenia atau karena lesi litik tulang, biasanya tulang punggung. Keadaan ini
disebabkan oleh aktivitas yang berlebihan dari faktor pengaktif osteoklast (OAF) seperti
IL1-, TNF- dan atau LI-6. Faktor-faktor ini juga menghambat aktivitas osteoblastik
kompenstori. Nyeri local dapat juga disebabkan oleh tekanan tumor pada medulla
spinalis dan saraf-saraf yang keluar dari medulla spinalis.

2. Gejala anemia : letargi, kelemahan, dispnea, pucat, takikardi, dst.


3. Infeksi berulang ; ini berkaitan dengan kekurangan produksi antibody, dan pada
penyakit lanjut karena neutropenia.
4. Nefropati ; fungsi ginjal terganggu bila kapasitas absorpsi dari rantai berat haus
(lelah) yang akan menyebabkan nefritis interstisial dengan rantai berat. Penyebab kedua
nefropati adalah adalah hiperkalsemia dengan hiperkalsiuria, yang menyebabkan
azotemia prarenal. Hiperkalsemia dapat menyebabkan penimbunan di tubulus renal,
yang juga menyebabkan nefritis interstisial. Penyebab lain gagal ginjal pada MM adalah
seringnya menggunakan anti inflamasi nonsteroid untuk mengatasi nyeri pada MM.
5. Kecenderungan perdarahan abnormal ; protein myeloma mengganggu fungsi
trombosit dan faktor pembekuan. Trombositopenia terdapat pada penyakit lanjut.

6. Sindrom hiperviskositas terjadi pada kurang lebih 10% pasien MM dimana


viskositas plasama sudah 4 kali viskositas plasma normal yang menyebabkan kelainan
pada sirkulasi sehingga mengakibatkan disfungsi organ serebral, paru, ginjal, mata dan
organ-organ lain, biasanya berupa thrombosis dengan purpura, perdarahan, kelainan
penglihatan, gejala SSP dan neuropati, dan payah jantung. Ini diakibatkan polimerasasi
immunoglobulin abnormal dan agak khusus terjadi bila ini igA, igM atau igD.

7. Neuropati ; umumnya disebabkan oleh kompresi pada medulla spinalis atau saraf
kepala. Polineuropati dapat terjadi oleh karena adanya endapat amiloid pada
perineuronal atau perivaskular (vasa nervorum), tetapi dapat juga karena osteosklerotik
myeloma. Kadang-kadang merupakan bagian sindrom POEM (polineuropati,
organomegali, endokrinopati, monoclonal gammopati dan perubahan
kulit).

8. Gejala neurologis lainnya.


Masalah umum adalah kelemahan, kebingungan dan kelelahan akibat hiperkalsemia.
Sakit kepala, perubahan visual dan retinopati dapat hasil dari hiperviskositas darah
tergantung pada sifat-sifat paraprotein tersebut. Akhirnya, mungkin ada nyeri radikuler,
kehilangan kontrol buang air besar atau kandung kemih (karena keterlibatan sumsum
tulang belakang yang mengarah ke kompresi tali pusat) atau sindrom carpal tunnel dan
neuropati lainnya (karena infiltrasi saraf perifer oleh amiloid). Ini dapat menimbulkan
paraplegia dalam kasus presentasi akhir.
Gejala yang ditimbulkan oleh multiple myeloma tergantung pada tingkat keparahan
penyakitnya. Pada fase awal penyakit, mungkin tidak ditemukan gejala.
Ketika gejala multiple myeloma muncul, yang dirasakan pasien meliputi :

Nyeri pada tulang, paling sering di punggung atau costae

Kerusakan tulang (pengeroposan atau fraktur)

Kelemahan dan kelelahan

Penurunan berat badan

Infeksi berulang

Ketika myeloma sudah sampai pada fase lanjut, gejala yang mungkin dirasakan oleh
pasien :

