Anda di halaman 1dari 4

Merdeka.com - 8 Juni 1921, hari ini tepat kelahiran PresidenSoeharto.

Presiden kedua
Indonesia ini memimpin selama 32 tahun. Nyaris akan menjadi presiden seumur hidup jika
tak ada arus reformasi yang dipicu oleh krisis ekonomi.
Namun siapa sangka ternyata krisis itu sengaja diciptakan oleh Amerika Serikat dan
International Monetary Fund (IMF). Tujuannya untuk membuat Indonesia bergolak dan
membuat Soeharto jatuh.
Krisis ekonomi yang disusul krisis politik mengakibatkan pelarian modal ke luar Indonesia
secara masif, hingga menyebabkan anjloknya nilai rupiah sampai mencapai Rp 17.000,- per
dolar. Rupiah yang lemah membuat pebisnis kolaps karena tidak dapat lagi mengelola
utang luar negerinya.
Pendapat ini antara lain dikemukakan Prof Steve Hanke, penasehat ekonomi Soeharto dan
ahli masalah Dewan Mata Uang atau Currency Board System (CBS) dari Amerika Serikat.
Menurut ahli ekonomi dari John Hopkins University itu, Amerika Serikat dan IMF-lah yang
menciptakan krisis untuk mendorong kejatuhan Soeharto.
Hal ini dibuktikan dari pengakuan Direktur Pelaksana IMF Michael Camdessus sendiri.
Camdessus mengakui IMF berada di balik krisis ekonomi yang melanda Indonesia.
"Kami menciptakan kondisi krisis yang memaksa Presiden Soeharto turun," aku Camdessus
saat diwawancarai The New York Times dan dikutip Kantor Berita Antara dalam artikel IMF
di Balik Kejatuhan Soeharto?
Di tengah krisis ekonomi yang memburuk, Soeharto terpaksa menandatangani 'letter of
intent' dengan IMF di kediaman Cendana, pada 15 Januari 1998. Sepintas IMF seperti
membantu, tapi kenyataannya sebaliknya. Bantuan dengan sejumlah syarat itu malah
sangat merugikan perekonomian Indonesia.
Hanya beberapa pekan kemudian, tanda tangan itu terbukti membelenggu Soeharto sendiri.
Mencoba lepas dari tekanan IMF, Presiden mencari 'jalan lain' yang tidak disukai lembaga
donor internasional itu.
Pada akhir Januari 1998, Presiden menerima Steve Hanke yang menawarkan proposal

Currency Board System (CBS) atau Dewan Mata Uang. Dengan CBS, rupiah akan dipatok
pada 5.500 per dolar. Soeharto tertarik dan hampir memberlakukan CBS. Dia sudah
menyiapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang CBS.
Namun, IMF marah. Mereka menilai hal ini merugikan rencana mereka di Indonesia. Koran
The Washington Post mengabarkan bocornya surat pribadi Michel Camdessus kepada
Soeharto tertanggal 11 Februari 1998. Surat itu berisikan ancaman bahwa IMF akan
menangguhkan pinjaman sebesar 43 miliar dolar AS jika tidak ada kejelasan mengenai
masa depan reformasi sesuai LoI yang telah diteken 15 Januari. Ancaman tersebut manjur.
CBS akhirnya dibatalkan menyusul tekanan Barat yang makin keras.
Menurut Steve Hanke, serangan terhadap gagasan CBS dan dirinya sebagai penasehat
ekonomi presiden dilancarkan begitu keji. Pelaksanaan CBS Indonesia ditentang habishabisan. Akan tetapi Argentina, yang juga pasien IMF, dibolehkan. Begitu pula kontrol
devisa, yang digelar begitu mulus di Chili, ternyata diharamkan di Indonesia.
Padahal, kata Steve Hanke, kalau saja Indonesia kala itu diizinkan memakai CBS atau
bahkan kontrol devisa, "Perekonomian Indonesia mungkin bisa selamat." Berkali-kali Hanke
mengingatkan Soeharto agar tak mempercayai IMF, karena IMF sangat khawatir CBS bakal
sukses diterapkan di Indonesia.
"Washington punya kepentingan agar krisis berlangsung terus sehingga Anda jatuh" kata
Hanke kepada Soeharto.
Seiring dengan berjalannya waktu, Hanke kemudian mendapat jawaban lebih jelas
mengapa idenya tentang CBS dibantai habis-habisan, padahal di negara lain bisa jalan
dengan baik.
Merton Miller, seorang penerima Hadiah Nobel untuk Ilmu Ekonomi, mengatakan bahwa
penolakan pemerintah Clinton dan IMF terhadap CBS "Bukan karena itu tidak akan jalan
tapi justru kalau itu jalan maka Soeharto akan terus berkuasa".
Pendapat sama, lanjut Hanke, juga dikemukakan oleh mantan PM Australia Paul Keating.
Keating mengatakan "AS tampak dengan sengaja menggunakan ambruknya ekonomi
sebagai alat untuk menggusur Soeharto".
Menurut para ekonom, masuknya IMF ke Indonesia seperti membawa kunci pembuka bagi
gudang harta terpendam, yakni pasar Indonesia yang luar biasa dahsyat.
Ini terbukti, setelah IMF menjadi 'dokter' perekonomian Indonesia, perusahaan asing begitu
leluasa berbisnis di negeri ini. Di setiap pojok kota, kini begitu banyak kantor cabang bank
asing, restoran asing, perusahaan multinasional dan barang produk luar negeri.
Indonesia baru bebas dari utang IMF di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut
SBY, sejak tahun 2006, Indonesia bisa bernapas lega terbebas dari utang IMF.
"Keseluruhan utang Indonesia terhadap IMF adalah USD 9,1 miliar, jika dengan nilai tukar
sekarang setara dengan Rp 117 triliun, dan pembayaran terakhirnya kita lunasi pada tahun

