Anda di halaman 1dari 19

ANALISIS STRUKTUR PERILAKU KINERJA INDUSTRI PERTAMBANGAN

(MINYAK BUMI) DI INDONESIA

Abstract
Minyak bumi adalah (petroleum) cairan kental, coklat gelap, atau
kehijauan yang mudah terbakar, yang berada di lapisan atas dari beberapa area
di kerak bumi, yang sejatinya merupakan campuran dari berbagai fraksi yang
dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar. Di Indonesia, energi migas masih
menjadi andalan utama perekonomian Indonesia, baik sebagai penghasil devisa
maupun pemasok kebutuhan energi dalam negeri. Karakteristik dan
permasalahan dalam industri pertambangan minyak bumi secara keseluruhan
dapat dipahami dengan melakukan analisis struktur-perilaku-kinerja atau yang
lebih dikenal dengan Structure-Conduct-Performance Paradigm dari industri
tersebut.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
campuran. Data sekunder berupa kualitatif dan kuantitatif dikumpulkan melalui
studi literatur.
Hasil analisis pasra menunjukkan bahwa industri minyak bumi di
Indonesia adalah oligopoli ketat (tight oligopoly) dengan pangsa pasar 69%.
Pemerintah perlu membenahi kondisi dan kinerja industri minyak bumi di
Indonesia yang terus mengalami defisit, hal ini tercermin dari impor minyak
yang lebih besar dari tingkat ekspornya. Pemerintah harus bisa mengeksplorasi
sumber-sumber minyak baru agar dapat menjadi cadangan minyak bumi untuk
berpuluh-puluh tahun ke depan, mengingat sektor migas juga menjadi sektor
andalan dalam perekonomian di Indonesia yang ikut menyumbang PDB dalam
jumlah besar.

Pendahuluan
Minyak bumi dalam bahasa Inggris adalah petroleum, dari bahasa Latin yaitu
petrus karang dan oleum minyak, minyak bumi dijuluki juga sebagai emas hitam
adalah cairan kental, coklat gelap, atau kehijauan yang mudah terbakar, yang berada di
lapisan atas dari beberapa area di kerak bumi, yang sejatinya merupakan campuran
dari berbagai fraksi yang dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar. Proses pembentukan
minyak bumi memakan waktu jutaan tahun, meliputi teori Biogenetik (organik) dan
Abiogenetik (anorganik).

Menurut Teori Biogenitik, minyak bumi terbentuk dari

pelapukan berbagai jenis binatang dan tumbuhan (mahluk hidup) yang mati dan
tertimbun di dalam endapan lumpur, hanyut terbawa oleh arus sungai, menuju laut, dan
akhirnya berkumpul di dasar laut, bertemu dengan timbunan-timbunan hasil pelapukan
mahluk hidup yang sebelumnya telah ada. Timbunan ini kemudian selama beratus juta
tahun terendap dan mengalami proses dekomposisi menjadi gelembung minyak bumi
atau gas alam. Dekomposisi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu
endapan, waktu, serta tekanan lapisan batuan yang berada di atasnya. Sedangkan
menurut Teori Anorganik, minyak bumi terbentuk akibat adanya aktivitas bakteri yang
mampu melakukan reaksi biokimia, merubah unsur-unsur seperti Oksigen, Hidrogen,
Karbon, Belerang, dan nitrogen dari batuan induk menjadi zat minyak yang
mengandung hidrokarbon.
Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam
salah satunya adalah minyak bumi, sektor minyak tidak pernah terlepas dari polemik di
banyak negara termasuk Indonesia yang merupakan negara yang memiliki cadangan
minyak yang melimpah, namun yang terjadi cadangan minyak tersebut justru di
kuasai oleh perusahaan asing. Di Indonesia, energi migas masih menjadi andalan
utama perekonomian Indonesia, baik sebagai penghasil devisa maupun pemasok
kebutuhan energi dalam negeri. Ada beberapa perusahaan yang menjadi penghasil
minyak di Indonesia yang sebagian besar merupakan milik perusahaan asing, seperti
yang terlihat pada tabel 1.
2

Tabel 1.
Produksi Minyak Perusahaan Minyak di Indonesia

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.