Nausea

Vomitus

Konstipasi

Gangguan BAK

Kelemahan atau rasa kebas pada tungkai

MM seringkali didahului oleh masa tanpa keluhan (asimtomatik). Keluhan


tersering yang muncul adalah gejala-gejala yang berhubungan dengan anemia, nyeri
tulang, dan infeksi. Nyeri tulang yang timbul dapat disebabkan oleh gejala-gejala akibat
kerusakan pada rangka tulang tubuh, berupa pembengkakan, nyeri setempat, nyeri hebat
yang terus-menerus, dan fraktur patologis yang dapat terjadi pada tulang-tulang
tengkorak, vertebra, sternum, iga-iga, ileum, sakrum dan pangkal-pangkal sendi bahu
dan panggul. Nyeri bersifat hilang timbul, berpindah-pindah, dan menyerupai rematik,
paling sering pada tulang punggung. Fraktur patologis di tulang punggung menyerupai
nyeri pada pleuritis, gangguan neurologis, deformitas dinding dada, dan berkurangnya
tinggi badan, bila kerusakan pada tulang punggung bagian pinggang, bagian dada, serta
bagian bawah. Dalam perjalanan penyakit yang lanjut, dapat terjadi gagal ginjal kronik.
Kadang-kadang pasien didiagnosis mieloma multipel karena penemuan laboratorium
yang menunjukkan hiperkalsemia, proteinuria, peningkatan kecepatan sedimentasi, atau
abnormalitas pada elektroforesis serum.
Pada pemeriksaan fisik pasien mungkin memperlihatkan wajah yang pucat, tulang
yang lunak, dan terdapat massa jaringan lunak. Pasien mungkin dapat mempunyai
gejala neurologis yang berhubungan dengan neuropati atau kompresi tulang belakang.
Ada pula gejala neurologis yang unik berupa ensefalopati hiperkalsemia yaitu bingung,
delirium atau koma, mual-mual, muntah, dan dehidrasi. Pasien dengan amiloidosis
dapat mempunyai lidah yang membesar, neuropati, atau gagal jantung kongestif.
Diagnosis
Diagnosis MM ditegakkan mulai dari trias diagnostic klasik ( sel plasma
biasanya > 10% + M protein + lesi litik ). Pada 98% pasien protein monoclonal
ditemukan dalam serum atau urin atau keduanya. Paraprotein serum adalah IgM pada
dua per tiga, IgA pada satu per tiga, dengan jarang IgM atau IgD atau kasus campuran.
Pada kasu yang ragu-ragu penyelidikan follow up akan menunjukkan kenaikan
progresif dalam konsentrasi paraprotein pada myeloma yang tidak diobati.
Sumsum tulang memperlihatkan sel plasma meningkat (>10% dan biasanya
>30%), sering dengan bentuk abnormal sel myeloma. Pengujian imunologis
menunjukkan sel-sel ini bersifat monoclonal serum.

Penelitian tulang rangka memperlihatkan daerah osteolosis atau penipisan tulang


merata (generalized bone rarefaction) 20%. Fraktur patologis biasa terjadi, tanpa
lesi ditemukan pada 20% pasien. Biasanya paling sedikit dua atau tiga sifat diagnostic
yang tersebut di atas ditemukan.

Tabel Kriteria Diagnostik Kelainan Sel Plasma


Kriteria Mayor :
I.

Plasmasitoma pada biopsy jaringan

II.

Sel plasma sumsum tulang > 30%

III. M protein : IgG > 35 g/dl, igA > 20 g/dl, kappa atau lambda
rantai ringan pada elektroforese urin
Kriteria Minor :
A. Sel plasma sumsu tulang 10%-30%
B. M protein pada serum dan urin ( kadar lebih kecil dari III)
C. Lesi litik pada tulang
D. Normal residual IgG < 500 mg/L, IgA < 1g/L, atau IgG < 6 g/L
Diagnosis MM bila terdapat kriteria 1 mayor dan 1 minor atau 3
kriteria minor yang harus meliputi A+B. Kombinasi I dan A bukan
merupakan diagnosis MM
Mieloma Multipel (MM)
Monoclonal gammopathy

