BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hemostasis
2.1.1. Definisi
Hemostasis merupakan suatu mekanisme lokal tubuh yang
terjadi secara spontan berfungsi untuk mencegah kehilangan darah
yang berlebihan ketika terjadi trauma atau luka. Sistem hemostasis
pada dasarnya terbentuk dari tiga kompartemen hemostasis yang
sangat penting dan sangat berkaitan yaitu trombosit, protein darah dan
jaring-jaring fibrin pembuluh darah (Rahajuningsih, 2007).
Secara umum menurut Hoffbrand (2005), hemostasis terdiri dari
3 macam yaitu:
1. Hemostasis primer yaitu akan terjadi jika terdapat deskuamasi dan
luka kecil pada pembuluh darah. Hemostasis primer ini melibatkan
tunika intima pembuluh darah dan trombosit. Luka akan menginduksi
terjadinya vasokonstriksi dan sumbat trombosit. Hemostasis primer ini
bersifat cepat dan tidak tahan lama. Karena itu, jika hemostasis primer
belum cukup untuk mengkompensasi luka, maka akan berlanjut
menuju hemostasis sekunder. Pemeriksaan faal hemostasis untuk
melihat proses ini adalah dengan pemeriksaan bleeding time.
2. Hemostasis sekunder, terjadi bila terdapat luka yang besar pada
pembuluh darah atau jaringan lain, vasokonstriksi dan sumbat
trombosit belum cukup untuk mengkompensasi luka ini. Hemostasis
sekunder yang melibatkan trombosit dan faktor koagulasi. Hemostasis
4
SKRIPSI
YUNIAR PUTRI S.
5
sekunder mencakup pembentukan jaring-jaring fibrin. Hemostasis
sekunder ini bersifat delayed and long-term response. Jika proses ini
sudah cukup untuk menutup luka, maka proses berlanjut ke
hemostasis tersier. Pemeriksaan faal hemostasis untuk melihat proses
ini adalah dengan pemeriksaan clotting time.
3. Hemostasis Tersier. Hemostasis tersier ini bertujuan untuk
mengontrol agar aktivitas koagulasi tidak berlebihan. Hemostasis
tersier melibatkan sistem fibrinolisis.
2.1.2. Mekanisme
Mekanisme terjadinya proses hemostasis terdiri dari beberapa
tahapan, pertama pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi
(Guyton and Hall, 2006). Setelah pembuluh darah mengalami suatu
kerusakan atau pecah, rangsangan dari pembuluh darah menyebabkan
dinding pembuluh darah berkontraksi, sehingga dengan segera aliran
darah dari pembuluh yang pecah akan berkurang.
Kontraksi terjadi akibat dari refleks saraf, spasme miogenik, dan
faktor humoral setempat yang berasal dari jaringan yang terkena
trauma dan respon trombosit darah. Refleks saraf ini dicetuskan oleh
rasa nyeri atau oleh impuls-impuls lain dari pembuluh darah yang
rusak
atau
dari
jaringan
yang
berdekatan.
Sebagian
besar
besar
vasokonstriksi
dengan
melepaskan
substansi
SKRIPSI
YUNIAR PUTRI S.
6
Tahapan kedua adalah aktivasi trombosit. Pada saat terjadi
sebuah kerusakan pembuluh darah, maka trombosit akan mulai
membesar, berbentuk ireguler dengan tonjolan-tonjolan yang keluar
dari permukaannya, protein kontraktilnya berkontraksi dengan kuat
dan menyebabkan pelepasan granula yang mengandung berbagai
faktor aktif, sehingga trombosit lengket dan melekat pada serat
kolagen, kemudian mensekresi sejumlah besar ADP (Adenosin
Diphospate) dan enzim-enzimnya membentuk tromboksan A2 yang
juga disekresikan ke dalam darah. ADP dan tromboksan A2 kemudian
mengaktifkan trombosit yang berdekatan (Guyton and Hall, 2006).
Karena sifat trombosit yang lengket maka akan menyebabkan
melekatnya trombosit tambahan pada trombosit semula yang sudah
aktif.
Dengan demikian, pada setiap luka, dinding pembuluh darah
yang rusak atau jaringan di luar pembuluh disekitar luka menimbulkan
siklus aktivasi trombosit yang jumlahnya terus meningkat yang
menyebabkannya menarik lebih banyak lagi trombosit tambahan
sehingga membentuk sumbat (Hoffbrand, 2005; Guyton and Hall
2006).
SKRIPSI
YUNIAR PUTRI S.
SKRIPSI
YUNIAR PUTRI S.
SKRIPSI
YUNIAR PUTRI S.
9
Bleeding time menilai kemampuan darah untuk membeku setelah
adanya luka atau trauma, dimana trombosit berinteraksi dengan dinding
pembuluh darah untuk membentuk bekuan (Fischbach, 2004). Bleeding
time digunakan untuk pemeriksaan penyaring hemostasis primer atau
interaksi antara trombosit dan pembuluh darah dalam membentuk
sumbat hemostatik.