Nama Perusahaan
PT. Chevron Pasific Indonesia
PT. Pertamina (EP)
Total Indonesia E&P (Kaltim)
Conoco Philips Blok B Natuna
CNOOC. SES
PHE (ONJW)
Chevron Indonesia Co
PHE West Madura Offshore
Medco Sumatera (Rimau & SSE)
Mobil Cepu Ltd (Pertamina&Exxon Mobile oil)
Petrochina International (Jabung)
BOB Sumatera-Bumi Siak Pusako
Vico (Sanga-Sanga)
ConocoPhilips Sumatera (Coridor Blok)
JOB PetroChina East Java (Tuban)
Kondur Petrolum
PetroChina Bermuda (Papua)
BP Indonesia Tangguh
Star Energy (Kakap)
Exxon Mobil Oil (Aceh)

Jumlah Produksi per hari


357.000 barrel
135.000 barrel
86.000 barrel
45.000 barrel
38.000 barrel
35.000 barrel
28.300 barrel
23.000 barrel
22.960 barrel
22.000 barrel
17.300 barrel
17.000 barrel
15.000 barrel
12.200 barrel
11.000 barrel
7.600 barrel
6.190 barrel
5.400 barrel
4.500 barrel
2.420 barrel

Sumber : BP Migas dikutip vivanews.com

Potensi sumber daya minyak dan gas bumi Indonesia masih cukup besar untuk
dikembangkan terutama di daerah-daerah terpencil, laut dalam, sumur- sumur tua dan
kawasan Indonesia Timur yang relatif belum dieksplorasi secara intensif. Khusus
untuk minyak mentah, Indonesia dapat dikatakan sebagai negara produsen minyak,
bahkan pernah menjadi salah satu anggota organisasi produsen minyak mentah dunia
yaitu OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries). Di tahun 19771992 adalah masa kejayaan industri minyak Indonesia dengan produksi rata rata 1,5
juta barrel per hari. Kondisi tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara produsen
minyak yang cukup disegani di negara-negara OPEC yang pendiriannya diprakarsai
oleh Indonesia. Namun seiring peningkatan konsumsi dan penurunan produksi minyak
dalam negeri sejak tahun 2003 Indonesia telah menjadi net importir minyak.
3

Berdasarkan data dari BP (2013), Indonesia pernah berhasil memproduksi


minyak mentah di atas 1 juta barrel per day (BPD) selama periode 1972 sampai 2006
dengan pencapaian tertinggi di tahun 1977 dengan produksi 1,68 juta BPD. Gambaran
perkembangan produksi minyak mentah dapat dilihat dalam Grafik 1.

Sumber: BP Statistical Review, June 2013.

Grafik 1. Perkembangan Produksi Minyak Mentah di Indonesia

Namun demikian, perlu disadari bahwa catatan pencapaian di atas adalah


catatan masa lalu atau dapat dikatakan sejarah bagi Indonesia. Kini, produksi minyak
mentah Indonesia semakin menurun. Sebagaimana telah digambarkan dalam Grafik 1,
dalam beberapa tahun terakhir, dari tahun 2007 s. d. 2012, produksi minyak mentah
Indonesia di kisaran 900 ribu BPD (BP, 2013). Kondisi yang bertolak belakang antara
kinerja produksi dengan tingkat konsumsi masyarakat membuat Indonesia mengalami
defisit. Penurunan ini merupakan suatu kenyataan yang harus dihadapi Indonesia
bahwa minyak merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui semakin
lama produksinya akan semakin menurun dan pada akhirnya suatu saat nanti akan
habis. Kondisi ini dimungkinkan memberikan dampak pada struktur dan kinerja pasar
pertambangan minyak bumi di Indonesia. Berdasarkan latar belakang ini, tulisan ini

berusaha menganalisis mengenai struktur, perilaku dan kinerja industri pertambangan


minyak bumi yang ada di Indonesia.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menganalisis struktur, perilaku dan
kinerja industri pertambangan minyak bumi di Indonesia dalam menghasilkan minyak
mentah dan juga analisis tambahan makroekonomi, analisis mikro serta analisis
tambahan lainnya yang dapat mendukung. Selain itu juga akan dianalisis hubungan
antara industri ini dengan perekonomian yang ada di Indonesia.
Metode Penelitian
Salah satu kerangka dasar dalam analisis ekonomi industri adalah hubungan
antara

Struktur-Perilaku-Kinerja

atau

Structure-Conduct-Performance

(SCP).