Sel plasma sumsum tulang <5%

of undetermined

Pasien asimtomatik

significance ( MGUS)

M protein < 3 g/dl

Rontgen tulang normal

Hb dan kalsium normal

Protein Bence-Jones negative

2 mikroglobulin < 3 mg/L

kreatinin serum normal

Tidak simtom atau gejala penyakit, tidak ada infeksi rekuren, Serum IgG

< 7 g/dl, atau IgA < 5 g/dl, Tidak ada lesi tulang atau < 3 lesi litik, Status

Karnofsky > 70%, Hb > 10 mg/dl, Kreatinin serum <2,0 mg/dl, Labellin
index < 1%.
Mieloma Indolen
Seperti pada myeloma indolen + sel plasama sumsum tulang 10-30%,
Smoldering Mieloma

tidak ada lesi tulang

Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium biasanya terdapat anemia dengan gambaran


normokrom normositik atau makrositik (Hb 7-10 g/dl) .
Pembentukan rouleaux + menonjol pada sebagian besar kasus .

Pemeriksaan leukosit umumnya normal, kecuali pada 50% kasus ditemukan


neutropeniadengan limfositosis relative. Sel plasma abnormal nampak dalam
film darah pada 15% pasien. Trombosit umumnya juga dalam batas normal,
meskipun trombositopenia mungkin dapat terjadi.

Laju endapan eritrosit /LED tinggi, akan tetapi bila terjadi krioglobulin,
nilainya akan menjadi nol.

Peninggian kalsium serum terjadi pada 45% pasien. Terdapat fosfatase lindi
serum normal (kecuali setelah fraktur patologis)

Urea darah meninggi di atas 14 mmol/L dan kreatinin serum meninggi pada
20% kasus> deposit berprotein dari pielonefritis semuanya dapat ikut
memperberat payah ginjal.

Albumin serum rendah ditemukan pada penyakit lanjut.

Pada darah perifer ditemukan penurunan CD4 (T helper limfosit) dan


peningkatan CD8 (T supresor limfosit).

Tetapi kunci dari pemeriksaan diagnostik untuk penyakit ini


adalah elektroforesis protein serum danimunoelektroforesis,
yang merupakan pemeriksaan darah untuk menemukan dan menentukan
antibodi abnormal yang merupakan tanda khas dari mieloma

multipel. Antibodi ini ditemukan pada sekitar 85%


penderita. Elektroforesisi air kemih dan imunoelektroforesis juga bisa
menemukan adanya protein Bence-Jones, pada sekitar 30-40% penderita.

Pemeriksaan penunjang lain.


Peran pencitraan radiologi pada multiple myeloma pada dasarnya berguna dalam
pementasan awal penyakit, deteksi dan karakteristik komplikasi, dan dalam evaluasi
respon pasien terhadap pengobatan.
Lesi destruktif tulang ditunjukkan oleh teknik pencitraan myeloma disebabkan
oleh myeloma cell mediated meningkatkan kerusakan osteoklas mediated dan
menghambat osteoblast mediated anabolisme tulang. Sel-sel myeloma mengikatkan ke
osteoklas langsung dari berbagai molekul adhesi, satu contoh menjadi molekul adhesi
sel vaskuler-1 (VCAM-1), dengan stimulasi resultan osteoklastogenesis.
Efek dari sel-sel myeloma pada etenuasi aktivitas osteoblastik dapat dijelaskan,
untuk sebagian besar, dengan menghambat diferensiasi osteoblastik menjadi osteoblas
dewasa. Jalur utama yang terlibat dalam penghambatan osteoblastogenesis adalah
melalui kontak sel-sel langsung antara sel-sel batang mesenchymal (MSC) dan sel-sel
myeloma. Adhesi dari kedua entitas melalui VCAM-1 dan hasil very late antigen-4
(VLA-4) dalam reduksi ekspresi faktor 2 (Runx2) transkripsi, faktor penting yang
terlibat dalam osteoblas transkripsi. Kedua, sel-sel myeloma mengeluarkan faktorfaktor yang menghambat diferensiasi osteoblas, seperti Dickkopf 1 (DKK-1), tumor
necrosis factor alpha (TNF-), larut frizzled terkait protein-2 (sFRP-2), dan Activin A.
DKK -1 dan sFRP-2 bertindak dengan menghambat jalur Wnt, jalur yang memainkan
peran penting dalam pematangan osteoblastik.
Sebuah survei kerangka lengkap mencakup pandangan frontal dan lateral
tengkorak, tulang belakang leher, dada dan pinggang, pandangan coned-down frontal
dari sarang sumbu, serta pandangan frontal tulang rusuk, humeri, femora, lutut, dan
panggul. Ada hubungan yang jelas antara tingkat penyakit, dalam hal jumlah lesi litik
pada presentasi, dan beban tumor pada diagnosis. Hampir 80% pasien dengan multiple
myeloma akan memiliki bukti radiologi keterlibatan tulang pada survei kerangka paling
sering mempengaruhi situs-situs berikut: vertebra di 66%, tulang rusuk di 45%,
tengkorak di 40%, bahu 40%, panggul 30% , dan tulang panjang di 25%. Radiografi