Menurut Riadi (2010) pemeriksaan bleeding time dapat dilakukan
dengan metoda Ivy, yaitu dilakukan insisi dengan lanset sepanjang 10
mm dan kedalaman 1 mm di lengan bawah kemudian setiap 30 detik
darah dihapus dengan kertas filter sampai perdarahan berhenti atau
dengan metode Duke dengan cara yang sama insisi di lokasi cuping
telinga sedalam 3-4 mm.
Menurut Rahajuningsih (2007), bleeding time memanjang pada
gangguan fungsi trombosit atau jumlah trombosit dibawah 100.000/
mm3. Pemanjangan bleeding time menunjukkan adanya defek
hemostasis, termasuk didalamnya trombositopenia, gangguan fungsi
trombosit herediter, defek vaskuler kegagalan vasokonstriksi, Von
Willebrand's disease, disseminated intravascular coagulation (DIC),
defek fungsi trombosit (Bernard-Soulier disease dan Glanzmanns
thrombasthenia),
obat-obatan
(aspirin
atau
ASA,
inhibitor
SKRIPSI
YUNIAR PUTRI S.
10
2.2.2. Clotting Time
Clotting time digunakan untuk menilai faktor-faktor pembekuan
darah, khususnya faktor pembentuk tromboplastin dan faktor trombosit,
serta kadar fibrinogen. Metode yang paling sering digunakan yaitu
dengan cara menempatkan darah dalam tabung gelas reaksi yang bersih,
kemudian menggoyangkan atau memiringkan tabung tersebut setiap 10
detik sampai terbentuk bekuan (Bijanti dkk., 2010).
Waktu pembekuan darah dipengaruhi oleh kondisi tabung yang
digunakan dalam pemeriksaan, sehingga kebersihan tabung haruslah
terkontrol. Waktu pembekuan normal pada hewan coba tergantung dari
jenis hewan coba yang dipakai dan besar volume darah yang digunakan
dalam pemeriksaan. Gangguan proses pembekuan biasanya disebabkan
karena kegagalan sintesis atau defisiensi faktor pembekuan yang paling
sering ditemukan dan terdapatnya inhibitor pada sirkulasi (Bijanti dkk.,
2010).
SKRIPSI
YUNIAR PUTRI S.
11
Komplikasi paska-operatif diantaranya adalah nyeri pembengkakan,
laserasi, granulasi berlebih, perdarahan sekunder, parastesi, echymosis dan
hematoma,
trismus,
SKRIPSI
YUNIAR PUTRI S.
12
Sedangkan bentuk hemostatik kolagen tidak dapat digunakan jika terdapat
fokus infeksi dan sering menyebabkan alergi. Bone wax, di sisi lain, kerap
menimbulkan reaksi inflamasi, dan selulosa selain mahal juga memiliki
mekanisme kerja yang belum jelas.
Selulosa oksida dapat mempengaruhi regenerasi tulang dan dapat
mengakibatkan pembentukan kista bila digunakan jangka panjang pada patah
tulang. Selain itu karena dapat menghambat epitelisasi, selulosa oksida tidak
dianjurkan untuk digunakan dalam jangka panjang (Mycek,2001);(Hedi,
2008).
Menurut Jensen et al (2010), obat hemostatik lokal seperti expasyl
dapat menyebabkan nekrosis tulang alveolar pada daerah sekitar soket yang
diaplikasikan obat tersebut.
Penggunaan obat hemostatik sistemik seperti asam aminokaproat
memiliki efek samping eritema, hipotensi , nausea, dan diare teratogenik.
Sedangkan penggunaan carbazochrome salicylate dan asam traneksamat
kontraindikasi bagi orang-orang dengan hipersensitifitas salisilat dan orang
dengan kelainan ginjal (Katzung, 2004).
pohon
pisang
ambon
adalah
sebagai
berikut:
(Tjitrosoepomo, 2002)
SKRIPSI
Kingdom
: Plantae
Phylum
: Angisopermae
Kelas
: Monocotyledoneae
YUNIAR PUTRI S.
13
Ordo
: Zingiberales
Genus
: Musa
Spesies
: Musa Paradisiaca
Varietas
: Sapientum
SKRIPSI
YUNIAR PUTRI S.
14
fosfor, besi, dan kalsium. Pisang ambon juga mengandung vitamin yaitu B6,
B kompleks, vitamin C, dan serotonin yang aktif sebagai neurotransmitter
dalam kelancaran fungsi otak. Selain itu pohon pisang ambon juga sering
digunakan untuk pengobatan pada luka, laringitis, perdarahan, dan infeksi
saluran kencing. Akar dari tanaman ini sangat bermanfaat untuk nyeri gigi,
ulkus dan inflamasi pada intestinal (Prasetyo dkk., 2010).