Hubungan paling sederhana dari ketiga variabel tersebut adalah hubungan linier di
mana struktur mempengaruhi perilaku kemudian perilaku mempengaruhi kinerja.
Dalam SCP hubungan ketiga komponen tersebut saling mempengaruhi termasuk
adanya faktor-faktor lain seperti teknologi, progresivitas, strategi dan usaha-usaha
untuk mendorong penjualan (Martin, 2002). Struktur (structure) suatu industri akan
menentukan bagaimana perilaku para pelaku industri (conduct) yang pada akhirnya
akan menentukan kinerja (performance) dari industri tersebut. Dibawah ini terlihat
gambar yang menunjukkan hubungan linear Struktur-Perilaku-Kinerja suatu industri
atau perusahaan :

Struktur

Perilaku

Kinerja

Sumber: Martin, 2002

Gambar 1. Kerangka Struktur-Perilaku-Kinerja Industri

Struktur pasar merupakan kunci penting dari pola konsep konvensional dalam
bidang ekonomi industri. Setiap perusahaan memiliki suatu struktur pada masingmasing keadaan tertentu (Jaya, 2001). Gambar 2.2. terlihat pendekatan antara struktur,
perilaku dan kinerja industri.

Sumber : Hasibuan, 1993


Gambar 2. Hubungan Struktur-Perilaku-Kinerja

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang
diperoleh dari berbagai sumber seperti laporan empat perusahaan yang menguasai
industri minyak bumi di Indonesia (PT.Chevron Pacific Indonesia, PT.Pertamina, Total
Indonesia E&P (Kaltim), dan Conoco Philips Blok B Natuna), website resmi
perusahaan terkait serta berbagai literatur seperti artikel surat kabar, jurnal lokal
maupun internasional. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
mengacu pada metode yang digunakan oleh Firdaus, dkk. (2008). Metode-metode
tersebut diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu: analisis struktur industri,
perilaku industri, dan kinerja industri. Namun demikian, karena keterbatasan akan
6

ketersediaan data, maka hanya metode-metode yang relevan yang akan digunakan
dalam analisis.
-

Struktur
1. Kualitatif
Struktur industri dianalisis secara deskriptif dengan tujuan untuk mengetahui
informasi mengenai struktur yang diwakili oleh empat indikator yaitu jumlah
pembeli, jumlah penjual, diferensiasi produk dan hambatan untuk masuk ke pasar
(barrier to entry).
2. Kuantitatif
a. Pangsa Pasar
Pangsa pasar dari penelitian ini dihitung menggunakan rasio empat
perusahaan terbesar.
n

CRx= Sx
i =1

Keterangan :
CRx
= rasio konsentrasi X perusahaan terbesar
n
= 1,2,3,..n
Sx
= persentase pangsa pasar dari perusahaan yang ke-i
b. Hambatan Masuk / Barrier to Entry
Barrier to entry merupakan hambatan masuk pasar dapat dilihat dengan
banyaknya pesaing dalam merebut pangsa pasar untuk mencapai target
keuntungan yang diinginkan. Hambatan ini dapat dianalisis dengan
mengukur skala ekonomis yang didekati melalui keluaran (output)
perusahaaan. Cara yang digunakan untuk melihat hambatan masuk adalah
dengan menggunakan skala ekonomis yang didekati melalui output
perusahaan yang menguasai pasar lebih dari 50 persen. Nilai keluaran
tersebut kemudian dibagi dengan keluaran total industri. Perhitungan ini
disebut sebagai Minimum Efficiency Scale (MES).