polos memiliki keuntungan atas MRI dalam mendeteksi lesi tulang kortikal. Ini juga
memiliki keuntungan menjadi tersedia secara universal, dan relatif murah.
Salah satu kelemahan utama radiografi polos adalah tingkat yang tinggi palsu-negatif
30-70%, yang mengarah ke kesalahan penilaian signifikan dalam diagnosis dan
penentuan stadium pasien dengan multiple myeloma . Keterlibatan sumsum tulang
difus, yang mungkin atau mungkin tidak terkait dengan kerusakan tulang kortikal, tidak
dievaluasi menggunakan radiografi konvensional. Lesi litik menjadi jelas pada
radiografi konvensional saat 30-50% dari kepadatan mineral tulang sudah hilang.
Selanjutnya, osteopenia difus sebagai akibat dari multiple myeloma tidak dapat
dibedakan pada radiografi polos dari penyebab umum lebih osteopenia, seperti pikun
dan osteoporosis postmenopause. Sebuah kelemahan praktis radiografi polos adalah
bahwa posisi bervariasi diperlukan untuk film radiografi, yang menyakitkan bagi pasien
yang sering tua dan cacat akibat fraktur patologis sebelumnya.
CT adalah modalitas pencitraan sensitif dalam mendeteksi efek osteolitik dari
multiple myeloma dan memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan foto polos
dalam mendeteksi lesi litik kecil. Temuan CT di multiple myeloma terdiri dari
penekanan pada lesi litik, perluasan lesi dengan massa jaringan lunak, osteopenia difus,
patah tulang, dan yang jarang ditemuakn osteosclerosis. Multi-detektor CT lebih unggul
radiografi konvensional untuk mendefinisikan lesi litik dan, dalam kombinasi dengan
pencitraan MR, dibantu dalam pementasan luasnya penyakit. CT memungkinkan
evaluasi yang lebih akurat dari daerah beresiko patah tulang daripada MR pencitraan.
CT dapat digunakan dalam mengidentifikasi kerusakan tulang dalam kasus di mana MR
adalah negatif, dan karenanya dapat memberikan informasi pencitraan komplementer.
CT memiliki keuntungan akurat menunjukkan keberadaan dan penyebaran lesi
extraosseous dan merupakan alat pilihan yang digunakan dalam pencitraanbaku tulang
belakang atau panggul biopsi tulang MR pencitraan didefinisikan lesi fokal.
a. Pada pemeriksaan radiologi, lesi tulang tampak sebagai kelainan yang disebut punch
out lesion. Lesi ini pada tulang iga memberikan gambaran yang
disebut motting (keropos), sedangkan pada tulang punggu gambarannya berupa
struktur tulang jarang, tumor globular, pemendekan, dan pemuntiran serta hilangnya
bayangan diskus invertebaralis.
Pada stadium dini lesi tulang yang ditemukan adalah osteoporosis, sangat jarang
ditemukan osteoklerosis. Kadang-kadang ditemukan pula tumor sel plasma soliter yang

memberikan gambaran lesi kritik yang berbentuk seperti busa sabun yang besar dan
tunggal.