2006, atau 4 tahun lebih cepat dari jadwal yang ada. Sejak itu kita tidak lagi jadi pasien
IMF," kata SBY beberapa waktu lalu.

Merdeka.com - 15 Januari 1998, hari yang bakal diingat oleh Indonesia sebagai kekalahan
di tangan pilar ekonomi liberal dunia, International Monetary Fund alias IMF.
Di tengah krisis yang makin memburuk, Presiden Soeharto dipaksa menerima bantuan dari
IMF. Bantuan yang ternyata makin menjerumuskan Indonesia karena IMF jadi punya
kekuatan untuk mendikte ekonomi Indonesia.
Hari itu Bos IMF Michael Camdessus menyaksikan momen penandatanganan itu sambil
menyilangkan kedua lengan di dada. Sementara Soeharto membungkuk untuk
menandatangani Letter of Intent (LoI)
Bos IMF itu terlihat pongah seperti tampak pada foto yang dimuat di media nasional dan
internasional keesokan harinya.
"Sejarah mencatat peristiwa itu sebagai "Soeharto tunduk pada IMF, salah satu pilar
kapitalisme global" tulis Kantor Berita Antara.
Dalam buku 34 Wartawan Istana Istana Bicara Tentang Pak Harto, Banjar Chaeruddin
menuliskan sikap Camdessus tersebut langsung diprotes banyak pihak.
Profesor Ekonomi dari Universitas Indonesia Sri Edhie Swasono mengkritik keras kebijakan
Soeharto dan sikap Camdessus itu.
"Penulis (Sri Edhi Swasono) secara pribadi sempat menyampaikan sikap protes kepada
Presiden Soeharto tatkala melihat Camdessus bersilang tangan di dada, sedakep
mengawasi Presiden Soeharto menandatangani letter of intent IMF yang disodorkan kepada
beliau di rumah pribadi Cendana."
"Sebagai orang Indonesia yang tahu harga diri, penulis tidak bisa pula menerima
kecongkakan Camdessus. Lebih dari itu protes penulis juga berkaitan dengan Lol yang
banyak melanggar UUD 1945 (Pasal 33). Penulis tidak yakin Presiden Soeharto membaca
seluruh isi letter on intent itu. Bagi penulis, itu menjadi tanggung jawab Prof Widjojo

Nitisastro yang nampak hadir di Cendana."


Tak hanya orang Indonesia, bahkan Perdana Menteri Malaysia Mahatir Mohammad juga
memprotes sikap arogan bos IMF itu.
"Saya amat tidak suka melihat gambar Camdessus berdiri berpeluk tubuh bersebelahan
Presiden Soeharto ketika menyaksikan Pemimpin Indonesia itu menandatangani perjanjian
dengan IMF. Camdessus kelihatan begitu puas dan sinis menyaksikan Presiden Soeharto,"
kata Mahatir.
Ketidaksukaan para pemimpin itu terbukti. Pinjaman dari IMF malah makin menjerumuskan
Indonesia. Kelak terbukti IMF-lah yang sengaja merancang krisis ekonomi untuk
menjatuhkan Soeharto. Malaysia yang tak mau terikat utang IMF sembuh jauh lebih cepat
dari krisis ekonomi itu

Anda mungkin juga menyukai