Output Perusahaan Terbesar


Output Total
MES =
-

Perilaku
Perilaku industri dalam penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif. Perilaku

industri menganalisis tingkah laku serta penerapan strategi yang digunakan oleh
perusahaan dalam suatu industri untuk merebut pangsa pasar dan mengalahkan
pesaingnya.
-

Kinerja
Analisis kinerja industri dilakukan dengan menggunakan analisis Price-Cost-

Margin (PCM). Analisis PCM digunakan untuk menganalisis hubungan struktur pasar
terhadap kinerja perusahaan. PCM merupakan salah satu indikator kinerja yang
digunakan sebagai perkiraan kasar dari keuntungan industri. PCM diperoleh dengan
membagi selisih antara nilai tambah dikurangi upah terhadap nilai output. Nilai
tambah adalah nilai pengiriman dikurangi material, persediaan dan tempat
penyimpanan bahan bakar, tenaga listrik dan kontrak kerja (Jaya, 2001).
PCM =

nilai tambahupah
x 100
nilai output

Hasil dan Pembahasan


1. Struktur Pasar

Dalam struktur pasar terdapat beberapa elemen-elemen yang termasuk


didalamnya yaitu pangsa pasar, konsentrasi pasar dan hambatan-hambatan untuk
masuk. Ketiga elemen tersebut akan dijelaskan lebih lanjut dibawah ini.
-

Pangsa Pasar

Pangsa pasar adalah perbandingan antara hasil penjualan suatu perusahaan


dengan total penjualan industri. Setiap perusahaan memiliki pangsa pasarnya sendiri,
dan besarnya berkisar antara 0 hingga 100 persen dari total penjualan seluruh pasar.
Pangsa pasar mencerminkan proksi keuntungan bagi perusahaankarena pangsa pasar
yang besar biasanya menandakan kekuatan pasar yang besar dalam menghadapi
persaingan dan sebaliknya. Dalam pangsa pasar, ada beberapa tipe pasar yaitu seperti
yang terlihat pada tabel 2 :
Tabel 2.
Tipe-Tipe Pasar

Tipe Pasar
Monopoli murni

Kondisi Utama
Suatu perusahaan yang memiliki 100 persen dari

Perusahaan yang dominan

pangsa pasar.
Suatu perusahaan yang memiliki 50- 100 persen dari

Oligopoli ketat

pangsa pasar dan tanpa pesaing yang kuat.


Penggabungan empat perusahaan terbesar yang
memiliki pangsa pasar 60-100 persen. Kesepakatan di

Oligopoli longgar

antara mereka untuk menetapkan harga relatif mudah.


Penggabungan empat perusahaan terbesar yang
memiliki 40-60 persen pangsa pasar, kesepakatan
mereka untuk menetapkan harga sebenarnya tidak

Persaingan monopolistik

mungkin.
Banyak pesaing yang efektif, tidak satu pun yang

Persaingan murni

memiliki lebih dari 10 persen pangsa pasar.


Lebih dari 50 persen pesaing yang mana tidak
satupun yang memiliki pangsa pasar yang berarti.

Sumber : Jaya, 2001.

Shepherd (1992) menyatakan pangsa pasar yang mencapai 100 persen


termasuk dalam monopoli murni, jika satu perusahaan mempunyai pangsa pasar lebih
dari 40 persen dan tidak mempunyai pesaing yang berarti termasuk dalam perusahaan
dominan. Jika pangsa pasar mencapai lebih dari 60 persen termasuk dalam oligopoli

ketat. Semakin besar pangsa pasar maka semakin besar pula hak monopoli bagi
perusahaan yang bersangkutan. Derajat kekuatan pasar pada umumnya akan muncul
ketika pangsa pasar mencapai 15 persen, pada tingkatan yang lebih tinggi yaitu 25-30
persen derajat monopoli menjadi signifikan, dan pada tingkat 50-60 persen biasanya
perusahaan mempunyai kekuatan pasar yang sangat besar.
Berdasarkan penghitungan rasio empat perusahaan besar yang berada di
industri pertambangan minyak bumi di Indonesia, empat perusahaan tersebut
menguasai lebih dari 60 persen pangsa pasar yang ada. Hal ini mengindikasikan bahwa
industri ini masuk dalam tipe pasar oligopoli ketat, dimana kesepakatan diantara
mereka dalam menetapkan harga relatif mudah. Sedangkan untuk hambatan masuk
atau barrier to entry ke dalam pasar, dalam industri pertambangan minyak bumi ini
pemerintah sudah memberikan kemudahan bagi pihak swasta untuk membuka kilang
minyak baru agar kapasitas produksi minyak nasional semakin besar. Hal ini sesuai
dengan UU Nomor 22 tahun 2001 tentang Migas (Minyak dan Gas Bumi), yaitu
mengenai pencabutan status hak monopoli dari Pertamina. Pertamina selanjutnya
menjadi perusahaan milik negara (BUMN) dan menjadi bagian dari salah satu pelaku
bisnis migas di sektor hulu maupun hilir dan tidak lagi menjadi regulator melainkan
menjadi Badan Pengawas Migas (BP Migas) yang mengawasi setiap kegiatan usaha
hulu Migas dan Badan Pngatru (BPH Migas) yang mengawasi pelaksanaan aktivitas di
sektor hilir Migas. Sudah terpapar jelas bahwa dengan adanya liberalisasi migas
tersebut, izin usaha pengolahan dan pemasaran minyak dan gas bumi lebih terbuka
lebar bagi pihak swasta, dan juga adanya pemisahan antar sektor hulu dan hilir seperti
yang tertera dalam Gambar 2 di bawah ini.
HILIR