CT-Scan axial panggul: difus myeloma melibatkan sakrum dan tulang iliaka bilateral, dengan
kerusakan korteks tulang iliaka kiri (panah).

AP radiografi humerus kanan : lesi litik difus humerus kanan (panah atas) dengan fraktur
patologis distal diaphysis lama (panah bawah)

Gambar Foto kranial lateral yang menggambarkan sejumlah lesi litik yang khas (pepper pot skull apperance)
pada myeloma

Gambar Foto lumbal lateral yang menggambarkan deformitas pada CV lumbal 4 akibat plasmacytoma

b. Pemeriksaan sumsum tulang secara khas ditemukan sel myeloma sebanyak 5-10%, dan
bila ditemukan sebanyak 10-15%, maka diagnosis MM akan lebih besar. Dengan
mikroskop electron dapat ditemukan inklusi yang berasal dari timbunan ig, yaitu
russels bodies, suatu sferula hialin intrasitoplamik, intranuclear bodies, granula
eosinofili dan granula positif PAS.
Stadium / Staging Multiple Myeloma

Tabel Penetapan Stadium Mieloma Multipel Menurut Durie dan Salmon


Ketahanan Hidup Rata-rata
Stadium I

Massa tumor rendah : <0,6 x 1012 sel myeloma per m2

Hb > 6,2 mmol/l

Kalsium serum normal < 2,6 mmlo/l

Kerangkanormal atau paling banyak 1 sarang tulang


soliter.

Kadar paraprotein relative rendah : IgG < 50 gr/l, IgA


<30 gr/l, sekresi bence-jones < 4 g/24jam.
46 bulan

Stadium II

Massa tumor intermediet ; 0,6 C 1,2 x 1012 sel myeloma

32 bulan

per m2.

Kriteria tidak termasuk kriteria stadium I dan III

Stadium III

Massa tumor tinggi ; >1,2 x 1012 sel myeloma per m2.

Hb <5,3 mmol/l

Kalsium serum >2,6 mmol/l

Kelainan kerangka luas

Kadar paraprotein relative tinggi : IgG > 70 g/l, IgA >50


g/l, sekresi bonce-jones 12 g/l
23 bulan

Stadium stadium ini, tergantung faal ginjal, masih dibagi lagi ke


dalam A dan B.
A = kreatinin serum < 180 mol/l
B = kreatinin serum >180 mol/l

Penatalaksanaan Mieloma Multipel


Tujuan utama pengobatan adalah menghilangkan rasa sakit sehingga pasien
dapat bergerak aktif untuk menghindari demineralisasi tulang yang lebih lanjut akibat
imobilisasi. Pemakaian korset lumbal yang sederhana dapat mengurangi rasa sakit pada
tulang punggung.
Dan sebaiknya pasien diberikan penjelasan tentang penyakitnya dan terutama
ditekankan bahwa penyakitnya dapat dikontrol dengan baik, walaupun tidak dapat
disembuhkan. Meskipun sel myeloma responsive dengan radioterapi dan kemoterapi,
kondisi respon lengkap tidak dapat bertahan lama. Kemoterapi baru harus diberikan bila
jelas ada progresi penyakit, jadi kebanyakan pada fase simtomatik penyakit, tetapi yang
efektif mengurangi keluhan dan memperpanjang ketahanan hidup. Obat pengalkil
seperti melphalan dan siklofosfamid dalam hal ini ternya paling efektig. Kemoterapi
dengan melphalan dan prednisone (MP) menunjukkan angka respon yang tinggi 50%60%.