Menurut Sudirga (2000), getah batang pisang telah dipercaya dan
digunakan oleh masyarakat desa Trunyan Bali, untuk mempercepat
penyembuhan luka dan nyeri gigi. Pada tanaman pisang ditemukan adanya
senyawa seperti saponin, flavonoid, antrakuinon, dan tanin di bagian buah
dan getah, serta ditemukan senyawa lektin pada batang pisang. Lektin
berperan dalam stimulasi mitosis sel yang berpengaruh dalam mempercepat
penyembuhan luka dan penghentian perdarahan.
SKRIPSI
YUNIAR PUTRI S.
15
melancarkan air seni. Selain itu, juga mengandung vitamin A, B, C, zat gula,
air, dan zat tepung (Djoht, 2002).
Pohon pisang memiliki berbagai kandungan senyawa yang dapat
memberi manfaat bagi kita. Kandungan allantoin dan tanin yang berjumlah
banyak menjadikan pohon pisang ambon sering digunakan untuk pengobatan
pada luka, laringitis, perdarahan, dan infeksi saluran kencing. Akar dari
tanaman ini, sangat bermanfaat untuk nyeri gigi, ulkus dan inflamasi pada
intestinal (Pelletier, 2002). Di dalam getah terdapat kandungan saponin,
antrakuinon, dan tanin yang dapat berfungsi sebagai antibiotik dan
penghilang rasa sakit. Selain itu, di dalam getah pisang juga terdapat
kandungan lektin yang berfungsi untuk menstimulasi pertumbuhan sel kulit.
Kandungan-kandungan tersebut dapat membunuh bakteri agar tidak dapat
masuk pada bagian tubuh kita yang sedang mengalami luka (Priosoeryanto et
al., 2007).
2.7. Tanin
Tanin adalah polifenol tanaman yang bersifat astringent yang berfungsi
mengikat dan mengendapkan protein. Dalam dunia pengobatan, tanin
berfungsi untuk mengobati diare, menghentikan pendarahan, dan mengobati
ambeien. Mekanisme tanin dalam menghentikan perdarahan adalah dengan
cara meningkatkan sekresi ADP dalam darah (Priosoeryanto et al., 2007).
Peningkatan sekresi ADP ini akan mempercepat terjadinya proses agregasi
trombosit sehingga darah akan lebih cepat berhenti.
SKRIPSI
YUNIAR PUTRI S.
16
Golongan tanin termasuk polifenol alami yang merupakan metabolit
sekunder tanaman tertentu dan merupakan senyawa fenolik kompleks.
Penelitian pada hewan dan manusia menunjukan bahwa polifenol dapat
mengatur kadar gula darah seperti anti kanker, anti oksidan dan anti mikroba
(Priosoeryanto et al., 2007).
Tanin atau disebut juga asam tanat atau asam galotanat merupakan
senyawa yang tidak berwarna hingga berwarna kuning atau coklat. Tanin
memiliki efek diuretik, yaitu dapat mengurangi jumlah air pada plasma darah
dengan membuangnya melalui urin. Selain itu, tanin bersifat anti bakteri dan
anti virus. Tanin dapat merusak membran sel bakteri dan mengerutkan
dinding atau membran sel bakteri, sehinga dapat menggangu permeabilitas sel
bakteri,
hingga
pertumbuhan
bakteri
akan
terhambat
atau
bahkan
mati. Sebagai anti virus, tanin dapat menghambat aktivitas enzim yang
diperlukan virus untuk memperbanyak diri. Sehingga virus sulit berkembang
(Priosoeryanto et al., 2007).
2.8. Lektin
Lektin merupakan kelompok protein yang secara spesifik dapat
berikatan dengan bagian karbohidrat tertentu dari molekul glikolipid atau
glikoprotein. Mayoritas lektin adalah protein non enzim sehingga tidak
mempunyai fungsi katalitik, tetapi ada beberapa lektin yang berlaku sebagai
protein enzim dengan peranan katalitiknya (Caron, 2004).
Lektin terdapat pada berbagai macam bagian tumbuhan, terutama pada
biji-bijian, namun juga dapat dijumpai pada berbagai hewan, terutama
SKRIPSI
YUNIAR PUTRI S.
17
invertebrata, sehingga lektin di alam dapat digolongkan dalam beberapa
kelompok (Anwar, 2002).
Lektin dapat meningkatkan aktivasi ikatan trombosit dengan permukan
pembuluh darah dengan cara peningkatan kompleks Von Willebrand Factor
(VWF) yang disekresi oleh sel sub endotel dengan reseptor glycoprotein
membran trombosit GP1b (Greenberg and G.A. Jamieson, 2003). Lektin juga
meningkatkan jumlah penyebaran ion kalsium dalam darah dan meningkatkan
interaksi antara GPIIb/IIIa dan fibrinogen (Thiagarajan and Michael, 2000)
SKRIPSI
YUNIAR PUTRI S.