HULU

Eksplorasi

Eksploitasi

Pengolahan

Pengangkutan

Penyimpanan

Niaga

10
SPBUEkspor
&
Impor
Pasar

Sumber : Berbagai sumber diolah

Gambar 3. Hubungan Sektor Hulu dan Hilir Industri Perminyakan di Indonesia

Setelah dikeluarkannya UU tersebut juga telah terjadi pemisahan yang jelas


dalam kegiatan usaha minyak bumi di Indonesia, yaitu terdiri dari kegiatan usaha hulu
dan kegiatan usaha hilir. Kegiatan usaha hulu tersebut mencakup kegiatan eksplorasi
dan eksploitasi, sedangkan kegiatan usaha hilir mencakup kegiatan pengolahan,
pengangkutan, penyimpanan dan niaga. Bicara mengenai struktur industri, dunia
perminyakan memiliki keunikan dibanding industri lainnya. Ketika industri-industri
lain gencar mencanangkan perampingan, efisiensi, dan efektivitas, dalam dunia
perminyakan para international oil company (IOC) yang sudah mendominasi pasar
tersebut terpaksa melakukan merger karena dalam industri perminyakan, modal yang
terlibat luar biasa besar.
-

Perilaku
Perilaku perusahaan di pasar merupakan kebijakan perusahaan tentang produk

dan jasa dari barang yang dijual yang berasal dari struktur pasar yang dihadapinya..
Analisis perilaku pasar dilakukan secara deskriptif dengan mengacu pada struktur.
Berdasarkan hasil analisis, struktur pasar industri pertambangan minyak bumi di
Indonesia bersifat oligopoli. Hal ini akan menimbulkan beberapa perilaku yang

11

dilakukan oleh para pelaku industri pada industri pertambangan minyak bumi di
Indonesia. Perilaku yang dilakukan tersebut antara lain strategi harga dan produk.
Harga minyak bumi di Indonesia terutama berkaitan dengan minyak mentah selalu
mengikuti perkembangan harga minyak mentah dunia. Oleh karena itu, jika harga
minyak mentah dunia terus meningkat maka akan dapat semakin membebani anggaran
pemerintah untuk membiayai subsidi BBM. Hal ini disebabkan karena Indonesia
masih harus mengimpor minyak mentah maupun BBM untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri yang terus meningkat dan tidak bisa dicukupi secukupnya oleh kilangkilang minyak di Indonesia.
Untuk produk-produk hasil pengolahan minyak mentah dari kilang minyak
sangat banyak, namun hanya beberapa saja yang sangat familiar bagi masyarakat.
Hasil dari minyak mentah haruslah melalui tahap pengolahan terlebih dahulu agar
dapat menghasilkan produk yang dapat digunakan. Ada beberapa produk hasil olahan
minyak bumi yaitu LPG (Liuefied Petroelum Gas), Avtur (Aviation Turbine Fuel) dan
Avgas (Aviation Gasoline), bensin (Petrol), Kerosene (Minyak Tanah), Solar (Diesel),
Aspal. Hal ini menunjukkan bahwa telah banyak produk yang dapat dihasilkan dari
hasil olahan minyak mentah yang dapat dimanfaatkan untuk kehidupan sehari-hari,
namun dari segi teknologi pengolahan kilang minyak Indonesia masih kurang efisien.
Terlihat dari pemenuhan kebutuhan masyarakat Indonesia akan hasil olahan minyak
bumi terutama bahan bakar yang belum bisa dipenuhi oleh kapasitas produksi
nasional. Indonesia masih harus mengimpor karena Pertamina sebagai satu-satunya
badan usaha milik pemerintah yang diberikan weenang untuk memproduksi bahan
bakar nasional hanya mampu memenuhi sebesar kurang lebih 50 persen kebutuhan
bakan bakar dalam negeri. Masalah efisiensi terjadi dari sisi teknologi yang dimiliki.
-

