Anda di halaman 1dari 3

Menuju Kedaulatan Energi

Langkah Strategis Menuju Kedaulatan Energi


JUDUL
RANGKUMAN
Tidak dipungkiri energy merupakan suatu kebutuhan dasar kehidupan. . Energi memainkan
peran besar dalam ekonomi dan produktivitas aktivitas berkehidupan. Salah satu manfaat dari
energy tersebut adalah penciptaan listrik sebagai sumber daya penunjang aktivitas industry,
perkantoran hingga kehidupan bermasyarakat dan rumah tangga. Di tahun 2012, kebutuhan
listrik nasional adalah.. sedangkan untuk pemenuhan kebutuhan daya tersebut sebagian besar
dipasok dari energy fosil seperti migas yang kemudian juga digunakan batubara.

Kedaulatan Energi: Migas


Pada dasarnya, kedaulatan merupakan suatu kata yang riuh terdengar namun samarsamar untuk dimengerti. Lalu apa yang dirasakan berkenaan dengan kedaulatan energy?
Sampai saat ini, masyarakat kita masih dapat dikatakan bersyukur dengan rendahnya harga
yang dikeluarkan untuk suatu energy yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari seperti
BBM dan listrik yang disubsidi. Namun apakah itu yang disebut dengan kedaulatan?
Kenikmatan dengan sistem ramah di permukaan yang terpaksa dibijakkan untuk
meninabobokan kemelaratan rakyat. Kenyataanya, jika kita gali lebih dalam sistem
ketersediaan energy yang ramah di permukaan seperti itu bukanlah suatu kedaulatan dan
mirisnya tak semanis yang terasa di permukaan. Sebaliknya apakah kedaulatan energi
merupakan suatu kebijakan yang tepat untuk dibijakkan? Kedaulatan merupakan kekuasaan
dalam negeri untuk menuntut dan mewujudkan hak untuk mendapatkan produksi energi
sendiri dan tindakan melawan kekuasaan perusahaan-perusahaan serta kekuatan lainnya yang
merusak sistem produksi energi rakyat melalui perdagangan, investasi, serta alat kebijakan
lainnya. Dengan sistem kedaulatan seperti itu, maka kemungkinan impor energy tidak
diperkenankan. Negara harus bisa memenuhi kebutuhan energy dalam negerinya sendiri
tanpa ineterupsi asing. Dalam konteks ini, jelas objek fenomenal yang paling familiar untuk
dilibatkan adalah energy fosil migas dan batubara.
Indonesia, negeri yang maha akan sumber daya alam. Menurut data British Petroleum,
Indonesia pernah mencapai rekor produksi tertingi pada tahun 1977 dan 1991 sekitar 1,7 juta
bph diikuti dengan konsumsi energy dalam negeri yang jauh dibawah jumlah produksi. Hal
tersebut membuat Indonesia bahkan tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri
namun juga sebagai negara pengekspor migas yang kemudian menjadi salah satu negara
anggota OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries). Namun saat ini keadaan
berbalik, seiring meningkatnya aktivitas perekonomian yang membutuhkan pasokan energy
berlebih sedangkan keadaan sumur sumber migas di Indonesia yang menua dan cadangan
menyurut membuat neraca yang lebih besar pasak daripada tiang. Pada tahun 2012
perekonomian dikatakan Indonesia meningkat 6,2 % (ADB,2012). Hal tersebut tentu
merupakan hal yang baik namun terdapat korelasi antara aktivitas industry dan perekonomian
terhadap jumlah energy yang tersedia, oleh karenanya fakta yang terjadi Indonesia harus
mengimpor energy untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang sedang bersemangat untuk
menggerakan industry dan perkonomian. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada
Januari dan Februari 2012 impor migas mencapai USD6,51 miliar atau naik 18,05%

dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Angka tersebut terdiri dari impor minyak
mentah sebesar USD1,725 miliar, hasil minyak USD3,552 miliar, dan gas sebesar USD238,2
juta. Nilai impor masih di atas ekspor yang sebesar USD6,448 miliar pada dua bulan pertama
2012. Gali lebih dalam lagi, keadaanya dengan diberlakukannya UU No. 22/2001 tentang
migas yang lahir untuk mengakomodasi permintaan IMF dalam era reformasi agar Indonesia
lebih membuka diri kepada investasi asing menyebabkan terbukanya penguasaan korporasi
asing sampai 95% untuk migas dan 90% untuk tambang. Untuk Pertamina sendiri yang
notabene perusahaan BUMN asli Indonesia hanya mendapatkan porsi 16 % untuk
mengeksplorasi energy di tanah airnya sendiri. (Republika, 2012). Rata-rata produksi minyak
mentah (lifting) sumur di Indonesia saat ini sekitar 910 ribu barel per hari (bph), yang
kemudian setengahnya dibawa ke luar oleh perusahaan asing tersebut sebagai hak bagi hasil,
pengembalian biaya operasi, dan investasi (cost recovery) (Harian Haluan, 2012). Jelas,
merupakan fakta yang terjejak bahwa terdapat korporasi asing yang turut campur dalam
eksploitasi kekayaan energy Indonesia serta ketidakmampuan negara dalam memenuhi
kebutuhan energy Indonesia dengan adanya impor yang bukan merupakan potret definisi
kedaulatan.
Gali dan gali lagi: pengalokasian energy
Telusur alur energy Indonesia, diketahui bahwa sebagian besar energy migas dan
batubara dibutuhkan untuk digunakan sebagai bahan bakar boiler pembentuk uap pada
industry maupun perusahaan listrik pembentuk daya selain sebagai bahan bakar transportasi
dan kebutuhan lain. Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) sepanjang empat bulan pertama
2012 PLN telah mencapai 2,8 juta kiloliter. Penggunaan BBM untuk pembangkit listrik
tersebut telah mencapai 37,5 persen dari target penggunaan tahun 2012 sebesar 7,5 juta
kiloliter sedang dana yang telah dihabiskan Rp7,39 miliar untuk membeli BBM non subsidi.
Sedangkan untuk gas, PLN mengaku telah mengkonsumsi 94,158 BBTU untuk menjalankan
pembangkit listrik dan 12 juta ton untuk batubara (Viva News, 2012).

Anda mungkin juga menyukai