Beberapa penelitian terapi pemeliharaan dengan interferon dikonfirmasikan


tidak ada manfaatnya, sedangkan penelitian terapi pemeliharaan dengan steroid atau
interferon-alfa rekombinasi memperpanjang respon terapi konvensional.
Yang termasuk terapi konvensional primer yaitu ; melfan/prednisolon (MP),
vinkristin/doksurubisin/deksametason (VAD), talidomid/deksametason. Terapi
pemeliharaan dengan steroid dan interferon, sedang terapi salvage dengan mengulangi
terapi konvensional primer (jika kambuh lebih dari 6 bulan), siklofosfamid,VAD,
etoposid / deksametason / sitarabin, sisplatin (EDAP), siklofosfamid dosis tinggi,
talidomid dan bortezomid. Kortikosteroid yang memblokade aktivasi osteoklas dengan
regresi tumor langsung menimbulkan penurunan kadar paraprotein. Progresi penyakit
dapat tampak dari kenaikan yang hebat kadar paraprotein, nyeri yang bertambah, dan
bertambahnya lesi litik tulang pada foto rontgen. Jika progresi terjadi selama terapi MP
maka dapat digunakan kombinasi obat yang lain.
Dalam usaha meningkatkan waktu resmisi dan ketahanan hidup pasien MM
pada tahun-tahun terakhir ini dipertimbangkan penanganan terapi mieloblatif ( dosis
tinggi kemoterapi dan radioterapi tubuh total) dilanjutkan dengan transplantasi sumsum
tulang autolog ( sel induk perifer) atau alogen (transplantasi sumsum tulang) pada
pasien yang masih muda.

Pengobatan keadaan komplikasi darurat MM

Uremia : rehidrasi, obati sebab yang mendasari ( misalnya hiperkalsemia,


hiperurisemia). Hemodialisis dipertimbangkan pada beberapa pasien.

Hiperkalsemia akut : hidrasi, prednisolon, fosfat (intravena atau oral).


Mythramycin atau kalsitonin dapat juga bermanfaat.

Paraplegia kompresi : laminektomi dekompresi, irradiasi, kemoterapi.

Lesi tunggal tulang yang nyeri; kemoterapi atau irradiasi.

Anemia berat: transfuse packed red cells

Perdarahan karena interferensi paraprotein terhadap koagulasi, dan sindrom


hiperviskositas dapat diobati dengan plasmaferesis berulang.

Pengobatan medikamentosa yang dianjurkan adalah dengan kombinasi melfalan atau


siklofosfamid dengan prednisone secara intermiten. Dosis melfalan 10 mg/m2 selama 4

hari, kemudian diulang 4-6 minggu. Dosis ini dapat dinaikan sampai timbul
neurotropenia atau trombositopenia ringan atau sampai ada perbaikan keadaan pasien
yang nyata. Prednisolon diberikan 60 mg/m2, juga selama 4 hari , diulang 4-6 minggu
kemudian. Sedangkan dosis siklofosfamid adalah 1.000 mg/m2 iv diberikan satu kali
saja, diulang 4-6 minggu kemudian. Pengobatan kombinasi tersebut dapat diberikan
paling lama selama 1 tahun atau kurang, bila telah tercapai resmisi lengkap.

1. Terapi radiasi
Terapi ini digunakan untuk mengatasi penyakit tulang yang sangat nyeri. Dapat
dilakukan dengan terapi lainnya atau tidak.

2. Terapi induksi

Kemoterapi: dapat membunuh sel myeloma yang tumbuh dengan cepat,


tetapi juga dapat menyerang sel-sel normal yang membelah dengan cepat.

Terapi target: terapi target menggunakan obat-obatan yang dapat


menghambat pertumbuhan sel myeloma. Terapi target menghambat kerja
protein abnormal yang memicu pertumbuhan sel myeloma.

Steroid: beberapa steroid memiliki efek antitumor. Steroid dapat memicu


kematian sel myeloma. Steroid dapat digunakan sendiri atau dengan obatobatan lainnya untuk mengatasi myeloma.