Kinerja
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang terkenal memiliki

kandungan minyak yang besar. Potensi sumber daya minyak dan gas bumi Indonesia

12

masih cukup besar untuk dikembangkan terutama di daerah-daerah terpencil, laut


dalam, sumur- sumur tua dan kawasan Indonesia Timur yang relatif belum dieksplorasi
secara intensif. Cadangan minyak yang merupakan jantung dari bisnis perminyakan
umumnya dikategorikan dalam kelompok unproven (diyakini ada namun belum
ditemukan) dan proven (terbukti keberadaannya dan dapat dieksplorasi) dengan derajat
keyakinan tertentu. Akibat perkembangan teknologi, seringkali ladang minyak
berstatus unproven dapat mengalami kenaikan peringkat menjadi proven, seperti,
halnya terjadi pada ladang minyak Cepu.
Untuk mengeksplorasi kandungan minyak bumi diperlukan teknologi dengan
biaya yang sangat mahal. Hal ini tidak sejalan dengan potensi migas yang dimiliki
Indonesia yang memerlukan eksplorasi lebih lanjut. Cadangan migas yang dimiliki
oleh Indonesia semakin lama semakin menipis dan diperkirakan akan habis dalam
kurun waktu 40 tahun ke depan jika tidak segera ditemukan kilang-kilang minyak yang
baru. Hal ini menjadi tantangan bagi para pengusaha industri pertambangan terutama
minyak bumi dalam mengeksplorasi maupun eksploitasi kandungan minyak bumi yang
dimiliki Indonesia, sehingga Indonesia dapat terus memenuhi kebutuhan minyak
nasional tanpa harus mengalami defisit akibat tingkat impor yang semakin lama
melebihi kapasitas ekspor.
Industri minyak bumi dituntut untuk meningkatkan kinerjanya guna
meningkatkan ekonomi negara dan juga kesejahteraan rakyat. Selain itu, kondisi ini
pada akhirnya dapat memperbaiki perekonomian nasional yang selama ini juga banyak
dipengaruhi oleh sektor migas. Jika kebutuhan minyak domestik masih didominasi
oleh produk impor, mustahil jika perekonomian di Indonesia bisa melesat kencang
seperti Singapura. Banyak hal yang menjadi penyebab masih sedikitnya produksi
minyak bumi di Indonesia dengan potensi yang dimiliki yaitu karena turunnya
produksi dari sumur-sumur migas andalan di Indonesia dan tata kelola migas yang
harus dibenahi.

13

Gambar 4. Perkembangan Produksi Minyak di Indonesia

Menurut BP MIGAS penurunan jumlah produksi minyak per hari tersebut


disebabkan penurunan produksi dari lapangan existing lebih cepat dari perkiraan.
Sekitar 90 persen dari total produksi minyak Indonesia dihasilkan dari lapangan yang
usianya lebih dari 30 tahun, sehingga dibutuhkan investasi yang cukup besar untuk
menahan laju penurunan alaminya. Diperlukan juga investasi yang lebih besar dan
teknologi terbaru guna mengeksplorasi kandungan minyak di Indonesia yang masih
berpotensi besar menghasilkan minyak bumi. Tata kelola tentang migas juga perlu
dibenahi untuk menghindari adanya kecurangan dari para petinggi yang digunakan
untuk kepentingan pribadi semata.
2. Analisis Makroekonomi
Pembangunan ekonomi dewasa ini sering kali dikaitkan dengan keberadaan
energi, energi merupakan salah satu input penting dalam proses produksi. Ketersediaan
energi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi menjadi isu yang sangat penting

14

untuk dibahas dalam beberapa tahun terakhir ini. Kebutuhan energi dunia saat ini
sangat banyak disokong oleh minyak mentah atau minyak bumi (oil). Produksi minyak
Indonesia semakin lama mengalami penurunan yang diikuti dengan peningkatan
konsumsi dalam negeri. Produksi minyak domestik sudah tidak mampu lagi memenuhi
kebutuhan dalam negeri dan puncaknya terjadi di tahun 2003 Indonesia menjadi
negara net-importir minyak. Hal ini membuat Indonesia harus membeli minyak dari
pasar internasional yang harganya tidak bisa diintervensi.
Kinerja ekspor Indonesia dari sektor migas maupun nonmigas akhir-akhir ini
mengalami penurunan. Total ekspor migas selama 2012 adalah USD 30 miliar, turun
sebesar 6,1% dibanding periode sebelumnya di tahun 2011 sebesar USD 32,3 miliar.
Penurunan ini dipicu oleh merosotnya ekspor minyak mentah dan penurunan ekspor
gas.

Tabel 3. Perbandingan ekspor komoditas migas dan nonmigas di Indonesia

Sektor

2011

2012

Pertumbuhan
Ekspor

Non Migas

18.424.744

158.102.251

-6,1%

5.145.97

5.584.277

8,5%

Manufaktur

126.653.268

118.314.955

-6,6%

Pertambangan Lainnya

34.288.811

31.379.068

-8,5%

Sektor Lainnya

2.336.686

2.823.951

20,5%

32.362.780

30.394.105

-6,1%

Minyak Bumi

154.166.567

12.723.142

-10,2%

Gas Bumi

18.196.213

17.670.963

-2,9%

Pertanian

Minyak dan Gas Bumi

Sumber : BPS

15

Di sisi lain peningkatan terjadi pada impor Indonesia. Pada 2012 total impor Indonesia
mencapai USD 19,7 miliar, meningkat 8% dibanding impor Indonesia periode
sebelumnya sebesar USD 177,4 miliar. Tingginya konsumsi domestic serta masih
terbatasnya kemampuan produksi di dalam negeri mengakibatkan impor tumbuh
tinggi.
Perkembangan impor energi (migas) Indonesia pada tahun 2012 relatif
mengalami peningkatan sebesar 4,58% dibandingkan pada 2011 dari USD 35,6 miliar
menjadi USD 37,4 miliar. Besarnya nilai impor sektor energy lebih banyak didorong
oleh meningkatnya impor minyak terutama produk petroeloum akibat tingginya tingkat
konsumsi BBM di dalam negeri sementara kapasitas kilang minyak yang dimiliki di
dalam negeri sudah tidak mampu lagi untuk memenuhi kebutuhan BBM di dalam
negeri. Hal ini cukup menibulkan kekhawatiran bagi perekonomian nasional
mengingat harga jual BBM di dalam negeri di baah harga impor karena adanya
subsidi.

3. Peran Energi (Migas) Dalam Perekonomian Nasional


Dalam perekonomian Indonesia, energi memiliki peran yang sangat penting
bagi pergerakan ekonomi Indonesia, tidak hanya sebagai sumber bahan bakar dan
bahan baku industri namun juga sebagai salah satu sumber andalan penerimaan negara.
Ketergantungan perekonomian nasional terhadap minyak dan gas bumi sebagai
andalan sumber penerimaan negara harus segera dikurangi mengingat dari sisi
ketersediaan, potensi dan sumber daya minyak bumi sudah semakin menipis.
Sektor energi termasuk di dalamnya sektor pertambangan dan mineral, tercatat
sebagai sektor penyumbang penerimaan negara terbesar kedua setelah pajak. Pada
tahun 2010 penerimaan sektor ESDM yang berasal dari sektor migas baik penerimaan
16