3. Transplantasi stem cell


Transplantasi stem cell memungkinkan penderita MM menggunakan obat-obatan
dosis tinggi. Dosis yang tinggi dapat menghancurkan sel myeloma dan sel darah yang
normal di sumsum tulang. Setelah menerima pengobatan dosis tinggi, segera
diberikan stem cell melalui vena (seperti transfusi darah). Sel darah yang baru
berkembang dari transplantasi stem cell. Sel darah yang baru menggantikan sel darah
yang dihancurkan oleh pengobatan.
Prognosis

Multiple Myeloma merupakan penyakit yang dapat dikontrol dengan baik,


meskipun tidak dapat disembuhkan. Prognosis pasien tergantung pada hal-hal berikut
ini, yaitu ; kadar ureum, kreatinin dan kalsium serum, ada tidaknya protein yang
mempunyai berat molekul tinggi dalam urin, kuantitas dan kualitas lesi tulang, ada
tidaknya anemia, persentase sel myeloma dalam sumsum tulang, umur pasien dll.
Banyak faktor prognostik klinik berkorelasi kuat dengan massa sel myeloma, yang
dapat ditaksir berdasarkan atas dan banyaknya paraprotein total yang diproduksi pada
pasien selama 24 jam, dibagi oleh banyaknya paraprotein yang diproduksi per sel dalam
kurun waktu yang sama. Faktor prognostik yang berpengaruh dalam perkembangan
MM adalah; kadar hemoglobin, kalsium, kreatinin serum, 2-mikroglobulin, albumin,
FISH kromosom 13 dan 11 pada sitogenik sumsum tulang, CRP, sel plasma
indeks labeling dan IL-6 serum yang semua ini menentukan stadium penyakit
Multiple Myeloma pada pasien yang pada akhirnya juga menentukan prognosis.
Daftar Pustaka
1. Seiter K.2011. Multiple Myeloma. http://emedicine.medscape.com (14

Agustus 2015)
2. American Cancer Society. 2011. Multiple

Myeloma. http://www.cancer.org (13 Agustus 2011)


3. Palumbo A and Anderson K. 2011. Medical Progress Multiple Myeloma. N

Engl J Med364:1046-60.
4. Aru W. Sudoyo, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed. IV,
FKUI: Jakarta . 2006
5. Sorenson, Steven M., Amilcare Gentili, Sulabha Masih. Multiple Myeloma
[online]. available from http://emedicine.medscape.com/article/391742overview. Diakses tanggal 3 September 2015
6. Grethlein, Sara J., Lilian M Thomas. 2009. Multiple Myeloma [online].
Available from http://emedicine.medscape.com/article/204369-overview.
Diakses tanggal 3 September 2015
7. Glass,Jonathan , Reinhold Munker. Multiple Myeloma and Other
Paraproteinemias in : Modern Hematology Biology and Clinical Management
2nd ed. New Jersey : Humana Press. Hlm 271-294

8. Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson, Patofisiologi Konsep klinis


Proses-prose Penyakit Ed.6. Jakarta : EGC. 2005
9. http://www.news-medical.net/health/Multiple-Myeloma-Symptoms(Indonesian).aspx
10.

http://www.asiancancer.com/indonesian/cancer-topics/multiple-

myeloma/
11.

Dispenzieri, Martha Q, Lacy. Multiple Myeloma. In: Greer JP,

Foerster J, Lukens JN, eds. Wintrobes Clinical Hematology. 11th ed.


Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2004, 25832622.
12.

Nguyen D, Diamond L W, Braylan R C. Flow Cytometry in

Hematopathology A visual Approach to Data Analysis And Interpretation.


New York: Humana Press Inc., 2003, 166, 204.
13.

Wallach J. Interpretation of Diagnostic Tests. 6th ed. Boston: Little

Brown and Company, 1996, 398.


14.

Clinical Laboratory Medico-chemical Investigation Methods. 11th ed.

Federal Republic of Germany, 1970, 1445

Anda mungkin juga menyukai