yang berasal dari pajak, non pajak dan penerimaan lain-lain mencapai Rp.220,98
triliun atau mencapai 77% dari total penerimaan negara di sektor ESDM Rp.288,77. Di
tahun 2012 sektor energi mampu mencatatkan Rp.415,2 triliun ke dalam pos
penerimaan negara, 103% dari target yang direncanakan di dalam APBN sebesar
Rp.404,7 triliun sserta 7% lebih besar dibandingkan penerimaan sektor energi tahun
sebelumnya sebesar Rp.388 triliun.
Sub sektor migas masih menjadi sektor terbesar penyumbang penerimaan
negara di sektor energi sebesar 69,6% dari total penerimaan negara sektor energi 2012,
diikuti dengan pertambangan umum 29,7% kemudian panas bumi dan lainnya. Karena
ketergantungan ini, kondisi pertumbuhan ekonomi di Indonesia cenderung fluktuatif
mengikuti harga komoditi sumber daya tersebut. Apalagi mengingat kondisi ekspor
impor Indonesia dalam sektor migas yang masih mengalami defisit akibat
ketidakmampuannya dalam mencukupi kebutuhan migas dalam negeri. Terlebih
sumber daya ini termasuk dalam kategori yang tidak dapat diperbaharui, sehingga
ketika ketersediaan sumber-sumber daya tersebut habis dan tidak mampu memberikan
dorongan bagi pertumbuhan ekonomi akibat kesalahan pengelolaan maka akan
menjadi sebuah kutukan bagi perekonomian
.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa industri minyak
bumi di Indonesia termasuk ke dalam tipe pasar oligopoli ketat, dimana penggabungan
dari empat perusahaan utama penghasil minyak paling besar berhasil menguasai lebih
dari 60 persen produksi minyak nasional. Namun untuk hambatan masuk ke dalam
pasar pemerintah sudah memberikan kelonggaran dan peluang bagi industri baru baik
swasta maupun asing untuk mengeksplorasi kandungan minyak bumi yang ada di
Indonesia mengingat cadangan minyak bumi di Indonesia yang semakin menipis dan
diperkirakan hanya cukup untuk 40 tahun ke depan. Pemerintah perlu membenahi
17

kondisi dan kinerja industri minyak bumi di Indonesia yang terus mengalami defisit,
hal ini tercermin dari impor minyak yang lebih besar dari tingkat ekspornya.
Pemerintah harus bisa mengeksplorasi sumber-sumber minyak baru agar dapat
menjadi cadangan minyak bumi untuk berpuluh-puluh tahun ke depan, mengingat
sektor migas juga menjadi sektor andalan dalam perekonomian di Indonesia yang ikut
menyumbang PDB dalam jumlah besar.

DAFTAR PUSTAKA
Ariadji, Tutuka.2014.Ancaman dan Solusi BBM Bersubsidi di Indonesia.Institut
Teknologi Bandung.
Aufan, Yaumil.2014.Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Karakteristik Pekerjaan
Terhadap Kinerja Karyawan(Studi pada karyawan

PT Chevron Pacific

IndonesiaDepartemen PG dan T Minas).Skripsi Fakultas Ekonomika dan


Bisnis Universitas Diponegoro Semarang.
Biro Riset LM FEUI.Analisis Industri Minyak dan Gas di Indonesia:Masukan bagi
pengelola BUMN.
18

Firdaus, Muhammad, Rina Oktaviani, Alla Asmara, dan Sahara (2008). Analisis
Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Manufaktur Di Indonesia. Department
of Economics Faculty of Economics and Management-Bogor Agricultural
University. Working Paper Series No. 04/A/III.
Hasibuan, N. 1994. Ekonomi Industri: Persaingan, Monopoli dan Regulasi. LP3ES,
Jakarta.
Jaya, W. K. 2001. Ekonomi Industri. BPFE, Yogyakarta.
Kementerian ESM.2013.Kajian Supply Demand Energi.
Martin, S. 1993. Advanced Industrial Economics. Blackwell Publiser Inc.
Nasir, Mohamad.2013.Potret Kinerja Migas Indonesia.
Puspasari, Citra.2006.Analisis Struktur Perilaku Kinerja Industri Mi Instan di
Indonesia.Skripsi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Suryawati, 2009. Analisis Struktur Perilaku dan Kinerja Industri Tekstil dan Pakaian
Jadi di Provinsi DIY. Yogyakarta.Jurnal Akuntansi dan Manajemen, vol. 20 no.
1, April 2009 hal 35-46.
Suwarma, Risris Rismayani dan Yudi Pramudiana. Pemetaan Struktur Perilaku dan
Kinerja Pada Industri Semen Di Indonesia.Jurnal manajemen IndonesiaVo.12No.4 April 2013.

19

Anda mungkin juga menyukai